Anda di halaman 1dari 29

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG BAYI LAKI-LAKI USIA 14 HARI


DENGAN STENOSIS PYLORUS

Oleh:
Eli Dwy Purbaningrum

G99141031

Syifa Marhattya Rizky

G99141035

Pembimbing:
dr. Guntur Surya Alam, SpB, SpBA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I

STATUS PASIEN
A.

ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama

: By. Ny HM

Umur

: 14 Hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Laweyan, Surakarta

Tanggal Masuk

: 8 September 2015

Tanggal Periksa

: 19 September 2015

No. RM

: 01313095

II. Keluhan Utama


Muntah setelah minum
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muntah setiap kali diberi minum
ASI. Keluhan ini terjadi sejak pasien berumur 8 hari. Muntah terjadi > 5x
sehari setiap setelah diberi minum. Muntah menyemprot, tidak berwarna
kehijauan dan tidak berdarah. Anus (+), mekonium keluar saat pasien
berumur 1 hari. BAK (+), demam (+), kejang (-).
Pasien lahir secara spontan saat perjalanan menuju RS DKT
Surakarta dengan APGAR score 5-7-8, BBL 1500 gram, pada usia
kehamilan 32 minggu. Karena keterbatasan sarana pasien kemudian
dirujuk ke Bagian Anak RSDM. Setelah dirawat selama 7 hari di Bagian
Anak RSDM, pasien dirujuk ke Bagian Bedah Anak RSDM karena
muntah (+), perut distensi (+), dan disuspek obstruksi outlet gaster. Saat
dirujuk ke Bagian Bedah Anak pasien telah terpasang infus dan selang
OGT.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal

Riwayat mondok
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

VI. Riwayat Kelahiran


Pasien lahir dari ibu G1P0A0 secara spontan. Paien lahir kurang bulan
yaitu saat usia kehamilan 32 minggu. Berat bayi lahir 1500 gram. Pasien
lahir dengan APGAR score 5-7-8.
VII. Riwayat Kehamilan
Riwayat Ibu ANC

: rutin di bidan setempat

Riwayat Ibu sakit saat hamil

: (+) tekanan darah tinggi sejak usia


kehamilan 28 minggu.

B.

PEMERIKSAAN FISIK
1.

Keadaan Umum
- Keadaan umum
- Derajat gizi

2.

Vital Sign:
-

3.

: lemah
: berat bayi lahir rendah (BBLR)

HR
RR
T
SiO2

: 142 x/menit
: 56 x/ menit
: 37,4 C
: 98%

Kulit
Ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-), ikterik (+)

4.

Kepala
Bentuk mesosefal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.

5.

Mata
Mata cekung (-/-) Oedema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-) ,
sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)

6.

Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi(-/-)

7.

Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)

8.

Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)

9.

Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-)

10. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak
meningkat
11. Toraks
Normochest, retraksi (+), gerakan dinding dada simetris
12. Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).

13. Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

Palpasi

: fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor/sonor.

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-)

14. Abdomen
Inspeksi

: distended (+)

Palpasi
Perkusi

: teraba massa (+) epigastrium


: Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)


15. Genitourinaria

: anus (+) normal, testis dan scrotum (+) normal.

16. Ekstremitas

: CRT < 2 detik, ADP teraba kuat, turgor kulit <2

Akral dingin

Oedema

C. ASSESSMENT I
Suspect obstruksi outlet gaster
D. PLANNING I
1. Puasa
2. OGT dipertahankan
3. Inf D5

RS 200cc/24jam

4. Pemeriksaan Lab Darah


5. Pemeriksaan Baby Gram
6. Pemeriksaan OMD
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Pemeriksaan laboratorium darah (16 September 2015) di RSUD Dr.


Moewardi
Pemeriksaan
Hematologi Rutin

Hasil

Satuan

Rujukan

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu
SGPT
Bilirubin Total
Bilirubin Direct
Bilirubin Indirect
Albumin
Creatinin
Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Calsium darah
Serologi Hepatitis
HBsAg

14.2
49
19.5
142
4.42

g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l

15.0 24.6
47 - 75
5.5 19.5
150 450
3.70 6.80

101
13
5.80
3.40
2.40
3.2
0.3
30

Mg/dl
u/l
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
g/dl
Mg/dl
Mg/dl

50-80
< 45
0.00 1.00
0.00 1.20
0.00 0.70
3.8 5.4
0.2 0.4
< 42

137
5.0
1.20

mmol/L
mmol/L
mmol/L

129 147
3.6 6.1
1.17 1.29

nonreactive

nonreactive

2. Pemeriksaan Baby Gram (15 September 2015) di RSUD Dr. Moewardi

Thorax AP (asimetris)
Kesimpulan : Cor dan pulmo tidak valid dievaluasi
Foto Abdomen:
Tampak cavum abdomen distended
Tampak gas gaster prominent dengan ujung cauda terproyeksi setinggi VL
5
Kesimpulan: Curiga obstruksi di distal gaster

3. Pemeriksaan OMD (17 September 2015) di RSUD Dr. Moewardi

Kesimpulan : menyokong partial obstruction outlet gaster


F. ASSESSMENT II
1. Stenosis pylorus
2. Trombositopenia
3. Hiperbilirubinemia
G. PLANNING II
1. Monitor vital sign
2. Puasa sementara OGT dialirkan
3. Transfusi trombosit 2 kolf (TS Anak)
4. Infus D5:D1/4NS 165kkal:66kkal 7,3cc/jam (TS Anak)
5. Cek lab rutin

6. Pro piloromiotomi

TINJAUAN PUSTAKA
PYLORIC STENOSIS
I.

PENDAHULUAN
Stenosis pilorus adalah terjadinya hipertrofi otot sirkuler pilorus
yang terbatas (jarang berlanjut ke otot gaster) yang menyebabkan obstruksi
fungsional gaster. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling umum dari
obstruksi usus pada bayi. Hal ini menyebabkan penyempitan kanal pilorus
oleh kompresi lipatan-lipatan longitudinal dari mukosa dan pemanjangan
pilorus.
Obstruksi apertura lambung menyebabkan muntah nonbilious dan
menyemprot. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah

lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1). Menurut teori, stenosis


pilorik hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan atau proses
degenerasi ganglion dan serabut saraf. Stenosis pilorus merupakan diagnosa
secara klinis, massa pilorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang
meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau
dengan meminum kontras larut air. [1,2,3,4]
Teknik pencitraan saat ini, terutama sonografi yang tidak invasif
dan akurat untuk mengidentifikasi stenosis pilorik hipertrofik infantil.
Pencitraan yang baik memberikan gambaran perubahan anatomi yang
terjadi pada pasien dengan kondisi ini sehingga dapat segera dirujuk untuk
mendapatkan penanganan bedah yang sesuai. [5]
Pada orang dewasa, stenosis pilorus merupakan penyakit yang
membingungkan dan jarang ditemukan. Apakah itu berasal dari stenosis

pilorus kongenital atau dari ulkus peptikum masih belum jelas. Kebanyakan
pasien dewasa dengan stenosis pilorus mempunyai temuan radiologik yang
sama dengan ulkus peptikum. [6]

Gambar 2: penyempitan outlet dari perut ke usus kecil


(disebut pilorus) yang terjadi pada bayi.
(dikutip dari kepustakaan 8)
II.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Stenosis pilorus hipertrofi terjadi pada sekitar 3:1.000 kelahiran
hidup di Amerika serikat, frekuensinya mungkin makin meningkat. Lebih
sering terjadi pada orang kulit putih keturunan Eropa Utara, jarang pada
orang kulit hitam dan orang asia. Laki-laki terutama anak pertama 4 kali
lebih sering daripada perempuan. Keturunan ibu dan pada tingkat yang lebih
sedikit dari keturunan bapak yang menderita stenosis pilorus berisiko lebih
tinggi untuk mengalami stenosis pilorus. Stenosis akan terjadi pada sekitar
20% laki-laki dan 10% perempuan keturunan ibu yang menderita stenosis
pilorus. Insidens stenosis pilorus terlihat meningkat pada bayi dengan
golongan darah B dan O. stenosis pilorus disertai dengan kelainan bawaan
lain seperti fistula trakeoesofagus. [ 9]

III. ETIOLOGI
Penyebab stenosis pilorus belum diketahui secara pasti tetapi berbagai
macam faktor telah dicurigai terlibat. Stenosis pilorus biasanya tidak tampak

pada saat lahir dan lebih konkordans pada kembar monozigot dari pada
dizigot. Innervasi otot yang tidak normal, menyusui, dan stress pada ibu
kehamilan trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula, peningkatan
prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksida sintase di pilorus, dan
hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan merupakan
fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung. Pemberian
prostaglandin E eksogen untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus
telah dihubungkan dengan stenosis pilorus; dan juga dengan gastroenteritis
eosinofilia dan trisomi 18, sindrom Turner, sindrom Smith-lemli Opitz dan
sindrom Cornelia de Lange . [9]
IV.

ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG


Secara embriologi Lambung tampak sebagai suatu pelebaran usus
depan berbentuk fusiformis pada perkembangan minggu keempat. Pada
minggu-minggu berikutnya, bentuk dan kedudukannya banyak berubah
akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai bagian dindingnya,
dan perubahan kedudukan alat-alat di sekitarnya. Perubahan kedudukan
lambung paling mudah dijelaskan dengan menganggap bahwa organ ini
berputar mengelilingi sebuah sumbu panjang dan sumbu anteroposterior.
Pada sumbu memanjangnya, lambung melakukan putaran 90 searah dengan
jarum jam sehingga sisi kirinya menghadap ke depan dan sisi kanannya
menghadap ke belakang. Oleh karena itu, nervus vagus kiri, yang semula
mempersarafi sisi kiri lambung, sekarang mempersarafi dinding depan,
demikian pula nervus vagus kanan mempersarafi dinding belakang. Selama
perputaran ini, bagian dinding lambung aslinya di belakang, tumbuh lebih
cepat daripada bagian depan, dan hal ini menghasilkan pembentukan
kurvatura mayor dan minor. [10]
Ujung sefalik dan kaudal lambung pada mulanya terletak di garis
tengah, tetapi pada pertumbuhan selanjutnya lambung berputar mengelilingi
sumbu anteroposterior, sehingga bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak
ke kanan dan ke atas, dan bagian sefalik atau bagian kardia ke kiri dan

sedikit ke bawah. Dengan demikian, lambung mencapai kedudukannya yang


terakhir, dan sumbu panjangnya berjalan dari kiri atas ke kanan bawah. [10]
Karena lambung menempel di dinding tubuh dorsal melalui
mesogastrium dorsal dan ke dinding ventral tubuh melalui mesogastrium
ventral, rotasi serta pertumbuhannya yang tidak proposional mengubah
kedudukan

mesentrium-mesentrium

ini.

Dengan

demikian,

rotasi

mengelilingi sumbu longitudinal menarik mesogastrium dorsal ke kiri,


sehingga menciptakan sebuah ruang, yang disebut dengan bursa omentalis
(sakus peritonealis minor), di belakang lambung. Rotasi ini juga menarik
mesogastrium ventral ke kanan. Ketika proses ini berlanjut pada minggu ke5 perkembangan, primordium limpa terbentuk sebagai proliferasi mesoderm
di antara dua lembaran mesogastrium dorsal. Dengan berlanjutnya rotasi
lambung, mesogastrium dorsal memanjang, dan bagian yang berada di
antara limpa dan garis tengah bagian dorsal membelok ke kiri dan menyatu
dengan peritoneum dinding abdomen posterior. Lembaran posterior
mesogastrium dorsal dan peritoneum di sepanjang garis penyatuan ini
berdegenerasi.

Limpa,

yang

selalu

mempertahankan

kedudukannya

intraperitoneal, kemudian dihubungkan dengan dinding tubuh di daerah


ginjal kiri oleh ligamentum lienorenalis dan ke lambung oleh ligamentum
gastrolienalis. Pemanjangan dan bersatunya mesogastrium dorsal ke dinding
posterior tubuh juga menentukan posisi akhir pankreas. Mula-mula organ ini
tumbuh ke dalam mesoduodenum dorsal, tetapi akhirnya kaudanya
memanjang ke mesogastrium dorsal. Karena bagian mesogastrium dorsal ini
menyatu dengan dinding tubuh dorsal, kauda pankreas terletak di daerah ini.
Begitu lembaran posterior mesogastrium dorsal dan peritoneum dinding
tubuh posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan ini, kauda
pankreas dibungkus posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan
ini, kauda pankreas dibungkus oleh peritoneum hanya pada permukaan
anteriornya dan karena itu terletak di posisi retroperitoneal. (Organ-organ,
semacam pankreas, yang mula-mula dibungkus oleh peritoneum tetapi

kemudian menyatu dengan dinding tubuh posterior sehingga menjadi


retroperitoneal disebut sebagai retroperitoneal sekunder. [10]
Pada umumnya berbentuk huruf L terbalik, huruf J atau
berbentuk silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus,
dan pylorus. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas
yang tegas secara makroskopis. Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis,
yaitu keadaan mukosa dan kelenjar. Cardia adalah bagian dari gaster di
mana oesophagus bermuara. Fundus ventriculi merupakan bagian sesudah
cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia. Bagian yang
terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus
ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri
menjadi duodenum. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut
antrum pyloricum. Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis
pyloricum. Muara pilorus ke dalam duodenum disebut orificium pyloricum,
dilengkapi oleh sphincter pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum
circulare pars muscularis. Antara corpus dan pylorus terbentuk suatu
lekukan di bagian kanan, disebut incisura angularis. [11]
Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan makanan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus
bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah
refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat
sfingter

pilorikum

terminal

berelaksasi,

makanan

masuk

kedalam

duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya


aliran balik isi usus kedalam lambung. [12]

Gambar 3: Anatomi gaster


(dikutip dari kepustakaan 13)

Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal,


lapisan otot sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu
terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos yaitu otot mukosa, yang
terletak di lapisan paling dalam dari mukosa.[14]

Gambar 4: Potongan melintang dari dinding usus


(Dikutip dari kepustakaan 15)

LOKALISASI
Holotopi: gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio
epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti
bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap tubuh.
Skeletopi: tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra
thoracalis 9. Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa

5. Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis


1.
Syntopi : facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral
abdomen dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari
hepar; sebagian dari gaster berada di bagian caudo-posterior hepar.
Facies dorsalis letak berbatasan dengan ;
Corpus pancreaticus, a.lienalis ;
Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ;
Di sebelah dorso-lateral terdapat lien.
Di sebelah caudal terdapat colon transversum.[11]

V.

Gambar 5: Lokalisasi gaster (dikutip dari kepustakaan 16)


PATOFISIOLOGI
Stenosis pilorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot
pilorus (otot longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan
antrum gaster. Kanalis pilorus menjadi panjang, dan dinding otot pilorus
mengalami penebalan, diikuti dengan penebalan dan edema dari mukosa.
Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi dilatasi dan menyebabkan
obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis pilorus hipertrofi
dapat bersifat multifaktorial. Faktor lingkungan dan herediter dipercaya
sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pilorus hipertrofi.
Faktor etiologik yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit Oksida
Sintase

(NOS),

innervasi

abnormal

dari

plexus

myenterikus,

hipergastrinemia infantile, dan paparan dari penggunaan antibiotik seperti


obat golongan makrolid. [2]
Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pilorus
hipertrofi karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non
adrenergik sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari
lambung dan pilorus menjadi hipertrofi sehingga menyebabkan disfungsi
lambung.[2]
Stenosis pilorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke
duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan
dimuntahkan kembali. Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung
cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan
tidak sampai ke duodenum. Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung
dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu
kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan bikarbonat.[1]
VI.

DIAGNOSIS
A. Gejala Klinis
Muntah tanpa empedu merupakan gejala awal stenosis pilorus.
Muntah bisa menyembur atau tidak pada awalnya, tetapi biasanya
progresif dan segera setelah makan. Muntah bisa setiap kali setelah
makan atau intermitten. Muntah biasanya mulai setelah umur 3
minggu, tetapi gejala muncul paling awal paling awal pada umur 1
minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi
akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus menerus
terjadilah kehilangan cairan, ion hydrogen dan klorida secara progresif,
sehingga menyebabkan alkalosis metabolik, hiperkloremik. Ikterus
yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil transferase terlihat
pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera membaik setelah
obstruksinya sembuh.[9]
Tiga gejala pokok yang penting:
1. Muntah proyektil dimulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat
bercampur darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat
perdarahan-perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya
pembuluh darah kapiler lambung.

2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini


disebabkan karena masukan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dan karena banyak muntah.
3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh
masukan yang kurang.[4]
Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik:
1.

Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas

2.

Teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.


[4]

Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pilorus. Massa ini


kenyal, bisa digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti
buah zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas
dan kanan umbilikus di midepigastrium di bawah tepi hati. Pada bayi
yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah makan, mungkin
ada gelombang peristaltik lambung yang terlihat berjalan menyilang
perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti
buah zaitun lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk
mempermudah pemeriksaan, tetapi biasanya tidak diperlukan. [9]

Gambar 6: Manifestasi klinik stenosis pylorus


(dikutip dari kepustakaan 9)

B.

Aspek fisik dan Pemeriksaan Laboratorium


1.
Darah rutin
Terdapat gambaran anemi, gambaran gangguan elektrolit
terutama pada tukak duodeni, yang disebabkan seringnya vomitus dan
menyebabkan kehilangan garam-garam Na, K, Cl, dan alkalosis.
Gangguan fungsi ginjal yang berat mungkin sebagai akibat stenosis
pilorus, dan pada dehidrasi akan didapatkan kenaikan kadar ureum
2.

dalam darah, oleh karena itu perlu pemeriksaan kadar ureum. [17
Histopatologi
Gambaran histopatologi pada beberapa bayi dengan IHPS
(Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis) akan terlihat jika tedapat
penebalan yang sangat berlebih pada mukosa. Biasanya gambaran
yang didapatkan hipertrofi

yang menonjol ke dalam antrum dari

lambung, penebalan dan pembengkakan pada mukosa. [5]

Gambar 7: Gambaran histopatologik pada IHPS (Infantile


Hypertrophic Pyloric Stenosis)
(Dikutip dari kepustakaan 5)
C.Pemeriksaan Radiologi
1.
Foto polos abdomen
Pada Radiografi abdomen bisa menunjukkan perut berisi cairan
atau udara, pada perut yang membesar, dapat menandakan adanya
obstruksi lambung. Adanya tanda pembesaran perut dengan incisura
yang melebar (caterpillar sign) dapat dilihat, dan dapat juga
menandakan adanya peningkatan peristaltik lambung pada pasien.

Jika pasien baru muntah atau terdapat nasogastric tube di dalam perut,
perut didekompresi dan hasil radiografi ditemukan normal. [18]

Gambar 8: posisi supine pada bayi


yang muntah menunjukkan
caterpillar sign dari hirperistalsis
lambung yang aktif
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 9: Abdominal roentgenogram


dari stenosis pylorus hipertrofi
(Dikutip dari kepustakaan 19)

2.

Foto MD (Maag Duodenum) atau Barium Meal


Berdasarkan penelitian MD atau barium meal dianggap sebagai
salah satu pemeriksaan radiologi untuk hipertrofi stenosis pilorik.
Pada temuan
hasil: [18]

radiografi dari foto MD dengan kontras didapatkan

a. Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat


dipercaya untuk memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh
karena hipertrofi stenosis

pilorus. [5,18]

b.
Elongasi pylorus. [18]
c. String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras
barium yang melapisi kanalis pylorus.[5,18]

Gambar 10: Gambaran string sign pada


hypertrophic stenosis pyloric
(dikutip dari kepustakaan 18)

d. Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum

berada di

lipatan sentral. Ketika kontras melewati pilorus maka kontras akan


mengisi mukosa bagian atas maupun bagian bawah yang
mengalami hipertrofi, sehingga dapat terlihat gambaran dua garis
yang paralel di area pilorus.[5,18]

Gambar 11: Gambaran double


track sign pada hypertrophic
stenosis pyloric
(dikutip dari kepustakaan 18)

e. Shoulder sign memberikan gambaran saluran pilorus yang


memanjang, penonjolan otot pilorus kedalam antrum. [18]
f. Beak sign
Pada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi hanya di
pintu masuk dari canalis piloricum.[18,19]

g. Mushroom sign. Indentasi dari duodemal bulb. Dasar dari mukosa


duodenum cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.[18]

Gambar 12: Hypertrophic pyloric


stenosis yang memberikan gambaran
mushroom sign.
(Dikutip dari kepustakaan 19)

3.

Pemeriksaan ultrasonografi
Ultrasonografi abdomen telah menggantikan pemeriksaan
barium dalam menegakkan diagnosis pada kasus yang sulit. [9] Ketika
seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis)
tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah hipokondrium
kanan, maka ultrasound digunakan untuk melihat penebalan dari otot
pilorus, dan mempunyai predictive value sampai 90%. Ultrasonografi
dilakukan dengan transduser 7,5 - 13,5 MHz-linear dengan posisi
supine pada anak. Ketika massa berbentuk olive telah teridentifikasi
dan ditemukan panjang canalis pyloricum lebih besar dari 17 mm dan
tebal dinding otot lebih besar dari 4 mm maka dapat dipastikan bahwa
diagnostiknya adalah HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis).[18,20]
Gambaran ultrasonografi pada stenosis pilorik hipertrofik adalah :
a.

Target sign pada potongan transversal dari pylorus [18]

Gambar 13: Gambaran ultrasonografi potongan Transversal pada


pasien dengan stenosis pilorik hipertrofik menunjukkan target sign dan
lapisan otot yang heterogen .
(Dikutip dari kepustakaan 18)

b.

Antral nipple sign


Sebuah prolaps mukosa kedalam antrum, yang menyebabkan
pseudomass.

Gambar 14: Gambaran ultrasonografi potongan longitudinal pada


pasien dengan stenosis pilorik hipertrofik menunjukkan penebalan
mukosa yang memberikan gambaran antral nipple sign.
(Dikutip dari kepustakaan 18)

4.

CT-SCAN abdomen

Gambar 15: CT-Scan abdomen dengan kontras potongan axial


pada pasien yang mengalami penebalan pada pylorus dan antrum
bagian distal (tanda panah).
(Dikutip dari kepustakaan 21)

Gambar 16: CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal,


tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal
(Dikutip dari kepustakaan 21)
VII.DIAGNOSIS BANDING
Adapun diagnosis banding dari hipertrofi stenosis pylorus adalah:
1.
Spasme pylorus
2.
Reflux gastro-esofagus
3.
Trauma serebral-meningitis
4.
Infeksi, seperti septikemi dan kelainan traktus urogenitalis.
Untuk memastikan diagnosis palpasi untuk meraba tumor yang
merupakan pylorus yang hipertrofi. Bila tumor sulit diraba pemeriksaan
dengan barium meal memastikan memberikan informasi yang konklusif. [4]
Bayi yang sangat reaktif terhadap rangsang dari luar, yang diberi makan
oleh perawat yang tidak berpengalaman, akan mengalami muntah pada
minggu-minggu pertama sehingga gejalanya mirip dengan stenosis pilorus.
Akalasia esophagus atau hernia hiatus biasanya menimbulkan muntah pada
minggu pertama setelah lahir dan dapat dibedakan dengan stenosis pilorus
dengan palpasi dan gambaran foto roentgen. Insufisiensi adrenal bisa

menyerupai stenosis pilorus, tetapi tidak adanya tumor yang bisa diraba,
asidosis metabolik, serta peninggian kalium serum dan kadar natrium urin
pada insufisiensi adrenal membantu dalam diferensiasi. Kesalahan
metabolisme kongenital (inborn errors of metabolism) bisa menyebabkan
muntah berulang dengan alkalosis (siklus urea) atau asidosis (asidemia
organic) dan letargi, koma, atau kejang. Muntah dengan diare mmemberi
kesan gastroenteritis, tetapi kadang-kadang penderita dengan stenosis
pilorus juga menderita diare. Meskipun jarang, refluks gastro-esofagus,
dengan atau tanpa hernia hiatus, dapat terancukan dengan stenosis pilorus.
Sangat jarang membran pilorus atau duplikasi pilorus bisa menyebabkan
muntah proyektil yang bisa terlihat dan pada kasus duplikasi suatu massa
yang bisa diraba. Stenosis pada duodenum proksimal sampai ampula
Vateri menyebabkan gambaran klinis yang sama dengan stenosis pilorus
tetapi mungkin tidak ada massa yang bisa diraba. [9]
VIII.PENATALAKSANAAN
1.

Perbaikan keadaan umum:


a.

b.

Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa


barium bila bayi dilakukan foto barium-meal
Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan
alkalosisnya. Transfusi darah dan atau plasma/albumin bila
terdapat anemia atau defisiensi protein serum.[4]
Pengobatan prabedah ditujukan langsung pada koreksi
cairan, asam basa, dan kehilangan elektrolit. Pemberian cairan
intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl, dalam 5-10%
dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar 3050 mEq/L. Terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi
mengalami rehidrasi dan kadar bikarbonat serum kurang dari 30
mEq/L, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah terkoreksi.
Koreksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea
pascabedah, yang mungkin merupakan akibat dari anastesi.
Kebanyakan bayi bisa berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam.

Muntah biasanya berhenti bila lambung kosong, dan kadangkadang saja bayi membutuhkan pengisapan nasogastrik.[9]
2.

Pembedahan
Prosedur bedah pilihan adalah piloromiotomi Ramstedt.
Prosedur ini dilakukan melalui insisi pendek melintang atau dengan
laparaskopi. Massa pilorus di bawah mukosa dipotong tanpa
memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.[9]

Gambar 17: Piloromiotomi Ramstedt


(Dikutip dari kepustakaan 5)
h

Munta
pasca
bedah

bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pilorus tempat insisi.
Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24
jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral
rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan. Muntah yang
menetap menunjukkan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna,
gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain. [9]
Pengobatan bedah stenosis pilorus adalah kuratif, dengan
mortalitas pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medik konservatif
(dengan memberikan makanan sedikit-sedikit, atropine) pernah
dilakukan pada masa lalu tetapi perbaikannnya lambat dengan

mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi balon cukup


berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima
sebagai terapi. [9]
IX.

PROGNOSIS

Setelah pembedahan bayi masih sekali-sekali muntah, sembuh


sempurna setelah 2-3 hari pasca bedah.[4]

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kusumadewi, Anny dkk. Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis.


Department of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin

2.

University: Makassar. 2008.


Singh, Jagvir. Pediatric Pyloric Stenosis. [ Cited on January 2013]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/

3.

Patel, Pradip. Pyloric Stenosis. In: Lecturer Notes Radiology. 2nd Edition.

4.

Penerbit Erlangga: Jakarta. 2009.Hal.240-241


Staf pengajar FKUI. Stenosis Pilorik Hipertrofi. Dalam: Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2008.

5.

Hal.102104.
Hernanz Marta and Schulman. Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis. In:
Upper Gastrointestinal Examination. Department of Radiology and
Radiological

Sciences,

Vanderbilt

University

Medical

Center;

6.

2003.p.319-331
Halpert, Robert. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Imaging 3 rd Edition.

7.
8.

Elsevier: Philadelphia. 2006.p.54


Anonym. [Cited On Januari 2013]. Available from: http://pedsurg.ucsf.edu/
Kaneshiro Neil K. Pyloric stenosis, Congenital hypertrophic pyloric stenosis;
Hypertrophic pyloric stenosis; Gastric outlet obstruction. [Cited On

9.

Januari 2013]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/


Wyllie, Robert. Stenosis pilorus dan Anomaly Lambung Konginital Lain.
Dalam : Nelson Ilmu Kesahatan Anak Edisi 15 Vol.2. EGC : Jakarta.

2000. Hal: 1305 1307.


10. Sadle, T.W. Stomach. In: Langmans Medical Embryology, 8 th Edition.
Montana.2000.p292-297
11. Datuk, Razak. Diktat Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2004. Hal:8-9
12. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Gangguan Lambung dan Duodenum.
Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th Edition.
EGC: Jakarta.2005. Hal: 417-418
13. Anonym. Anatomy. Dalam : Stomach. University of Tennessee Medical
Center in Knoxville.
14. Guyton, Arthur. General Principle of Gastrointestinal Function- Motility,
Nervous Control, and Blood Circulation. In: Texbook of Medical
Physiology 11th Edition. Elsevier Saunders: Philadelphia. 2006.p.771772
15. Anonym. Gastrointestinal System. [ Cited on January 2013]. Available from :
http://www.virtualmedicalcentre.com/
16. Brant, William. Abdomen and Pelvis. In: Fundamental of Diagnostic
Radiology, 3rd Edition. Lippincott: California.2007

Gambar
18:
Diagram
lambung
normal,

17. Hadi, Sujono. Stenosis Pilorus. Dalam : Gastroenterologi. PT.Alumni:


Bandung.2002. Hal: 232-234
18. R Reid, Janet. Imaging in hiperthropic pyloric stenosis. [ Cited on January
2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/
19. Weerakkody, Yuranga Dr. Amini Behrang Dr. Pyloric Stenosis. [Cited On
Januari 2013]. Available from: http://radiopaedia.org/
20. Frankel, Heidi.Hypertrophic Pyloric Stenosis (HPS). In: Ultrasound for
Surgeons. Landes Bioscience: USA.2004.p: 70-71
21. Horton, Karen. Current Role of CT In Imaging of The Stomach. [Cited On
Januari 2012]. Available from: radiographics.rsna.org/
22. Anonym. Texas Pediatric Surgical Associates. [Cited On Januari 2013].
Available from: www.pedisurg.com/ptewc/pyloric-stenosis.htm

Anda mungkin juga menyukai