Kata bank dapat kita telusuri dari kata banque dalam
bahasa Prancis, dan dari banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi dasar yang ditunjukkan oleh bank komersial. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga. Dewasa ini peti bank berarti portepel aktiva yang menghasilkan (portfolio of earning assets), yaitu fortofolio yang memberi bank darah kehidupan bernama laba bersih setelah pengeluaran dan pajak.
Defenisi Bank
Pada abad ke 12 kata banco di Italia merujuk pada
meja, counter atau tempat usaha penukaran uang (money changer). Arti ini menyiratkan fungsi transaksi, yaitu penukaran uang atau dalam arti transaksi bisnis yang lebih luas yaitu membayar barang dan jasa. fungsi dasar bank adalah: (1). Menyediakan tempat untuk menitipkan uang dangan aman (safe keeping function) dan (2). Menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang dan jasa (transaction function).
Bank Syariah
Dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan
yang dilarang syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang yang dilarang syariah, minuman keras misalnya. Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsipprinsip Islam, Syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islami itu adalah: (a). Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi. (b). melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah. (c). Memberikan Zakat.
Bank Syariah
Sepanjang praktek perbankan konvensional tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, bankbank Islam telah mengadopsi sistim dan prosedur perbankan yang ada. Bila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, maka bank-bank Islam merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Untuk itu dewan syariah berfungsi memberikan advis kepada perbankan Islam guna memastikan bahwa bank Islam tidak terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.
Bank Syariah
Istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit dalam
Al-Quran. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shadaqah, ghanimah (rampasan perang), bai (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi. Lembaga-lembaga itu pada akhirnya bertindak sebagai individu yang dalam konteks fikih disebut syaksiyah al Itibariyah atau syaksiyah al manawiyah.
Bank Syariah
Dewasa ini muncul kesadaran bahwa bank syariah
merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di negara-negara Islam. Upaya untuk memperkenalkan bank syariah saat itu baru berupa diskusi terbatas atas inisiatif individu. Upaya tersebut seperti tenggelam di tenggah besar dan kuatnya sistim operasional bank-bank non-Islam. Seolah-olah diskusi tersebut akan sia-sia belaka. Sepertinya tidak ada celah yang memungkinkan untuk mendirikan dan menerapkan sistim perbankan syariah.
Sekilas Kelahiran Bank Syariah
di Indonesia
Kajian dan diskusi tentang Ekonomi dan Keuangan
Islam mulai mewacana pada dasa warsa 1980-an. Dawam Rahardjo, A. M. Saefuddin dan Amin Aziz adalah beberapa nama yang terlibat dalam kajian tersebut. Beberapa nama lembaga keuangan mikro seperti Baitut Tamwil Salman ITB dan Koperasi Ridho Gusti sempat mencuat sebagai kritalisasi gagasan keuangaan Islam di era tersebut. Namun lembaga keuangan di atas tidak berumur panjang karena tidak didukung oleh sdm yang memadai dan lebih tampak sebagai uji coba ( trial and error).
Prakarsa MUI dalam mendirikan
Bank Syariah di Indonesia
Pada tanggal 18 -20 Agustus 1990 Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menyelenggarakan Lokakarya tentang Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor. Hasil lokakarya tersebut dibahas secara lebih mendalam dalam Munas MUI ke IV yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya di Jakarta tanggal 22- 25 Agustus 1990. Munas tersebut mengamanatkan dibentuknya Kelompok Kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut, maka lahirlah Bank Muamalat Indonesia yang akte pendiriannya ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada waktu itu MUI memiliki saham 25%.
Keunikan Proses pendirian
Bank Syariah di Indonesia
Secara historis, keinginan untuk mendirikan bank Syairah
mula-mula berasal dari umat Islam, baik dari pakar dan kaum intelektualnya maupun ulamanya yang tergabung dalam MUI. Dari fase pengembangan wacana hingga berakhir dengan pendirian secara konkret, arus pendukung utama adalah MUI dan keum intelektual Muslim. Pada fase tersebut, tidak terlihat peran dan dorongan dari pihak pemerintah baik dari Bank Indonesia maupun Departemen Keuangan sebagai institusi resmi. Ketika BMI telah resmi berdiri pada tahun 1991 dan beroperasi hingga tahun 1998, BI belum memiliki unit kerja yang secara khusus mengatur dan mengawasi operasional perbankan Islam tersebut. BMI berdiri dan beroperasi berdasarkan konsep bank bagi hasil, bukan bank Syariah
Keunikan Proses pendirian
Bank Syariah di Indonesia
Dengan proses kelahiran seperti itu, dapatlah
disimpulkan bahwa pendirian perbankan syariah berasal dari bawah ke atas (down to top) dan bukan dari atas ke bawah ( Top Down) seperti yang terjadi di negara Malaysia dan di negara-negara Islam yang lain. Karena itulah, maka MUI memiliki hubungan yang sangat erat dengan perkembangan lembaga keuangan Syariah pada periode-periode selanjutnya. Dengan begitu MUI ingin selalu mengawal perjalanan lembaga keuangan Syariah di tanah air agar senantiasa istiqomah dalam kepatuhan terhadap Syariah.