Anda di halaman 1dari 6

Arteritis Temporalis

1. Definisi
Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis/Arteritis Sel Raksasa) adalah penyakit
peradangan dan kerusakan pada pembuluh darah yang mensuplai daerah kepala, terutama
arteri besar atau menengah cabang dari leher yang mensuplai darah ke daerah temporal.
2. Epidemiologi
Insidensi arteritis temporalis di Olmsted County, Minnesota, Amerika Serikat pada
tahun 1975, prevalensi adalah 133 kasus per 100.000 pada orang yang berusia 50 tahun atau
lebih. Insidensi arteritis temporalis di Skandinavia adalah 23,3-33,6 per 100.000 pada orang
yang berusia 50 tahun atau lebih.
Prevalensi sangat tergantung pada jumlah individu yang berusia 50 tahun atau lebih tua,
usia rata-rata onset adalah 75 tahun. Negara-negara dengan harapan hidup yang lebih rendah
memiliki prevalensi yang lebih rendah. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan
dengan rasio perempuan dan laki-laki kira-kira 3,7:1.
3. Etiologi
Etiologi arteritis temporal adalah multifaktorial dan ditentukan oleh faktor lingkungan
dan genetik. Data menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin disebabkan oleh paparan
antigen eksogen. Banyak virus dan bakteri telah diusulkan berpotensial, termasuk parvovirus,
virus parainfluenza, varicella zoster virus, Chlamydia pneumoniae, dan Mycoplasma
pneumoniae.
Sel T direkrut ke dinding pembuluh darah setelah paparan awal antigen. Mereka
melepaskan sitokin yang bekerja pada makrofag lokal dan sel raksasa berinti banyak. Respon
dari makrofag dan sel raksasa berinti banyak dengan sitokin tergantung pada lokasi mereka
dalam dinding pembuluh darah.
Adventitia berbasis makrofag menghasilkan interleukin-6 (IL-6), yang selanjutnya
menambah kaskade inflamasi. Makrofag dalam media menghasilkan radikal oksigen bebas
dan metalloproteases, yang menghancurkan dinding arteri dan fragmen lamina elastis.
Dengan gangguan dari lamina elastis internal, intima migrasi menjadi myofibroblasts, yang
berproliferasi dan menjadi matriks ekstraseluler.

Proses migrasi didorong oleh intima berbasis makrofag yang menghasilkan plateletderived growth factor (PDGF) dan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Efek dari
peristiwa ini adalah arteritis dengan kehancuran vaskular lokal dan hiperplasia intimal
menyebabkan stenosis luminal dan oklusi.
4. Patofisiologi
Arteritis temporalis merupakan penyakit imunitas seluler. Kerusakan vaskulitis
dimediasi oleh CD4+ yang diaktifkan sel T helper dalam menanggapi antigen yang disajikan
oleh makrofag. Respon inflamasi primer mempengaruhi lamina elastis internal. Sel raksasa
berinti banyak, yang merupakan ciri histologis arteritis temporalis, mungkin berisi fragmen
serat elastis. Antigennya tidak diketahui, tetapi elastin tetap merupakan suspek yang penting.
Arteri temporal superfisial terlibat dalam sebagian besar pasien. Distribusi topografi
arteritis temporalis, yang mencerminkan predileksi untuk lamina elastis internal, termasuk
lengkungan aorta dan cabang-cabangnya.Arteritis temporalis tidak menyebabkan luas
vaskulitis serebral intrakranial, karena arteri intrakranial kurang mempunyai lamina elastis
internal. Arteritis temporalis tidak melibatkan arteri cervicocephalic, termasuk arteri karotis
dan vertebralis. Ini biasanya mempengaruhi arteri dalam pola berikut:

Arteri carotis eksterna dan interna ekstrakranial dan segmen proksimal intracranial
Cabang Intraorbital, terutama posterior ciliary dan arteri oftalmik
Arteri vertebralis
Arteritis vertebra merupakan ekstrakranial, tetapi dapat memperpanjang sampai intracranial

selama kira-kira 5 mm di luar penetrasi dural.


Subklavia, axilla, dan keterlibatan arteri proksimal brakialis menghasilkan pola angiografik

karakteristik vaskulitis
Keterlibatan oleh arteritis temporalis dari aorta ascending yang dapat menyebabkan pecahnya
aorta, dan arteritis koroner yang dapat menyebabkan infark miokard (MI).
5. Gejala Klinis
Tanda dan gejala arteritis sel raksasa dapat bervariasi. Bagi sebagian orang, awal
kondisi terasa seperti flu - dengan nyeri otot (myalgia), demam dan kelelahan, serta sakit
kepala. Adapun beberapa gejala klinis yang sering ditemukan pada penderita arteritis
temporalis yaitu :
1. Nyeri kepala yang non spesifik namun terlokalisasi di daerah pelipis.
2. Nyeri tekan kulit kepala yang dapat menjadi jelas ketika pasien menyisir rambut.

3. Nyeri saat mengunyah dapat terjadi karena gangguan perdarahan pada otot-otot
pengunyah (klaudikasio intermitten pada rahang).
4. Hilangnya penglihatan sementara pada salah satu mata (amaurosis fugax)
merupakan gejala yang mengkhawatirkan karena terdapat resiko kebutaan
monookular permanen atau kebutaan total.
5. Diplopia dapat terjadi akibat keterlibatan nervus kranialis ketiga atau keenam.
6. Gejala konstitusional meliputi demam yang tidak terlalu tinggi, keringat pada malam
hari, nyeri pada otot bahu/gelang panggul, malaise, anoreksia dan penurunan berat
badan.
6. Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut American College of Rheumatology's :
1. Pasien usia 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala dimulai pada usia 50 tahun).
2. Nyeri kepala yang baru dirasakan.
3. Abnormalitas dari arteri temporalis (nyeri arteri temporalis pada palpasi atau
penurunan denyut arteri temporalis, yang tidak berhubungan dengan arteriosklerosis
arteri servikal).
4. Peningkatan LED (> 50 mm/jam dengan metode Westergreen).
5. Biopsi abnormal (Biopsi specimen arteri menunjukkan vasculitis yang ditandai
adanya dominasi infiltrasi sel mononuclear atau inflamasi granulomatosa, biasanya
dengan sel-sel raksasa berinti).
7. Diagnosis Banding
1. Cluster Headache
2. Confusional States and Acute Memory Disorders
3. Migraine Variants
4. Multi-infarct Dementia
5. Persistent Idiopathic Facial Pain
6. Polyarteritis Nodosa
7. Postherpetic Neuralgia
8. Trigeminal Neuralgia
8. Pemeriksaan Penunjang
1. LED (meningkat >100 mm/jam).
2. Pemeriksaan darah lainnya yang

dapat

menunjukkan

gambaran

anemia

normokromik normositik dan tes fungsi hati yang abnormal, terutama peningkatan
alkali fosfatase.
3. Biopsi arteri temporalis

Gambar 2. Ciri

khas

histologis

arteritis temporalis : penebalan intimal dengan stenosis luminal, sel inflamasi mononuklear
menyusup dengan invasi media dan nekrosis, dan pembentukan sel raksasa di media.

9. Penatalaksanaan
Pasien yang diduga menderita arteritis temporalis harus mulai terapi sekaligus.
Meskipun rekomendasi dosis bervariasi, peneliti kebanyakan merekomendasikan penggunaan
prednison diberikan secara oral dalam dosis 40 sampai 60 mg per hari. Pasien dengan gejala
visual sebaiknya memulai pengobatan dengan dosis lebih tinggi, seperti 250 mg natrium
suksinat methylprednisolone (Solu-Medrol) diberikan secara intravena setiap enam jam untuk
tiga sampai lima hari, kemudian berlanjut ke terapi kortikosteroid oral. Pada kebanyakan
pasien dengan arteritis temporalis, gejala klinis membaik dan LED kembali normal dalam
waktu dua sampai empat minggu. Pada titik ini, dosis kortikosteroid diturunkan perlahan,
dengan pengurangan tidak lebih dari 10 persen dari dosis harian total setiap dua minggu.
Selama penurunan dosis, penderita harus dimonitor gejala klinis atau peningkatan LED. Jika
salah satu terjadi, penurunan dosis dihentikan dan dosis saat ini dipertahankan. Setelah gejala
teratasi dan LED tidak lagi meningkat, penurunan dosis di ulang dengan pengurangan dosis
lebih kecil pada interval lebih lama. Proses pengobatan mungkin "stabil" dengan dosis 10
sampai 20 mg per hari, yang dipertahankan selama beberapa bulan sebelum pengurangan
dosis lebih lanjut dapat dilakukan. Relaps paling mungkin terjadi dalam 18 bulan pertama
terapi atau dalam waktu 12 bulan setelah penghentian pengobatan kortikosteroid. Tingkat
kekambuhan mungkin sebesar 25 persen. Saat ini tidak ada cara untuk memprediksi pasien
untuk beresiko kembali. Pasien harus disarankan untuk kontrol ke dokter segera jika gejala
kambuh, gejala khususnya cranial atau visual. Terdapat alternatif agen imunosupresan yaitu
pada percobaan agen imunosupresan lainnya, termasuk azathioprine, methotrexate, dapson,
dan cyclophosphamide, telah dicoba untuk sedikit efek steroid. Azathioprine tidak memiliki
efek akut, dan efek steroidnya mungkin tidak terlihat selama setahun.
Aspirin dosis rendah dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan untuk mencegah
stroke karena stroke mungkin terjadi meskipun diberikan dosis tinggi pada terapi

kortikosteroid dan karena hampir semua pasien dengan arteritis temporalis memiliki
trombositosis.
10. Komplikasi
Komplikasi tanpa pengobatan antara lain :

Kehilangan penglihatan. Jika penyakit ini mempengaruhi pembuluh darah mata,

merupakan keadaan darurat.


Keterlibatan pembuluh jantung.
Stroke.
Sedikitnya sirkulasi darah di lengan dan kaki.
Komplikasi dengan terapi kortikosteroid adalah osteoporosis, patah tulang dan infeksi.
Studi menunjukkan bahwa terapi etidronat intermiten mencegah keropos tulang pada
pasien yang menerima terapi kortikosteroid kronis. Selain itu, American College of
Rheumatology telah merekomendasikan alendronate untuk pencegahan glukokortikoid

yang menginduksi osteoporosis.


11. Prognosis
Sebelum munculnya kortikosteroid, kebanyakan pasien yang menderita arteritis temporal
kehilangan penglihatan mereka. Dengan terapi yang memadai saat ini dan diagnosis yang
cepat, kejadian kebutaan telah diturunkan menjadi 9-25%. Setelah kebutaan terjadi,
bagaimanapun, tidak dapat dikembalikan dengan terapi kortikosteroid.
Meskipun sebagian besar pasien bebas gejala setelah 3 tahun terapi, setengah dari
mereka akan memerlukan pengelolaan yang berkelanjutan dengan kortikosteroid. Terapi
kortikosteroid berkepanjangan dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan, termasuk
pengembangan penyakit katarak, hipertensi, miopati, dan osteopenia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto, B., Turana, Y. Panduan praktis diagnosis dan
tatalaksana penyakit saraf. Jakarta. EGC, 2009.
2. Harsono. Kapita selekta neurologi. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 2009.
3. PDSSI. Buku ajar neurologis klinis. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 2008.
4. Ginsberg L. Arteritis Sel Raksasa/Giant Cell Arteritis (Arteritis Kranial, Arteritis
Temporalis). Dalam : Lecture Notes Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta, 2008 : 71-2.
5. Tarakad S. Emedicine : Temporal/Giant Cell Arteritis Follow-up.
Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1147184-followup#a2651. Accessed on October
25, 2014.

Anda mungkin juga menyukai