Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemodialisis (HD) merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik
(PGK) atau chronic kidney disease (CKD) stadium V atau gagal ginjal kronikn(GGK).
Penderita GGK semakin meningkat jumlahnya, di Amerika pada tahun 2009
diperkirakan terdapat 116395 orang penderita GGK yang baru. Lebih dari 380000
penderita GGK menjalani hemodialisis reguler (USRDS, 2011). Pada tahun 2011 di
Indonesia terdapat 15353 pasien yang baru menjalani HD dan pada tahun 2012 terjadi
peningkatan pasien yang menjalani HD sebanyak 4268 orang sehingga secara
keseluruhan terdapat 19621 pasien yang baru menjalanai HD. Sampai akhir tahun
2012 terdapat 244 unit hemodialisis di Indonesia (IRR, 2013). Asupan cairan yang
berlebihan antara dua waktu dialisis dinyatakan dengan interdialytic weight gain
(IDWG).
Asupan cairan pasien penyakit ginjal kronik harus disesuaikan dengan batas
asupan cairan yang sudah ditentukan, rasa haus yang dialami pasien menyebabkan
terjadinya fenomena kelebihan cairan pada klien yang menjalani terapi hemodialisis.
Berat badan harian merupakan parameter penting yang dipantau, selain catatan yang
akurat mengenai asupan dan keluaran. Kenaikan BB diantara waktu HD (IDWG) <
5% BB kering (Almatsier, 2006). Sebelum dan sesudah hemodialisis berat badan
pasien ditimbang secara rutin dan IDWG diukur dengan cara menghitung selisih
antara berat badan setelah HD pada periode hemodialisis pertama dikurangi berat
badan pasien sebelum pre HD kedua dibagi berat badan setelah HD pada periode
hemodialisis pertama dikalikan 100%. Misalnya BB pasien post HD ke 1 adalah 54
kg, BB pasien pre HD ke 2 adalah 58 kg, prosentase IDWG (58 -54) : 58 x 100% =
6,8 % (Istanti, 2009).
Kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lama tanpa asupan cairan
dibandingkan dengan makanan. Namun pasien dengan penyakit penyakit ginjal kronik
harus melakukan pembatasan asupan cairan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Mengontrol asupan cairan merupakan salah satu masalah utama bagi pasien dialisis.
Ginjal sehat melakukan tugasnya menyaring dan membuang limbah dan racun di
tubuh kita dalam bentuk urin 24 jam sehari. Apabila fungsi ginjal berhenti maka terapi
dialisis yang menggantikan tugas dari ginjal tersebut. Mayoritas klien yang menjalani

terapi hemodialisis di Indonesia menjalani terapi 2 kali seminggu antara 4 5 jam


pertindakan, itu artinya tubuh harus menanggung kelebihan cairan diantara dua waktu
terapi (Sari, 2009).
Apabila pasien tidak membatasi jumlah asupan cairan maka cairan akan
menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema di sekitar tubuh seperti
tangan, kaki dan muka. Banyak juga penumpukan cairan terjadi di rongga perut yang
membuat perut disebut ascites . Kondisi ini akan membuat tekanan darah meningkat
dan memperberat kerja jantung. Penumpukan cairan juga akan masuk ke paru paru
sehingga membuat pasien mengalami sesak nafas, karena itulah pasien perlu
mengontrol dan membatasi jumlah asupan cairan yang masuk dalam tubuh.
Pembatasan tersebut penting agar pasien tetap merasa nyaman pada saat sebelum,
selama dan sesudah terapi hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2002). Penilaian umum
mengenai berat badan bersih adalah penting untuk mempermudah perawat dan pasien
dalam mengurangi kelebihan cairan selama pelaksanaan dialisis. 1 kg BB sebanding
dengan 1 L cairan, artinya berat badan pasien adalah metode yang sederhana dan
akurat untuk menilai pertambahan maupun pengurangan cairan (Morton & Fontaine,
2009).
B. Tujuan
Tujuan dari laporan ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penambahan berat badan interdialitik, manajemen cairan dan hal apa saja yang
dilakukan perawat untuk mengontrol IDWG pada pasien CKD yang menjalani
hemodialisis

B. Resume Kasus
Tn. S merupakan pasien hemodialisa yang menjalani HD seminggu dua kali.
Saat datang klien diukur berat badannya pada timbangan, beratnya saat itu 64 kg.
berat badan Tn.S post HD sebelumnya yaitu 61,5 kg, didapat dari status klien.
Saat dikaji klien mengeluhkan sesak napas, terdapat sedikit oedem, TD : 130/90
mmHg, RR : 26X/menit, Nadi : 86X/menit, suhu : 37C dan kesadarannya
composmentis. Saat HD UFG klien 2 dan UFR 0,5 dengan QB 150, klien
mengatakan melakukan hemodialisa dua kali dalam satu minggu.
Pada saat dilakukan HD klien mengeluh sedikit pusing dan lemas. Tekanan
darah klien setelah dilakukan HD meningkat menjadi 140/90 mmHg dan setelah
ditimbang berat badannya turun menjadi 61,5 kg.
C. Hasil
1) Agus Kiswanto, S.Kep., Ns
Menurut bapak Agus Kiswanto, S.Kep., Ns perawat hemodialisa RSUD
Dr. Moewardi mengatakan untuk penambahan berat badan interdialitik pasien
yang menjalani hemodialisis, sebelumnya pasien harus tau berapa berat badan
keringnya (Dry Weight)

terlebih dahulu untuk menentukan berapa

penambahan berat badan interdialitiknya. Tetapi sulit menentukan berat badan


kering pada pasien yang memang sebelumnya mengalami oedem, faktor yang
mempengaruhi penambahan berat badan interdialitik pasien HD bisa dari
intake cairan dan juga intake nutrisi pada pasien. Intake cairan yang terlalu
banyak bisa menjadikan penambahan berat badan, intake nutrisi juga
berpengaruh jika pasien tidak taak dalam konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan kalium. Saat dilakukan HD untuk mengurangi cairan
dalam tubuh yang menyebabkan penambahan berat badan interdialitik yaitu
pengaturan pada UF goal pada mesin HD. Apabila penambahan berat badan
interdialitiknya pasien 2kg maka penarikan UF Goalnya 2 liter, tetapi untuk
menentukan jumlah UF Goal juga harus memperhatikan berat badan pasien
tersebut, kondisi umum pasien seperti tanda-tanda vital dan kesadaran pasien.
Selain itu juga harus memperhatikan pemeriksaan fisik pasien seperti adanya
oedem, sesak napas yang menandakan adanya adanya penambahan cairan
yang berlebih maka untuk UFG bisa ditambah setengah liter. Untuk

mengontrol penambahan berat bdan interdialitik harus dialakukan edukasi


terhadap pasien dan keluarga. Selain itu pasien harus dimotivasi untuk
mengontrol intake cairan khususnya, serta makanan yang mengandung
natrium kalium dan protein nabati. Selain pasien keluarga pasien juga harus
dilibatkan sebagai control pada pasien agar pasien bisa mengontrol intake
cairan dan nutrisi. Untuk intake cairan apabila total urine pasien selama 24
jam 2 gelas maka intake yang diperbolehkan juga 2 gelas. Pasien-pasien di
ruang hemodialisa rata-rata penambahan berat badan interdialitiknya < 5 kg,
penambahan berat badan interdialitik yang paling bagus yaitu < 2 kg. untuk
pengaruh penambahan berat badan interdialitik dengan lamanya hemodialisa
tidak ada karena lamanya hemodialisa mempengaruhi pada jumlah ureum dan
creatinin pada tubuh. Yang mempengaruhi berat badan interdiallitik yang
paling besar yaitu cairan dan kalium serta natrium yang mempengaruhi cairan
ekstraselulaer maka dari itu Ultra Filtrasi Goal yang mempengarungi turunnya
berat badan interdialitik saat hemodialisis.
D. Pembahasan
Dari hasil diskusi dengan expert yang ditunjuk dan dengan jurnal yang telah
ditemukan IDWG/penambahan berat badan interdialitik pada pasien hemodialisa
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni intake cairan dan intake nutrisi pada
pasien. Hal ini dikarenakan kemampuan ginjal sudah menurun dan untuk cairan
serta makanan yang mengandung kalium, natrium serta protein nabati harus
dihindari oleh pasien. Menurut expert yang ditunjuk hal yang mempengaruhi
penambahan berat badan interdialitik adalah cairan yang berlebih pada pasien,
sehingga saat dilakukan hemodialisis UltraFiltrasi Goal yang mempengaruhi
jumlah cairan dan penambahan berat badan. Untuk lamanya hemodialisis idealnya
dilakukan 10-12 jam perminggu, tetapi karena keterbatasan dilakukan 8 jam
perminggu atau 4 jam sekali hemodialisis, lamanya hemodialisis ini menurut
expert paling besar mempengaruhi untuk menyaring seperti ureum dan kreatinin
kalium dan protein, meskipun ada kaitanya dalam mengurangi kalium tetapi tidak
begitu berpengaruh pada panambahan berat badan interdialitin. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Sulistini (2008), meskipun terdapat korelasi antara
penambahan berat badan interdialitik dengan lamanya HD tetapi korelasi tersebut
tidak signifikan. Tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian Ratika (2014) yang

menyatakan terdapat korelasi lamanya menjalani hemodialisa dengan penambahan


berat badan interdialitik, hal ini dikarenakan semakin lama pasien menjalani
hemodialisis dan semakin sering pula pasien akan terpapar dengan efek samping
dari hemodialisis.

BAB 3

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil diskusi dan pembahasan expertise ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
penambahan berat badan interdialitik dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti intake
cairan, nutrisi, lamanya hemodialisis dan penarikan UltraFiltrasi Goal saat hemodialisis.
Intake cairan dan nutrisi harus diatur untuk mengurangi IDWG pada psien hemodialisis,
sehingga peran perawat sangat penting untuk memberikan edukasi serta motivasi pada
pasien dan keluarga pasien untuk mengontrol dan mengatur pola makan serta intake
cairan pasien interdislitik untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien
hemodialisis.
B. SARAN
- Bagi Rumah Sakit
Pihak rumah sakit dapat menjadikan expertise ini sebagai acuan untuk membuat SOP
-

dalam melakukan hemodialisis.


Bagi Perawat
Expertise ini dapat dijadikan acuan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan

pada pasien dan keluarga untuk mengontrol intake cairan dan makanan.
Bagi peneliti
Bagi para peneliti expertise ini dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badab interdialitik
pada pasien hemodialisis

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. (1999). Gawat Darurat di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
Brunner and Suddarth. (2002). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. (2008). Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.(1996). Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book.
Corwin, Elizabeth, J.. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.
Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Istanti, Y. P. (2009). Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap interdialytic weight
gains (IDWG) pada Pasien chronic kidney Disease (CKD) di Unit Hemodialisis
RS PKU Muhammadiyah Yogyaarta. Jurnal Universitas Indonesia.
Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis
:Mosby Year-Book
Morton, P. G., & Fontaine, D. K. (2009). Critical Care Nursing A Holistic Approach
Ninth Edition. America: Wolters Kluwer Heatlh Lippincott Williams & Wilkins.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. (2010). Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Sari, L. K. (2009). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Dalam
Pembatasan Asupan Cairan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Terapi Hemodialisa Diruang Hemodialisa RSUP Fatmawati Jakarta.
Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
USRDS, U. S. (2011). Incidence, Prevalence, Patient Characteristics, and Treadment
Modalities.
Wiley dan Blacwell. (2009). Nursing Diagnoses: Definition & Classification 20092011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd

Anda mungkin juga menyukai