Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan


sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi.
Ini dilihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerika secara umum dan di
Indonesia secara khususnya. Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita
jaraskan menurut usia, maka dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,
kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah
meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya
meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persentasenya mencapai hingga 90%.3,7
Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah
penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir
50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun. Istilah hipertrofi sebenarnya
kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar
periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.1
Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan
dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi yaitu susah
untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh kekuatan dan
pancaran urine berkurang.3,7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar
periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang
bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia
pertengahan atau lanjut.2,3

Gambar 1. Benign Prostat Hyperplasia


B. Anatomi Prostat
Ukuran prostat normal adalah tinggi 3 cm yang merupakan diameter vertikal,
lebar 4 cm pada dasar transversal dan lebar anteroposterior 2,5 cm, dan dilewati
oleh urethra pars prostatica.
Prostat merupakan glandula fibromuskular yang mempunyai bentuk seperti
piramid terbalik dengan basis (basis prostatae) menghadap ke arah collum vesicae.
Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan

tanpa terputus dari satu organ ke organ lain. Urethra masuk bagian tengah dari
basis prostat.
Apex (apex prostatae) menghadap ke arah difragma urogenitale. Urethra
meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.4,6,7

Gambar 2. Anatomi Prostat

Facies anterior berbentuk konveks, facies posterior berbentuk agak konkaf dan
dan dua buah facies infero-lateralis. Facies anterior berada 2,5 cm disebelah dorsal
facies posterior symphysis osseum pubis. Celah yang terbentuk ini terisi oleh
jaringan lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum
retzii)

dan

ligamentum

puboprostaticum.

Ligamentum

Puboprostaticum

menghubungkan selubung fibrosa prostat dengan facies posterior os pubis.


Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
fascia pelvis. 4,6,7
Facies posterior prostat menghadap ke arah rectum, berhubungan erat dengan
permukaan anterior ampulla recti dan dipisahkan oleh septum rectovesicalis
(fascia / ligamentum Denonvilliers). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi
dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar
ke bawah menuju corpus perinealis. 4,6,7
Facies

infero-lateralis

difiksasi

oleh

serabut-serabut

anterior

m.

pubocoocygeus (m. levator ani) pada saat serabut berjalan ke posterior dari os
pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostat untuk
bermuara pada urethra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus. 4,6,7
Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yakni jaringan ikat pada permukaan
prostat. Diluar capsula terdapat terdapat fascia prostatica, yang membungkus
capsula prostatica, merupakan bagian dari lapisan viseral fascia pelvis, yang ke
arah caudal melanjutkan diri menjadi fascia diaphragmatis urogenitalis superior
dan difiksasi pada symphysis osseum pubis oleh ligamentum puboprostaticum
mediale

(ligamentum

pubovesicale).

Selain

difiksasi

oleh

ligamentum

puboprostaticum mediale yang mengandung m. puboprostaticus, juga difiksasi


oleh ligamentum puboprostaticum laterale pada arcus tendineus fascia pelvis.

Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica dan capsula prostatica
terdapat plexus venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena
dorsalis penis, meneruskan aliran darah venous kepada plexus venosus vesicalis
dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca interna. 4,6,7
Urethra berjalan vertical menembus bagian anterior prostat. Basis prostat
mempunyai hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah
yang terbentuk diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus
ejaculatorius. 4,6,7
C. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel. 4,6
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim
NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen
(RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak
pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT

sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat


normal. 4,6
b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen :
testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini
adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 4,6
c. Interaksi stroma epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)
tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 4,6
d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel

karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel


kelenjar prostat. 4,6
e. Teori stem cell
Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada
kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada
hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat.
Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak
tergantung pada androgen. Sel

aplifying akan berkembang menjadi sel

transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan


adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan
prostat yang normal. 4,6
D. Faktor Presdiposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
1. Kadar Hormon
Kadar

hormon

testosteron

yang

tinggi

berhubungan

dengan

peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang


lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang
memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat. 3,4,6
2. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli
(otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh
usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin
pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat,
sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks
pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut
mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron
sebagian

besar

dikonversikan

oleh

enzim

5-alfa-reduktase

menjadi
7

dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai


pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido,
pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan
pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia
30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas. 3,4,6
3. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk
terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH
paling rendah. 3,4,6
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko
terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin
banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko
anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota
keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain.
Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali. Dari
penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2). 3,4,6
5. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan
seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh
yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel.
Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama
organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan
juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar
estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan
sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel
8

kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan


lemak pada abdomen. 3,4,6
6. Pola Diet
Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko
BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang
kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk
memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen
yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat
menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang
lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia
yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu
genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme
testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi
margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak
jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi
(terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan
hormon yang berujung pada berbagai penyakit. 3,4,6
7. Aktivitas Seksual
Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk
pembentukan

hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks

berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat


mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai
darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang
mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih
akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas
seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon
testosteron. 3,4,6
9

8. Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan
penurunan kadar testosteron. 6,7
9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin
B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar
prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ
yang lain. Zinc membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.
Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. 6,7
10. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih
sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga,
kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko
gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot
lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah
jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan
organ seksual. 6,7
11. Penyakit Diabetes Mellitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL
mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan
penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH
dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal. 6,7
E. Patofisiologi

10

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra
vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan
kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha
adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis,
yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.3,6,7
Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra.
Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi
resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk
mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut
fase kompensasi. 3,6,7
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. 3,6,7
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari
buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung
terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal. 3,6,7
Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

11


Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli :

Ginjal dan ureter :

Hipertrofi otot detrusor


Trabekulasi
Selula
Divertikel buli-buli

Refluks VU
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal

Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos
keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila
kecil

dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan

detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi
lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk

kontraksi,

sehingga

terjadi retensi urin total yang berlanjut pada

hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. 3,6,7


F. Manifetasi Klinik
a

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5


Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :
Obstruksi

Iritasi

Hesistansi

Frekuensi

Pancaran miksi lemah

Nokturi

Intermitensi

Urgensi

Miksi tidak puas

Disuria

12

Distensi abdomen

Terminal dribbling (menetes)

Volume urine menurun

Mengejan saat berkemih

Urgensi dan disuria jarang terjadi,


jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia


Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu:

Volume kelenjar periuretral

Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

Kekuatan kontraksi otot detrusor


Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli

untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-)
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan

13

BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem
skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang
diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem
skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA
terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan
obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 035. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat. 3,6,7

14

G. Pemeriksaan Klinik
Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
1

Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )


Merupakan

pemeriksaan

yang

sangat

penting,

DRE

dapat

memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan


lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada
perabaan prostat harus diperhatikan :
Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
15

Adakah asimetri
Adakah nodul pada prostat
Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat
diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

Gambar 3. Pemeriksaan Colok Dubur


Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal,
permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila sudah
terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit
pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba
apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa supra
pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal harus mulai
diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat

16

menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra


anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus. 3,6,7

Derajat berat obstruksi


Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa
urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari
100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi
pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan
mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka
normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal
sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6
8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

H. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium

Sedimen urin
17

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau


inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit,
bakteri, protein atau glukosa. 4,7

Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 4,7

Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk
menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada
10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi
saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai
risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan
BPH. 4,7

Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). 4,7

Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)


Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA
tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b) keluhan akibat
BPH/laju pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih mudahterjadinya retensi
urine akut. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP),
pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin
tua. 4,7

18

b) Pemeriksaan Patologi Anatomi


BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia. 4,7

Gambar 4. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat


Hiperplasia
c) Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen (BNO)
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai
tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan
misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih
juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma
prostat. 3,4,6
Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat
pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas
berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya

19

kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis


serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah
miksi dapat dilihat adanya residu urin. 3,4,6
Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui
pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi
numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut
sebuah cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter
melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan
dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan
derajat obstruksi. 3,4,6
Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke
dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola
gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan.
Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang
tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk
tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat
untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk
pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi
(TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya
antara lain :

Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area


horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

20

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height)


,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).

Gambar 5. TransRectal Ultrasound


USG Transabdominal

Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran


bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer.
Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer.
Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical

capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. 3,4,6

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:

Residual urin :
Jumlah

sisa

urin

setelah

miksi,

dengan

cara

melakukan

kateterisasi/USG setelah miksi

21

Pancaran urin/flow rate :


Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan
gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH.
Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat
peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang
tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari
50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan.
Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin
ditentukan oleh USG atau kateterisasi. 3,4,6,7

I. Diagnosis Banding7

22

J. Penatalaksanaan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami
tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS
ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang
membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik
yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki
keluhan

miksi,

(2)

meningkatkan

kualitas

hidup,

(3)

mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi


ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal
ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau
tindakan endourologi yang kurang invasif.6,7

Observasi

Medikamento

Operasi

Invasive minimal

sa
Watchful
waiting

Penghambat

Prostatektomi

adrenergik

terbuka

Penghambat
reduktese

Endourologi

TUMT

TUBD

Stent uretra

23

Fisioterapi
Hormonal

1 TURP
2 TUIP
3 TULP

TUNA

Elektovaporas
i
Tabel 2. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala
AUA
Gejala ringan
(AUA7)/
tdk ada

Gejala sedang
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid

Retensi urinaria+gejala yang


berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Infeksi saluran urinaria
berulang
Insufisiensi renal
Operasi

Tes diagnostic
Pressure flow
Pilihan terapi
Uretrosistoskopi
Terapi
non-invasif
prostat
Terapi medis
Watchful waiting
Terapi minimalUSG
Terapi
invasif
invasif Operasi

24

Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia


Penatalaksanaan
Wactfull waiting

Nilai indeks gejala BPH


Gejala hilang/timbul

Efek samping
Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria

Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers

Sedang 6-8

Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%

5 alpha-reductase inhibitors

Ringan 3-4

Menggigil-15%
Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%

Terapi kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral microwave heat

Sedang 6-7

Berkurangnya semen-4%
kombinasi

Sedang-berat 9-11

Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-1025

TUNA

16%
Urgensi/frekuensi-31%

Sedang 9

Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser & operasi

Berat 14-20

Retensi urinaria-1-21%

sejenis

Urgensi&frekuensi-6-99%

Operasi terbuka

Gangguan ereksi-3-13%
Inkontinensia 6%

Berat

Tabel 3. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat


Hiperplasia

Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan
skor

IPSS

dibawah

7,

yaitu

keluhan

ringan

yang

tidak

mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi


namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi bulibuli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan
pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan
ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya
memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan

26

laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi


bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan
terapi yang lain. 4,6,7

b Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1)
mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan
cara

menurunkan

kadar

hormone

testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5reduktase. 4,6,7


1. Penghambat reseptor adrenergik .5,11
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang
membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran
prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat. 3,4,6

27

Detru
sor
Trigo
Intern
alne
Sphin
Pelvi
Exter
cterc
nal Floor
Sphin
cter

Prost
ate
Glan
d

Gambar 6. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria


2. Penghambat 5 reduktase 5,13
Obat

ini

bekerja

dengan

cara

menghambat

pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5


reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH
secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

28

Gambar 7. Model Aksi Penghambat 5 reduktase6


Contoh obat penghambat 5 -reduktase berdasarkan tipenya :
Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3. Fikofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar
sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos
(bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance dan
memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan
adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica
dan masih banyak lainnya. 6
Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan.
Microwave transurethral

29

Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan


gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat
yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter
untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat
Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama
prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan
secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan
menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave
tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing,
urgensi, tegang, dan intermitensi.1,5,6

Gambar 8. Microwave Transurethral

Transurethral jarum ablasi


Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi
invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar
untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari
kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan
30

mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP). 1,5,6

Gambar 9. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal


Transurethral balloon dilation of the prostate
Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang
berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui
kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40
cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek
ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan. 1,5,6

Terapi Pembedahan Endourologi


Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi, diantaranya adalah: 1,5,6
Retensi urine karena BPO
Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat

31

Hematuria makroskopik
Batu buli-buli karena obstruksi prostat
Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan
Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan
secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi
spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan
perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat
minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi
(5-10%), dan inkontinensia (<1%).
TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah
terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum
TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran
urine hingga 100%.1,5,6

32

Gambar 10. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur
pada leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan
pada kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan
hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat
hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah,
hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya
sindroma

TUR

meningkat

pada

reseksi

yang

lebih

dari

90

menit.

Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan


hipertonis. 1,5,6

33

Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil
sering didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher
kandung kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.5

Gambar 11. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan
TURP. Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7.
Insisi dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah
verumontanum. 1,5,6
Terapi Pembedahan Terbuka
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan.
Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram),
ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu
diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik
transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat
terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde

34

(60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85100%.1,5,6
Prostatektomi Terbuka Sederhana
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi,
enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g
biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga
dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi
litotomi tidak mungkin dilakukan.1,5,6
Operasi Laser
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih
sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri
pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi
spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP.
Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan
kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai
60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan
penyusutan. 1,5,6

35

Gambar 12. Operasi laser pada prostat


Interstitial laser coagulation
Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung
probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya. 1,5,6

Gambar 13. Interstitial Laser Coagulation


Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin
diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat.
Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun

36

teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama. 1,5,6

Gambar 14. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

K. Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi
kanker prostat.Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh
nomer 2 pada priasetelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga
menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita. 6

37

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Tn. N

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 69 tahun

Alamat

: Desa Ulatan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Tanggal Masuk

: 20 Oktober 2015

Tanggal Pemeriksaan : 21 Oktober 2015

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Buang air kecil putus-putus

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan buang air kecil putus-putus yang
dialami sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Keluhan timbul dengan frekuensi yang sering.
Ketika mau berkemih, pasien harus mengedan dengan kuat baru bisa keluarnya air
kemih. Pancaran kemih yang keluar kesan lemah. Pasien buang air kecil terasa tidak
puas. Pasien merasakan nyeri bila berkemih, warna air kemih putih kekuningan tetapi

38

biasanya tampak kemerahan. Buang air besar lancar kesan normal. Tidak ada demam,
mual & muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi (+), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga: -

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi

: Sakit sedang
: Compos Mentis
: 150/70 mmHg
: 80 x/m
: 36.5C
: 20 x/m

Kepala Leher
-

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar
tiroid (-)

Thorax
-

Inspeksi

: Pergerakan dada simetris kiri dan kanan, retraksi -/-.

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Sonor kedua lapang paru,

39

Auskultasi

:Bunyi paru vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-. BJ I/BJ

II murni reguler. Murmur -/-.

Abdomen
-

Inspeksi

: Datar, benjolan (-), warna kulit rata (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) kesan normal

Perkusi

: Timpani, nyeri ketuk(-)

Palpasi

: Hepatomegali (-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas

: Edema -/-, akral hangat

Rectal Toucher
Sfingter ani mencengkeram
Teraba prostat arah jam 12, Konsistensi kenyal (+), darah(-), feses (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG (17-10-2015)


RBC

4,25x 106/mm3

HGB

12,1 g/dL

PLT

290x 103/mm3

HCT

35,8%

WBC

8,66x 103/mm3

Glukosa

85 mg/dL

Kreatinin

1,5 mg/dL

Ureum

37 mg/dL

SGOT

32 U/L

SGPT

7 U/L

HBsAg

Non Reaktif

ELEKTROLIT DARAH
Natrium

136 mmol/L
40

Kalium

3,8 mmol/L

Clorida

111 mmol/L

URINALISIS
Protein

(+1)

Leukosit

(+3)

Eritrosit

(+1)

Sedimen
Leukosit

(+) penuh

Eritrosit

(+) penuh

Epitel

(+)

USG ABDOMEN
Kesan : Prostat Hipertrofi
RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan buang air kecil putus-putus yang
dialami sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Keluhan timbul dengan frekuensi yang sering.
Ketika mau berkemih, pasien harus mengejan dengan kuat baru bisa keluarnya air
kemih. Pancaran kemih yang keluar kesan lemah. Pasien buang air kecil terasa tidak
puas. Pasien merasakan nyeri bila berkemih, warna air kemih putih kekuningan tetapi
biasanya tampak kemerahan. Teraba prostat diarah jam 6, pada pemeriksaan urinalisis
leukosit (+) penuh, eritrosit (+) penuh.
DIAGNOSIS: Retensi Urine e.c Benigna Prostat Hiperplasia

41

PENATALAKSANAAN:
- Rencana operasi TUR-Prostat
Laporan Operasi

Posisi litothomi dengan spinal anestesi


Uretrosistoskopi :
o Uretra anterior/posterior normal
o Prostat kissing lobe sekitar cm
o Buli-buli :
Trabekulasi sedang
Muara uretra D/S normal
Massa (-)
Dilakukan TUR-Prostat
Pasang kateter three way
Spoeling sampai jernih
Fiksasi kateter, lalu menutup glands penis menggunakan kasa steril.
Operasi selesai

Instruksi Setelah Operasi


Rawat ICU
IVFD Dextrose 5% : Nacl 1:2 28 tpm
42

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam


Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Transamin 1 amp/8 jam
Sore boleh minum
Pertahankan traksi kateter 1x24 jam
Spoeling kateter dengan Nacl sampai bersih
Transfusi PRC 1 kantong periksa Hb dan elektrolit post op

FOLLOW UP
22 Oktober 2015
S : Lemas, Nyeri pada area abdomen (+), BAK perkateter, BAB(-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah : : 160/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50C
Urine
: spoeling Nacl 22 tpm, kesan warna kemerahan
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-0
P :

IVFD Dextrose 5% : Nacl 1:2 20 tpm


Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Transamin 1 amp/8 jam

23 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (+), BAK perkateter, BAB (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 150/90 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,50C
Urine
: spoeling Nacl 20 tpm, kesan warna kecoklatan
Hgb
: 10.9 g/dL
Hct
: 33.4 %
43

A :

Rbc
: 3.99 106/mm3
Wbc
: 19.7 103/mm3
Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-1

P :

IVFD Dextrose 5% : Nacl 1:2 20 tpm


Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Transamin 1 amp/8 jam

24 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (+) berkurang, BAK perkateter, BAB (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,30C
Urine
: spoeling Nacl 20 tpm, kesan warna kuning biasa
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-2
P :

IVFD Futrolit 16 tpm


Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
As. Mefenamat 3x500mg
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Transamin 1 amp/8 jam

25 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 160/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36.50C
Urine
: Spoeling Nacl, kesan warna kuning biasa
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-3

44

P :

IVFD Futrolit 16 tpm


Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
As. Mefenamat 3x500mg
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Transamin 1 amp/8 jam

26 Oktober 2015
S : Nyeri pada area abdomen (-)
O : - Keadaan umum : baik
- Kesadaran
: compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah
: 160/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 360C
A : Benigna Prostat Hiperplasia Post TUR-Prostat H-4
P :

Aff infus
Cefixime 2x100mg
Tramadol 3x5mg
Omeprazole 1x1
Ondansentron 3x8mg
Spoeling stop

45

BAB IV
PEMBAHASAN
Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa
pada penderita ini ditemukan keluhan yang dialami pasien yaitu buang air kecil
putus-putus yang dialami sejak 1 tahu yang lalu. Ketika mau berkemih pasien harus
mengedan dengan kuat baru bisa keluarnya air kemih. Pancaran kemih yang keluar
kesan lemah. Pasien merasa tidak puas setelah berkemih. Hal ini sudah sesuai dengan
teori mengenai BPH yaitu gejala obstruktif yang berupa perubahan kekuatan
pancaran air kemih, kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus
(intermittency), menetes pada akhir miksi (terminal dribling), harus menunggu pada
permulaan miksi(hesistency), rasa belum puas sehabis miksi.
Gejala obstruksi tergantung pada 3 faktor, yaitu: volume kelenjar periuretral,
elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat, serta kekuatan kontraksi

46

detrusor. Bila detrusor gagal berkontraksi dengan kuat/lama maka kontraksi akan
terputus-putus.
Sindrom obstruksi biasanya lebih disebabkan karena prostat dengan volume
besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam vesika. Hal ini menyebabkan
rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, penderita tidak mampu
lagi miksi. Suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan
intravesika akan naik dan bila lebih tinggi dari tekanan sfincter akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronis dapat menyebabkan terjadinya refluks
vesikouretral dan menyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelvikokalikes ginjal dan
akibat tekanan intravesikal yang diteruskan ke ureter dan ginjal maka ginjal akan
rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat apabila ada
infeksi. Karena penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi maka tekanan
intraabdominal dapat meningkat dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh karena
selalu terdapat sisa kencing di dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan dan
batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di samping
pembentukan batu retensi kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan
apabila terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefritis.
Dari pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat
teraba apabila sudah terjadi retensi total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya
kemungkinan lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi. Pada penderita ini tidak
ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus urinarius bagian atas, daerah inguinal
dan genitalia eksterna.
Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH
biasanya dapat diraba sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan
batas atas yang dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat
47

diraba. Pada penderita ini, dari pemeriksaan colok dubur ditemukan tanda-tanda yang
menunjang untuk diagnosa BPH yaitu teraba benjolan dengan konsistensi kenyal di
dinding depan rektum. Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH
antara lain BNO, IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan
penunjang lainnya adalah ureflowmetri. Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi
menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa TURP
ataupun open prostatektomi.
Pada pasien ini dilakukan TURP karena tidak terdapat komplikasi lain pada
pasien. Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan gejala
yang terjadi. TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan
standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume
prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi
jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan
darah. Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau
impotensi. Untuk Prognosis BPH dalam kasus ini baik karena perkembangan
penyembuhan yang dialami cukup baik serta tidak ada komplikasi post operasi yang
terjadi. Pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini
akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery 8 th


Edition. The McGraw-Hill Companies Inc. Singapore; 2005.
2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita
selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta; 2000.
3. Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.
4. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan.
EGC;2010.
5. Sam, D, Keane, Thomas, et al. Glenns Urologic Surgery 6 th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia; 2004.
6. Purnomo, Basuki B,
2011. Dasar Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta :
Sagung Seto; 2011.
7. Perdana, Aji, 2013. Article: Benigna Prostat Hiperplasia (BPH). Access; 20
November 2015. From http://www. eprints.ums.ac.id/25825/2/BAB_I.pdf.

49

Anda mungkin juga menyukai