Anda di halaman 1dari 24

ACARA IV

FERMENTASI ALKOHOL
A.

TUJUAN
Tujuan praktikum pada acara IV Fermentasi Alkohol adalah:
1. Mengetahui dan mampu mempraktekkan cara pembuatan wine.
2. Mengetahui teknik pembuatan wine.
3. Mengetahui kadar alkohol dan berat jenis yang terdapat pada wine yang
berasal dari beberapa bahan yang berbeda (sari buah naga, sari buah pisang,
sari buah anggur, sari tebu, nira tebu pekat/encer, dan air kelapa).

B.

TINJAUAN PUSTAKA
1.

Tinjaun Teori
Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi
perubahan perubahan atau reaksi-reaksi kimia dengan pertolongan jasad renik
penyebab fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat makanan yang sesuai
dengan pertumbuhannya. Akibat, terjadinya fermentasi sebagian atau
seluruhnya akan berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya.
Fermentasi oleh yeast (Saccharomyces cerevisiae) dapat menghaslkan etil
alkohol (etanol) dan C02. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi
yaitu keasaman, mikroba, suhu, waktu, dan nutrisi. Suhu fermentasi sangat
menentukan macam mikroba yg dominan. Pada suhu 10-30 0C terbentuk
alkohol lebih banyak karena ragi bekerja optimal pada suhu tersebut. Laju
perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya.
Pada kondisi optimal, sekali setiap 20 menit. Semua organisme memerlukan
mutrien yang menyediakan energi, biasanya diperoleh dari substansi yang
mengandung karbon nitrogen (Endah dkk, 2007).
Fermentasi alkohol merupakan kombinasi dari interaksi kompleks
yang melibatkan berbagai, mikrobia dan teknologi pembuatannya. Jelas
beberapa faktor sangat mempengaruhi fermentasi alkohol, dan sebagai
penentu kualitas anggur. Salah satu faktor yang berpengaruh yaitu suhu

fermentasi. Suhu merupakan faktor yang secara langsung berdampak pada


pertumbuhan yeast dan rekasi biokimia pada yeast (Torija, 2002).
Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah
dan air dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan
yang diizinkan, menurut persyaratan mutu sari buah (SNI,01-3719-1995). Sari
buah adalah cairan yang dihasilkan dari penghancuran buah segar yang
matang. Pada prinsipnya dikenal dua macam sari buah, yaitu sari buah encer,
yang

diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan

penambahan air, penambahan atau tanpa penambahan gula, dan sari buah
pekat yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan
dilanjutkan dengan proses pemekatan. Pembuatan sari buah pisang selama ini,
dilakukan secara mekanis dengan penambahan air, menghasilkan sari buah
pisang yang tidak jernih (cloudy juice) dan masih beraroma langu. Pada usaha
percobaan pembuatan sari buah pisang cara enzimatik dengan bantuan ragi,
diharapkan dapat menghasilkan sari buah pisang yang jernih (clear juice),
dapat tanpa penambahan air, dan beraroma normal pisang (Triyono, 2010).
Fermentasi alkohol adalah kegiatan utama fermentasi dari ragi,
sedangkan Saccharomyces cerevisiae adalah spesies utama yang digunakan
dalam anggur, pada fermentasi ini menggunakan sukrosa, glukosa, fruktosa,
maltosa dan maltotriosa sebagai sumber karbon. Saccharomyces cerevisiae
(ragi) telah digunakan dalam aplikasi makanan fermentasi klasik seperti
produksi bir, roti, ekstrak ragi atau vitamin, anggur, sak, dan roh suling. Tebu
digunakan sebagai sumber gula meja, rum, bahan bakar etanol dan langsung
segar sari tebu. kadar gula tinggi tebu membuat sebuah sumber ideal untuk
produksi minuman beralkohol. Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan
secara efektif untuk produksi anggur tebu. Biotin tidak memiliki efek pada
karakteristik sensorik dan alkohol produksi. Sementara daun jambu biji dapat
digunakan sebagai aditif untuk produksi anggur karena akan meningkatkan
produksi alkohol dan meningkatkan sensorik karakteristik (Kulkarmi, 2011).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang


disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi
merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik.
Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut
akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain
(Kwartiningsih, 2005).
Asam organik adalah komponen esensial untuk rasa di dalam minuman
beralkohol seperti wine dan sake. Ketika khamir S. cerevisiae melakukan
fermentasi, antara lain asam malat, suksinat, dan piruvat, Saccharomyces
cerevisiae dapat memanfaatkan asam monokarboksilat rantai-pendek sebagai
sumber karbon dan energi. Tahap pertama untuk katabolisme karbon tersebut
adalah transpor melalui membran. Piruvat adalah senyawa kunci dalam
glikolisis dan fermentasi alkohol pada S. cerevisiae. Transpor piruvat secara
efisien pada S.cerevisiae hanya dapat dilakukan oleh monokarboksilat
permease. Fermentasi alkohol adalah suatu proses feedback inhibition. Sel-sel
khamir dibatasi oleh toleransi terhadap etanol, suhu dan tekanan osmotik
dalam medium, maka pertumbuhan sel khamir akan terhambat, sehingga
akhirnya sel mati. Meningkatnya konsentrasi etanol di dalam medium juga
menyebabkan struktur membrane sel berubah (Gandjar, 2006).
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi dari
gula dan molekul organik lain serta tidak memerlukan oksigen atau sistem
transfer elektron. Fermentasi menggunakan molekul organik sebagai akhir
akseptor elektronnya. Beberapa organisme seperti khamir S. cerevisiae
melakukan fermentasi alkohol. Organisme ini mengubah glukosa melalui
fermentasi menjadi alkohol (etanol). Pada fermentasi alkohol, asam piruvat
diubah menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah reaksi. Langkah
pertama adalah pembebasan CO2 dari asam piruvat yang kemudian diubah

menjadi asetaldehida. Langkah kedua adalah reaksi reduksi asetaldehida oleh


NADH menjadi etanol. NAD yang terbentuk akan digunakan untuk glikolisis
(Abdurahman, 2006).
Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan
semua mikroorganisme pada bahan makanan. Sterilisasi biasanya dikombinasi
dengan pengemasan hermetis untuk mencegah kontaminasi ulang. Proses
pemanasan yang dilakukan untuk sterilisasi biasanya ditujukan untuk
mematikan spora bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini bersifat
anaerobik, serta mampu memproduksi racun botulin yang sangat mematikan.
Spora bakteri ini bersifat tahan panas (Purnawijayanti, 2001).
2.

Tinjauan Bahan
Penggunaan beberapa mikroorganisme tersebut disesuaikan dengan
substrat atau bahan yang akan difermentasi dan kondisi proses yang akan
berlangsung. Sebagai contoh untuk proses yang menggunakan suhu tinggi
maka mikroorganisme yang digunakan sedapat mungkin yang bersifat
thermofilik, misalnya, Clostridiumthermohydro sulfuricum dan sebagainya.
Sedangkan mikroorganisme lain ada pula yang bersifat tahan terhadap kadar
etanol yang tinggi (etanol tolerance), tahan terhadap toleransi gula yang tinggi
(osmofilik) dan sebagainya. Sekarang ini mikroorganisme yang banyak
digunakan dalam proses fermentasi alkohol adalah Sacharomyces cerevisiae
yang dapat berproduksi tinggi, tahan atau toleran terhadap kadar alkohol yang
tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap melakukan
aktivitasnya pada suhu 4 320C (Santi, 2008).
Alkohol merupakan bahan alami yang dihasilkan dari proses
fermentasi yang banyak ditemui dalam bentuk bir, anggur, spiritus dan
sebagainya. Minuman berakohol dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu,
produk hasil fermentasi yang dikonsumsi langsung seperti anggur dan bir dan
produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum dikonsumsi
seperti whisky. Dalam pembentukan alkohol melalui proses fermentasi peran

mikroorganisme sangat besar dan biasanya mikroorganisme yang digunakan


untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut yaitu,
mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara
cepat, bersifat membentuk flokulasi dan sedimentasi (misal sel-sel yeast selalu
ada pada bagian bawah tangki fermentasi, mempunyai genetik yang stabil
(tidak

mudah

mengalami

mutasi),

bersifat

osmotoleran

artinya

mikroorganisme tersebut toleran terhadap tekanan osmos yang tinggi, toleran


terhadap kadar alkohol yang tinggi (sampai dengan 14-15 %), dan mempunyai
sifat regenerasi yang cepat (Santi, 2008).
Fermentasi dapat dikaitkan dengan kadar gula, pH, jumlah nitrogen,
pertumbuhan yeast dalam ragi, dan biomassa menghasilkan sel. Hal penting
dalam semua kegiatan fermentasi yang optimal adalah gula (glukosa),
nitrogen dan vitamin yang sangat berpengaruh terhadap hasil fermentasi.
Fermentasi mampu mengurangi konsentrasi gula yang tinggi dalam prduk.
Defisiensi asimibilitas nitrogen dapat memperlambat pertumbuhan yeast
dalam fermentasi yang kemudian akan menghasilkan hidrogen sulfida. Proses
pre-fermentasi harus menggunakan konsentrasi nutrisi penting bagi yeast yang
rendah (Siler, 1996).
Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae terus meningkat diikuti dengan
penurunan konsentrasi gula reduksi. Peningkatan jumlah sel Sacchromyces
cerevisiae dan penurunan konsentrasi gula reduksi ini diikuti dengan
peningkatan konsentrasi etanol. Hal ini menunjukkan bahwa gula reduksi
merupakan faktor penting bagi sel Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber
energi untuk melakukan metabolisme yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan. Makin banyak gula reduksi yang
dapat dimanfaatkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae makin tinggi pula
konsentrasi etanol yang dihasilkan oleh sel Saccharomyces cerevisiae.
Besarnya konsentrasi etanol yang akan didapatkan dari proses fermentasi
tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan konsentrasi gula reduksi awal

karena proses fermentasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang


mempengaruhi fermentasi adalah kultur inokulum yang digunakan, lama
fermentasi, suhu, pH medium, jumlah makro dan mikro nutrien yang ada
dalam media fermentasi, konsentrasi media fermentasi, gula reduksi dan
sebagainya (Wignyanto, 2001).
Komponen utama yang merupakan syarat terbentuknya wine adalah
gula yang difermentasi khamir menjadi etanol dan CO2. Gula secara alami di
dalam bahan pangan biasanya tidak cukup tinggi untuk menghasilkan kadar
etanol yang memenuhi syarat mutu wine, sehingga perlu ditambahkan dari
luar. Banyaknya gula yang digunakan perlu diketahui sebab konsentrasi gula
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian khamir sehingga proses
fermentasi tidak akan berlangsung. Pada proses pembuatan wine, gula yang
digunakan maksimum 30%. Gula yang umum digunakan dalam pembuatan
wine adalah gula pasir (sukrosa). Pada proses fermentasi gula sukrosa akan
dipecah oleh enzim invertase menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa)
yang akhirnya diubah menjadi etanol dan CO2. Dalam penelitian ini High
Fruktosa Syrup 55 (HFS-55) dicoba digunakan sebagai salah satu alternatif
pengganti dari gula pasir, sebab produksi gula pasir di dalam negeri belum
bisa memenuhi kebutuhan nasional. Kandungan gula HFS-55 adalah berupa
monosakarida dan sudah berbentuk sirup, maka proses pengolahan
pendahuluan

dan

pelarutan

tidak

diperlukan

lagi

sehingga

dapat

mengefisienkan proses produksi wine salak (Gunam, 2009).


Buah rambutan dapat diolah menjadi sari buah. Kendalanya, pulp
rambutan yang membentuk endapan selama penyimpanan dan masa simpan
yang masih sangat singkat dari sari buah rambutan yang dihasilkan. Oleh
karena itu, diperlukan suatu perbaikan kualitas terhadap sari buah rambutan
yang dihasilkan. Langkah pertama, perbaikan kualitas dari buah rambutan
dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan pangan yaitu bahan
penstabil (karagenan, dan carboxil metilcellulosa) untuk mencegah timbulnya

endapan selama penyimpanan. Langkah kedua, untuk menghilangkan pulp


yang terdapat pada sari buah rambutan dengan menggunakan teknologi
membran (mikrofiltrasi) pada teknik filtrasinya. Sehingga nantinya akan
diperoleh produksi sari buah rambutan yang jernih (crealy juice). Salah satu
peningkatan nilai ekonomi buah rambutan adalah dengan mengolahnya
menjadi anggur buah rambutan (wine rambutan) dengan melalui proses
fermentasi (Widiastuti, 2013).
Konversi jus anggur untuk wine anggur adalah tradisi bioteknologi.
Sebuah keragaman besar mikroba melekat ke Anggur termasuk berbagai ragi,
bakteri dan jamur. Menonjol dalam proses ini adalah spesies Saccharomyces
(terutama S. cerevisiae), yang dominan dalam fermentasi alkohol, dan bakteri
asam laktat (BAL), yang melaksanakan konversi malolactic. Upaya untuk
menentukan ukuran populasi dan potensi dampak mikroba yang berbeda pada
proses pembuatan anggur sangat penting untuk produksi dari produk
beraroma. Pembusukan dianggap pertumbuhan organisme yang tidak
diinginkan di tempat dan waktu tertentu dalam proses pembuatan wine.
Sehingga mikroorganisme yang sama dapat baik menguntungkan dan
merugikan (Mills, 2008).
Saccharomyces cerevisiae dan ragi paling sering ditemukan dalam
fermentasi anggur. Ragi adalah bulat telur kecil, organisme uniseluler (yang
sebenarnya jamur kecil) yang agak mirip dengan bakteri dalam penampilan.
Mereka berkembang biak dengan 'pemula' yang terlihat seperti pertumbuhan
di sisi sel dan yang akhirnya melepaskan menjadi sel baru. Ragi
Saccharomyces cerevisiae berkembang dalam lingkungan alkohol rendah dan
temperatur di atas 10C tetapi merasa sulit untuk bertahan hidup setelah
tingkat alkohol naik atau cairan mencapai suhu 20C. Ragi juga berperan
untuk pembentukan aroma dan rasa yang hadir dalam minuman anggur
(Dyson, 2013).

Mikroorganisme yang sering digunakan untuk fermentasi alcohol


adalah khamir karena khamir (yeast) mempunyai selektivitas tinggi dan
mudah penanganannya dibandingkan dengan jenis bakteri. Salah satu spesies
ragi yang dikenal mempunyai daya konversi gula menjadi etanol yang sangat
tinggi ialah Saccharomyces cerevisae, khamir (yeast) ini dapat menghasilkan
enzim hidrolase dan enzim invertase. Enzim hidrolase ialah dimana
Saccharomyces cerevisae berfungsi sebagai pemecah sukrosa (disakarida)
menjadi glukosa (monosakarida) dan enzim invertase dimana Saccharomyces
cerevisae yang selanjutnya berfungsi mengubah glukosa menjadi etanol.
Menurut Buckle (1987), Saccharomyces cerevisiae (S. cerevisiae) adalah
mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran antara 5 dan 20 mikron.
Biasanya

berukuran

(Pawignya dkk, 2010).

C.

METODOLOGI
1. Alat

sampai

10

kali

lebih

besar

dari

bakteri

a. Selang plastik
b. Botol plastic
c. Beker glass
d. Gelas Ukur
e. Panci
f. Kapas
g. Laminar flow
h. Solasi
2. Bahan
a. Sari buah pisang
b. Sari buah naga
c. Sari buah anggur
d. Sari tebu
e. Nira tebu pekat
f. Nira tebu encer
g. Air kelapa
h. Starter Saccharomyces cerevisiae
Sortasi buah sebanyak 200 gram
Dicuci
Diblender
Sari buah 500ml
Dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 95C
3. Cara kerja

Dimasukan kedalam botol (disaring)

Ditambahkan ragi Saccharomyces cerevisiae


sebanyak 2,5 gr
Botol ditutup dengan kapas

Diinkubasi selama 7 hari

Wine

Diinkubasi dan di hitung berat jenis


dan % alkohol

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 4.1 Pengamatan Pembuatan Fermentasi Alkohol shift 1
Kel
Sampel
Jmlh Substrat
Berat
Bj (gr/ml)
(ml)
Fernipan (gr)
1 Sari buah naga
500 ml
2,5 gr
1,015 gr/ml
2 Sari buah pisang
500 ml
2,5 gr
0,998 gr/ml
3 Sari buah anggur
500 ml
2,5 gr
1,02 gr/ml
4 Sari tebu
500 ml
2,5 gr
1,03 gr/ml
5 Nira tebu pekat
500 ml
2,5 gr
1,433 gr/ml
6 Air kelapa
500 ml
2,5 gr
1,024 gr/ml

% kadar alkohol
Sangat sedikit
Sangat sedikit
Sangat sedikit
10 %
Sangat sedikit
Sangat sedikit

Sumber : Laporan sementara

Tabel 4.2 Pengamatan Pembuatan Fermentasi Alkohol shift 2


Kel
Sampel
Jmlh Substrat
Berat
Bj (gr/ml)
(ml)
Fernipan (gr)
1 Sari buah naga
500 ml
2,5 gr
0,983 gr/ml

% kadar alkohol
Sangat sedikit

2
3
4
5
6

Sari buah pisang


Sari buah anggur
Sari tebu
Nira tebu encer
Air kelapa

500 ml
500 ml
500 ml
500 ml
500 ml

2,5 gr
2,5 gr
2,5 gr
2,5 gr
2,5 gr

1,019 gr/ml
1,019 gr/ml
1,029 gr/ml
1,026 gr/ml
1,015 gr/ml

Sangat sedikit
Sangat sedikit
11%
6%
0,5%

Sumber : Laporan sementara

Pada praktikum ini dilakukan proses fermentasi alkohol dengan sampel


sari buah naga, sari buah pisang, sari buah anggur, sari tebu, nira tebu pekat, nira
tebu encer dan air kelapa. Pada praktikum ini dilaukukan oleh dua shift dengan
perlakuan bahan jumlah substrat 500ml dengan berat fernipan 2,5 gr.
Sebelumnya buah di sortasi terlebih dahulu dan di ambil sebnyak 200 gr setelah
itu buah di cuci dan di blender dengan menbahkan air dan akan di daptkan sari
buah, setelah itu sari buah di ambil 500ml dan di tambahkan gula sebanyak 60 gr
penambahan gula hanya pada sampel sari buah naga, sari buah pisang dan sari
buah anggur. Selanjutnya bahan sari buah, nira tebu dan air kelapa di panaskan
selama 15 menit dengan suhu 950C, setelah di lakukan pemansas sari buah, nira
dan air kelapa di dinginkan hingga suhu ruang dan setelah itu bahan di masukan
dalam botol pada shift 1 botol berukuran 1,5Lt pada shift 2 di masukan pada
botol berukuran 600ml. Setelah itu di tambahkan setarter Saccharomyces
cerevisiae (fernipan) sebnyak 2,5gr yang sebelumnya di larutkan terlebih dahulu
dengan sampel dan di masukan di dalam botol. Setelah itu di siapkan botol satu
lagi diisi dengan air kran, kemudian selang plastic di masukan di antara botol
berisi air kran dan botol berisi bakal wine setelah itu kedua mulut botol di tutup
dengan kapas dan di beri isolasi agar tidak ada rongga untuk udara masuk ke
dalam botol. Dan wine di inkubasi selama 7 hari. Setelah 7 hari di lakukan
pengamatan pada wine di sisni wine di ukur berapa persen alkohol yang
terkandung di dalamnya dengan menggunakan alat refraktometri dengan cara
wine di teteskan pada mata atau ujung refaktrometri dan di lihat hasil % alkohol
yang keluar, pada hasil praktikum di daptkan hasil pada shift 1 sari buah naga,
sari buah pisang, sari buah anggur, nira tebu pekat, dan air kelapa mendapatkan

sangat sedikit % alkohol sedangkan sari tebu mendaptkan hasil kandungan


alkohol 10% . Pada shift 2 sari buah naga, sari buah anggur, sari buah pisang
sangat sedikit % alkoholnya, sedangkan sari tebu kandungan alkoholnya 11%,
nira tebu encer kandungan alkoholnya 6%, dan air kelapa kandungan alkoholnya
0,5%. Dan pada praktikum ini berat jenis sampel juga dihitung, berat jenis di
hitung menggunkan piknometer dan timbangan analitik. Cara menghitung berat
jenis yaitu menimbang piknometri kosong terlebih dahulu dan di catat hasilnya,
setelah itu pikno diisi sampel hingga leher pikno setelah itu ditimbang dan catat
hasilnya. Setelah itu di hitung dengan rumus :
P=

Pada praktikum di gunakan beberapa sampel buah diantaranya buah naga,


buah pisang, buah anggur, sari tebu, nira tebu dan air kelapa. Fungsi dari
penggunaan sampel tersebut salah satunya sebagai starter. Menurut (Manudjin,
1983) starter adalah zat yang dapat mempercepat jalannya proses fermentasi.
Starter ini penting dibuat agar fermentasi tidak memerlukan waktu yang terlalu
lama dan lebih cepat dalam mendapatkan hasil fermentasi. Adapun fungsi dari
pembuatan starter tersebut juga untuk mengatahui pH, karena pada proses
fermentasi wine keadaannya harus asam sebab khamir atau mikroorganisme yang
membantu proses fermentasi ini dapat tumbuh baik pada keadaan asam. Pada
pembuatan starter menggunakan ekstrak buah yang dipanaskan hingga suhu
800C selama 10 menit yang dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian mengukur
pH starter tersebut yang diupayakan harus dalam keadaan asam. Starter tersebut
kemudian ditambahkan fermipan untuk membantu proses fermentasi, kemudian
ditutup dengan gabus dan diinkubasikan selama 4 jam pada suhu 37-38 0C.
Fungsi penambahan fermipan ini adalah sebagai zat yang bekerja pada proses
fermentasi adalah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi tersebut.
Proses pembuatan wine sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan sumber
C, N sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang berperan selama proses

fermentasi. Selain itu, suhu, alat, kelembaban juga sangat berpengaruh. Menurut
Ayres (1980), kebanyakan sel khamir untuk wine akan tumbuh baik pada suhu
27-300C, tetapi juga banyak sel khamir wine yang tumbuh pada suhu yang lebih
rendah dan dapat menfermentasi pada suhu 70C atau lebih rendah. Di antara
galur-galur khamir wine, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memproduksi 5
gram etanol dari 1 liter sari buah anggur adalah 23 hari pada suhu 0 0C, 8 hari
pada suhu 60C, dan 3,5 hari pada suhu 120C.
Pada praktikum kali ini sebelum melakukan proses fermentasi, mula-mula
membuat larutan starter. Starter adalah kultur yang digunakan sebagai tempat
biakan khamir sebelum dilakukan proses fermentasi sebenarnya agar khamir
yang digunakan sebagai biakan dapat berkembang baik dalam lingkungan
tempatnya berkembang kelak. Starter ini penting dibuat agar fermentasi tidak
memerlukan waktu yang terlalu lama dan lebih cepat dalam mendapatkan hasil
fermentasi. Adapun fungsi dari pembuatan starter tersebut juga untuk mengatahui
pH, karena pada proses fermentasi wine keadaannya harus asam sebab khamir
atau mikroorganisme yang membantu proses fermentasi ini dapat tumbuh baik
pada keadaan asam. Mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses
fermentasi alkohol adalah Sacharomyces cerevisiae yang dapat berproduksi
tinggi, tahan atau toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap
kadar gula yang tinggi dan tetap melakukan aktivitasnya pada suhu 4 32 oC
(Santi, 2008).
Mikroorganisme yang sering digunakan untuk fermentasi alkohol
menurut Pawignya dkk (2010), adalah khamir karena khamir (yeast) mempunyai
selektivitas tinggi dan mudah penanganannya dibandingkan dengan jenis bakteri.
Salah satu spesies ragi yang dikenal mempunyai daya konversi gula menjadi
etanol yang sangat tinggi ialah Saccharomyces cerevisae, khamir (yeast) ini dapat
menghasilkan enzim hidrolase dan enzim invertase. Enzim hidrolase ialah
dimana

Saccharomyces

cerevisae

berfungsi

sebagai

pemecah

sukrosa

(disakarida) menjadi glukosa (monosakarida) dan enzim invertase dimana

Saccharomyces cerevisae yang selanjutnya berfungsi mengubah glukosa menjadi


etanol. Menurut Buckle (1987), Saccharomyces cerevisiae (S. cerevisiae) adalah
mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran antara 5 dan 20 mikron. Biasanya
berukuran 5 sampai 10 kali lebih besar dari bakteri.
Menurut Prescott dan Dunn (1959 ), untuk pertumbuhan khamir (yeast),
pH yang ideal adalah sekitar 4-6 dan pH optimum untuk melakukan fermentasi
yaitu sekitar 4-4,5. Khamir yang banyak terdapat dalam fermentasi cairan buah
adalah

genus-genus

saccharomyces,

saccharomycodes,

pichia,

candida,

torulopsis, hansenula dan kloerkera. Diantaranya yang paling banyak digunakan


dalam fermentasi adalah varitas-varitas dari saccharomyces cerevisiae. Suhu
optimum untuk pertumbuhan saccharomyces cerevisiae adalah 30C sedangkan
suhu minimumnya adalah 9-11C dan suhu maksimumnya adalah 35-37 C.
Taksonomi Saccharomyces spp. menurut Ahmad (2005), sebagai berikut :
Super Kingdom : Eukaryota
Phylum

: Fungi

Subphylum

: Ascomycota

Class

: Saccharomycetes

Order

: Saccharomycetales

Family

: Saccharomycetaceae

Genus

: Saccharomyces

Species

: Saccharomyces cerevisiae

Menurut Schlegel (1994), Saccharomyces cerevisae paling sering


digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena memiliki beberapa
keunggulan yaitu kemampuan merombak substrat terpilih untuk menghasilkan
alkohol, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, sifatnya stabil, menghasilkan
enzim yang diperlukan untuk pencapaian hasil akhir yang dikehendaki, mudah
didapat dan mudah dalam pemeliharaanya. Sel saccharomyces cerevisae
berbentuk oval atau bulat. Bentuk selnya tetap sehingga dapat membantu untuk
identifikasi. Diameter selnya besar sekitar 0.0005 cm, mikroorganisme fakultatif.

Pada pembuatan starter menggunakan buah naga, bauh pisang, anggur,


sari tebu, nira tebu dan air kelapa. kemudian sampel buah naga, pisang, anggur,
tebu masing-masing di blender, dan di ambil sari buahnya sedangkan nira tebu
dan air kelapa sudah di sediakan dan diambil sebanyak 500 ml setelah itu
ditambhakan gula sebanyak 60gr dan di panaskan selama 15 menit pada suhu
950C. Setelah itu di dinginkan hingga suhu ruang, dan di masukan dalam botol.
lalu ditambahkan fermimpan (ragi) sebanyak 2,5 gram, dimasukkan ke dalam
botol dan didiamkan selama semalam pada suhu kamar. Fungsi penambahan
fermipan ini adalah sebagai zat yang bekerja pada proses fermentasi adalah
enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi tersebut.

Kemudian starter tersebut

dicampurkan pada jus/must yang telah dipanaskan. Wine adalah produk


fermentasi berupa minuman beralkohol yang terbuat dari sari buah -buahan yang
banyak mengandung glukosa. Sedangkan aerasi digunakan dalam proses ini,
yaitu memperbanyak diri dan adaptasi mikroorganisme. Karena fermentasi
merupakan suatu proses yang tidak membutuhkan oksigen, fermentasi harus
berada dalam keadaan terisolasi dari udara luar (anaerob).
Prinsipnya reaksi proses pembuatan alkohol dengan fermentasi adalah
sebagai berikut (Sri Kumalaningsih,1995) :
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + Energi
Glukosa
etanol
Pada reaksi ini 1 mol glukosa akan membentuk 2 mol etanol dan 2 mol
CO2 serta ATP (energi), atau dengan basis berat, 51,1 % glukosa diubah menjadi
etanol dan 48,9 % CO2. Pada kenyataannya hasil ini tidak tercapai, karena
beberapa nutrisi digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme khamir serta
terbentuknya hasil sampingan, sehingga hanya 90-95% dari nilai yang dapat
dicapai (Kunkee dan Amerine, 1970).
Pada fermentasi sari buah, Winton dan Winton (1958), menyebutkan
pembentukan alkohol terjadi akibat perombakan gula seperti glukosa dan
fruktosa oleh enzim zymase (dari kelompok enzim invertase) yang berasal dari

khamir. Saccharomyces ellipsoideus, S. apiculatus atau Saccharomyces lainnya;


yang secara alami terjadi pada buah dan proses tersebut akan berlangsung lebih
cepat pada sari buah. Secara umum proses fermentasi alkohol terjadi dari
pemecahan karbohidrat melalui suatu degradasi dari monosakarida yaitu glukosa
menjadi asam piruvat. Asam piruvat ini selanjutnya akan dirombak menjadi
etanol dan juga CO2 yang biasanya berlangsung melalui proses oksidasi reduksi
dengan

DNPH+H+

menggunakan

sebagai

donor

elektron

(Winarno dan Fardiaz, 1990).


Tetes tebu diencerkan dengan penambahan aquades yang bertujuan untuk
menurunkan kandungan gula dalam tetes menjadi 15%, 20%, dan 25% (b/v).
Proses pretreatment dilakukan dengan penambahan asam sulfat 75% (v/v) yang
bertujuan untuk mengendapkan dan pengikatan logam serta trace element hingga
pH dibuat mencapai titik isoelektrik yaitu sekitar 2,8-3,2 kemudian dipanaskan
pada suhu 90C selama 5 menit. Tetes tebu diendapkan 24 jam pada suhu ruang
untuk memaksimalkan endapan yang terbentuk. Setelah itu tetes tebu disaring
menggunakan kain saring untuk memisahkan cairan dengan endapannya. Proses
sentrifugasi dilakukan pada 1200 rpm selama 30 menit untuk memisahkan
endapan yang masih terlarut di dalam cairan tetes tebu. pH tetes diatur pada pH 5
dengan

menggunakan

NaOH

50%

bertujuan

untuk

mengoptimalkan

pertumbuhan dari Saccharomyces cerevisiae pembentuk flok. Kemudian


dilakukan pemanasan pada suhu 90C selama 5 menit. Tetes tebu sebelum dan
sesudah pretreatment dilakukan analisis kadar abu dan kadar kalsium untuk
mengontrol kandungan logam dan zat pengotor. Untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi inokulum dan konsentrasi sumber gula terhadap produksi etanol dari
tetes tebu, inokulum Saccharomyces cerevisiae pembentuk flok masing-masing
sebanyak 5%, 10%, dan 15% (v/v) diinokulasikan pada medium tetes tebu yang
telah mengalami pretreatment tanpa suplementasi dengan konsentrasi sumber
gula 15%, 20%, dan 25% (b/v) sesuai dengan rancangan percobaan. Fermentasi
dilakukan pada suhu 30C, 100 rpm selama 72 jam, kemudian juga dilakukan

analisis optical density (OD) sel, pH, gula reduksi setiap 24 jam, dan analisis
kadar etanol pada jam ke-72 (Wardani, 2013).
Dalam pembuatan etanol pemilihan bahan baku yang tepat adalah sangat
penting karena selain pertimbangan mudah tidaknya bahan tersebut diperoleh,
juga karena alkohol yang diproduksi dengan bahan yang berbeda akan
menghasilkan kualitas yang berbeda juga. Jenis mikroorganisme yang sering
digunakan untuk proses ini adalah ragi Saccharomyces sp, seperti saccharomyces
cereviseae, dll. Selain itu juga dapat digunakan schizosaccharomyces sp ,
zymonas mobilis.
Jika tumbuh dalam keadaan anaerobik, kebanyakan khamir lebih
cenderung memfermentasi subtrat karbohidrat untuk menghasilkan etanol
bersama sedikit produk akhir sesuai jalur glikolisis menurut Buckle (1987),
sebagai berikut :

Gambar 4.1 Jalur glikolisis etanol

Menurut Irawan (2007), proses glikolisis terjadi pada semua organisme.


Proses ini berfungsi untuk menukarkan glukosa menjadi piruvat dan akan

menghasilkan ATP tanpa menggunakan oksigen. Glikolisis dimulai dengan satu


molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C 6H12O6) dan
akan dipecahkan menjadi dua molekul piruvat yang masing-masing memiliki 3
atom karbon (C3H3O3) yang merupakan hasil akhir bagi proses ini. Menurut
Marks et al (2005), sepanjang proses glikolisis ini akan terbentuk beberapa
senyawa, seperti glukosa 6-fosfat, fruktosa 6-fosfat, fruktosa 1,6-bisfosfat,
dihidroksi

aseton

fosfat,

gliseraldehid

3-fosfat,

1,3-bisfosfogliserat,

3-

fosfogliserat, 2-fosfogliserat, fosfoenol piruvat dan piruvat. Selain itu, proses


glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP dan NADH (di mana 1
NADH menghasilkan 3 ATP). Sejumlah 4 molekul ATP dan 2 molekul NADH (6
molekul ATP) akan dihasilkan dan pada tahap awal proses ini memerlukan 2
molekul ATP. Sebagai hasil akhir, 8 molekul ATP akan terbentuk.
Proses ini melibatkan konversi piruvat ke asetaldehida dan karbon
dioksida yang selanjutnya diubah menjadi etanol. NADH diubah kembali ke
NAD + dan etanol adalah produk akhir dari jalur ini. Proses ini digunakan dalam
pembuatan minuman beralkohol dan juga dalam industri bioteknologi untuk
menghasilkan karbon dioksida yang diperlukan untuk pembuatan roti
(Yanti, 2013).
Menurut (Setiadi, 2002) fungsi dari selang yang di hubungkan dengan
botol berisi air untuk mencegah terjadinya proses oksidasi, dalam percobaan ini
dilakukan penutupan mulut botol fermentasi dengan kapas dan isolasi lalu
dihubungkan dengan selang yang menyambung pada botol satunya yang berisi
air. Gelembung yang terbentuk dalam air digunakan sebagai indikator yang
menunjukkan adanya aktivitas mikroba. Hal ini menunjukkan adanya pelepasan
gas CO2 oleh mikroba yang terdapat di dalamnya, sehingga proses fermentasi
dapat dikatakan berhasil dengan adanya perubahan ini. Pada proses respirasi,
asam piruvat akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Jika terdapat
bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah menjadi asam asetat.
Menurut (David dan Kirsop, 1972 di dalam Pollock, 1981) khamir tumbuh

terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis dapat tumbuh pada kondisi
anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan proses fermentasi. Jumlah
oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa jenis khamir berkisar antara 2
30 ppm.
Menururt Sugiarti (2007), semakin lama waktu fermentasi maka semakin
tinggi pula kadar alkohol yang dihasilkan dan semakin banyak dosis ragi yang
diberikan maka kadar alkohol juga semakin tinggi. Menurut Sriyanti (2003),
bahwa tinggi rendahnya kadar gula dan kadar alkohol setiap gramnya
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan karbohidrat. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar karbohidrat yang lebih tinggi mempengaruhi kadar alkohol yang
dihasilkan dalam proses fermentasi karbohidrat.
Hubungan antara kadar alkohol dengan berat jenis dalam praktikum salah
satunya untuk menghitung kadar alkohol menggunakan daftar bobot jenis dan
kadar alkohol menunjukkan hubungan antara bobot jenis dengan kadar alkohol
pada suhu 20 0C dimana bobot jenisnya dihitung terhadap air pada suhu 20 0C
(Suliantari, Rahayu, W.P., 1990).
Menurut Ansel (2006), semakin banyak kandungan kadar alkohol dalam
bahan maka massa jenis akan semakin lebih besar karena berat jenis adalah rasio
bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu yang
sama dan dinyatakan dalam desimal. Berat jenis menggambarkan hubungan
antara bobot suatu zat terhadap sebagian besar perhitungan dalam farmasi dan
pangan dinyatakan memiliki massa jenis misalnya bobot jenis alkohol adalah
0,81 , artinya bobot jenis alkohol 0,81 kali bobot volume air yang setara.

E. Kesimpulan
Dari hasil praktikum acara IV Fermentasi Alkohol dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Wine merupakan minuman yang dibuat dari sari buah dengan proses
fermentasi selama kurun waktu satu bulan dengan penambahan gula dan
mikroorganisme jenis ragi (Saccharomyces cerevisiae).
2. Yeast akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah dan
mengubahnya menjadi alkohol dan CO2.
3. Proses pembuatan wine sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan sumber C,
N sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang berperan selama proses
fermentasi. Selain itu, suhu, alat, kelembaban juga sangat berpengaruh
4. Proses pembuatan wine adalah penghilangan batang (Destemming),
penghancuran buah (Crushing), fermentasi, penjernihan (Clarifying), penuaan
(Aging), pengemasan (Packaging).
5. Hasil dari prktikum shift 1 kadar alkohol yang didapatkan dari berbagai
sampel buah sebagai berikut, pada sampel sari buah naga, sari buah pisang, sri
buah anggur, nira tebu pekat dan air kelapa didapatkan hasil % kadar alkohol
sangat sedikit. Dan pada sampel sari tebu didaptkan hasil % kadar alkohol
sebanyak 10%.

6. Hasil dari praktikum shift 2 kadar alkohol yang didapatkan dari berbagai
sampel buah sebagai berikut, pada sampel sari buah naga, sari buah pisang
dan sari buah anggur didaptkan hasil % kadar alkohol sangat sedikit,
sedangkan pada sampel sari tebu didaptkan hasil % kadar alkohol sebanyak
11%, pada sampel nira tebu encer didapatkan hasil % kadar alkohol sebanyak
6% dan pada sampel air kelapa didapatkan hasil % akadar lkohol sebanyak
0,5%.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Deden. 2006. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan. Grafindo
Media Pratama. Jakarta.
Dyson, Sue. Roger, McShane. 2013. Fermentation of Wine: Natural Fermentation
Versus Commercial Yeast. Jurnal Fermentation of Wine No.2 Vol.1. Hal 1-3.
Endah, R. D., Sperisa D., Adrian Nur., Paryanto. 2007. Pengaruh Kondisi Fermentasi
terhadap Yield Etanol pada Pembuatan Bioetanol dari Pati Garut. Gema
Teknik, No. 02, Th. 10. Jurusan Teknik Kimia, Univeristas Sebelas Maret.
Surakarta.
Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi : Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Gunam, Ida Bagus Wayan dkk. 2009. Pengaruh Jenis dan Jumlah Penambahan Gula
Pada Karakteristik Wine Salak. Universitas Udayana.Vol.15, No.1 Bali.
Kulkarni, Mayuri. Kininge, Pallavi. 2001. Effect Of Additives On Alcohol Production
And Kinetic Studies Of S.Cerevisiae Sugar Cane Wine Production. Vo.2.No.1.
India.
Kwartiningsih, Endang. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas menjadi Vinegar. Jurnal
Ekuilibrium, Vol. 04, No. 01. Surakarta.
Mills, David A. Trevor Phister. Ezekial Neeley. Eric Johannsen. 2008. Chapter 6
Wine Fermentation. Jurnal Molecular Techniques in the Microbial Ecology of
Fermented Foods No. 2 Vol. 1. Hal 1-3.

Pawignya Harsa., Tunjung Wahyu Widayati., Datu Putra., Putra Akbar. 2010.
Tinjauan Kinetika Pembuatan Rose Wine. Pengembangan Teknologi Kimia
Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISNN 1693 4393.
Prescott, Lansing M., John P. Harley., Donald E. Klein. 1959. Microbiology.
McGraw- Hill. New York.
Purnawijayanti, hiasinta A. 2001. Sanitiasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Santi, Sintha Soraya. 2008. Pembuatan Alkohol dengan Proses Fermentasi Buah
Jambu Mete oleh Khamir Sacharomices cerevesiae. Jurnal Penelitian Ilmu
Teknik, Vol. 08, No. 02. Jawa Timur.
Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum Terjemahan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Siler, C E. 1996. High Alcohol Fermentation of Grape Juice Concentrate. Food
Science Department. American Society for Enology and Viticulture. America.
Torija, Ma Jesus. 2002. Effects of Fermentation Temperature on The Srain
Population of Saccharomyces cerevisiae. Internatonal Journal of Food
Microbiology 80, 47-53. Spain.
Triyono, agus. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ragi terhadap Karakteristik Sari Buah
dari Beberapa Varietas Pisang (Musa paradisiaca L.). Prosiding seminar
Nasional Teknik Kimia. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN 1693-4393. Yogyakarta.
Widiastuti, Dian et al. 2013. Proses Pembuatan Anggur Dari Buah Rambutan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Wignyanto. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan
Inokulum Saccharomyces cerevisiae pada Fermentasi Etanol. Jurnal
Teknologi Pertanian, Vol. 02, No. 01, Hal. 68-77.

LAMPIRAN FOTO

Gambar 4.2 Proses perebusan sari tebu

Gambar 4.3 Proses fermentasi wine sari tebu

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Perhitungan Berat Jenis kel. 4 shift 2


Sampel Sari Tebu :

Anda mungkin juga menyukai