OLEH :
Fedhi Khairi Asadi
H1A 009 050
PEMBIMBING :
BAB I
PENDAHULUAN
Selama operasi, selain pemantauan mengenai tanda vital tidak kalah pentingnya
untuk pemantauan posisi pasien, karena posisi pasien selama operasi kerap
menghasilkan perubahan fisiologis yang tidak diinginkan, seperti gangguan venous
return ke jantung atau desaturasi oksigen akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Posisi yang tepat membutuhkan kooperasi baik dari dokter anesthesia, dokter bedah,
maupun perawat untuk memastikan keamanan dan kenyaman pasien selama dilakukan
proses operasi. Selama operasi, pasien harus diposisikan dalam keadaan yang dapat
ditoleransi saat mereka sadar nantinya. Ahli bedah berharap untuk melakukan eksposur
yang optimal untuk prosedur yang mereka lakukan dan pasien tetap berada di posisi
yang sama untuk waktu yang lama, sehingga pencegahan komplikasi yang berhubungan
dengan posisi tersebut tidak terjadi, kalaupun terjadi, tentunya harus dapat ditangani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai macam manipulasi posisi dapat dilakukan selama tindakan operasi,
bergantung dari jenis dan tindakan operasi. Beberapa macam posisi tersebut antara lain :
1. POSISI SUPINE
Posisi supine adalah posisi pasien terbaring terlentang dengan kedua tangan dan
kaki lurus dalam posisi horizontal
a. Variasi Posisi Supine1
1. Pada posisi supine tradisional, pasien berbaring terlentang dan kepala disokong
dengan bantal. Lengan diletakkan disamping tubuh atau diregangkan pada papan
lengan.Tumpuan berat badan berada pada oksiput, pundak dan scapula, sacrum,
betis, dan tumit. Pada posisi ini lordosis lumbal yang normal dapat hilang, yang
bisa mengakibatkan nyeri punggung post operasi. Insidens terjadinya keluhan
nyeri post op ini dihubungkan dengan lamanya operasi.
Dengan bantal dibawah bahu, kepala dinaikkan diatas posisi atrium, sehingga
dapat mengurangi tekanan vena serebri.Posisi tubuh seperti ini lebih baik
dibanding posisi supine tradisional untuk pasien orang tua dan anak-anak yang
lebih besar. Posisi supine kontur ini harus selalu diawasi supaya venous return
dari ekstremitas bawah tidak mengalami obstruksi. Keuntungan dari posisi ini
terletak pada kenyamanan baik pasien sadar maupun tersedasi karena berat
badan lebih terdistribusikan, dan mengurangi tegangan pada panggul dan sendi
lutut.
4. Posisi supine dengan kaki tergantung (the Supine-Hanging leg position) dipakai
pada operasi yang melibatkan sendi lutut. Pada posisi ini pasien ditempatkan
pada ujung meja operasi, sehingga lutut tergantung di ujung meja.
dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi. Bahkan tumpuan yang
adekuat tidak dapat mencegah terjadinya trauma selama prosedur operasi
yang lama. Pengangkatan kepala dan pijatan kulit kepala ringan atau
menolehkan kepala dalam interval waktu yang teratur dapat mencegah
masalah tersebut diatas.
3. Pleksus brachialis mempunyai resiko terjadinya iskemik akibat tekanan dan
trauma akibat regangan. Bentuk yang paling sering dari trauma pleksus
brachialis pada anestesi umum disebabkan oleh peregangan saraf-saraf yang
berlebihan. Lengan pasien sering mengalami abduksi dan dirotasikan keluar
untuk memudahkan akses monitoring dan intravena. Dengan posisi lengan
yang terabduksi konstan, fleksi leher ke daerah kontralateral menyebabkan
pleksus brachialis tertekanan oleh caput humerus sebagai titik pivot dari
regangan sehingga neuropraksia dapat terjadi. Modifikasi dari posisi supine
dengan lengan yang berada dibawah kepala dapat menimbulkan trauma akibat
regangan dari pleksus brachialis bila dilakukan abduksi berlebihan atau jika
dilakukan pada fleksi anterior lengan, dan khususnya jika dikombinasikan
dengan rotasi leher kontralateral. Seorang ahli anestesi harus mewaspadai
adanya
pergerakan
berlebihan
selama
prosedur
pembedahan
untuk
Posisi Trendelenburg ringan sering digunakan pada insersi infus vena sentral,
dikarenakan vena jugularis kurang kolaps akibat peningkatan tekanan intaravaskuler.
Efek posisi Trendelenburg yang paling nyata pada sistem respirasi adalah adanya
interfensi mekanik pada gerakan dada dan pembatasan ekspansi paru. Dengan kepala
dan dada yang berada pada tingkat yang lebih rendah dari abdomen, maka berat organ
viscera abdomen akan menggangu pergerakan diafragma dan mengurangi volume paru.
Posisi head-down 10o menyebabkan penurunan tidal volume sebesar 3%, dimana posisi
Trendelenburg 20o atau 30o menyebabkan pengurangan sebesar 12%. Adanya
peningkatan yang berarti pada dead space fisiologis dapat dilihat pada pasien yang
diposisikan Trendelenburg 20o.Gradient end tidal darah CO2 arteri mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan posisi supine. Perubahan pada gas intapulmonar
dan distribusi darah pulmonal mungkin berhubungan dengan dead space fisiologis dan
perbedaan gradien CO2.
Perfusi serebral dapat dipengaruhi karena tekanan vena serebral mengalami
peningkatan akibat efek gravitasi.Perpindahan cairan serebrospinalis dari kanalis
spinalis ke kranial dapat mempredisposisi untuk terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial pada pasien. Pasien sehat yang diposisikan Trendelenburg 30o tidak
mengalami perubahan yang berarti atau hanya sedikit penurunan pada aliran darah arteri
serebral media yang mengakibatkan penurunan tekanan perfusi serebral ( CPP ).
Penurunan CPP mungkin merupakan hasil dari penurunan CO dan MAP dan
peningkatan tekanan vena sentralis.Selama tekanan darah dipertahankan, autoregulasi
serebral terpelihara dan oksigenasi serebral terjamin. Peningkatan tekanan vena
jugularis interna yang terjadi pada posisi head-down bersifat sementara, yang
berlangsung kurang dari 10 menit. Walaupun penurunan yang tidak berarti pada perfusi
serebral dan pengisian vena serebral yang sementara tidak memberikan efek samping
pada sisrkulasi serebral pada pasien dengan autoregulasi serebral yang normal,
sedangkan pada pasien dengan penyakit intrakranial dapat mengalami hipertensi
intrakranial.
Meskipun
demikian,
pasien
dengan
riwayar
refluks
plester perekat.
vena kava inferior. Dekatnya vena kava inferior ke bagian kanan memudahkan
penekanan oleh ginjal. Hal ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang lebih
besar daripada posisi lateral kiri.
Seperti semua posisi yang lain, hubungan posisi secara mekanik dengan
terbatasnya gerakan dada sehingga membatasi pengembangan paru dan menyebabkan
berkurangnya volume paru. Pada subjek sehat yang sadar, kapasitas vital pada posisi
lateral menurun hingga 10% jika dibandingkan dengan posisi duduk. Penurunan ini
disebabkan
terbatasnya
pergerakan
dinding
dada
dan
gangguan
pergerakan
hemidiafragma ipsilateral. Tidal volume dapat berkurang hingga 14%. Pada orang
dewasa yang sadar, penurunan FRC yang hampir sebesar 16% dapat dilihat ketika
subjek berubah posisi dari posisi duduk ke posisi lateral.
b. Komplikasi Posisi Lateral Dekubitus
1. Harus diperhatikan bahwa telinga bagian bawah ditempatkan dengan baik untuk
menghindari penekanan yang lama dan menimbulkan nekrosis.
2. Mata bagian bawah beresiko mengalami penekanan dan trombosis arteri retina
bila diposisikan berlawanan dengan penempatan kepala yang tepat. Penyanggah
yang tepat dan lembut dan perhatian yang lebih diperlukan untuk mencegah
trauma pada mata, telinga dan nervus fascialis bagian bawah.
3. Kulit yang berada pada daerah penonjolan tulang pada ekstremitas bawah,
khususnya kaki yang terletak di bawah, beresiko mengalami nekrosis akibat
penekanan selama penggunaan posisi dalam waktu lama. Sanggahan yang
adekuat sebaiknya diberikan di bawah pasien dan di antara kaki.
4. Kepala dan leher sebaiknya dielevasikan pada posisi netral secara adekuat untuk
menghindari tekanan dan regangan otot yang dapat menyebabkan nyeri leher
postoperative.
5. Trauma peregangan dapat mengakibatkan kerusakan mayoritas pada pleksus
brakhialis, kompresi merupakan penyebab utama dari trauma saraf pada posisi
lateral. Hal ini dapat terjadi ketika bahu bagian bawah serta lengan bersandar
pada dada dan menekan aksila pada posisi lateral tanpa putaran aksila.
5. POSISI PRONE
Posisi prone atau ventral decubitus digunakan terutama untuk akses operasi ke
fossa posterior dari tengkorak kepala, tulang belakang, bokong, dan area perirectal, dan
ekstremitas bawah. Posisi paling umum adalah pasien dengan kepala tertelungkup
dimana :
Bantalan busa atau jelly donut dapat digunakan untuk memproteksi mata
dan telinga.
Riwayat trauma leher, artritis cervical, atau riwayat operasi vertebra cervical
sebelumnya harus dicatat serta perkiraan pergerakan dari kepala dan leher
harus dinilai.
Stabilitas dari vertebra servikalis harus dinilai dan semua kekurangan harus
dicatat pada penilaian preoperasi. Adanya anomali cervical rib harus
dikesampingkan, sebab hal ini merupakan faktor predisposisi terjadinya
6. POSISI LITOTOMI
Posisi litotomi klasik sering digunakan selama operasi ginekologi, rektal, dan
urologi. Beberapa tipe posisi litotomi telah digunakan dan perbedaan utamanya terletak
pada derajat elevasi kaki, abduksi paha, dan penggunaan head down tilt. Pada pasien
pediatrik, variasi penggunaan biasanya dibatasi oleh tipe penyanggah kaki yang
tersedia. Bagian kaki pada meja operasi biasanya dipindahkan dan penyanggah kaki
difiksasi pada kedua sisi meja.4
Pada saat pasien dipindahkan hingga ke ujung meja untuk posisi litotomi setelah
induksi anestesi, sebaiknya disediakan sirkuit pernapasan dan kabel monitoring dengan
panjang yang adekuat. Panggul pasien sebaiknya diposisikan dekat dengan penyanggah
kaki dan kaki yang diabduksi, lutut difleksikan dan dielevasi pada derajat yang sesuai
dengan prosedur operasi. Lengan pasien sebaiknya difleksi pada dada, atau lebih sering
pada pasien yang lebih besar, disanggah dengan papan lengan lateral pada sisi meja
operasi. Sebuah penyanggah yang berupa gulungan kain dapat digunakan untuk
menghindari paparan pada perineum.
Ketersediaan penyanggah kaki yang tepat biasanya menentukan bagaimana kaki
diangkat nantinya. Kaki harus diistirahatkan pada posisi netral tanpa regangan atau
tekanan pada persendian manapun. Setiap penyanggah dihubungkan oleh sebuah besi
tipis yang dilekatkan disisi meja operasi. Kaki dapat diangkat pada daerah pergelangan
atau disanggah pada fossa popliteal atau pada betis. Penyanggah biasanya diposisikan
sesuai dengan tinggi, berat badan, dan usia pasien, dan perkiraan panjang lutut ke
pergelangan kaki dan panjang kaki. Penggunaan penyanggah kaki dapat menyebabkan
kompresi pada betis, merupakan predisposisi untuk berkembangnya sindrom
compartment, khususnya dalam jangka waktu yang lama.4
Walaupun beberapa komplikasi telah dilaporkan, termasuk rasa terbakar pada jari, low
back pain pada pasien post operasi, rhabdomiolisis, dan peningkatan kreatinin kinase
akibat kompresi otot betis dan iskemia, tidak ada satupun yang ditemukan pada anakanak.
Untuk prosedur yang cukup lama, penggunaan penyangga kaki yang ditempatkan pada
fossa poplitea atau betis sebaiknya dihindari.
Neuropati perifer dapat terjadi terutama pada pasien yang kurus dengan BMI lebih dari
20, diabetes mellitus dan penyakit vaskular perifer serta perokok.
Neuropati sciatik dapat terjadi pada pasien dengan operasi yang menggunakan posisi
litotomi. cedera nervus sciatik dapat terjadi melakui prosedur yang singkat. Mekanisme
perkembangan dari neuropraksia termasuk perubahan iskemik sindrom compartment
atau kompresi langsung pada saraf. Nervus sciatik dapat terkena kekuatan regangan
yang eksesif. Nervus peroneus communis dan cabang distalnya adalah nervus motorik
utama yang pada ekstremitas bawah paling sering terkena. Nervus peroneus communis
dapat terkompresi oleh bagian atas penyangga besi kaki ketika melewati kaput fibula
pada saat kaki ditempatkan pada sanggahan besi. Hal ini dapat ditambah dari tekanan
yang diberikan asisten bedah yang bersandar pada lutut pasien. Nervus saphenus dapat
terkompresi karena nervus ini berada pada bagian superfisial dekat dari malleolus media
pada saat kaki diletakkan.
Neuropati femoral dilaporkan dan diduga merupakan hasil dari abduksi yang berlebihan
dari paha dengan rotasi eksternal pada panggul sehingga menyebabkan iskemik pada
nervus femoralis karena terlipat pada ligamentum inguinal.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Bonnaig,Nicolas,etall.2014. ProperPatientPositioningandComplication
PreventioninOrthopaedicSurgery.JBJSVolume96ANumber13.
2. B, Pump et all. 2002. Effects of supine, prone, and lateral positions on
cardiovascular and renal variables in humans. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12069943
3. MA, Olympio et all. 2000. Emergence from anesthesia in the prone versus
supine position in patients undergoing lumbar surgery. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11020746
4. Association of Surgical Technologist. 2011. AST Standards of Practice for
Surgical
Positioning.
Available
at
http://www.ast.org/uploadedFiles/Main_Site/Content/About_Us/Standard
%20Surgical%20Positioning.pdf
5. Gerken, Sarah. 2015. Preventing Positioning Injuries: An Anesthesiologists
Perspectives.
Available
at
http://www.aaos.org/news/aaosnow/jan13/managing7.asp
6. JW Knight, David. Ravi Mahajan. 2004. Patient Positioning in Anasthesia.
Availableat:http://ceaccp.oxfordjournals.org/content/4/5/160.full.pdf+html