Anda di halaman 1dari 12

BAB I

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.AM
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 48 tahun
Alamat
: Bojong Baru, Bogor, Jawa Barat
Pekerjaan
: PNS
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan : 9 Desember 2013 pukul 12.30 WIB
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 9 Desember 2013 jam 12.30 WIB.
Keluhan Utama:
Bengkak dan kemerahan di tungkai bawah kiri dan kaki kiri
Keluhan Tambahan:
Nyeri, terasa panas pada tungkai bawah kiri dan kaki kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
4 hari SMRS, pasien mengeluh ada bisul di bawah jempol kaki kiri. Bisul sebesar biji
jagung, kemerahan, berjumlah 1 buah.
3 hari SMRS, pasien mengaku bisul pecah dan keluar nanah dan darah.
1 hari SMRS, timbul kemerahan dan bengkak di jempol kemudian menjalar ke bagian
kaki dan tungkai bawah disertai rasa nyeri dan terasa panas. Pasien juga mengeluh demam,
demam tidak terlalu tinggi. Pasien baru pertama kali mengalami sakit seperti ini. Pasien
sudah minum obat antibiotik berupa Amoksisilin, sebanyak 3x sehari dan Parasetamol tetapi
tidak ada perbaikan. Riwayat trauma pada kaki disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Diabetes mellitus (+)
Riwayat Penyakit Keluarga:
(-)
III.STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan Gizi
: Baik
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg.
Nadi
: 74 x/menit.
Pernafasan
: 16 x/menit.
Suhu
: 36,8 0C
Kepala
: Normocephali, distribusi rambut merata
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm.
Hidung
: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).
Telinga
: Normotia, liang telinga lapang, sekret (-).
1

Mulut
Tenggorokan
Leher

: Bibir simetris, sianosis (-), lesi di sekitar bibir (-).


: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid.

Thoraks

Jantung
Paru
Abdomen

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


: Suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
: Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak

Ekstremitas

teraba.
: Akral hangat, oedem (+) tungkai bawah kiri dan kaki kiri.

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS


Lokasi

: Regio cruris 2/3 distal sinistra bagian medial dan regio dorsum pedis sinistra

Efloresensi

: Tampak bercak eritematosa keunguan batas difus, ukuran 12 x 6 cm, disertai

makula hiperpigmentasi batas difus ukuran numular.


Palpasi : Edema non pitting, hangat (kalor), nyeri (dolor)

Foto:

Lokasi

: Digiti I plantar pedis sinistra

Efloresensi

: Tampak tumor berukuran 2 x 1,5 cm dengan pus di dalamnya

Palpasi : tumor, hangat (kalor), nyeri (dolor), fluktuasi (+)


Foto:

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
VI. RESUME
Pasien laki-laki, Tn AM, 48 tahun, bengkak dan kemerahan di tungkai bawah kiri dan kaki
kiri sejak 1 hari SMRS. Nyeri (+), panas (+) pada tungkai bawah kiri dan kaki kiri. 4 hari
SMRS, diawali adanya bisul di bawah jempol kaki kiri sebesar biji jagung, kemerahan,
berjumlah 1 buah. 3 hari SMRS, bisul pecah dan keluar nanah dan darah. Demam (+).
Riwayat DM (+).
Status generalis : dalam batas normal.
Status dermatologikus:
Lokasi
: Regio cruris 2/3 distal sinistra bagian medial dan regio dorsum pedis sinistra
Efloresensi : Tampak bercak eritematosa keunguan, batas difus, ukuran 12 x 6 cm, disertai
makula hiperpigmentasi batas difus, ukuran numular
Palpasi : Edema non pitting, hangat (kalor), nyeri (dolor)
Lokasi

: Digiti I plantar pedis sinistra

Efloresensi

: Tampak tumor berukuran 2 x 1,5 cm dengan pus di dalamnya

Palpasi : tumor, hangat (kalor), nyeri (dolor), fluktuasi (+)


VII.

DIAGNOSIS KERJA
Selulitis

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
X. PENATALAKSANAAN
- Rawat inap
Non-medikamentosa
Bed rest
Tungkai bawah dan kaki ditinggikan (elevasi)
Menjaga kebersihan kaki
Mengontrol kadar gula darah : diet DM, olahraga (dilakukan setelah sembuh dari
penyakit selulitis), obat hipoglikemik oral (OHO)
Medikamentosa
Sistemik:
4

Amoksisilin tab 500 mg + Asam clavulanat tab 125 mg, 3x1, selama 10 hari
Topikal:
Kompres dengan larutan asam salisilat 1/1000
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam.
Quo ad functionam : ad bonam.
Quo ad sanationam : ad bonam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Selulitis merupakan infeksi pada kulit dan disebabkan oleh bakteri. Selulitis dapat
disebabkan oleh bakteri dan organisme yang normal ada di kulit. Selulitis biasa terjadi
apabila sebelumnya terdapat gangguan yang menyebabkan kulit terbuka, seperti luka,
terbakar, gigitan serangga atau luka operasi. Selulitis dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
namun bagian tersering terkena selulitis adalah kulit di wajah dan kaki. Selulitis bisa hanya
menyerang kulit bagian atas, tapi bila tidak diobati dan infeksi semakin berat, dapat
menyebar ke pembuluh darah dan kelenjar getah bening.1
2. ETIOLOGI
Bakteri yang menyebabkan selulitis antara lain bakteri streptococcus grup A,
streptococcus grup B hemolitikus, staphylococcus aureus, bakteri batang gram negatif
(Aeromonas hydrophyla), pneumococcus, haemophilus influenzae tipe B.2 Selulitis terjadi
manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah terutama celah antara selaput
jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas sayatan pembedahan
(lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy).2,3
Beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis :4
Usia
Semakin tua usia, keefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang
pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti
selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.
Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem imun yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi.
Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat
pelemah imun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
Diabetes mellitus
6

Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem imun
tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada
ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
Pembengkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri
penginfeksi masuk.
Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
Gigitan, sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia
Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem imun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah
timbulnya penyakit ini.
3. GEJALA KLINIS
Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil
di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas (peau d'orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi
cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah. Kelainan kulit
berupa infiltrat difus subkutan, eritema lokal, nyeri yang cepat menyebar dan infiltratif ke
jaringan di bawahnya.4,5
Karena infeksi menyebar ke daerah yang lebih luas, maka kelenjar getah bening di
dekatnya bisa membengkak dan teraba lunak. Kelenjar getah bening di lipat paha membesar
karena infeksi di tungkai, kelenjar getah bening di ketiak membesar karena infeksi di lengan.
Penderita bisa mengalami demam, menggigil, peningkatan denyut jantung, sakit kepala dan
7

tekanan darah rendah. Kadang-kadang gejala-gejala ini timbul beberapa jam sebelum gejala
lainnya muncul di kulit. Tetapi pada beberapa kasus gejala-gejala ini sama sekali tidak ada.4
Kadang-kadang bisa timbul abses sebagai akibat dari selulitis. Meskipun jarang, bisa
terjadi komplikasi serius berupa penyebaran infeksi dibawah kulit yang menyebabkan
kematian jaringan (seperti pada gangren streptokokus dan fasitiis nekrotisasi) dan penyebaran
infeksi melalui aliran darah (bakteremia) ke bagian tubuh lainnya. Jika selulitis kembali
menyerang sisi yang sama, maka pembuluh getah bening di dekatnya bisa mengalami
kerusakan dan menyebabkan pembengkakan jaringan yang bersifat menetap.4

4. DIAGNOSIS
Pada pemeriksan fisik akan ditemukan daerah pembengkakan yang terlokalisir
(edema), kadang ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening.2
Pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih dan adanya
infeksi bakteri. Bila perlu, bisa dilakukan pembiakan darah.2
Pemeriksaan Laboratorium3
1. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata
sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
2. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga.
3. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakkan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa criteria ; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada tanda
sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor
resiko.4
Pemeriksaan Imaging4

Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti kriteria
yang telah disebutkan).

CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat jika sulit membedakan
selulitis dengan necrotizing fasciitis.
MRI (Magnetic Resonance Imaging), sangat membantu pada diagnosis infeksi selulitis
akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis
dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
5. PENATALAKSANAAN
Rawat inap di rumah sakit, insisi dan drainase pada keadaan terbentuk abses.
Pemberian antibiotik intravena seperti oksasilin, obat oral dapat atau tidak digunakan, infeksi
ringan dapat diobati dengan obat oral pada pasien di luar rumah sakit, analgesik, antipiretik.
Posisi dan imobilisasi extremitas. Bergantian kompres lembab.4
Karena selulitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri maka diberikan
antibiotik untuk mengontrol bakteri penginfeksi atau disertai juga dengan analgesik untuk
mengurangi rasa sakit.4
Pengobatan antimikrobial antara lain :1

Ampisilin, dosisnya 4x500 mg, diberikan sejam sebelum makan.


Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena
dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan dengan ampisilin

sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.


Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan ini, contohnya : oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3x250 mg per hari sebelum makan. Golongan obat
ini mempunyai kelebihan karena juga berkhasiat bagi Staphylococcus aureus yang
telah membentuk penisilinase.

Linkomisin dan klindamisin


Dosis linkomisin 3x500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4x150 mg sehari per os. Pada infeksi berat dosisnya
4x300-450 mg sehari. Obat ini efektif untuk pioderma di samping golongan obat
penisilin resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa
kolitis pseudomembranosa, belum pernah penulis temukan. Linkomisin agar tidak
9

dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih
besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat

oleh adanya makanan dalam lambung.


Eritromisin
Dosisnya 4x500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisilinase. Obat ini

cepat menyebabkan resistensi. Sering memberi rasa tak enak di lambung.


Sefalosporin
Pada pioderma yang berat atau yang tidak memberi respons dengan obat-obat tersebut
di atas, dapat dipakai sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman
positif-gram ialah generasi I juga generasi IV. Contohnya sefadroksil dari generasi I
dengan dosis untuk orang dewasa 2x500 mg atau 2x1000 mg sehari. Cephalexin (500
mg 3 kali / hari).

Ciproflocaxin (750 mg / 12 jam), aman dan efektif bagi berbagai variasi kulit dan

infeksi struktur kulit.


Penisilin dosis tinggi (1,2-2,4 juta unit selama 14-21 hari).
Jika dengan pengobatan oral tanda dan gejala selulitis tidak juga menghilang, meluas,

atau menjadi demam tinggi, maka perlu perawatan rumah sakit secara intensif dan antibiotik
secara IV. Obat-obat yang digunakan antara lain :4
Levoflocaxin dosis tinggi (750 mg sekali / hari), pada kulit dengan ciri khusus yang
rumit dan infeksi struktur kulit.
Ticarcillin-clavulanate (3,1 gram / 4-6 jam), sama seperti Levoflocaxin dosis tinggi.
Linezolid (600 mg / 12 jam), pada penderita dengan komplikasi kulit dengan lesi,
penekanan immun, atau pembuluh darah yang tidak cukup.
Oxacillin (2 gram / 6 jam), sama seperti Linezolid.
6. PENCEGAHAN
Jika memiliki luka :4
Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air.
Oleskan antibiotik.
Tutupi luka dengan perban.
Sering-sering mengganti perban tersebut.
Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi.
Jika kulit masih normal :4
10

Lembabkan kulit secara teratur.


Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati.
Lindungi tangan dan kaki.
Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial.
7. PROGNOSIS
Perawatan biasanya berlangsung selama 7-10 hari. Selulitis dapat menjadi parah jika
telah kronis dan memiliki potensi mudah terserang infeksi (immunosuppressed).9 Namun jika
selulitisnya tidak memiliki komplikasi atau tidak begitu rumit maka prognosisnya baik. Dan
antibiotik memiliki keefektifan lebih dari 90% pada pasien.4

11

Daftar Pustaka

1. Djuanda A. Pioderma. Dalam: Djuanda A [editor]. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta:Balai Penerbit FK UI; 2007.h.61.
2. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Superficial
cutaneous infections and pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ [editors]. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th
Edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2008. p.1694-720.
3. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi kedua. Cetakan pertama.
Jakarta: EGC; 2005. h.59.
4. Herchline TE, Swaminathan S, Chandrasekar PH. Cellulitis. 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article, 9 Desember 2013.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Hamsah A, Patmini E, Triyanti K, Rinaldi I, dkk. Pioderma.

Dalam : Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani AI, Setiowulan W [editor]. Kapita selekta


kedokteran. Edisi III(2). Jakarta : Media Aesculapius; 2005. h. 82.

12

Anda mungkin juga menyukai