BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan seks merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau
mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampakdampak negatif yang tidak diharapkan seperti pelecehan seksual, kehamilan
yang tidak direncanakan, aborsi, Penyakit Menular Seksual (PMS)
(Sarwono, 2002).
Pendidikan seks yang diberikan kepada remaja sebenarnya
memberikan pengetahuan mengenai fungsi organ reproduksi, cara menjaga
dan memelihara organ reproduksi, dan yang tak kalah penting bahwa
pendidikan seks memberikan pengetahuan mengenai cara bergaul yang
sehat dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Setelah mendapatkan bekal
mengenai pendidikan seks, maka diharapkan mereka dapat melindungi diri
sendiri dari bahaya pelecehan seksual (Kriswanto, 2006).
Pendidikan seks yang diberikan di Indonesia masih di batasi oleh
norma masyarakat. Masyarakat Indonesia masih sangat kokoh memegang
dan menganut norma agama, mereka masih menganggap tabu serta
kurang terbuka menyangkut kehidupan seksual. Hal ini mengakibatkan
banyak terjadinya aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab yang
dapat merusak masa depan remaja. Serta efek dari aktifitas seksual diluar
nikah yang menyebabkan kehamilan pada usia remaja dapat meningkatkan
angka kematian ibu dan bayi akibat belum sempurnanya alat reproduksi,
dan hubungan seks bebas dapat menyebabkan penyakit menular seksual
(Kriswanto, 2006).
Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang ke arah kematangan
seksual. Sebagian remaja mengalami kebingungan untuk memahami
tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
1
penting
karena
pada
pundaknya
terletak
tanggung
jawab
di enam kabupaten/kota Jawa Barat pada Mei 2002 diperoleh data bahwa
39,65% responden pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Walaupun angka tersebut tidak bisa menggambarkan perilaku seksual
remaja di seluruh Indonesia, namun hasil survey tersebut sangat layak
untuk dijadikan pelajaran dan cermin bahwa perilaku seksual remaja sudah
sampai pada taraf memprihatinkan (Saifuddin, 2006).
Di Indonesia sebanyak 63% remaja usia SMP dan SMA sudah
melakukan hubungan seksual diluar nikah. Jumlah ini meningkat dari tahun
sebelumnya. Peningkatan ini antara lain disebabkan pergaulan hidup
bebas, faktor lingkungan keluarga dan media massa (Depkes RI, 2009)
Survei yang dilakukan oleh Centra Muda Putroe Phang (CMPP)
propinsi
Nanggroe Aceh
Darussalam
yang
bekerja
sama
dengan
Fachri
(2009)
dengan
judul
Hubungan
pendidikan
seks
masalah
dapat
mengembangkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Seks
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik yang berarti memelihara
dan memberi latihan ( ajaran ) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan arti pendidikan sendiri adalah proses pengubahan sikap dan
tingkahlaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, perbuatan dan cara
mendidik. Sedangkan Pendidikan seksual adalah upaya pengajaran,
penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang
alat-alat
reproduksi
perempuan
dan
laki-laki,
proses
of sex
Education and family planning tahun 1962, tujuan pendidikan seks adalah
untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan
kehidupan yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri dengan
masyarakat dan lingkungannya, serta bertanggung jawab terhadap dirinya
dan terhadap orang lain (Tanjung, 2007).
Sedangkan Kri Kendall sebagaimana dikutip Harlina Martono
menyebutkan, tujuan pendidikan seks antara lain : (Tanjung, 2007)
1.
2.
3.
4.
dari
kehidupan
kita.
Rasanya,
akan
lebih
bijak
pendidikan
seks
tidak
cenderung
jarang
melakukan
dewasa,
termasuk
12
3. Segi etika dari perilaku seksual, peran sosial dari laki-laki dan wanita
serta tanggung jawab masing-masing baik sebelum maupun sesudah
menikah.
Pendidikan seks di Indonesia seyogyanya tetap dimulai dari rumah.
Alasan utamanya karena masalah seks merupakan masalah yang sangat
pribadi. Namun disisi lain banyak orang tua yang kurang mampu untuk
memenuhi kebutuhan anak-anak remaja mereka. Selain pihak orang tua
yang masih belum terbuka tentang seks, sehubungan dengan masih
kuatnya berlaku tabu-tabuan sehubungan dengan masalah seks, orang tua
juga sering kali kurang paham perihal masalah ini. Pengetahuan yang
terbatas itulah yang menyebabkan orang tua kurang dapat berfungsi
sebagaimana sumber dalam pendidikan seks.
Dipihak lain, anggapan masyarakat bahwa pendidikan seks hanyalah
mengajarkan cara-cara berhubungan seks, merupakan anggapan dan
pendapat yang keliru, dan anggapan tersebut justru akan menghambat
proses pengajaran pendidikan seks itu sendiri dalam upaya memberikan
informasi yang benar dan menghindari informasi yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya bangsa (Kriswanto, 2006).
Pada akhirnya, semua cara yang digunakan dalam menyampaikan
pendidikan seks tersebut, berpulang kepada setiap orang tua. Artinya,
orangtua harus berusaha mencari cara yang tepat tentang penyampaian
pendidikan seks sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, para
remaja akan lebih menghargai dan mengetahui hubungan seksual yang
sebenarnya bila tiba saatnya nanti (Dianawati, 2006).
D. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang
berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud tidak
hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis.
Menurut World Health Organization (WHO) remaja merupakan
individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsurangsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa
13
Ciri-ciri remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja tersebut antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode penting, karena terjadi perkembangan
fisik dan mental yang cepat.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa anakanak ke masa dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, terjadi perubahan emosi
tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan tanggung jawab.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah dan karena remaja merasa
sudah mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. Identitas diri yang
dicari remaja berupa usaha untuk mencari siapa diri, apa perannya
dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau dewasa.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, remaja melihat dirinya
dan orang lain sebagai mana yang mereka inginkan.
14
mereka
mempunyai
kecenderungan
mempergunakan
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki
pengertian yang sangat berbeda. Perilaku dapat diartikan sebagai respon
organisme atau respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang
ada (notoatmodjo, 1993). Sedangkan seksual adalah rangsangan atau
dorongan yang timbul berhubungan dengan dorongan seksual yang datang
baik dari dalam dirinya maupun dariluar dirinya (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Dalam hal ini, perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam
tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama.
Dalam hal ini tingkah laku seksual di urutkan sebagai berikut :
a. Berkencan
b. Berpegangan tangan
c. Mencium pipi
d. Berpelukan
e. Mencium bibir
f. Memegang buah dada di atas baju
g. Memegang buah dada dibalik baju
h. Memegang alat kelamin di atas baju
i. Memegang alat kelamin dibawah baju
j. Melakukan senggama
(Sarwono, 2006).
Menurut Sarwono (2002), Secara garis besar perilaku seksual pada
remaja di sebabkan oleh :
a. Meningkatnya libido seksual
Didalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan
motivasinya dari meningkatnya energy seksual atau libido, energy
seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik.
b. Penundaan usia perkawinan
16
c. Tabu larangan
Sementara usia perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku
dimana orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual sebelum
menikah.
d. Kurangnya informasi tentang seks
Remaja yang sudah mulai berkembang kematangan seksualnya secara
lengkap jika hal iini kurang mendapat pengarahan dari orang tua maka
pengendalian perilaku seksual akan sulit.
e. Pergaulan semakin bebas
Gejala ini banyak terjadi di kota besar, banyak kebebasan pergaulan
antar jenis kelamin pada remaja.
Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu:
(Soetjinigsih,2004)
1. Masturbasi atau onani
Masturbasi merupakan suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi
terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual unutk
pemenuhan kenikmatan seksual.
2. Percumbuan, seks oral dan seks anal
Tipe ini saat sekarang banyak dilakukan oleh remaja untuk menghindari
terjadinya kehamilan. Tipe hubungan seksual model ini merupakan
alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3. Hubungan seksual
Ada dua perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali
melakukan hubungan seksual. Pertama muncul perasaan nikmat,
menyenangkan, indah, intim dan puas. Pada sisi lain muncul perasaan
cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa dan perasaan bersalah. Dari
hasil penelitian tampak bahwa remaja laki-laki yang paling terbuka untuk
17
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka konsep
Pendidikan seks dibutuhkan bagi remaja agar mereka memiliki
pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan berdasarkan
19
informasi yang telah mereka terima. Pendidikan seks yang benar dapat
membantu menunda aktivitas seksual dan bukan mempercepatnya.
Pendidikan seks dapat dilihat sebagai peluang untuk mempengaruhi
perilaku seksual remaja (Carlson, 2008).
Untuk memperjelas pernyataan diatas berikut ini digambarkan
kerangka konsep yang akan diteliti dalam penelitian sebagai berikut :
Variable Independen
Variable Dependen
Perilaku
seksual remaja
Pendidikan seks
B. Defenisi Operasional
Table 1. Defenisi operasional
N
o
1.
Variabel
Variabel
Depende
n
Defenisi
Operasional
Suatu kegiatan
yang dilakukan
remaja mulai
dari perasaan
Cara Ukur
Penyebaran
kuesioner
dengan
kriteria :
Alat Ukur
Skala
Kuisioner
ukur
Ordin
berupa 7 al
soal
Hasil Ukur
- Perilaku
positif
- Perilaku
negatif
20
Perilaku
Seksual
remaja
2.
Variabel
Independ
en
Pendidik
an seks
tertarik baik
dengan lawan
jenis maupun
dengan sesama
jenis, tentang
tindakan
seksualitas yang
berupa
berkencan,
berciuman,
bermesraan,
sampai
melakukan
hubungan intim.
- Perilaku
positif bila
responden
menjawab <
50% dari
pertanyaan
yang
diberikan
- Perilaku
negatif bila
responden
menjawab
50% dari
pertanyaan
yang
diberikan
Penjelasan /
Penyebaran
Kuisioner
informasi
kuesioner
berupa
mengenai
dengan
15 soal
seksualitas
kriteria :
manusia yang
- Baik bila
responden
diberikan kepada
menjawab
anak sejak ia
50% dari
mengerti
pertanyaan
masalahyang
masalah yang
diberikan
berkenaan
- Kurang Baik
dengan seks.
bila
responden
menjawab
<50% dari
pertanyaan
yang
diberikan
Ordin
al
- Baik
- Kurang
C. Hipotesa Penelitian
Ada hubungan antara pendidikan seks dengan perilaku seksual pada
remaja di SMA Negeri 1 Takengon Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2009.
21
BAB IV
METEDOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu variabel sebab dan akibat yang terjadi
pada
objek
penelitian
diukur
atau
dikumpulkan
secara
simultan
1.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh remaja kelas I dan II
yang sedang menempuh studi di SMA Negeri 1 Takengon. Metode
pengambilan sampel menggunakan
tehnik
Proportional
stratified
N
1 N (d 2 )
22
keterangan :
n : Jumlah sampel
N: Jumlah populasi
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)
n=
489
1 489(0.052 )
489
n = 2,22
n = 220,2 = 220 orang
Maka berdasarkan rumus slovin di atas, didapat jumlah sampel untuk
penelitian ini adalah berjumlah 220 orang. Dengan jumlah responden lakilaki 110 orang dan responden perempuan 110 orang.
Selanjutnya sampel ini diambil menggunakan tehnik proporsi sampel.
Penentu sampel siswa pada setiap kelas masing-masing dihitung dengan
rumus proporsional sampling (Arikunto, 2006)
siswa tiap kelas
x Sampel minimal
populasi
Berdasarkan rumus proporsional tersebut maka jumlah sampel
pada setiap kelas dapat ditentukan sebagai berikut :
Table 2. Proporsi jumlah sampel pada SMA Negeri 1 Takengon
No.
1
2
3
4
5
Kelas
1/1
1/2
1/3
1/4
1/5
Populasi
siswa
41
40
42
39
39
Jumlah sampel
18,4 = 18 orang
17,9 = 18 orang
18,8 = 19 orang
17,6 = 18 orang
17,6 = 18 orang
23
6
7
8
9
10
11
12
1/6
43
1/7
36
2 IPA 1
40
2 IPA 2
41
2 IPA 3
43
2 IPA 4
41
2 IPS 1
44
Total
489
Sumber : Data primer 2009
19,3 = 19 orang
16,1 = 16 orang
17,9 = 18 orang
18,4 = 18 orang
19,3 = 19 orang
18,4 = 18 orang
19,7 = 20 orang
220 orang
pertanyaan bila jawaban yang benar nilainya 1 dan bila jawaban yang salah
nilainya 0. Total nilai keseluruhan sebanyak 15 yang dibagi dalam 2 kategori
yaitu baik nilainya 50%, kurang nilainya < 50%. Untuk mengukur perilaku
seksual remaja dibagi dalam dua kategori yaitu perilaku negatif nilainya
50% dan perilaku positif nilainya < 50%.
F. Pengolahan dan analisa data
1. Pengolahan data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diolah dengan cara
sebagai berikut : (Alimul, 2007)
a.
b.
c.
d.
Melakukan
teknik
analisis,
adalah
statistika
yang
x 100%
25
Keterangan :
P : Persentase
f : Frekwensi yang teramati
N : Jumlah sampel
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi
dari masing-masing variable dependen, yaitu : perilaku seksual remaja
dan variable independen, yaitu : pendidikan seks.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel-variabel
bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat.
Analisa yang digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji
hipotesa dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji data
kategori Chi-Square Test ( X 2 ) pada tingkat kemaknaanya adalah 95%
(p 0,05). Sehingga dapat diketahui ada tidaknya perbedaan yang
bermakna secara statistik, dengan menggunakan program khusus SPSS
For Windows. Melalui perhitungan Chi-Square selanjutnya ditarik suatu
kesimpulan, bila nilai P lebih kecil dari nilai alpha (0,05) maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara
variabel terikat dengan variabel bebas.
G. Proses Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :
1.
Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan bahan pustaka dan data
sebagai bahan materi untuk penyusunan proposal. Selanjutnya
proposal ini diseminarkan dan diterima, selanjutnya
pengurusan surat izin penelitian yang dilakukan sesuai
dilakukan
dengan
Tahap pelaksanaan
26
mendapatkan
persetujuan
responden,
peneliti
1. Kesulitan Penelitian
Pada saat melakukan pengumpulan data kuisioner harus di
bagikan pada waktu bersamaan, dan peneliti merasa kesulitan dalam
proses pembagian kuisioner di karenakan siswa dan siswi yang terlalu
banyak yang terbagi dalam beberapa kelas.
2. Kelemahan Penelitian
a. Metode penelitian yang digunakan hanya berupa kuesioner.
b. Variabel yang digunakan masih sedikit
27
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
a. Sejarah
SMA Negeri 1 Takengon berdiri pada tahun 1957, menempati
lokasi gedung peninggalan Tiong Hoa, terletak diatas tanah seluas
3.0048 meter persegi. Secara fisik SMA Negeri 1 Takengon adalah
baik dari aspek ruang belajar dan sarana penunjang kegiatan
28
Kelas
Frekuensi
Kelas X
7 kelas
Kelas XI
5 kelas
Kelas XII
4 kelas
Jumlah
16 kelas
(Sumber : Arsip SMA Negeri 1 Takengon, 2009)
: Permanen
:
29
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 16 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
2. Analisa Univariat
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan pada tanggal 19
sampai dengan 20 januari 2010 terhadap 220 orang remaja, maka
diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Pendidikan Seks
Tabel 4.
No
Pendidikan Seks
Frekuensi
1. Baik
148
2. Kurang
72
Jumlah
220
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2010)
Persentase (%)
67,3
32,7
100
30
Tabel 5.
No Perilaku Seksual
Frekuensi
1. Positif
184
2. Negatif
36
Jumlah
220
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2010)
Persentase (%)
83,6
16,4
100
3. Analisa Bivariat
a. Hubungan Pendidikan Seks dengan Perilaku Seksual Remaja
Tabel 6.
Pendidik
an Seks
Remaja
Negatif
Positif
Kurang
Baik
Total
Total
4
32
5,6
21,6
68
116
94,4
78,4
72
14
100
100
83,6
8
22
100
36
27,2
184
P
value
0,005
CI
OR
0,072 0,213
0,629
0
Sumber: Data Primer (diolah tahun 2010)
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka dapat diketahui bahwa
remaja dengan pendidikan seks baik berjumlah 148 orang, dengan 32
31
orang mempunyai perilaku negatif (21,6%) dan 116 orang yang berperilaku
posititf (78,4%). Remaja dengan pendidika seks yang kurang berjumlah 72
orang, dengan 4 orang yang mempunyai perilaku negatif (5,6%) dan 68
orang yang mempunyai perilaku positif (94,4%).
Berdasarkan hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square,
memakai rumus Pearson Chi Square pada nilai = 0,05 dan df = 1 didapat
nilai p = 0,005 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pendidikan seks dengan perilaku seksual pada remaja di SMA
Negeri 1 Takengon Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2009. Dari hasil
analisis diperoleh pula nilai OR = 0,213, artinya remaja dengan pendidikan
seks kurang mempunyai peluang 0,213 kali untuk melakukan perilaku
seksual dibandingkan dengan remaja yang pendidikan seksnya baik.
B. Pembahasan
1. Hubungan Pendidikan Seks dengan Perilaku Seksual remaja
Hasil analisa statistik pada tabel 6 dengan menggunakan uji chi
square menunjukkan hubungan tersebut bermakna, dimana nilai p-value
0,005 (p 0,05). Hal tersebut berarti hipotesis penelitian yang menyatakan
ada hubungan antara pendidikan seks dengan perilaku seksual remaja
terbukti atau dapat diterima.
Adanya hubungan tersebut dikuatkan oleh pendapat kriswanto
(2006) Pendidikan seks yang diberikan kepada remaja sebenarnya
memberikan pengetahuan mengenai fungsi organ reproduksi, cara
menjaga dan memelihara organ reproduksi, dan yang tak kalah penting
bahwa pendidikan seks memberikan pengetahuan mengenai cara bergaul
yang sehat dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Setelah mendapatkan bekal
mengenai pendidikan seks, maka diharapkan mereka dapat melindungi diri
sendiri dari bahaya pelecehan seksual. Pendidikan seks dapat mencegah
32
pendidikan
seks
hanya
berhubungan
dengan
pornografi,
bahaya
yang
timbul
dari
perbuatannya,
dan
ketika
29% warga negara yang berusia15 tahun melakukan praktik seks. Kini
diperkirakan sekitar 80% anak gadisyang memasuki perguruan tinggi telah
melakukan hubungan seksual paling sedikit satu kali. Melakukan kebaktian
digereja tidak banyak membantu mereka dalam mengurangi
perilaku
hubungan
meningkatkan
hasrat
seks.
seksual
Perubahan-perubahan
remaja.
hormonal
Peningkatan
yang
hormon
ini
(2002)
mengemukakan
bahwa
berdasarkan
hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang tidak lagi dianggap sebagai
tempat yang aman dan mampu melindungi anggota keluarganya akan
menimbulkan persoalan-persoalan yang semakin pelik pada anak, salah
satunya yaitu masalah perilaku seksual pranikah.
Pendidikan seksual sudah waktunya diberikan secara terbuka.
Tidak hanya dalam lingkup keluarga namun juga dalam kurikulum
pendidikan di sekolah. Pendidikan seks yang benar adalah pendidikan
seks yang dapat menjelaskan kepada para remaja mengenai seksualitas
dalam dimensinya yang ternyata sangat luas, yang dapat memadukan
antara pengetahuan, perilaku seksual dan akibat yang akan di capai,
antara emotional attachment (cinta dan nafsu) dengan tanggung jawab
yang harus di pikul (Tintin, 2008).
Pendidikan seks di Indonesia seyogyanya tetap dimulai dari rumah.
Alasan utamanya karena masalah seks merupakan masalah yang sangat
pribadi. Namun disisi lain banyak orang tua yang kurang mampu untuk
memenuhi kebutuhan anak-anak remaja mereka. Selain pihak orang tua
yang masih belum terbuka tentang seks, sehubungan dengan masih
kuatnya berlaku tabu-tabuan sehubungan dengan masalah seks, orang tua
juga sering kali kurang paham perihal masalah ini. Pengetahuan yang
terbatas itulah yang menyebabkan orang tua kurang dapat berfungsi
sebagaimana sumber dalam pendidikan seks.
Laily dan Matulessy (2004) juga menyatakan bahwa informasi atau
pengetahuan mengenai seksualitas yang diberikan pada remaja lebih baik
dan tepat jika dilakukan dalam keluarga, karena anak dilahirkan dan
dibesarkan dalam lingkungan keluarga, sehingga cara lain yang dapat
diusahakan untuk mengurangi perilaku seksual pranikah pada remaja
adalah dengan meningkatkan kualitas komunikasi orang tua-anak.
36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 220 orang
remaja di Di SMA Negeri 1 Takengon Kabupaten Aceh Tengah Tahun
2009, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
2.
3.
tentang
pendidikan
seks
pada
remaja
sehingga
dan
diharapkan
dapat
memperluas
wawasan
dengan
menambah variabel yang akan diteliti, dan dapat meneliti dengan jenis
penelitian yang berbeda.
39