Anda di halaman 1dari 13

Responsi Umum

SEORANG PASIEN DENGAN KOLESISTITIS


Oleh :
ILHAM HABIB DJARKONI (14014101127)
YUSNIA JAYANTI (1401410121)
JHONNY JANGKUP (150-135)
Masa KKM : 07 Desember 2015 14 Februari 2016
Supervisor Pembimbing:
dr. Eko Surachmanto, SpPD-KAI
Residen Pembimbing:
dr. Felix Satwika

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolesistitis adalah inflamasi kandung empedu yang terjadi paling sering
karena obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu. Kurang lebih 90% kasus
kolesistitis melibatkan batu pada duktus sitikus (kolesistitis kalkulus) dan
sebanyak 10% termasuk kolesistitis akalkulus.1
Kira-kira 10-20% penduduk Amerika memiliki batu empedu, dan
sepertiganya berkembang menjadi kolesistitis akut. Kolesistektomi untuk kolik
bilier rekuren atau kolesistitis akut adalah prosedur penatalaksanaan bedah utama
yang dilakukan oleh ahli bedah umum, dan kurang lebih 500.000 operasi
dilakukan per tahunnya.2
Insidensi terjadinya kolesistitis meningkat seiring pertambahan usia.
Penjelasan secara fisiologis untuk peningkatan insidensi tersebut belum ada.
Peningkatan insiden pada laki-laki usia lanjut dikaitkan dengan perubahan rasio
androgen-estrogen.2,3
Perempuan penderita kolelitiasis 2-3 kali lebih banyak daripada laki-laki,
sehingga lebih banyak perempuan yang menderita kolesistitis. Peningkatan kadar
progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan stasis cairan empedu, sehingga
penyakit kandung empedu meningkat kejadiannya pada wanita hamil. Sedangkan,
kolesistitis akalkulus lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut.2,3
Faktor resiko utama kolesistitis yakni kolelitiasis meningkat prevalensinya
pada orang Skandinavia, Indian Pima, dan Hispanik, namun menurun dan jarang
pada individu yang berasal dari sub-sahara Afrika dan Asia. Di Amerika Serikat,
penduduk kulit putih lebih sering terkena kolesistitis daripada penduduk kulit
hitam.2,3
Meskipun telah ditemukan berbagai modalitas terapeutik untuk kolesistitis
namun penyakit ini masih memiliki tingkat morbiditas dan tingkat mortalitas yang
cukup tinggi terutama pada orang lanjut usia meskipun data epidemiologis
penduduk di Indonesia belum dilakukan namun insidensi kolesistitis dan batu
empedu di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan Negara barat.1

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki laki Tuan AT, umur 58 tahun, pekerjaan swasta, tinggal di
Desa Kayuwatu Jaga IV, dengan pendidikan terakhir SMA, agama Kristen
Protestan, masuk melalui IRDM pada tanggal 15 desember 2015 dan selanjutnya
dirawat di Irina C2 BLU RSUP Prof. Kandou, dengan keluhan utama nyeri perut
kanan atas menjalar ke pundak dan punggung bagian belakang. Nyeri dirasakan
pasien sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan pada punggung dan
tulang rusuk yang terus menerus terutama bila bergerak.Lemah badan juga
dirasakan penderita dalam kurang lebih 1 bulan terakhir..Berat badan penderita
turun kurang lebih 15 kg dalam 6 bulan terakhir.Buang air besar sedikit dan jarang
dalam kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.Buang air kecil biasa.
Mual dan muntah juga dikeluhkan penderita 5 jam sebelum masuk rumah sakit,
frekuensi 2 x, isi cairan dan sedikit makanan. Demam, batuk, sakit kepala,
perdarahan gusi disangkal.Riwayat operasi batu empedu 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat masuk rumah sakit 3 minggu yang lalu dengan diagnosa
multiple mieloma, anemia dikarenakan malignancy, hiponatremia, hipokalemia,
post kolesistektomi, kista ovarium, pneumonia nosokomial.Riwayat penyakit
dahulu konstipasi dan asam urat sejak 3 tahun yang lalu.Riwayat hipertensi, DM,
jantung, paru, ginjal, hati disangkal.Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam
keluarga.Riwayat merokok dan alkohol disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 68 x/m, respirasi 28
x/m, suhu 36,3 C,tinggi badan 153 cm, berat badan 50 kg, IMT 21,3 Pada
pemeriksaan kulit didapatkan ekimosis, kulit hangat dan tidak ada edema pada
seluruh ekstremitas.Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis,
sklera ikterik, refleks cahaya positif, pupil bulat isokor 3 mm dan 3 mm, gerakan
bola mata aktif. Pada pemeriksaan telinga, liang telinga didapatkan lapang,
membran timpani intak, cairan tidak ada. Pada pemeriksaan hidung, deviasi
septum dan sekret tidak ada.Pada pemeriksaan mulut didapatkan bibir tidak

sianosis, gigi dalam batas normal, lidah beslag tidak ada, mukosa basah,
pembesaran tonsil tidak ada, faring tidak hiperemis.
Pada pemeriksaan leher, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
Pada pemeriksaan dada terlihat simetris, gerakan dinding dada kiri sama dengan
kanan, pada palpasi stem fremitus kanan sama dengan kiri, kompresi test positif,
nyeri tekan positif pada tulang iga kanan setinggi ICS III-IV, perkusi sonor pada
kedua paru, suara pernapasan vesikuler pada kedua paru, tidak ditemukan suara
napas tambahan pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan
iktus kordis tidak tampak, tidak teraba, batas jantung kanan di ruang antar iga ke
IV dari garis sternal kanan, batas jantung kiri 1 cm lateral di ruang antar iga V
midklavicula kiri. Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan simetris, pada palpasi
didapatkan datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, nyeri
tekan suprapubik tidak ada.Pada perkusi timpani, nyeri ketok angulus
costovertebrae tidak ada.Pada auskultasi bising usus normal.Pada pemeriksaan
anggota gerak, tidak ada tremor pada kedua tangan, tidak ada kelainan pada jari,
tidak ada edema, gerakan aktif menurun, kekuatan otot normal.Pada pemeriksaan
refleks fisiologis dan patologis tidak ditemukan kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 15-12-2015 didapatkan leukosit
11482/uL,eritrosit 4.64x106/uL, hemoglobin 15.73 g/dL, hematokrit 11.4 %,
trombosit 37.000 /uL, gula darah sewaktu 118 mg/dL, natrium 104 mEq/L,kalium
3.5 mEq/L, chlorida 11 mEq/L. Hasil laboratorium 15-12-2015 ureum 32 mg/dL,
creatinin 1.5 mg/dL. Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan EKG didapatkan
kesan sinus ritmik. Pada pemeriksaan radiologi Pada USG abdomen tanggal 1812-2015 didapatkan kesan penebalan dinding empedu,colon in loop tanggal 2812-2015 didapatkan kesan colon in loop normal.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan kolesistitis akut dan diagnosis banding
pielonefritis akut. Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9 % dengan drips
tramadol 1 ampul 20 tetes/menit, injeksi ranitidine dua kali satu sehari, injeksi
ciprofloxacin dua kali seratus milligram sehari,amlodipin 5 miligram pada pagi
hari dan paracetamol lima ratus milligram tiga kali sehari bila panas.

Pada hari perawatan pertama, didapatkan adanya nyeri perut kuadran


kanan atas. Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
150/80mmHg, nadi 76x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 36,3C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, terdapat nyeri tekan pada perut
dan iga kanan setinggi ICS III-IV. Pasien didiagnosis dengan kolesisititis akut dan
diagnosis banding pielonefritis akut . Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl
0,9 % dengan drips tramadol 1 ampul 20 tetes/menit, injeksi ciprofloxacin dua
kali seratus milligram sehari,amlodipin 5 miligram pada pagi hari dan paracetamol
lima ratus milligram tiga kali sehari bila panas.
Pada hari perawatan kedua, , didapatkan adanya nyeri perut kuadran
kanan atas. keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
140/80mmHg, nadi 76x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,6C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, terdapat nyeri tekan pada perut
dan iga kanan setinggi ICS III-IV. Pasien didiagnosis dengan kolesisititis akut dan
pielonefritis akut . Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9 % dengan drips
tramadol 1 ampul 20 tetes/menit, injeksi ciprofloxacin dua kali seratus milligram
sehari,amlodipin 5 miligram pada pagi hari dan paracetamol lima ratus milligram
tiga kali sehari bila panas
Pada hari perawatan ketiga, didapatkan adanya nyeri perut kuadran kanan
atas berkurang. keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
130/70mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,1C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, terdapat nyeri tekan pada perut
dan iga kanan setinggi ICS III-IV. Pasien didiagnosis dengan kolesisititis akut .
Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9 % dengan drips tramadol 1 ampul
20 tetes/menit, injeksi ciprofloxacin dua kali seratus milligram sehari,amlodipin 5
miligram pada pagi hari dan paracetamol lima ratus milligram tiga kali sehari bila
panas.
Pada hari perawatan keempat, didapatkan adanya nyeri perut kuadran
kanan atas berkurang. keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 130/80mmHg, nadi 76x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,5C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, terdapat nyeri tekan pada perut
dan iga kanan setinggi ICS III-IV. Pasien didiagnosis dengan kolesisititis akut .

Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9 % dengan drips tramadol 1 ampul
20 tetes/menit, injeksi ciprofloxacin dua kali seratus milligram sehari,amlodipin 5
miligram pada pagi hari dan paracetamol lima ratus milligram tiga kali sehari bila
panas.
Pada hari perawatan kelima, didapatkan adanya nyeri perut kuadran
kanan atas berkurang. keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 130/80mmHg, nadi 76x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,5C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, terdapat nyeri tekan pada perut
dan iga kanan setinggi ICS III-IV. Pasien didiagnosis dengan kolesisititis akut .
Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9 % dengan drips tramadol 1 ampul
20 tetes/menit, injeksi ciprofloxacin dua kali seratus milligram sehari,amlodipin 5
miligram pada pagi hari dan paracetamol lima ratus milligram tiga kali sehari bila
panas.
Pada hari perawatan keenam, didapatkan adanya nyeri perut kuadran
kanan atas berkurang. keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 130/80mmHg, nadi 76x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,5C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, terdapat nyeri tekan pada perut
dan iga kanan setinggi ICS III-IV. Pasien didiagnosis dengan kolesisititis akut .
Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9 % dengan drips tramadol 1 ampul
20 tetes/menit, injeksi ciprofloxacin dua kali seratus milligram sehari,amlodipin 5
miligram pada pagi hari dan paracetamol lima ratus milligram tiga kali sehari bila
panas.
Pada hari perawatan ketujuh, didapatkan nyeri pada punggung kanan
berkurang, pasien diperbolehkan rawat jalan dan disarankan untuk kontrol
kembali di poli penyakit dalam RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou tanggal 28-12-2015.
Keadaan umum pasien cukup, kesadaran compos mentis, tekanan darah
130/80mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36.5C pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, nyeri tekan berkurang pada
peurt kanan atas . Pasien didiagnosis dengan kolesistitis, Pengobatan pulang yang
diberikan tiga kali sehari, allopurinol 100 mgsatu kali dimalam hari, orbumin
(albumin)tiga kali sehari, durogesic patch (fentanyl transdermal), melphalan 8 mg

satu kali lima sehari (hari ke III), prednison 1 mg tiga tablet di pagi hari, dua
tablet disiang hari, tiga tablet dimalam hari (hari ke III).

BAB III
PEMBAHASAN
A. Diskusi
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat
akut, kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut
pada kandung empedu.Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai dengan
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.Lebih dari 90%
kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus.
Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori
terkait sebelumnya.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akalkulosa
akut). Sedikitnya 3 faktor berperan pada patogenesis kolesistitis yaitu peradangan
mekanis akibat peningkatan tekanan, peradangan kimiawi yang disebabkan
pelepasan lisolesitin karena kerja enzim fosfolipase pada lesitin empedu dan
peradangan bakteri.
Kolesistitis akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan
peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran
keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin
empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa.Lapisan mukosa
glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa
terpajan langsung ke efek detergen garam empedu.Prostaglandin yang dibebaskan
di dalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan
mukosa dan mural.Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat
mengganggu aliran darah kemukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri;
baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.1
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,

Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin


yang dihasilkan oleh organismeorganisme tersebut dapat menyebabkan
hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya
menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulosa terdapat pada 10% kasus.Sebagian besar kasus
ini terjadi pada pasien dengan keadaan pascaoperasi mayor nonbiliari, trauma
berat (misalkan kecelakaan lalu lintas), luka bakar luas dan sepsis. Faktor lain
yang turut berperan adalah dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung
empedu, gangguan pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri (misalnya
Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera).

B.

Manifestasi Klinis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas

dan pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis menjadi dasar yang sugestif. Gejala klinis bervariasi dari
radang ringan sampai bentuk gangren yang berat pada dinding kandung empedu.
Serangan akut sering merupakan eksaserbasi dari radang menahun. Keluhan
utama adalah nyeri perut yang hebat dan menetap di hipokhondrium kanan atau
epigastrium dan menyebar ke angulus scapula kanan dan bahu kanan dan jarang
sekali ke bahu kiri. Kadang kadang jika batu terletak di leher kandung empedu
atau di duktus, nyeri bersifat kolik. Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernafasan dalam dapat
ditemukan. Serangan nyeri sering didahului makan terlalu banyak terutama
makanan berlemak. Sering disertai mual dan perut kembung, tetapi jarang sampai
muntah. 1,3
Pada kasus ini, pasien awalnya merasakan nyeri di perut kanan atas dan
epigastrium. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Bersifat hilang timbul. Pasien juga
mengatakan senang makan makanan berlemak seperti daging dan makan utama 3
kali sehari (sebelum sakit). Disini pasien mengeluhkan nyerinya sering timbul
setelah makan. Nyerinya juga kadang-kadang menjalar sampai ke punggung
kanan. Pasien juga mengeluh nyerinya lebih memberat ketika disentuh pada

daerah yang nyeri. Disini pasien juga mengeluhkan adanya panas badan dan
masih dirasakan saat pemeriksaan di rumah sakit.
Pasien juga mengeluh warna kencingnya kemerahan seperti warna teh,
namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi.Tapi tidak ada kencing yang
bercampur darah atau nyeri saat kencing.Sehingga adanya batu saluran kencing
dapat disingkirkan.Frekuensi kencing dan volumenya juga normal. Pasien juga
mengeluh batuk sejak lama dan kadang keluar dahak berwarna kekuningan,
namun lebih sering susah untuk mengeluarkan dahak tersebut. Pasien juga
mengeluh sesak yang hilang timbul sejak 10 tahun yang lalu.Sesak ini semakin
meburuk ketika melakukan aktivitas. Selain itu pasien juga memiliki riwayat mata
berwarna kuning dan ketika masuk rumah sakit warna matanya kembali kuning,
namun kuning tidak ditemukan pada badan atau bagian tubuh yang lain. Keluhan
lain seperti rambut rontok, berat badan menurun drastis, pembesaran payuadara
atau gusi berdarah disangkal oleh keluarga pasien sehingga tanda-tanda sirosis
tidak ditemukan pada pasien. Adanya riwayat kekuningan maka patut dipikirkan
adanya suatu Jaundice yang dapat diakibatkan defek pada prehepatal, intrahepatal,
ataupun posthepatal. Apabila jaundice disebabkan oleh gangguan post hepatal
akibat obstruksi ductus biliaris ataupun duktus koledokus seperti pada kasus ini
yaitu akibat adanya batu empedu atau bisa juga karena pankreatitis obstruktif
maka kerap kali akan dirasakan nyeri ulu hati terutama saat makan disamping
terdapat riwayat kekuningan. Namun pada inspeksi abdomen tidak ditemukan
adanya Cullen sign dan grey turner sign sehingga pancreatitis obstruktif dapat
disingkirkan.
Berdasarkan hasil heteroanamnesis yang telah dilakukan kepada keluarga
pasien, didapatkan gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat
pada kolesistitits akut. Nyeri perut yang dirasakan pasien memang sudah 3
minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sering dirasakan setelah pasien makan
daging ayam atau babi. Pasien juga dikatakan sulit untuk menghindari makanan
berlemak. Pasien juga sempat mual namun tidak pernah muntah. Namun masih
diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya dalam
dugaan tersebut.

mengonfirmasi

C.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kolesisistits akut bisa didapatkan demam. Pergerakan

perut terbatas, nafas tertahan, distensi abdomen lokal dan otot dinding perut kanan
atas mengalami kekakuan.Pada pemeriksaan palpasi timbul nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen.Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu
yang tegang dan membesar, namun pada pasien ini tidak ditemukan.Inspirasi dalam
atau batuk sewaktu palpasi subkosta kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (murphy sign).Ketokan ringan pada daerah
subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas
lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan
bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan
rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan,selama tidak terdapat perforasi.

Pada pemeriksaan fisik status generalis terhadap pasien didapatkan


penderita masih terlihat (inspeksi) lemas sehingga hanya berbicara sedikit-sedikit
ketika ditanya.Suhu aksila juga meningkat.Pada inspeksi perut juga terlihat
adanya distensi pada perut.Tanda ikterus pada mata sudah tidak ditemukan lagi.
Saat dilakukan palpasi pada epigastrium dan perut kanan atas masih dirasakan
nyeri. Pasien juga berhenti bernafas ketika dilakukan penekanan pada daerah
nyeri (Murphy sign +).
Pada auskultasi dada didapatkan bunyi suara pernapasan vesikuler , tidak
ditemukan bunyi wheezing maupun rhonki.

D.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien kolesistitis ditemukan leukositosis lebih

dari 10.000/cmm dengan gambaran lekosit polimorfonuklear. Tes faal hati


menunjukkan serum bilirubin bisa meningkat ringan, serum aminotransferase juga
bisa meningkat ringan, tetapi biasanya kurang dari 5 kali batas normal.
Pemeriksaan alkali phosphatase biasanya meningkat pada 25% pasien dengan
kolesistitis.Pemeriksaan

enzim

amylase

dan

lipase

diperlukan

untuk

menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amylase juga dapat meningkat


pada kolesistitis.

BAB IV
KESIMPULAN
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat
akut, kronis, atau akut pada kronis.Kolesistitis akut merupakan peradangan akut
pada kandung empedu.Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai dengan
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.Lebih dari 90%
kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus.
Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori
terkait sebelumnya.
Penyebab tersering kolesistitis adalah adanya batu empedu (90%) dan
sisanya bukan karena batu empedu seperti infeksi (10%). Kolesistitis yang
disebabkan oleh batu empedu akan mengakibatkan stasis cairan empedu dan
peningkatan tekanan intraluminal. Selain itu hal tersebut juga berdampak pada
berkurangnya aliran darah ke mukosa sehingga akan terjadi kerusakan mukosa
kandung empedu dan akhirnya terjadi peradangan. Namun tidak tertutup
kemungkinan juga batu yang ada juga akan menimbulkan adanya infeksi.
Manifestasi klinis dari kolesistitis akut adalah adanya nyeri perut kanan
atas yang dirasakan hilang timbul dan dapat menjalar ke pungggung kanan.Nyeri
juga diperberat oleh makanan.pasien juga mengalami ikterus dan air kencingnya
berwarna kemerahan seperti the. Selain itu juga ada demam dan leukositosis pada
pemeriksaan laboratorium.Pasien juga sering merasa mual.Pada pemeriksaan
USG abdomen juga bisa ditemukan adanya batu.
Jika tidak tertangani kolesistitis akan menimbulkan komplikasi yang serius
seperti

empiema,

gangrene,

perforasi

dan

lain

sebagainya.

Untuk

penatalaksanaannya sendiri meliputi penghindaran terhadap makanan yang


beerlemak.Analgetik,

antibiotik,

agen

pengencer

batu

dan

terapi

pembedahan.Untuk prognosis dari penyakit ini, jika dilakukan terapi kausatif


seperti pembedahan prognosisnya cenderung baik, meskipun tidak tertutup
kemungkinan akan kambuh kembali.

Daftar Pustaka
1. F.X.Pridadi. Kolesistitis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
VI.Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI. Jakarta: 2014.
2. Norton J, Greenberger, Gustav Paumgartner . Harrisons Principles of internal
3.

Medicine - Disease Of the Gallbladder, McGraw-Hills. New York:2008


Strasberg, SM (26 June 2008). "Clinical practice. Acute calculous
cholecystitis". The New England Journal of Medicine 358 (26): 2804

11.doi:10.1056/NEJMcp0800929. PMID 18579815.


4. Greenberger N.J., Paumgartner G (2012). Chapter 311. Diseases of the
Gallbladder and Bile Ducts. In Longo D.L., Fauci A.S., Kasper D.L., Hauser
S.L., Jameson J, Loscalzo J (Eds), 'Harrison's Principles of Internal
Medicine,

18e.Retrieved

November

08,

2014

fromhttp://accessmedicine.mhmedical.com.ucsf.idm.oclc.org/content.aspx
5.

?bookid=331&Sectionid=40727107.
Friedman L.S. (2015). Liver, Biliary Tract, & Pancreas Disorders. In
Papadakis M.A., McPhee S.J., Rabow M.W. (Eds), 'Current Medical
Diagnosis

&

Treatment

2015. Retrieved

November

08,

2014

fromhttp://accessmedicine.mhmedical.com.ucsf.idm.oclc.org/content.aspx
?bookid=1019&Sectionid=57668608.
6. Demehri, FR; Alam, HB (15 October 2014). "Evidence-Based Management of
Common

Gallstone-Related

Emergencies". Journal

of

intensive

care

medicine.doi:10.1177/0885066614554192. PMID 25320159.


7. Singer, AJ; McCracken, G; Henry, MC; Thode HC, Jr; Cabahug, CJ
(September 1996). "Correlation among clinical, laboratory, and hepatobiliary
scanning findings in patients with suspected acute cholecystitis.". Annals of
Emergency

Medicine 28 (3):

26772.doi:10.1016/s0196-0644(96)70024-

0. PMID 8780468.
8. "Cholecystitis". Mayo Clinic. Mayo Clinic. 28 August 2014. Retrieved 13
November2014.

Anda mungkin juga menyukai