Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Lahirnya Bank Syariah

Di Indonesia
Dr. H. Zamakhsyari, Lc, MA

Defenisi Bank

Kata bank dapat kita telusuri dari kata banque dalam


bahasa Prancis, dan dari banco dalam bahasa Italia,
yang dapat berarti peti/lemari atau bangku.
Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi
dasar yang ditunjukkan oleh bank komersial. Kata
peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat
menyimpan benda-benda berharga.
Dewasa ini peti bank berarti portepel aktiva yang
menghasilkan (portfolio of earning assets), yaitu
fortofolio yang memberi bank darah kehidupan
bernama laba bersih setelah pengeluaran dan pajak.

Defenisi Bank

Pada abad ke 12 kata banco di Italia merujuk pada


meja, counter atau tempat usaha penukaran uang
(money changer).
Arti ini menyiratkan fungsi transaksi, yaitu
penukaran uang atau dalam arti transaksi bisnis
yang lebih luas yaitu membayar barang dan jasa.
fungsi dasar bank adalah: (1). Menyediakan tempat
untuk menitipkan uang dangan aman (safe keeping
function) dan (2). Menyediakan alat pembayaran
untuk membeli barang dan jasa (transaction
function).

Bank Syariah

Dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan


yang dilarang syariah Islam, seperti menerima dan
membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi dan
perdagangan barang-barang yang dilarang syariah,
minuman keras misalnya.
Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk
mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsipprinsip Islam, Syariah dan tradisinya kedalam transaksi
keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islami itu adalah: (a).
Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi. (b).
melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan
perolehan keuntungan yang sah. (c). Memberikan Zakat.

Bank Syariah

Sepanjang praktek perbankan konvensional tidak


bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, bankbank Islam telah mengadopsi sistim dan prosedur
perbankan yang ada.
Bila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah, maka bank-bank Islam merencanakan dan
menerapkan prosedur mereka sendiri guna
menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan
prinsip-prinsip syariah Islam.
Untuk itu dewan syariah berfungsi memberikan advis
kepada perbankan Islam guna memastikan bahwa
bank Islam tidak terlibat dalam unsur-unsur yang
tidak disetujui oleh Islam.

Bank Syariah

Istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit dalam


Al-Quran. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu
yang memiliki unsur-unsur seperti struktur,
manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua
itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shadaqah,
ghanimah (rampasan perang), bai (jual beli), dayn
(utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang
memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran
tertentu dalam kegiatan ekonomi.
Lembaga-lembaga itu pada akhirnya bertindak
sebagai individu yang dalam konteks fikih disebut
syaksiyah al Itibariyah atau syaksiyah al manawiyah.

Bank Syariah

Dewasa ini muncul kesadaran bahwa bank syariah


merupakan solusi masalah ekonomi untuk
menghasilkan kesejahteraan sosial di negara-negara
Islam.
Upaya untuk memperkenalkan bank syariah saat itu
baru berupa diskusi terbatas atas inisiatif individu.
Upaya tersebut seperti tenggelam di tenggah besar
dan kuatnya sistim operasional bank-bank non-Islam.
Seolah-olah diskusi tersebut akan sia-sia belaka.
Sepertinya tidak ada celah yang memungkinkan
untuk mendirikan dan menerapkan sistim perbankan
syariah.

Sekilas Kelahiran Bank Syariah


di Indonesia

Kajian dan diskusi tentang Ekonomi dan Keuangan


Islam mulai mewacana pada dasa warsa 1980-an.
Dawam Rahardjo, A. M. Saefuddin dan Amin Aziz
adalah beberapa nama yang terlibat dalam kajian
tersebut.
Beberapa nama lembaga keuangan mikro seperti
Baitut Tamwil Salman ITB dan Koperasi Ridho
Gusti sempat mencuat sebagai kritalisasi gagasan
keuangaan Islam di era tersebut.
Namun lembaga keuangan di atas tidak berumur
panjang karena tidak didukung oleh sdm yang
memadai dan lebih tampak sebagai uji coba ( trial
and error).

Prakarsa MUI dalam mendirikan


Bank Syariah di Indonesia

Pada tanggal 18 -20 Agustus 1990 Majelis Ulama


Indonesia (MUI) menyelenggarakan Lokakarya tentang
Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor.
Hasil lokakarya tersebut dibahas secara lebih
mendalam dalam Munas MUI ke IV yang berlangsung di
Hotel Sahid Jaya di Jakarta tanggal 22- 25 Agustus
1990.
Munas tersebut mengamanatkan dibentuknya
Kelompok Kerja untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut, maka
lahirlah Bank Muamalat Indonesia yang akte
pendiriannya ditandatangani pada tanggal 1 November
1991. Pada waktu itu MUI memiliki saham 25%.

Keunikan Proses pendirian


Bank Syariah di Indonesia

Secara historis, keinginan untuk mendirikan bank Syairah


mula-mula berasal dari umat Islam, baik dari pakar dan kaum
intelektualnya maupun ulamanya yang tergabung dalam MUI.
Dari fase pengembangan wacana hingga berakhir dengan
pendirian secara konkret, arus pendukung utama adalah MUI
dan keum intelektual Muslim. Pada fase tersebut, tidak terlihat
peran dan dorongan dari pihak pemerintah baik dari Bank
Indonesia maupun Departemen Keuangan sebagai institusi
resmi.
Ketika BMI telah resmi berdiri pada tahun 1991 dan beroperasi
hingga tahun 1998, BI belum memiliki unit kerja yang secara
khusus mengatur dan mengawasi operasional perbankan Islam
tersebut.
BMI berdiri dan beroperasi berdasarkan konsep bank bagi
hasil, bukan bank Syariah

Keunikan Proses pendirian


Bank Syariah di Indonesia

Dengan proses kelahiran seperti itu, dapatlah


disimpulkan bahwa pendirian perbankan syariah
berasal dari bawah ke atas (down to top) dan bukan
dari atas ke bawah ( Top Down) seperti yang terjadi di
negara Malaysia dan di negara-negara Islam yang lain.
Karena itulah, maka MUI memiliki hubungan yang
sangat erat dengan perkembangan lembaga keuangan
Syariah pada periode-periode selanjutnya.
Dengan begitu MUI ingin selalu mengawal perjalanan
lembaga keuangan Syariah di tanah air agar
senantiasa istiqomah dalam kepatuhan terhadap
Syariah.

Anda mungkin juga menyukai