ANALISA KASUS
pada
pasien
ini
ditegakkan
diagnosa
enterokolitis,
yaitu
peradangan atau inflamasi yang terjadi pada usus halus dan kolon.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6
golongan besar, yaitu infeksi (virus, bakteri atau parasit), malabsorbsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang
sering
ditemukan
secara
klinis
adalah
infeksi
dan
keracunan.
Pada
endap
darah
(LED)
merupakan
penanda
terjadinya
inflamasi, dimana jika terdapat inflamasi akan terjadi peningkatan nilai LED
di atas normal. LED dapat digunakan untuk menentukan apakah enterokolitis
aktif sedang berlangsung atau tidak.
Pemeriksaan tinja untuk melihat apakah terdapat sel darah putih
pada tinja. Selain itu, juga dapat mendeteksi perdarahan atau infeksi kolon
karena bakteri, virus dan parasit. Mungkin ditemukan eritrosit walau tanpa
perdarahan rektum, dan adanya leukosit membuktikan terjadinya inflamasi
atau infeksi. Tidak ditemukannya mikroorganisme tidak dapat menyingkirkan
infeksi secara otomatis. Pada infeksi oleh Clostridium difficile, selain kultur,
harus dilakukan pemeriksaan toksin.
Pada
enterokolitis,
lamina
propria
diinfiltrasi
oleh
limfosit,
makrofag, dan sel-sel lain dari sistem imunitas. Penelitian yang intensif pada
antigen yang memicu respon imun belum menemukan suatu mikroba
patogen tertentu. Antibodi anti-kolon telah jelas teridentifikasi dalam serum
pasien enterokolitis. Penyakit inflamasi usus mungkin juga berkaitan dengan
kegagalan supresi (atau "downregulasi") dari peradangan kronis level rendah
pada lamina propria sebagai respon paparan kronis terhadap antigen
luminal, khususnya bakteri komensal.8
Apapun
pemicu
antigeniknya,
sel
lamina
propria
yang
usus,
menghasilkan
limfosit
yang
interferon-
teraktivasi
(IFN-).
menjadi
Sitokin
limfosit
pro-inflamasi,
TH1
yang
termasuk
10
Pada tikus, kolitis terjadi ketika gen IL-2, IL-10, atau transforming
growth factor-1 terkalahkan atau ketika ada beberapa sel T pada reseptor
mutan, dan kolitis berkembang pada tikus transgenik jika gen manusia HLAB27 telah lebih dulu diperkenalkan. Jika hewan yang sama dibesarkan dalam
lingkungan yang bebas dari kuman, kolitis tidak berkembang, sehingga
menunjukkan bahwa kolitis bisa menjadi satu-satunya manifestasi dari
berbagai abnormalitas dalam imunitas sistemik dan kolitis adalah hasil dari
respon imun abnormal terhadap bakteri komensal.8
Pemeriksaan penunjaang yang telah dilakukan pada pasien ini
juga menunjukkan leukosit 5,06 x 103/mm, Hb 9,4 g/dl, trombosit 102 x
103/mm3 pada pemeriksaan kedua diperoleh leukosit 3,5 x 10 3/mm, Hb 8,9
g/dl, trombosit 102 x 103/mm3. Hasil USG Abdomen memberikan kesan adanya asites
dengan sirosis hepatis dan splenomegali.
Gangguan hematologic yang sering terjadi pada sirosis hepatis
adalah kecendrungan perdarahan, anemia, leucopenia, dan trombositopenia
yang diduga terjadi akibat hipersplenisme, limpa tidak hanya membesar
tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme
lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12 dan besi
yang terjadi secara sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan
hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi, karena
penyakit
sirosis
hepatis
pada
pasien
ini
telah
berada
pada
fase
oksidasi,
reduksi,
hidrolisis
atau
konjugasi
zat
yang
pasien
ini
disarankan
untuk
dilakukan
pemeriksaan
radiologi berupa upright chest dan serial Abdomen untuk melihat ada
tidaknya tanda obstruksi, evaluasi colon yang edema dan ireguler, kadang
terlihat pneumatosis coli (udara pada dinding kolon), dan tanda megakolon
toksik.
Colonoscopy merupakan modalitas yang paling bernilai untuk
diagnosis dan penatalaksanaan enterokolitis, walaupun ada beberapa
batasannya sehingga tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena
kemungkinan dapat mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya. Jika
digunakan dengan benar, colonoscopy membantu menentukan luas dan
derajat keparahan enterocolitis, membantu dalam penatalaksanaan, dan
dapat mengambil sampel jaringan untuk membantu diagnosis. Barium
enema dan kolonoskopi juga bertujuan untuk mengetahui penyebaran
penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker.
AHFC 1 x 1 bungkus
Pemberian cairan intravena pada pasien ini dilakukan dengan
tujuan untuk menggantikan cairan yang hilang disebabkan oleh diare kronik
dan sebagai maintenance, cairan yang diberikan berupa cairan kristaloid
isotonis yang mengandung ion yang mampu dengan mudah melewati
dinding endotel kapiler tetapi tidak mudah melewati dinding sel, dan cairan
ini akan berakhir di ruang interstisial.
Antibiotik diberikan dengan latar belakang bahwa salah satu agen
proinflamasi disebabkan oleh bakteri intraluminal. Pada pasien ini juga terbukti
12
Ciprofloxacin
(1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-
(contohnya
nitroreduktase
seperti ferredoxin)
sehingga produk polar yang telah kehilangan gugus nitro menjadi tidak
dikenal. Produk reduksi inilah yang tampaknya bertanggung jawab atas efek
sitotoksik dan antimikroba metronidazol, yang meliputi gangguan pada DNA
dan inhibisi sintesis asam nukleat. Metronidazol sama efektifnya terhadap sel
yang
sedang
membelah
maupun
yang
tidak.
Metronidazol
secara in
juga
spesies
lain
13