Abstrak
Latar Belakang : Diabetes melitus (DM) merupakan faktor risiko tuberkulosis dan dapat mempengaruhi gejala yang timbul. Sudah
ada pembuktian bahwa DM memberikan konstribusi penting terhadap insidens TB. Karena masih terdapat kontroversi dengan hasil
penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk pelacakan lebih lanjut, khususnya di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk
membandingkan secara klinis, radiologis dan konversi kultur pada pasien MDR TB dengan dan tanpa DM.
Metode : Penelitian ini merupakan cross-sectional study. Inklusinya adalah semua pasien baru yang terdiagnosis MDR TB dengan
dan tanpa DM dari Januari 2011 sampai Juli 2012 yang mengikuti program PMDT di RS Dr. Moewardi. Gambaran klinis, radiologis
dan waktu konversi kultur sputum diikuti pada waktu yang sama. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji chi-square .
Hasil : Sebanyak 43 pasien ikut dalam pada penelitian ini. Sepuluh pasien dengan riwayat DM dan lainnya tidak. Dari gambaran
radiologis, terdapat perbedaan bermakna pada karakteristik lesi (p=0,004) dan daerah lesi (p=0,003). Tetapi, tidak ada perbedaan
signifikan pada kedua kelompok untuk gejala klinis dan waktu konversi kultur sputum.
Kesimpulan : Karakteristik lesi dan daerah lesi yang terkena berdasarkan penemuan radiologi memiliki perbedaan signifikan baik
pada kelompok DM dan non DM pasien MDR TB, tetapi tidak pada gejala klinis dan konversi kultur. (J Respir Indo. 2013; 33:103-9)
Kata kunci : Tuberkulosis, diabetes melitus, multidrug resistant tuberculosis.
PENDAHULUAN
Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB)
dunia.1
103
dari 285 juta pada tahun 2010 menjadi 438 juta tahun
METODE
Pasien
wawancara.
Diabetes melitus
104
Konversi sputum
Konversi sputum pada pasien MDR TB dilihat
berdasarkan pemeriksaan biakan Mycobacterium
ini.
badan.8
Radiologi
Analisis statistik
signifikan.
HASIL
satu atau dua paru dengan luas yang tidak melebihi sela
penelitian ini.
105
non DM.
signifikan.
PEMBAHASAN
Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk
menjelaskan pengaruh DM pada TB berdasarkan gejala
klinis, manifestasi radiologi, kecepatan konversi
sputum, dan hasil terapi pada TB.3 Hasil dari penelitian
ini menyebutkan bahwa gejala respiratorik dan sistemik
TB ditemukan pada kedua kelompok meskipun tidak
bermakna. Berdasarkan gambaran radiologi, terdapat
MDR TB + DM
N = 10
MDR TB non DM
N = 33
Total
N=43
30,0% (N=3)
70,0% (N=7)
60,6% (N=20)
39,4% (N=13)
53,5% (N=23)
46,5% (N=20)
0,0% (N=0)
30,0% (N=3)
40,0% (N=4)
30,0% (N=3)
0,0% (N=0)
46,206,99
24,2% (N=8)
33,4% (N=11)
30,3% (N=10)
9,1% (N=3)
3,0% (N=1)
37,7011,91
18,6% (N=8)
32,6% (N=14)
32,6% (N=14)
13,9% (N=6)
2,3% (N=1)
39,6711,91
30,0% (N=3)
70,0% (N=7)
36,4% (N=12)
63,6% (N=21)
34,9% (N=15)
65,1% (N=28)
100,0% (N=10)
100% (N=33)
100,0% (N=43)
100,0% (N=10)
100% (N=33)
100,0% (N=43)
100,0% (N=10)
100% (N=33)
100,0% (N=43)
20,0% (N=2)
80,0% (N=8)
27,3% (N=9)
72,7% (N=24)
25,6% (N=11)
74,4% (N=32)
10,0% (N=1)
90,0% (N=9)
21,2% (N=7)
78,8% (N=26)
18,6% (N=8)
81,4% (N=35)
TS (0,148)
TS (0,242)
TS (1,000)
TS (1,000)
TS (0,659)
106
Nilai p
MDR TB + DM
N = 10
MDR TB non DM
N = 33
Total
N=43
100,0% (N=10)
0,0% (N=0)
100,0% (N=10)
0,0% (N=0)
100,0% (N=10)
0,0% (N=0)
70,0% (N=7)
30,0% (N=3)
84,8% (N=28)
15,2% (N=5)
81,4% (N=35)
18,6% (N=8
90,0% (N=9)
10,0% (N=1)
75,8% (N=25)
24,2% (N=8)
79,1% (N=34)
20,9% (N=9)
90,0% (N=9)
10,0% (N=1)
51,5% (N=17)
48,5% (N=16)
60,5% (N=26)
39,5% (N=17)
70,0% (N=7)
30,0% (N=3)
57,6% (N=19)
42,4% (N=14)
60,5% (N=26)
39,5% (N=17)
90,0% (N=9)
10,0% (N=1)
75,8% (N=25)
24,2% (N=8)
79,1% (N=34)
20,9% (N=9)
90,0% (N=9)
10,0% (N=1)
66,7% (N=22)
33,3% (N=11)
72,1% (N=31)
27,9% (N=12)
90,0% (N=9)
10,0% (N=1)
69,7% (N=23)
30,3% (N=10)
74,4% (N=32)
25,6% (N=11)
100,0% (N=10)
0,0% (N=0)
75,8% (N=25)
24,2% (N=8)
81,4% (N=35)
28,6% (N=8)
Nilai p
TS (0,362)
TS (0,659)
TS (0,06)
TS (0,714)
TS (0,659
TS (0,237)
TS (0,409)
TS (0,165)
TB.11
penelitian ini lebih banyak pada usia yang lebih tua yaitu
dikutip
dari
10
bahwa dengan
dikutip dari 3
dari 12
Sejalan
dari
11
107
MDR TB + DM
N = 10
MDR TB non DM
N = 33
Total
N=43
40,0% (N=4)
60,0% (N=6)
6,1% (N=2)
93,8% (N=31)
14,3% (N=6)
85,7% (N=36)
30,0% (N=3)
70,0% (N=7)
6,1% (N=2)
93,8% (N=31)
11,6% (N=5)
88,4% (N=38)
40,0% (N=4)
50,0% (N=5)
10,0% (N=1)
6,1% (N=2)
93,8% (N=31)
0,0% (N=0)
14,0% (N=6)
83,7% (N=36)
2,3% (N=1)
0,0% (N=0
20,0% (N=2)
80,0% (N=8)
3,0% (N=1)
21,2% (N=7)
75,8% (N=25)
2,3% (N=1)
20,9% (N=9)
76,7% (N=33)
100,0% (N=10)
0,0% (N=0)
100,0% (N=33)
0,0% (N=0)
100,0% (N=43)
0,0% (N=0)
0,0% (N=0)
100,0% (N=10)
3,0% (N=1)
97,0% (N=32)
2,3% (N=1)
97,7% (N=42)
10,0% (N=1)
90,0% (N=9)
12,1% (N=4)
87,9% (N=29)
11,6% (N=5)
88,4% (N=38)
0,0% (N=0)
100,0% (N=10)
3,0% (N=1)
97,0% (N=32)
2,3% (N=1)
97,7% (N=42)
10,0% (N=1)
90,0% (N=9)
45,5% (N=15)
54,5% (N=18)
25,6% (N=16)
74,4% (N=27)
80,0% (N=8)
20,0% (N=2)
90,9% (N=30)
9,1% (N=3)
88,4% (N=38)
11,6% (N=5)
20,0% (N=2)
80,0% (N=8)
45,5% (N=15)
54,5% (N=18)
39,5% (N=17)
60,5% (N=32)
20,0% (N=2)
80,0% (N=8)
30,3% (N=10)
69,7% (N=23)
27,9% (N=12)
72,1% (N=31)
Nilai p
0,004
TS (0,073)
0,003
TS (0,894)
TS (0,162)
TS (1,000)
TS (1,000)
TS (0,063)
TS (0,575)
TS (0,269)
TS (0,698)
MDR TB + DM
N = 10
MDR TB non DM
N = 33
Total
N=43
10.0% (N=1)
10.0% (N=1)
20.0% (N=2)
60.0% (N=6)
0.0% (N=0)
0.0% (N=0)
4,301,06
6,1% (N=2)
36,4% (N=12)
15,2% (N=5)
15,2% (N=5)
24,2% (N=8)
3,0% (N=1)
4,241,42
7,0% (N=3)
30,2% (N=13)
16,3% (N=7)
25,6% (N=11)
18,6% (N=8)
2,3% (N=1)
4,261,33
Nilai p
TS (0,055)
TS (0,859)
dikutip dari 15
2007
dikutip dari 14
mengatakan
108
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan signifikan pada karakteristik lesi dan
distribusi area di antara MDR TB dengan DM dan MDR
TB tanpa DM, akan tetapi berdasarkan gejala klinis dan
waktu konversi sputum tidak ditemukan perbedaan
bermakna. Kejadian DM dapat menimbulkan kembali
infeksi tuberkulosis pada daerah epidemik seperti
Indonesia, sehingga diperlukan kerjasama yang
terkoordinasi seperti penemuan kasus secara aktif,
pemberian terapi adekuat untuk DM, dan berbagai
penelitian baru terutama di daerah epidemik TB dan
DM.
DAFTAR PUSTAKA
10(1):74-9.
Pneumol. 2012;18(5):239-43.
109