Anda di halaman 1dari 14

Diagnosis dan Penatalaksanaan Eklampsia

Skenario
Seorang perempuan berumur 17 tahun sedang hamil 9 bulan datang ke IGD RS diantar oleh
bidan setempat dengan keadaan penurunan kesadaran. Menurut bidan setempat, pasien
tersebut sebelumnya mengalami kejang ketika control di bidan.
Pendahuluan
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang
frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara
maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen.
Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu
berkisar1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50
persen. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10 persen dari total
kematian maternal.
Kematian preeklampsia dan eklampsia merupakan kematian obsetrik langsung, yaitu
kematian akibat langsung dari kehamilan, persalinan atau akibat komplikasi tindakan
pertolongan sampai 42 hari pascapersalinan.
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor
risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara,
usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi
kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh
paritas, genetik dan faktor lingkungan.

Anamnesis
Anamesis adalah pertanyaan terarah yang ditujukan kepada ibu hamil, untuk mengetahui
keadaan ibu dan faktor resiko yang dimilikinya. Dikarenakan pasien mengalami penurunan
kesadaran jadi dilakukan alloanamnesis.
1

Identitas
Ditanyakan identitas ibu maupun suami: Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat lengkap.
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat sehingga
mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Keluhan utama dalam
kasus ini adalah penurunan kesadaran.
Riwayat Penyakit Sekarang
Tahapan ini penting untuk menanyakan beberapa perkara seperti kronologi atau perjalanan
penyakit, gambaran atau deskripsi keluhan utama, keluhan atau gejala penyerta dan usaha
berobat. Menurut bidan tersebut pasien sebelumnya pernah mengalami kejang ketika sedang
kontrol di bidan. Selain itu dapat juga ditanya soalan tambahan lain seperti adakah penyakit
sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan (penyakit jantung,
paru, ginjal, hati, diabetes mellitus)?apakah ibu dalam masa pengobatan?
Riwayat menstruasi
Menarche, siklus teratur / tidak, lamanya, banyaknya darah, warna, bau, keluhan nyeri +/-
menilai faal alat kandungan
Riwayat kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
Riwayat Kehamilan
Anak keberapa? Ada masalah tidak dengan kehamilan yang lalu?
Riwayat persalinan
Spontan/buatan? Aterm/Premature? Lahir dimana? Ditolong siapa? Ada masalah saat
persalinan?
Riwayat Nifas
Adakah masalah pada masa nifas? Infeksi?perdarahan?
Anak
2

Jenis kelamin? BB? Hidup/ mati? Kalau meninggal kenapa? Sehat? Adakah kecacatan?
Pemberian ASI? Bagaimana kondisinya sekarang?
Riwayat Kehamilan Sekarang
HPHT? Umur kehamilan? HPL? Sudah pernah periksa /belum? Jika sudah berapa kali?
Dimana? Adakah keluhan? Baik TM I, II, III? Adakah penanganan khusus keluhan tersebut?
Sudah terasa gerakan janin/blm? Imunisasi TT?
Riwayat penyakit yang lalu
Riwayat penyakit sistemik lain yang mungkin mempengaruhi atau diperberat oleh kehamilan
(penyakit jantung, paru, ginjal, hati, diabetes mellitus), riwayat alergi makanan / obat tertentu
dan sebagainya. Ada/tidaknya riwayat operasi umum / lainnya maupun operasi kandungan
(miomektomi, sectio cesarea dan sebagainya).
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit sistemik, metabolik, cacat bawaan,?.penyakit keturunan +/- (DM, kelainan
genetik), penyakit menular +/- (TBC)
Pemeriksaan Fisik
Setelah selesai anamnesis, pemeriksaan fisik akan dijalankan. Pengamatan telah dilakukan
sejak pasien masuk ke ruang pemeriksaan dengan menilai keadaan umum, kesadaran dan
sikap pasien. Kemudian, pemeriksaan umum dilanjutkan untuk mendapatkan tanda-tanda
vital pasien, keadaan alat-alat vital dan tanda-tanda yang berhubungan dengan anemia serta
kelainan organ tubuh yang lain.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan obstetric yang terdiri dari inspeksi, palpasi dan auskultasi.
Pada inspeksi, dilaporkan bentuk perut ibu, apakah terdapat bekas luka atau operasi,
perubahan warna seperti linea nigra atau striae gravidarum atau terdapat sebarang tumor.
Seterusnya, dilakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak janin dalam kandungan.
Pada Leopold 1, pasien dibaringkan telentang dengan lutut ditekuk. Pemeriksa akan berdiri di
sebelah kanan pasien dan menghadap ke arah kepala pasien. Dengan menggunakan kedua
tangan, pemeriksa akan menentukan tinggi fundus dan bagian janin yang terletak pada
fundus. Pada Leopold 2, kedua tangan tersebut akan berpindah kesamping uterus dan
pemeriksa menentukan batas samping pada uterus. Pada letak bujur, pemeriksa akan menekan
3

jari-jarinya untuk menentukan letak punggung anak dengan mendapatkan tahanan terbesar.
Leopold 3 adalah untuk menentukan batas bawah pada uterus dan pada janin letak membujur,
ditentukan apakah bagian kepala atau panggulnya telah melewati pintu atas panggul. Leopold
4 hanya dilakukan sekiranya terjadi presentasi kepala. Pada pemeriksaan palpasi cara
Leopold ini, ditemukan tinggi fundus adalah setinggi 3 jari dari bawah processus xyphoideus,
L1 teraba kepala dan L2 teraba punggung di kiri uterus.1
Selanjutnya, dilakukan auskultasi dengan menggunakan stetoskop atau fetal heart detector
(Doppler). Pada auskultasi dapat didengar bunyi jantung, bising tali pusat dan gerakan anak
sedangkan dari ibunya dapat didengarkan bising arteri uterine, aorta dan bising usus.
Gejala klinis utama yang ditunjukkan dari pemeriksaan fisik pada pasien eclampsia adalah
hipertensi, kejang, proteinuria dan udem. Selain itu, pasien juga mengalami takikardi,
takipnea dan hiperrefleks. Pasien juga akan mengalami perubahan status mental dan deficit
neurologis. Selain itu, gejala seperti papilledema, udem, oliguria atau anuria, nyeri pada
kuadran kanan atas atau epigastrium dan peningkatan fundus yang rendah berbanding usia
gestasinya. Disamping itu, sebaiknya pemeriksaan servikal harus dilakukan untuk
menentukan tehnik persalinan yang aman untuk pasien.2

Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan terutama pada pasien
dengan kejang unutk mengenalpasti penyebabnya. Pada wanita hamil pada trimester pertama
atau pada saat postpartum dan mengalami keadaan kejang, terdapat kemungkinan wanita
tersebut mengalami kelainan pada sistem saraf pusatnya seperti meningitis atau perdarahan.
Hal ini lebih mendukung apabila keadaan kejang itu timbul 24 jam setelah postpartum. Maka,
apabila terdapat kecurigaan seperti ini, sebaiknya dilakukan computed tomografi (CT) scan
pada kepalanya, pungsi lumbar, kadar elektrolit, skrining urin dan serum toksikologi. Apabila
preeclampsia terjadi pada usia gestasi 14 hingga 20 minggu, harus dicurigakan mola
hidantidosa atau choriocarcinoma. Pada ibu hamil yang sedang mengalami kejang, sebaiknya
pemeriksaan penunjang dilakukan setelah keadaan kejang teratasi untuk menentukan apakah
terdapat sebarang kecederaan yang dialami oleh ibu atau janin.2,3
Pada pasien eclampsia, kebiasannya pasien akan mengalami proteinuria yaitu suatu keadaan
apabila protein melebihi 300 mg/24 jam atau melebihi 1 g/L dalam urin. Terdapat juga
penelitian yang menemukan deteksi dini preeclampsia pada wanita hamil trimester kedua
4

dapat dilakukan dengan hasil rasio albumin:kreatinin dalam urin lebih dari 35,5 mg/mmol.
Test ini ternyata meningkat walaupun ibu hamil tersebut masih belum menunjukkan
simptom-simptom preeclampsia dan berguna sebagai tindakan preventif untuk ibu-ibu hamil.
Selain protein, kadar asam urat juga bisa meningkat. 2,3
Selain itu, pemeriksaan darah lengkap juga sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
eclampsia. Pada keadaan eclampsia, pasien mengalami anemia akibat hemolisis
mikroangiopati, hemokonsentrasi atau hemodilusi tergantung derajat penurunan sel darahnya.
Pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi, ditemukan schistocytes, sel burr dan echinocytes.
Kadar bilirubinnya akan >1,2 mg/dl sedangkan trombosit akan menurun <100.000
disebabkan oleh hemolisis dan pasien juga mungkin mengalamai sindrom HELLP. Kadar
laktat dehydrogenase (LDH) juga akan mengalami elevasi >180-600 U/L dan serum
haptoglobinnya akan mengalami penurunan. Pada pasien eclampsia sebaiknya dilakukan uji
kadar prothrombin (PT) dan masa activated partial thromboplastin (aPTT) dan kadar
fibrinogen untuk menyingkirkan diagnosa disseminated intravascular coagulation (DIC). 2,3
Diagnosis Kerja
Eklampsia adalah timbulnya kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan, yang tidak
disebabkan penyebab lain, pada wanita dengan preeklamsia. Eklampsia merupakan
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan kejang dan disertai dengan hipertensi berat,
edema otak dan paru-paru, pneumonia aspirasi, dan gagal ginjal akut, tetap menjadi penyebab
utama morbiditas dan mortalitas ibu di negara maju dan berkembang. Proteinuria dan
sindrom gangguan pernapasan akut juga bisa ditemukan.4
Diagnosis Banding
Epilepsy merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kejang. Namun ada juga epilepsy
yang tidak terjadinya kejang yang disebut petit mal. Untuk menegakkan kasus epilepsy,
pasien biasanya pernah dengan riwayat kejang sebelum kehamilan. Jadi, anamnesis sangat
penting dalam menegakkan kasus ini. Hal ini karena, epilepsy merupakan penyakit yang
bukan disebabkan kehamilan tetapi karenaa terjadinya aktivasi sensasi neuron yang
mendadak sehingga tejadinya kejang dan dapat didiagnosis dengan menggunakan
electroencephalogram (EEG).5
Pada preeclampsia ditandai dengan tekanan darah melebihi 140/90 mmHg. Preeclampsia
terbagi kepada dua tipe yaitu non-severe dan severe. Preeclampsia non-severe ditandai
5

dengan tekanan diastolic kurang dari 110 mmHG dan tekanan sistolik kurang dari dari 160
mmHg. Selain itu, didapatkan juga proteinuria namun ada yang negatif. Pada preeclampsia
severe, ditandai dengan tekanan diastolic melebihi 110 mmHg dan tekanan sistolik melebihi
160 mmHg. Gejala dan symptom yang ada pada preeklampsia severe, adalah terdapatnya
proteinuria, nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, oliguria, eningkatan
serum kreatinin, trombositopenia peningkatan serum transaminase, hambatan pertumbuhan
janin dan edema paru. Gejala-gejala ini sama seperti yang terjadi pada eclampsia namun pada
eclampsia akan terjadinya kejang.5
Pada HELLP syndrome, boleh terjadi semua gejala yang ada pada preeclampsia berat dan
eclampsia namun boleh tidak tetapi ditambah dengan terjadinya hemolisis berat serta
trombositopenia yang berat. Selain itu, terdapat juga peningkatan serum hepar yang abnormal
dikarenakan terjadinya nekrosis pada hepatoselular. HELLP syndrome sukar dikenalpasti
sekiranya tidak terdapat penigkatan tekanan darah dan proteinuria.5

Etiologi dan Faktor Risiko


Penyebab preeclampsia dan eclampsia antaranya adalah genetik, imunologik, endokrin,
kelainan

trophoblast,

kelainan

koagulasi,

kerusakkan

pada

endotel,

maladaptasi

kardiovaskular dan infeksi. Selain itu, produksi prostanoid yang tidak seimbang dan
kenaikkan antiphospholipid juga membawa pada kejadian eclampsia.6,7
Selain itu, faktor seperti nulliparitas, primigravida, riwayat penyakit keluarga dengan
kejadian eclampsia, riwayat kehamilan dan persalinan yang mengalami gangguan seperti
retardasi pertumbuhan intrauterine, abruption plasenta atau kematian janin. Pasien juga
mungkin mengalami multifetal gestasi, mola hidatidosa dan fetal hidrops. Kejadian
preeclampsia dan eclampsia ini juga tinggi pada ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun atau
pada ibu hamil dengan tingkat sosioekonomi yang rendah.6,7
Faktor resiko preeclampsia dan eclampsia juga tinggi pada ibu hamil dengan obesitas,
hipertensi kronik, gangguan ginjal, sindroma trombofilias-antiphospholipid antibodi,
defisiensi protein C dan S, defisiensi antitrombin, kelainan jaringan ikat dan vascular,
diabetes gestasional dan sistemik lupus erythematosus.6,7

Manifestasi Klinis
6

Kecuali pada kesempatan langka, pasien eklampsia selalu menunjukkan manifestasi fulminan
akut pre-eklampsia sebelumnya. Kejang pada eklampsia hampir mirip degan epilepsy yang
terdiri dari empat tahapan yaitu:8,9
Tahap awal : Pasien menjadi tidak sadar. Ada kedutan pada otot-otot wajah, lidah, dan
anggota badan. Bola mata berpaling ke satu sisi dan menjadi tetap. Tahap ini berlangsung
selama sekitar 30 detik. 8,9
Tahap Tonik: Seluruh tubuh masuk ke kejang tonik dan opisthotonus, kaki dan tangan
tertekuk dan tangan mengepal. Pernapasan berhenti dan lidah menonjol antara gigi. Sianosis
muncul. Bola mata menjadi tetap. Tahap ini berlangsung selama sekitar 30 detik. 8,9
Tahap klonik: Semua otot volunter mengalami kontraksi dan relaksasi. Kedutan mulai di
wajah kemudian melibatkan satu sisi ekstremitas dan akhirnya seluruh tubuh terlibat dalam
kejang. Napas menjadi sesak dan sekresi berbusa mengisi mulut; sianosis secara bertahap
menghilang. Tahap ini berlangsung selama 1-4 menit. 8,9
Tahap koma: Setelah kejang, pasien melewati ke tahap koma. Ini bisa berlangsung untuk
jangka waktu singkat atau koma berlanjut sampai kejang lagi. Pada kesempatan tersebut,
pasien tampaknya berada dalam keadaan bingung setelah mengalami kejang dan gagal untuk
mengingat kejadian. Jarang, koma terjadi tanpa kejang sebelumnya. 8,9
Penatalaksanaan Eklampsia
Dalam

sebagian

besar

kasus,

eklampsia

didahului

oleh

pre-eklampsia.

Jadi

pencegahan eklampsia bertumpu pada deteksi dini dan pengobatan yang efektif dengan
terminasi kehamilan selama pra-eklampsia. Namun, eklampsia dapat terjadi tanpa didahului
preeklampsia dan hal seperti itu, tidak selalu dapat dicegah. Eklampsia dapat hadir dalam
cara yang atipikal; karenanya ia sulit diprediksi. Penggunaan obat antihipertensi, terapi
antikonvulsan profilaksis dan pengiriman tepat waktu merupakan langkah penting.
Pemantauan ketat selama postpartum juga penting dalam pencegahan eklampsia.9,10
Terapi suportif
Untuk terapi suportif pasien diletakkan dalam posisi lateral dekubitus untuk menghindari
aspirasi. Muntahan dan sekresi dalam rongga mulut dikeluarkan dengan upaya penyedotan,
7

oksigenasi dipertahankan melalui masker wajah (8-10 L / menit) untuk mencegah asidosis
pernafasan. Oksigenasi dipantau menggunakan oksimeter transkutan. Analisis gas darah
arteri yang dibutuhkan ketika O2 saturasi turun di bawah 92 persen. Natrium bikarbonat
diberikan bila pH di bawah 7,10. Pasien harus sentiasa didampingi dokter atau setidaknya
bidan terlatih untuk pengawasan konstan. 9,10
Setiap setengah jam tekanan nadi, tingkat pernapasan dan tekanan darah dicatat. Output urin
juga dicatat setiap jam. Jika belom melahirkan, uterus harus dipalpasi secara berkala untuk
mendeteksi kemajuan persalinan dan denyut jantung janin. Umumnya detak jantung bayi
akan menjadi bradikardi setelah berlaku kejang pada ibu hamil. 9,10
Cairan kristaloid (Ringer) dimulai sebagai pilihan pertama. Jumlah cairan tidak boleh
melebihi urin output 24 jam dan ditambah 1000 ml (rugi cairan insensibel melalui paru-paru
dan kulit). Infus larutan garam harus pada tingkat 1 ml/kg per jam. Dalam pre-eklampsiaeklampsia meskipun ada hipovolemia, tetap berlaku edem pada jaringan. Cairan dekstrosa
atau kristal sebaiknya tidak digunakan karena akan memperburuk kelebihan cairan di
jaringan yang mengarah ke edema paru dan sindrom gangguan pernapasan dewasa.
Pemantauan CVP diperlukan untuk pasien dengan hipertensi berat dan kekurangan urin
output. Dalam pre-eklampsia, eklampsia, baik PCWP dan CVP tampak rendah berbanding
rentang normal. Pemantauan hemodinamik invasif jarang diindikasikan. 9,10
Manajemen Spesifik
Magnesium sulfat adalah obat pilihan. Ini bertindak sebagai stabilisator membran dan
neuroprotektor. Ini mengurangi sensitivitas motor endplate untuk asetilkolin. Magnesium
juga dapat memblokir masuknya kalsium di neuron. Selain itu ia dapat menginduksi
vasodilatasi serebral, melebarkan arteri rahim, meningkatkan produksi prostasiklin endotel
dan menghambat aktivasi trombosit. Ia tidak memiliki efek merugikan pada neonatus dalam
dosis terapeutik. Ia telah mendapat hasil yang sangat baik dengan angka kematian ibu dari
3%. Namun ia tidak dapat mengendalikan hipertensi.8-10

Tabel 1: Dosis dan Cara Pemberian Magnesium Sulfat.

Ulangi suntikan apabila berlaku sentakan lutut, urin melebihi 30 mL / jam dan laju respirasi
lebih dari 12 kali per menit. Tingkat terapi magnesium serum 4-7 mEq/L. Pemberian
magnesium sulfat dilanjutkan selama 24 jam setelah kejang terakhir atau kelahiran. Untuk
kejang yang berulang, ditambah lagi 2 gm IV bolus diberikan lebih dari 5 menit disamping
rejimen diatas. 8-10
Antihipertensi dan diuretik: meskipun telah diberikan antikonvulsan dan obat penenang, jika
tekanan darah tetap lebih dari 160/110 mmHg, obat antihipertensi harus diberikan. Obat yang
biasa digunakan secara parenteral adalah hydralazine, labetalol, calcium channel blockers
atau nitrogliserin. 8-10
Status eklamptikus: natrium thiopentone 0,5 gm dilarutkan dalam 20 mL dari 5% dekstrosa
diberikan intravena sangat lambat. Prosedur harus diawasi oleh seorang dokter ahli anestesi.
Jika prosedur gagal, penggunaan anestesi umum, relaksan otot dan bantuan ventilasi dapat
digunakan. Dalam kasus tidak responsif, operasi caesar di lingkungan yang ideal mungkin
dapat menyelamatkan nyawa. 8-10
Edema paru: Frusemide 40 mg IV diikuti oleh 20 g. manitol IV mengurangi edema paru dan
juga mencegah sindrom gangguan pernapasan. Pulse oksimeter sangat berguna untuk
memantau keadaan pasien. Aspirasi lendir dari percabangan trakeobronkial juga harus
dilakukan. 8-10
Pemantauan perawatan intensif: Pasien dengan beberapa masalah medis perlu dirawat di unit
perawatan intensif di mana dia dirawat oleh tim yang terdiri dari dokter kandungan, dan ahli
anestesi. Komplikasi pada jantung ginjal atau paru dikelola secara efektif. Penggunaan
analisa gas darah (untuk mendeteksi hipoksia dan asidosis), oksimeter dan monitor tekanan
vena sentral harus dilakukan tergantung pada kasus individu. Pasien dengan penurunan
9

kesadaran dengan peningkatan tekanan intrakranial membutuhkan terapi steroid dan atau
diuretik. CT scan atau MRI mungkin diperlukan untuk menunjang diagnosis. 8-10
Manajemen Obstetrik
Selama kehamilan: Dalam sebagian besar kasus dengan antepartum eklampsia, persalinan
segera dimulai setelah kejang-kejang. Tapi ketika kelahiran gagal untuk memulai, manajemen
tergantung dari (i) apakah kejang dapat dikendalikan atau tidak dan (ii) kematangan janin.
Keputusan untuk memberikan dibuat setelah wanita itu stabil. 8-10
Kejang terkontrol8-10
Bayi matur: Persalinan harus dilakukan. (a) Jika serviks favorable dan tidak ada
kontraindikasi persalinan pervaginam. Oksitosin drip dapat ditambahkan, jika diperlukan.
(b) Ketika leher rahim tidak favorable, pematangan serviks dengan PGE2 gel dapat diberikan.
(c) Jika serviks tidak favorable dan atau ada kontraindikasi obstetri pengiriman vagina,
operasi caesar dilakukan.
Bayi prematur (<37 minggu): Persalinan dianjurkan dengan unit perawatan intensif neonatal
(NICU). Proses penyakit yang mendasari dari pre-eklampsia eklampsia berlanjut sampai
wanita itu melahirkan. Pada keadaan tertentu serangan akut dapat terjadi. Selain itu, ada
risiko kejang berulang dan IUFD. Terapi steroid diberikan bila kehamilan kurang dari 34
minggu.
Bayi mati: Proses preeklampsia menurun secara bertahap dan berlaku ekspulsi bayi. Jika
tidak induksi kelahiran harus dimulai.
Kejang Tidak Terkontrol8-10
Jika kejang tidak dikendalikan dengan antikonvulsan dalam jangka waktu yang wajar (6-8
jam), terminasi kehamilan harus dilakukan. Jika pemeriksaan vagina menunjukkan respon
yang cepat untuk induksi, amniotomi dilakukan. Infus oksitosin dapat ditambahkan. Biasanya
uterus akan berespons baik dengan oksitosin tersebut. Jika ada faktor yang tidak
menguntungkan, operasi caesar memberikan respon yang lebih cepat.

10

Anestesia dan Administrasi Cairan


Wanita dengan pre-eklampsia murni cenderung dapat memelihara tekanan darah mereka,
meskipun dianestesi regional. Ketika ini terjadi, beban cairan adalah tidak perlu dan dapat
mempersulit keseimbangan cairan. Untuk alasan ini, masukan cairan dalam tubuh pasien preeklampsia harus selalu dikontrol dan tidak boleh dilakukan secara profilaksis atau rutin.
Ketika terjadi hipotensi, dapat dikendalikan dengan dosis kecil dari efedrin. General Anestesi
dapat menambah risiko persalinan karena intubasi dan ekstubasi dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, serta denyut jantung, sehingga harus
dihindari jika mungkin. Proses melepaskan anestesi epidural harus dilakukan dengan hati-hati
pada periode pasca-persalinan karena rebound hypertension dapat terjadi. 8-10
Arterial line insertion
Pemantauan tekanan darah invasif dianggap dapat membantu terapi antihipertensi intravena.
Monitor tekanan darah Intra-arteri dapat diindikasikan jika: 8-10
i) pasien tidak stabil.
ii) tekanan darah sangat tinggi.
iii) pasien obese, ketika pengukuran non-invasif tidak dapat diandalkan.
iv) ada perdarahan dari> 1000 ml.
Indikasi Untuk Central Venous Pressure
Monitor CVP tidak dapat diandalkan pada wanita dengan preeklamsia karena memiliki
pembuluh darah berkonstriksi dan tekanan vena yang berubah yang tidak secara akurat
mencerminkan status cairan intravaskular. Namun, garis monitor CVP dapat diindikasikan
jika kehilangan darah berlebihan: 8-10
i)

terutama pada operasi caesar

ii)

atau jika berlaku kompikasi persalinan atau faktor lain seperti abruption plasenta.

Setelah persalinan, cairan harus dibatasi untuk menunggu diuresis alami yang biasanya terjadi
pada sekitar 36-48 jam pasca persalinan. Jumlah total cairan (total cairan intravena dan oral)
harus dibatasi sampai 80 ml/jam. Pembatasan cairan biasanya akan dilanjutkan selama
pengobatan magnesium sulfat; Namun, asupan cairan meningkat mungkin diperbolehkan oleh
dokter kandungan konsultan pada waktu sebelum diuresis yang signifikan. 8-10

11

Urin harus dicatat per jam dan setiap 4 jam blok harus dijumlahkan dan dicatat pada tabel.
Setiap 4 jam blok harus total lebih dari 80 ml. Jika dua blok berturut-turut gagal mencapai 80
ml maka tindakan selanjutnya akan diambil. 8-10
Jika masukan total lebih dari 750 ml lebih dari output dalam 24 jam terakhir (atau sejak
memulai pengobatan) kemudian 20 mg iv furosemide harus diberikan. Koloid kemudian
harus diberikan sebagai berikut jika diuresis lebih dari 200mls terjadi di jam berikutnya. 8-10
Jika masukan total kurang dari 750 ml lebih dari output dalam 24 jam terakhir (atau sejak
memulai rejim) maka infus 250ml koloid lebih dari 20 menit harus diberikan. Output urine
kemudian harus diawasi sampai akhir empat jam blok berikutnya. Jika output urin masih
rendah maka 20mg iv furosemide - furosemide harus diberikan. Jika diuresis lebih dari 200
ml terjadi pada jam berikutnya cairan harus diganti dengan 250ml koloid lebih dari 1 jam
selain cairan dasar. 8-10
Jika masih terjadi oliguria maka elektrolit harus dinilai hati-hati dan diperiksa setiap enam
jam. Jika ada kekhawatiran atas kreatinin meningkat dan atau kalium kasus ini harus
dibicarakan dengan dokter spesialis ginjal. Jika seorang wanita memiliki saturasi oksigen
yang berkurang, ini kemungkinan besar disebabkan oleh kelebihan cairan. Input dan output
harus dinilai bersama-sama baik dengan penilaian keseimbangan cairan klinis atau invasif.
Namun pengobatan yang paling tepat furosemide dan oksigen. Jika tidak ada diuresis dan
saturasi oksigen tidak naik, maka rujukan harus dipertimbangkan. 8-10
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme Levels And A Low Platelet Count)
syndrome
Transfusi trombosit profilaksis tidak dianjurkan, bahkan sebelum bedah caesar, ketika
platelet count > 50 x 109/L dan tidak ada perdarahan berlebihan atau disfungsi platelet.
Pertimbangan harus diberikan untuk persediaan komponen darah, termasuk trombosit, ketika
jumlah trombosit <50 x 109/ L, ketika jumlah trombosit jatuh, dan/atau ada koagulopati.
Transfusi trombosit dianjurkan sebelum operasi caesar atau persalinan pervaginam ketika
jumlah trombosit <20 x 109/L. Kortikosteroid dapat dipertimbangkan untuk wanita dengan
jumlah trombosit <50 x 109/L. Deksametason intravena pada 12 interval jam kerja selama 36
jam [10 mg, 10 mg, 5 mg, 5 mg] mungkin mempercepat peningkatan parameter laboratorium.
8-10

12

Perawatan postnatal
Pasien yang telah menerima pengobatan untuk preeklamsia berat harus dipantau di rumah
sakit sampai setidaknya hari postnatal ke 3 dan dilakukan pengukuran tekanan darah setiap 4
jam. Hal ini penting untuk memprediksi dan mengantisipasi kebutuhan antihipertens dani
untuk menghindari delaying discharge dan mencegah hipertensi berat. 8-10
Beta blockers (misalnya atenolol, labetalol), alpha-adrenergic blockers (misalnya.
doxazocin), angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor (enalapril, kaptopril) dan
antagonis kalsium (misalnya nifedipin, amlodopine) semua aman untuk digunakan pada
pasien menyusui. Pengobatan diuretik aman tapi harus dihindari pada wanita menyusui. 8-10
Setelah hari 3-4 pasien boleh dibenarkan pulang apabila tiada lagi gejala, hasil pemeriksaan
hematologi dan biokimianya normal atau membaik dan tekanan darah <150/100. Mereka
yang dalam pengobatan harus follow up baik dengan dokter mereka atau ke klinik rumah
sakit dalam waktu 2 minggu. Harus ada komunikasi langsung dengan GP melalui panggilan
telepon atau catatan keluar rumah sakit (discharge note). Ini harus mencakup: 8-10

Siapa yang akan memberikan perawatan tindak lanjut,

frekuensi pemantauan tekanan darah

ambang untuk mengurangi atau menghentikan pengobatan (misalnya 130/80


mengurangi perawatan, <120/70 berhenti pengobatan)

indikasi untuk rujukan ke perawatan primer untuk diperiksa tekanan darah

Mengukur tekanan darah setiap 1-2 hari sampai 2 minggu setelah transfer ke perawatan
komuniti, sampai pengobatan antihipertensi berhenti dan tidak ada hipertensi. Tekanan darah
dapat memakan waktu hingga 3 bulan untuk kembali normal. Selama ini, tekanan darah
seharusnya tidak diperbolehkan melebihi 160/110 mmHg. 8-10
Semua pasien dengan pre-eklampsia berat harus berjumpa dengan dokter umum mereka
dalam waktu 8 minggu setelah melahirkan. Penilaian tekanan darah dan proteinuria harus
dilakukan dan rujukan yang tepat dilakukan jika pengobatan antihipertensi masih diperlukan
dan/atau ditemukan proteinuria yang signifikan. 8-10

13

Daftar Pustaka
1. Diagnosis of fetal presentation and position. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL et al. Editors. Williams obstetrics. 24th ed.
McGraw-Hill Companies; 2014. P437.
2. Eclampsia. http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview. Diunduh pada
13/11/15.
3. Fits in pregnancy. In: Hollingworth T. Editors. Differential diagnosis in obstetrics and
gynaecology. Hodder Arnold. 2008.
4. Ciantar E, Walker JJ. Pre-eclampsia, severe pre-eclampsia and hemolysis, elevated
liver enzymes and low platelet syndrome: what is new. Women's Health (2011) 7(5),
555569.
5. Differential diagnosis of eclampsia. http://emedicine.medscape.com/article/253960overview#a6. Diunduh pada 13/11/15.
6. Etiologic

and

risk

factors

for

preeclampsia/eclampsia.

http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#a2. Diunduh pada 13/11/15.


7. Eclampsia. In: DeCherney AH, Nathan L, Laufer N, Roman AS. Current diagnosis
and treatment: Obstetrics and gynecology. 7th ed. The McGraw-Hill Companies.
2013. P427.
8. Eclampsia. In: Duta DC. Textbook of obstetrics. Jaypee Brothers Medical Piblishers.
2013. P230-40.
9. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of Physicians of Ireland.
Diagnosis and management of pre-eclampsia and eclampsia. Revision date Sep 2013.
Available from http://tinyurl.com/pd7n9sg.
10. Royal College of Obstetricians and Gynaecologist. The management of severe preeclampsia/eclampsia. Review 2010. Available from http://tinyurl.com/qfchpag.

14

Anda mungkin juga menyukai