PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang
bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia
pertengahan atau lanjut.2,3
tanpa terputus dari satu organ ke organ lain. Urethra masuk bagian tengah dari
basis prostat.
Apex (apex prostatae) menghadap ke arah difragma urogenitale. Urethra
meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.4,6,7
Facies anterior berbentuk konveks, facies posterior berbentuk agak konkaf dan
dan dua buah facies infero-lateralis. Facies anterior berada 2,5 cm disebelah dorsal
facies posterior symphysis osseum pubis. Celah yang terbentuk ini terisi oleh
jaringan lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum
retzii)
dan
ligamentum
puboprostaticum.
Ligamentum
Puboprostaticum
infero-lateralis
difiksasi
oleh
serabut-serabut
anterior
m.
pubocoocygeus (m. levator ani) pada saat serabut berjalan ke posterior dari os
pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk
bermuara pada urethra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus. 4,6,7
Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yakni jaringan ikat pada permukaan
prostat. Diluar capsula terdapat terdapat fascia prostatica, yang membungkus
capsula prostatica, merupakan bagian dari lapisan viseral fascia pelvis, yang ke
arah caudal melanjutkan diri menjadi fascia diaphragmatis urogenitalis superior
dan difiksasi pada symphysis osseum pubis oleh ligamentum puboprostaticum
mediale
(ligamentum
pubovesicale).
Selain
difiksasi
oleh
ligamentum
Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica dan capsula prostatica
terdapat plexus venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena
dorsalis penis, meneruskan aliran darah venous kepada plexus venosus vesicalis
dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca interna. 4,6,7
Urethra berjalan vertical menembus bagian anterior prostat. Basis prostat
mempunyai hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah
yang terbentuk diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus
ejaculatorius. 4,6,7
C. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel. 4,6
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen
(RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
hormon
testosteron
yang
tinggi
berhubungan
dengan
besar
dikonversikan
oleh
enzim
5-alfa-reduktase
menjadi
7
8. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan
penurunan kadar testosteron. 6,7
9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin
B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar
prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ
yang lain. Zinc membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.
Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. 6,7
10. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih
sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga,
kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko
gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot
lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah
jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan
organ seksual. 6,7
11. Penyakit Diabetes Mellitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL
mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan
penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH
dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal. 6,7
E. Patofisiologi
10
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra
vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan
kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha
adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis,
yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.3,6,7
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut
fase kompensasi. 3,6,7
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. 3,6,7
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari
buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal. 3,6,7
Hiperplasia Prostat
11
Tekanan intravesika meningkat
Buli-buli :
Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila
kecil
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi
lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk
kontraksi,
sehingga
Iritasi
Hesistansi
Frekuensi
Nokturi
Intermitensi
Urgensi
Disuria
12
Distensi abdomen
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan
13
BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem
skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang
diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem
skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA
terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 035. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat. 3,6,7
14
G. Pemeriksaan Klinik
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1
pemeriksaan
yang
sangat
penting,
DRE
dapat
Adakah asimetri
Adakah nodul pada prostat
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat
diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.
16
H. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin
17
Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 4,7
Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk
menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada
10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi
saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai
risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan
BPH. 4,7
Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). 4,7
18
19
20
capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. 3,4,6
Residual urin :
Jumlah
sisa
urin
setelah
miksi,
dengan
cara
melakukan
21
I. Diagnosis Banding7
22
J. Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami
tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS
ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik
yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki
keluhan
miksi,
(2)
meningkatkan
kualitas
hidup,
(3)
Observasi
Medikamento
Operasi
Invasive minimal
sa
Watchful
waiting
Penghambat
Prostatektomi
adrenergik
terbuka
Penghambat
reduktese
Endourologi
TUMT
TUBD
Stent uretra
23
Fisioterapi
Hormonal
1 TURP
2 TUIP
3 TULP
TUNA
Elektovaporas
i
Tabel 2. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada
Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Tes diagnostic
Pressure flow
Pilihan terapi
Uretrosistoskopi
Terapi
non-invasif
prostat
Terapi medis
Watchful waiting
Terapi minimalUSG
Terapi
invasif
invasif Operasi
24
Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers
Sedang 6-8
Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
5 alpha-reductase inhibitors
Ringan 3-4
Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat
Sedang 6-7
Berkurangnya semen-4%
kombinasi
Sedang-berat 9-11
Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1025
TUNA
16%
Urgensi/frekuensi-31%
Sedang 9
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser & operasi
Berat 14-20
Retensi urinaria-1-21%
sejenis
Urgensi&frekuensi-6-99%
Operasi terbuka
Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%
Berat
Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan
skor
IPSS
dibawah
7,
yaitu
keluhan
ringan
yang
tidak
26
b Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1)
mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan
cara
menurunkan
kadar
hormone
27
Detru
sor
Trigo
Intern
alne
Sphin
Pelvi
Exter
cterc
nal Floor
Sphin
cter
Prost
ate
Glan
d
ini
bekerja
dengan
cara
menghambat
pembentukan
28
29
mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP). 1,5,6
31
Hematuria makroskopik
Batu buli-buli karena obstruksi prostat
Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan
secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi
spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan
perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat
minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi
(5-10%), dan inkontinensia (<1%).
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah
terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum
TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran
urine hingga 100%.1,5,6
32
Gambar 10. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur
pada leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan
pada kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan
hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat
hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah,
hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya
sindroma
TUR
meningkat
pada
reseksi
yang
lebih
dari
90
menit.
33
34
(60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85100%.1,5,6
Prostatektomi Terbuka Sederhana
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi,
enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g
biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga
dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi
litotomi tidak mungkin dilakukan.1,5,6
Operasi Laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih
sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri
pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi
spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP.
Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan
kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai
60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan. 1,5,6
35
36
teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama. 1,5,6
K. Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi
kanker prostat.Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh
nomer 2 pada priasetelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga
menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita. 6
37
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Tn. N
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 69 tahun
Alamat
: Desa Ulatan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Tanggal Masuk
: 20 Oktober 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
38
biasanya tampak kemerahan. Buang air besar lancar kesan normal. Tidak ada demam,
mual & muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi (+), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga: -
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi
: Sakit sedang
: Compos Mentis
: 150/70 mmHg
: 80 x/m
: 36.5C
: 20 x/m
Kepala Leher
-
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Thorax
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
39
Auskultasi
Abdomen
-
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Rectal Toucher
Sfingter ani mencengkeram
Teraba prostat arah jam 12, Konsistensi kenyal (+), darah(-), feses (+)
4,25x 106/mm3
HGB
12,1 g/dL
PLT
290x 103/mm3
HCT
35,8%
WBC
8,66x 103/mm3
Glukosa
85 mg/dL
Kreatinin
1,5 mg/dL
Ureum
37 mg/dL
SGOT
32 U/L
SGPT
7 U/L
HBsAg
Non Reaktif
ELEKTROLIT DARAH
Natrium
136 mmol/L
40
Kalium
3,8 mmol/L
Clorida
111 mmol/L
URINALISIS
Protein
(+1)
Leukosit
(+3)
Eritrosit
(+1)
Sedimen
Leukosit
(+) penuh
Eritrosit
(+) penuh
Epitel
(+)
USG ABDOMEN
Kesan : Prostat Hipertrofi
RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan buang air kecil putus-putus yang
dialami sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Keluhan timbul dengan frekuensi yang sering.
Ketika mau berkemih, pasien harus mengejan dengan kuat baru bisa keluarnya air
kemih. Pancaran kemih yang keluar kesan lemah. Pasien buang air kecil terasa tidak
puas. Pasien merasakan nyeri bila berkemih, warna air kemih putih kekuningan tetapi
biasanya tampak kemerahan. Teraba prostat diarah jam 6, pada pemeriksaan urinalisis
leukosit (+) penuh, eritrosit (+) penuh.
DIAGNOSIS: Retensi Urine e.c Benigna Prostat Hiperplasia
41
PENATALAKSANAAN:
- Rencana operasi TUR-Prostat
Laporan Operasi
FOLLOW UP
22 Oktober 2015
S : Lemas, Nyeri pada area abdomen (+), BAK perkateter, BAB(-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah : : 160/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50C
Urine
: spoeling Nacl 22 tpm, kesan warna kemerahan
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-0
P :
23 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (+), BAK perkateter, BAB (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50C
Urine
: spoeling Nacl 20 tpm, kesan warna kecoklatan
Hgb
: 10.9 g/dL
Hct
: 33.4 %
43
A :
Rbc
: 3.99 106/mm3
Wbc
: 19.7 103/mm3
Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-1
P :
24 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (+) berkurang, BAK perkateter, BAB (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,30C
Urine
: spoeling Nacl 20 tpm, kesan warna kuning biasa
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-2
P :
25 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 160/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36.50C
Urine
: Spoeling Nacl, kesan warna kuning biasa
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-3
44
P :
26 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 160/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 360C
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-4
P :
Aff infus
Cefixime 2x100mg
Tramadol 3x5mg
Omeprazole 1x1
Ondansentron 3x8mg
Spoeling stop
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa
pada penderita ini ditemukan keluhan yang dialami pasien yaitu buang air kecil
putus-putus yang dialami sejak 1 tahu yang lalu. Ketika mau berkemih pasien harus
mengedan dengan kuat baru bisa keluarnya air kemih. Pancaran kemih yang keluar
kesan lemah. Pasien merasa tidak puas setelah berkemih. Hal ini sudah sesuai dengan
teori mengenai BPH yaitu gejala obstruktif yang berupa perubahan kekuatan
pancaran air kemih, kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus
(intermittency), menetes pada akhir miksi (terminal dribling), harus menunggu pada
permulaan miksi(hesistency), rasa belum puas sehabis miksi.
Gejala obstruksi tergantung pada 3 faktor, yaitu: volume kelenjar periuretral,
elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat, serta kekuatan kontraksi
46
detrusor. Bila detrusor gagal berkontraksi dengan kuat/lama maka kontraksi akan
terputus-putus.
Sindrom obstruksi biasanya lebih disebabkan karena prostat dengan volume
besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam vesika. Hal ini menyebabkan
rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, penderita tidak mampu
lagi miksi. Suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan
intravesika akan naik dan bila lebih tinggi dari tekanan sfincter akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronis dapat menyebabkan terjadinya refluks
vesikouretral dan menyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelvikokalikes ginjal dan
akibat tekanan intravesikal yang diteruskan ke ureter dan ginjal maka ginjal akan
rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat apabila ada
infeksi. Karena penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi maka tekanan
intraabdominal dapat meningkat dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh karena
selalu terdapat sisa kencing di dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan dan
batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di samping
pembentukan batu retensi kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan
apabila terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefritis.
Dari pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat
teraba apabila sudah terjadi retensi total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi. Pada penderita ini tidak
ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus urinarius bagian atas, daerah inguinal
dan genitalia eksterna.
Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH
biasanya dapat diraba sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan
batas atas yang dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat
47
diraba. Pada penderita ini, dari pemeriksaan colok dubur ditemukan tanda-tanda yang
menunjang untuk diagnosa BPH yaitu teraba benjolan dengan konsistensi kenyal di
dinding depan rektum. Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH
antara lain BNO, IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan
penunjang lainnya adalah ureflowmetri. Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi
menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa TURP
ataupun open prostatektomi.
Pada pasien ini dilakukan TURP karena tidak terdapat komplikasi lain pada
pasien. Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan gejala
yang terjadi. TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan
standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume
prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi
jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan
darah. Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau
impotensi. Untuk Prognosis BPH dalam kasus ini baik karena perkembangan
penyembuhan yang dialami cukup baik serta tidak ada komplikasi post operasi yang
terjadi. Pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini
akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
48
DAFTAR PUSTAKA
49