Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat
memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak yang timbul
antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit Infeksi
menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler)
meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih
meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak
(Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan
yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal
perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa
timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi
kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang mengalami
perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah
sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul
pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit
yang diderita kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang
diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita
sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu
(misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4)
penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru
yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau
kejadian tersebut (Martono. 1999)
Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang
usia lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun
1990 1991 adalah sebesar 5,6% (Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi
pada usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta
aspek klinik, dan terapi modalitas yang akan diberikan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
1. Mengetahui konsep dasar proses penuaan
2. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan
3. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada
lansia.
4. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada
lansia.
5. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia
6. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik .
C. Ruang Lingkup Penulisan
Penyusunan ini hanya membahas tentang perubahan fisiologis sistem
respiratori dan terapi modalitas sistem respiratori pada lansia.
D. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
menggambarkan perubahan fisiologis sistem respiratori dan terapi modalitas
sistem respiratori pada lansia dengan studi literature yang diperoleh dari bukubuku perpustakaan, internet dan hasil dari diskusi kelompok yang disajikan
dalam bentuk makalah.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perubahan Anatomi Fis iologi Sistem Pernafasan Pada Usia
Lanjut
Pada orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan
bagian dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi
merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan.
Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut
(Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah
disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang
menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi :
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal,
artinya umum terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan
fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam
sel dan bukan oleh faktor luar.
3. Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan
tidak dapat berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).
a. Perubahan anatomi sistem pernafasan
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai
hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel, jaringan atau
organ yang bersangkutan. Yang mengalami perubahan adalah
a. Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang - tulang
rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada.
Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.
b. Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.
c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis
bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin
tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.
d. Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus
membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen
dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga
3

menyebabkan elastisitas jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan


elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya
tegangan perrnukaan akibat pengurangan daerah permukaan alveolus.
b. Perubahan-perubahan fisiologis sistem pernafasan
Perubahan fisiologis (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :
1. Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume
rongga dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo
pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan
otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, lebihIebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan.
2. Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan
menimbulkan penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun
gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.
3. Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa
faktor: (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts
menurun, (3) resintensi saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum
dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru.
4. Gangguan transport gas.
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan (adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi (Mangunegoro, 1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh
darah dari alveoli (difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang,
terutama terjadi pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan
02 maksimal disebabkan antara lain karena : (1) berbagai perubahan
pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) karena
berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung.
5. Gangguan perubahan ventilasi pain.
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya
penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral
ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap
rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH
darah arteri dan sebagainya.
B. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru

Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa


faktor yang dapat memperburuk fungsi paru (Martono. 1999) Faktor-faktor
yang memperburuk fungsi paru antara lain :
1. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran
nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan
terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya
penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang
iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
2. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala
obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding
perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan
volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan
timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.
3. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otototot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan
"relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada
usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor
lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura,
pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992). Perbaikan
fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif
4. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari
pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh
faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan paru); (2)
pembedahan abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obat anestesi
tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses
ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya
perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi
paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian,
karena timbulnya gagal nafas.
C. Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut

Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan


atau dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan-perubahan tersebut. adalah :
a. Perubahan anatomis - fisiologis
Dengan adanya perubahan anatomis fisiologis sistem pernafasan
ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya
beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM,
TB paru, kanker paru dan sebagainya.
b. Perubahan daya tahan tubuh
Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena
lemahnya fungsi limfosit B dan T, sehingga penderita rentan terhadap
kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur.
c. Perubahan metabolik tubuh
Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru
dapat ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakitpenyakit metabolik yang bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis
rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi
lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil untuk timbulnya
kelainan paru tadi.
d. Perubahan respons terhadap obat
Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat tertentu
akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dan saluran
nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia
muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang
sering digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang dideritanya
yang mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda.
e. Perubahan degenerative
Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat
dielakkaan terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses
penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses (perubahan)
degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema paru,
penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada
usia lanjut dan sebagainya.
f. Perubahan atau kejadian lainnya

Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut
yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan penyakit
paru tertentu pada usia lanjut, misalnya :
Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang
Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahanperubahan struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan fungsi
sistem pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas,
sehingga memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas.
Merokok selain dapat memberikan perubahan- perubahan pada saluran
nafas, dapat pula memudahkan timbulnya keganasan paru, PPOM,

bronkitis kronis dan sebagainya.


Pengaruh atau akibat kekurangan gizi
Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh,
terutama respons imun seluler. Ini merupakan konsekuensi lanjut atas
terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut. Proses
involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon timus yang
beredar dalam peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan
limfosit T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam peredaran darah
juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat
perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar autoantibodi.
IgA dan IgG terdapat peningkatan, sedangkan IgM mengalami
penurunan.

D. Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada
4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM),dan karsinoma paru.
a. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru
berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa waktu. PPOM adalah klasifikasi luas dari
gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan
asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paruparu. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema
paru dan penyakit saluran nafas perifer.
b. Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok
sigaret yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis
kelamin, ras, defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan
sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya
PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling
dominan dalam menimbulkan penyakit ini.
c. Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding
bronkiolis terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi
bronkus keel (bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi
awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam
alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat
awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
d. Gambaran klinik.
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang
mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus.
Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau
dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis
kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah
emfisema (pink puffer type).
e. Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan
sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk,
sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze.

Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan


secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal
mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang
merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk
dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas
melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak)
pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari
tabuh.
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat
obtruksi saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri
(spirogram) atau memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat
sederhana, yaitu menggunakan mini Wright Peak Plow Meter.
Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I) merupakan
pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat
digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan hemoglobin
dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang mengakibatkan
terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan.
Tingkatan PPOM menurut National Institute Of
Health Lung and Blood, Bethesda 2001
TINGKATAN

NILAI / DERAJAT

Resiko

I
II
III

Ringan
Sedang
Berat

PERSENTASI VEP I
Spirometry Normal
Gejala menaun (batuk,
produksi sputum)
80 %
< 80 %
< 30 %

f. Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikan faktor-faktor
yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya
pada penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya
diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat
memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :

Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya


kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor

genetik, infeksi (saluran nafas) dan perubahan cuara.


Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi
komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas

(obstruksi) sangat perlu dilakukan.


Tahap perjalanan penyakit.
Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu
diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif
perjalanannya. Penyakit lain di luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan
sebagainya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:


Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase

akut, tetapi juga pada fase kronik.


Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

dideteksi lebih awal.


Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :
Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara..


Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi,
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau

pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih

kontroversial.
Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
o Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
o Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
o Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan

oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran

lambat: 1 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi.

10

Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas


berikut :
o Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret
bronkus.
o Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernafasan yang paling efektif baginya
o Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan uatuk
memulihkan kesegaran jasmaninya.
o Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita
agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
o Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.
g. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan
terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada
prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki
keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan
sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan
dengan Fara yang lazim.
1. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat
mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan
melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari
timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini
kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo
dan H.Hadi Martono. 1999)
2. Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan
penderita TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.
3. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap
timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan
pemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2)
11

pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan


bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki)
menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992.
Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
(PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM
Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM pada lansia dikarenakan
penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan
Pasien Geriatri hal 39 tahun 2000)
A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada
kegiatan sehari hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan
juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor
pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala
yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi
lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,
Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu
pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan
perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan
gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika
mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup
waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa
pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman
untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan
yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

13

4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama


pernapasan?
5. Apakah tampak sianosis?
6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7. Apakah pasien mengalami edema perifer?
8. Apakah pasien batuk?
9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10. Bagaimana status sensorium pasien?
11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas
sehari-hari karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan
darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu
pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan
mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya
sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan
primer dan sekunder, penyakit kronis.

14

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,
mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay
dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,
salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
( Doenges, 2000).
Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.
3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.
4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan
penyakit kronik.
5. Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.
6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi
7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas
fisik dalam menjalankan peran.
8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi
atau fatique.
9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan
otot pernafasan.
10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
permintaan
(Loukenotte, M.A, 2000).
C. Intervensi / Perencanaan
N
Diagnosa
o
D Keperawatan
x
1. Ketidakefektifa

Tujuan Dan KH
Tujuan :

Intervensi
1. Auskultasi

Rasional
1. Beberapa derajat

n jalan nafas

Mengefektifkan

bunyi nafas,

bronkus terjadi

berhubungan

jalan nafas

catat adanya

dengan obstruksi

Hasil yang

bunyi nafas,

jalan nafas dan

tertahannya

diharapkan :

misal : mengi,

tidak

sekresi.

Mempertahanka

krekels, ronki.

dimanifestasikan

dengan

n jalan nafas

2. Kaji / pantau

paten dengan

frekuensi

bunyi nafas

adanya bunyi nafas


adventisius
2. Takipnea ada pada

15

bersih / jelas
Menunjukkan

pernafasan,

beberapa derajat

catat rasio

dan dapat

perilaku untuk

inspirasi mengi

ditemukan pada

memperbaiki

(emfisema)

penerimaan /

bersihan jalan
nafas Misal :
Batuk efektif
dan
mengeluarkan
sekret.

3. Kaji pasien
untuk posisi
yang nyaman
misal:
peninggian
kepala tempat
tidur, duduk dan
sandaran tempat
tidur.

selama stress /
adanya proses
infeksi akut
3. Peninggian kepala
tempat tidur
mempermudah
fungsi pernafasan
dengan
menggunakan
gravitasi, namun
pasien dengan

4. Pertahankan
polusi
lingkungan
minimum debu,
asap dll
5. Bantu latihan
nafas abdomen /
bibir

slifres berat akan


mencari posisi
yang paling mudah
untuk bernafas.
4. Pencetus tipe
reaksi alergi
pernafasan yang
dapat mentrigen
episode akut.
5. Memberikan

6. Ajarkan teknik
nafas dalam
batu efektif

pasien beberapa
cara untuk
mengatasi dan
mengontrol
dispnea dan

7. Berikan obat
sesuai indikasi

menurunkan
jebakan udara.
6. Batuk dapat
menetap tetapi
16

efektif khususnya
bila pada
lansia,sakit akut,
atau kelemahan
7. Membantu dalam
proses
2.

penyembuhan.
1. Berguna dalam

Gangguan

Tujuan : Memenuhi 1. Kaji frekuensi

pertukaran gas

suplai oksigen pada

kedalaman

evaluasi distress

berhubungan

tubuh.

pernafasan,

pernafasan dan

dengan suplai

Kriteria hasil yang

catat

kronisnya proses

oksigen

diharapkan :

penggunaan

penyakit.

Menunjukkan

otot aksesori,

perbaikan

nafas bibir,

ventilasi dan

ketidakmampua

oksigenasi

n bicara /

berbincang.
jaringan adekuat
2. Tinggikan
yang bila dalam
kepala tempat
rentang
tidur, bantu
normal + bebas
pasien untuk
gejala distres
pernafasan.
Berpartisipasi

memilih posisi

dalam program

untuk bernafas.

pengobatan
dalam tingkat
kemampuan /
situasi.

yang mudah

3. Dorong

2. Pengiriman
oksigen dapat
diperbaiki dengan
posisi duduk
tinggi, dan latihan
nafas untuk
menurunkan kolaps
jalan nafas, dispnea
dan kerja nafas.
3. Kental, tebal,
banyaknya sekresi

mengeluarkan

adalah sumber

sputum:

utama gangguan

Penghisapan
bila
diindikasikan.
4. Kaji / awasi

pertukaran gas
4. Sianosis mungkin
perifer (terlihat
pada kuku) atau

secara rutin

sentral (terlihat

kulit dan warna

sekitar bibir / daun

17

telinga) keabumembran
mukosa

abuan dan dianosis


sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.
5. Takikarena,

5. Awasi tanda
vital dan irama
jantung

disritimia, dan
perubahan TD
dapat menunjukkan
efek hipoksemia

6. Awasi /
gambaran seri
GDA dan nadi,
oksimetri

sistemik pada
fungsi jantung.
6. PaCO2 biasanya
meningkat
(bronkhitis,
emfisema) dan
PaCO2 secara
umum menurun,

7. Berikan oksigen
tambahan yang
sesuai dengan
indikasi hasil
GDA dan
toleransi pasien.

sehingga hipoksia
terjadi dengan
derajat lebih / lebih
besar
7. Dapat
memperbaiki /
mencegah
buruknya hipoksia.

3.

Resiko tinggi

Tujuan : Mencegah 1. Awasi suhu

terhadap

terjadinya infeksi.

infeksi

Kriteria hasil yang

berhubungan

diharapkan :

dengan
inadekuat

1. Demam dapat
2. Kaji pentingnya
latihan nafas,

Menyatakan

batuk efektif,

pemahaman

perubahan

terjadi karena
infeksi / dehidrasi
2. Aktifitas ini
meningkatkan
mobilisasi dan

18

pertahanan

penyebab /

posisi sering,

pengeluaran sekret

primer dan

faktor resiko

dan masukan

untuk menurunkan

sekunder,

individu
Mengidentifikas

cairan adekuat.

resiko terjadi

penyakit

i intervensi

kronis.

untuk mencegah
/ menurunkan

resiko infeksi
Menunjukkan
teknik,
perubahan pola
hidup untuk
meningkatkan

3. Tunjukkan dan
bantu pasien
tentang

infeksi paru.
3. Cegah penyebaran
ppatogen melalui
cairan

pembuangan
tisu dan sputum
4. Dorong
keseimbangan
antara aktifitas
dan istirahat

4. Menurunkan
konsumsi /
kebutuhan
keseimbangan

lingkungan yang

oksigen dan

aman.

memperbaiki
5. Dapatkan
spesimen
dengan batuk /
penghisapan
untuk
pewarnaan
kuman gram
kultur /

pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan.
5. Dilakukan untuk
mengidentifikasika
n organisme
penyebab dan
kerentanan

sensitivitas.
6. Berikan anti
mikrobia sesuai
indikasi

6. Dapat diberikan
untuk organisme
khusus yang
teridentifikasi
dengan kulturdan
sensitivitas, atau
diberikan secara

19

profilaktik karena
4.

resiko tinggi.
1. Pasien distress

Perubahan

Tujuan : Memenuhi 1. Kaji kebiasaan

nutrisi kurang

kebutuhan nutrisi

diet, masukan

pernafasan akut

dari kebutuhan

klien secara

makanan saat

sering anoreksia

tubuh

adekuat

ini, catat derajat

karena dispnea,

berhubungan

Kriteria hasil yang

kesulitan

produksi sputum

dengan

diharapkan :

makan, evalusi

dan obat

dispnea,

Menunjukkan

kelemahan

peningkatan

efek samping

berat badan

obat, produksi

menuju tujuan

sputum,

yang tepat.
Menunjukkan

anoreksia,
mual / muntah.

perilaku

BB dan ukuran
tubuh.
2. Tunjukkan dan
bantu pasien
tentang
pembuangan
tisu dan sputum

perubahan pola
hidup untuk

3. Dorong

2. Aktifitas ini
meningkatkan
mobilisasi dan
pengeluaran sekret
untuk menurunkan
resiko terjadi
infeksi paru
3. Menurunkan

meningkatkan

keseimbangan

konsumsi /

dan /

antara aktifitas

kebutuhan

mempertahanka

dan istirahat

keseimbangan

n berat yang

oksigen dan

tepat.

memperbaiki
pertahanan pasien
terhadap infeksi,
4. Dapatkan
spesimen
dengan batuk /

meningkatkan
penyembuhan.
4. Dilakukan untuk

penghisapan

mengidentifikasika

untuk

n organisme

pewarnaan

penyebab dan

kuman gram

kerentanan

kultur /

terhadap berbagai

sensitivitas.

anti mikrobia.

20

5. Berikan anti
mikrobia sesuai
indikasi

5. Dapat diberikan
untuk organisme
khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitivitas, atau
diberikan secara
profilaktik karena

5.

Tujuan :

aktifitas

Mengembalikan

respons pasien

kemampuan /

berhubungan

aktifitas klien

terhadap

kebutuhan pasien

dengan

seperti semula.

aktifitas.

dan memudahkan

keseimbangan

Kriteria hasil yang

antara suplay

diharapkan :

dan kebutuhan

Melaporkan /

oksigen,

menunjukkan

kelemahan,

peningkatan

dispnea.

toleransi terhadap
aktifitas yang dapat
diukur dengan tak
adanya dispnea,
kelemahan

1. Evaluasi

resiko tinggi.
1. Menetapkan

Intoleransi

2. Catat laporan
dispnea,
peningkatan
kelemahan /
kelelahan dan
perubahan tanda

pilihan intervensi
2. Meminimalkan
kelelahan dan
membantu
keseimbangan
suplai dan
kebutuhan oksigen.

vital selama dan


setelah
aktivitas.
3. Bantu aktivitas

berlebihan, dan

perawatan dini

tanda vital dalam

yang

rentang normal.

diperlukan.

3. Mengurangi
kelelahan

Berikan
kemajuan
peningkatan
aktivitas selama
fase
penyembuhan.

21

4. Ajarkan klien
untuk
mengurangi
aktivitas yang
dapat
menimbulkan
6.

kelelahan
1. Jelaskan /

Defisit

Tujuan : Klien

pengetahuan

mampu untuk

kuatkan

ansietas dan dapat

tentang PPOM

mengetahui tentang

penjelasan

menimbulkan

berhubungan

pengertian /

proses penyakit

perbaikan

dengan kurang

informasi PPOM.

individu

partisipasi pada

informasi,

Kriteria hasil yang

salah mengerti

diharapkan :

tentang

2. Instruksikan /
kuatkan rasional

Menyatakan

untuk latihan

informasi,

pemahaman

nafas, batuk

kurang

kondisi / proses

efektif dan

mengingat /

penyakit dan

latihan kondisi

keterbatasan

tindakan
Mengidentifikas

umum.

kognitif.

1. Menurunkan

rencana
pengobatan.
2. Nafas bibir + nafas
abdominal /
diafragmatik
menguatkan otot
pernafasan,
membantu

i hubungan

meminimalkan

tanda / gejala

kolaps jalan nafas

yang ada dari

kecil dan

proses penyakit
dan
menghubungkan
dengan faktor
penyebab

3. Diskusikan obat
pernafasan, efek
samping +
reaksi yang tak
diinginkan

memberikan
individu arti untuk
mengontrol
dispnea.
3. Pasien ini sering
mendapat obat
pernafasan banyak

4. Tekankan
pentingnya
perawatan oral /

sekaligus yang
mempunyai efek
samping hampir

22

sama + potensial
interaksi obat
4. Menurunkan
pertumbuhan
kebersihan gigi

bakteri pada mulut,


dimana dapat
menimbulkan

5. Diskusikan
faktor individu
yang
meningkatkan
kondisi mis:
udara terlalu
kering, angin,
lingkungan
dengan suhu
ekstrem, serbuk,

infeksi saluran
nafas atas.
5. Faktor lingkungan
ini dapat
menimbulkan
iritasi bronkial
menimbulkan
peningkatan
produksi sekret dan
hambatan jalan
nafas.

asap tembakau,
sprei aerosol,
polusi udara.
6. Diskusikan
pentingnya
mengikuti
perawatan
medik, foto
dada periodik
dan kultur

6. Pengawasan proses
penyakit untuk
membuat program
terapi untuk
memenuhi
perubahan
kebutuhan dan
dapat membantu
mencegah
komplikasi

( Doenges, 2000 : 152).

23

E. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk
mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya
hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan
tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan
beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi
sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien
Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi
yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya
hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

24

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran
nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus
ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap
rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada
mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi
saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk
pencegahan terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM.
Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi
dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan
taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal paru secara berkala.
B. Saran
Untuk Lansia menghindari faktor resiko :
1. Anjurkan klien untuk tidak merokok
2. Anjurkan klien untuk cukup istirahat
3. Anjurkan klien untuk menghindari alergen
4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
5. Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
Untuk keluarga memberikan dukungan :
1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

25

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Jakarta : EGC.
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan

Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.


Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept and
Practice. Philadelphia : WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis
proses-proses Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Kesehatan usia lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai