Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SKIN DEGLOVING
A. Defenisi
Skin degloving adalah suatu keadaan dimana jaringan kulit dan
subkutis tersobek secara paksa dari dasarnya yang berupa fascia sebagai
akibat trauma keras dan mendadak/shearing force. kelainan ini sering
dihubungkan dengan morbiditas yang tinggi, kasus ini merupakan masalah
yang penting dan perlu mendapat perhatian. Dalam pemeriksaan pertama
kasus dengan multipel trauma, kelainan degloving ini sering terlewatkan
terutama yang jenis closed degloving. Kalaupun kelainan ini terdiagnosis tapi
dalam hal penanganannya tidak cukup memadai, terutama dalam penilaian
vitalitas jaringan sering sulit (Smeltzer & Bare, 2002).
Akibat dari masalah ini dapat meningkatkan morbiditas bahkan dapat
menyebabkan kematian dan bila ditinjau dari segi biaya rumah sakit juga
meningkat. Perlu kiranya mengenal hal yang menyangkut patogenesis,
diagnosis dan penanganan dari degloving injury ini dalam menghadapi kasus
trauma di unit gawat darurat. Diharapkan dengan ini dapat dicegah
meningkatnya morbiditas maupun mortalitas yang seharusnya tidak perlu
terjadi (Price & Wilson, 2012).
Degloving merupakan gangguan pada kulit sedikit sampai luas dengan
variasi kedalaman jaringan yang disebabkan trauma ditandai dengan rusaknya
struktur yang menghubungkan kulit dengan jaringan dibawahnya ,kadang
masih ada kulit yang melekat dan ada juga bagian yang terpisah dari jaringan
dibawahnya. Degloving dapat juga berhubungan dengan permukaan pada
jaringan
lunak,
tulang,
persarafan
ataupun
vaskuler. Jika
trauma
menyebabkan kehilangan aliran darah pada kulit, maka dapat terjadi nekrosis.
Trauma
degloving
ini
seringkali
membutuhkan
debridement
untuk
longitudinal pada extremitas dan melingkar pada leher dan batang badan.
Struktur lain yang ada pada kulit yaitu kuku , folikel rambut , kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat (Zairin, 2011)
C. Etiologi
Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain
karena kecelakaan lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan
akibat dari olah raga seperti roller blade, sepeda gunung, acrobat dan skate
board. Trauma degloving ini mengakibatkan penurunan supplai darah ke
kulit, yang pada akhirnya dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving yang luas
dan berat biasanya diakibatkan oleh ikat pinggang dan ketika tungkai masuk
3
echimosis, ini terjadi pada trauma degloving tertutup (Smeltzer & Bare,
2002).
F. Penanganan
Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan
penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol
perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan
sekitar luka, debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut
nekrosis. Trauma degloving seharusnya di lakukan pencucian atau
debridemen dari benda asing dan jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan
dari luka. Bila lukanya kotor maka dilakukan perawatan secara terbuka
sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder, lukanya bersih dilakukan
penutupan luka primer
Pada trauma degloving tertutup sering tidak diketahui, dimana tidak
terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan terlepas dari jaringan
dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma dan cairan.
Pada degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematome atau insisi
kecil selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi untuk
mengeluarkan darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15 -800 ml
( rata-rata 120 ml ).
Sedang pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang mana terdapat avulsi
dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu debridement dari
benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor atau infeksi
dilakukan rawat terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder. Kulit
dari degloving luka yang terbuka dapat dikembalikan pada tempatnya seperti
skin graft dan dinilai tiap hari ,keadaan dari kulit tersebut. Jika kulit menjadi
nekrotik, maka dilakukan debridemen dan luka ditutup secara split thickness
skin graft.
Terapi degloving yang sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration
Template (DRT), yaitu pembentukan neodermis dengan cara Graft Epidermal.
Adapun tekniknya berupa Full Thickness Skin Graft (FTSG), Split Thickness
Skin Graft (STSG) , Pedical Flap atau Mikrovascular Free Flap. Penggunaan
DRT merupakan terapi terbaik untuk trauma degloving dan juga dapat
dipertimbangkan sebagai terapi, jika terdapat kehilangan jaringan sekunder
yang bisa menyebabkan avulsi.
Sebelum dilakukan FTSG dan STSG, diperlukan tindakan berupa
mempersiapkan daerah luka dengan Vacum Assisted Closure ( VAC ). Tiga
minggu setelah terapi VAC, maka pada daerah luka terjadi revascularisasi
disertai dengan terbentuknya jaringan granulasi sehingga siap untuk di graft.
Biasanya pada degloving yang luas, terjadi drainase yang berlebihan, resiko kontaminasi
bakteri yang luas dan cenderung menyebabkan luka yang avaskuler . Ketiga hal
tersebut mengakibatkan sukar sembuh pada luka yang telah dilakukan skin
graft. Oleh karena itu dengan VAC diharapkan drainase lebih terkontrol,
kontaminasi bakteri menurun serta terjadi stimulasi jaringan granulasi pada
dasar luka (Muttakin, 2008).
G. Prognosis
Bagian yang hilang pada degloving tidak dapat tumbuh kembali .Jika
terjadi kehilangan jaringan yang minimal, biasanya akan mengering dan
sembuh sendiri (Price & Wilson, 2012).
II. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks, yang
melibatkan respons vaskular, aktivitas seluler dan substansi mediator di daerah
luka. Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,
saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada jenis dan derajat
luka. Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap
atau fase yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadinya luka hingga sekitar hari kelima.
Dalam fase inflamasi terjadi respons vaskular dan seluler yang terjadi akibat
6
Granulasi
yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada dasar
luka dengan permukaan yang berbenjol halus (jaringan granulasi).
Kontraksi
Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka.
Proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF-beta (Transforming
Growth Factor-beta).
Re-epitelisasi
Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada
permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka mengisi
permukaan luka. EGF (Epidermal Growth Factor ) berperan utama
dalam proses ini.
Fase maturasi atau remodelling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung
berbulan-bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan yang lebih kuat dan
berkualitas. Pembentukan kolagen yang telah dimulai sejak fase
proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi menjadi kolagen
yang lebih matang.
Pada fase ini terjadi penyerapan kembali sel-sel radang,
penutupan dan penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan
kolagen yang berlebih. Selama proses ini jaringan parut yang semula
kemerahan dan tebal akan berubah menjadi jaringan parut yang
pucat dan tipis. Pada fase ini juga terjadi pengerutan maksimal pada
luka.
Selain pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan
kolagen oleh enzim kolagenase. Untuk mencapai penyembuhan yang
optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang
dipecah. Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penebalan jaringan parut atauhypertrophic scar , sebaliknya
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap
ini. Tahap ini terbagi atas: (Taylor & Ralph, 2012).
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari skin degloving, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
10
kesehatan
untuk
membantu
penyembuhan
kalsium,
pengkonsumsian
alkohol
yang
bisa
11
12
merasa
rendah
diri
terhadap
perubahan
dalam
13
14
a) Look (inspeksi).
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai
berikut :
(1) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
(2) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(3) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal)
(4) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(5) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu
dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal (3 5) detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal)
(4) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan
yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(5) Kekuatan otot (Carpenito, 1999) :
1
15
melakukan
pemeriksaan
feel,
kemudian
penunjang,
pemeriksaan
yang
penting
adalah
16
mikroorganisme
kultur
dan
test
sensitivitas:
terdapat
kerusakan
konduksi
saraf
yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
17
B. Diagnose Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien skin
degloving adalah sebagai berikut: (Wilikson & Ahern, 2012).
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, kerusakan jaringan kulit, stress/ansietas.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan kulit akibat
cidera.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
penurunan kekuatan dan kesadaran, serta kehilangan kontrol otot.
6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakadekuatan
intake dan output cairan.
8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi
tidak adekuat.
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang
ada.
18
Daftar Pustaka
19