Anda di halaman 1dari 3

LANGUE AND PAROLE

Langue adalah bahasa yang sudah disepakati umum (konvensional), bahasa


yang sesuai ejaan yang telah disempurnakan, bahasa yang mengikuti tata aturan
baku bahasa. Langue sama sekali tidak bisa diubah atau dirancang secara pribadi
karena bersifat konvensional, ia pada hakikatnya merupakan sebuah kontrak
kolektif yang tak bisa diciptakan secara pribadi. Kriss Budiman mengatakan dalam
bukunya Langue adalah bahasa sebagai objek sosial yang murni dan dengan
demikian, keberadaanya terletak di luar individu, yakni sebagai seperangkat
konveksi-konveksi sistematik yang berperan penting di dalam komunikasi.
(Budiman, 2011: 24).
Dalam langue terdapat batas-batasan yang harus dikatakan bila seseorang
mempergunakan suatu bahasa secara gramatikal, langue mesti dipatuhi apabila
kita ingin bisa berkomunikasi karena Langue adalah bahasa konvensional,
seseorang harus tunduk pada kaidah-kaidah bahasa, solidaritas, asosiatif dan
sintagmatif. Langue merupakan sejenis kode, suatu aljabar atau sistem nilai yang
murni. Langue adalah perangkat konvensi yang kita terima, siap pakai, dari penuturpenurut terdahulu. Langue telah dan dapat diteliti; langue juga bersifat konkret
karena merupakan perangkat tanda bahasa yang disepakati secara kolektif.
Menurut Ferdinand de Saussure Langue adalah bahasa dalam wujudnya
sebagai system , sebagai system nilai langue tersusun atas sejumlah elemen yang
sekaligus merupakan nilai sepadan atau sama (ekuivalen) dari kuantitas bendabenda dan terma-terma yang berfungsi lebih luas di dalam sebuah tatanan
perbedaan. Lebih jauh Saussure mengatakan bahwa langue merupakan keseluruhan
kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat
bahasa, yang memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan
unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat. Langue bersenyawa dengan
kehidupan masyarakat secara alami. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari
langue. Seperti yang diumpumakan Kriss Budiman bahwa sebuah tanda dapat kita
umpamakan seperti keeping uang logam (koin) yang bernilai sejumlah barang
tertentu sehingga, dengan demikian, dapat diblajakan-, tetapi ia juga memiliki
nilai dalam kaitanya dengan koin-koin yang lain. (Budiman, 2011: 25).

Dan Parole itu sendiri menurut Kris Budiman merupakan bagian dari bahasa
yang sepenuhnya individual. (Budiman, 2011: 25). Seperti yang di jelaskan
Ferdinand de Saussure bahwa parole merupakan penggunaan actual bahasa
sebagai tindakan individu-individu. Parole adalah bahasa tuturan, bahasa yang
digunakan seseorang sehari-hari. Singkatnya, parole adalah keseluruhan dari apa
yang diajarkan orang temasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari
pilihan penutur, dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan
konstruksi-konstruksi ini berdasarkan pilihan bebas juga. Parole merupakan
manifestasi individu dari bahasa. Parole tersusun dari tanda-tanda yang identik dan
senantiasa berulang-ulang, karena ada keberulangan inilah, maka setiap tanda bisa
menjadi elemen dari langue. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya
merupakan hasil individu yang sadar, parole adala dialek, termasuk kata apapun
yang diucapkan oleh penutur; ia juga bersifat heterogen dan tak dapat diteliti.
Parole harus dibedakan, yaitu kombinasi-kombinasi kode bahasa (tanda baca)
yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya, dan
mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasikombinasi tersebut. Parole dapat dirumuskan bahwa kata yang sama pun dilafalkan
secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh orang banyak.
Gabungan antara parole dan langue adalah Langage (gabungan antara
peristiwa dengan kaidah bahasa atau tata bahasa, atau struktur bahasa). Menurut
Saussure, langage tidak memenuhi syarat sebagai fakta sosial karena di dalam
langage ada faktor-faktor bahasa individu yang berasal dari pribadi penutur. Bahkan
langage

tidak

memiliki

prinsip

keutuhan

yang

memungkinkan

kita

untuk

menelitinya secara ilmiah. Berkaitan dengan perbedaan diantara langue dan


parole ini, Roland barthes (1981:26-27) memilih fenomena busana ke dalam tiga
system yang berlainan. Pertama, busana-yang-ditulis (clothes as written about),
yaitu yang didiskripsikan di dalam sebuah majalah mode, atau media cetak lainya,
dengan sarana bahasa tulis; kedua, busan-yang difoto (clothes as photographed);
dan,

ketiga

busana-yang-dikenakan

(clothes

as

worn)

atau

busana

yang

sesungguhnya (real clothes). Pada kesempatan ini system busana yang pertama
dan kedua akan kita abaikan saja dan langsung menijau ke system busana yang
ketiga, yakni busana yang real. (Budiman, 2011: 25-26).

Dikerjakan oleh :
NAMA : Khoirul Anam
NIM

: 1410001026
Daftar Pustaka
Budiman, Kriss. Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2011.
https://www.academia.edu/12894426/Telaah_Konsep_Semiotik_Ferdinand_de_
Saussure

Anda mungkin juga menyukai