TINJAUAN PUSTAKA
1.1 KEHAMILAN
1.1.1 PERUBAHAN FISIOLOGIS SELAMA KEHAMILAN
Perubahan fisik selama kehamilan merupakan efek adanya perubahan
hormonal, efek mekanis uterus, peningkatan kebutuhan metabolik dan oksigen
oleh karena kebutuhan metabolik unit fetoplasenta, dan perubahan hemodinamik
yang berhubungan dengan sirkulasi plasenta. Semakin bertambah usia
kehamilan, beberapa perubahan tampak semakin signifikan, yang memiliki
implikasi penting dalam manajemen anestesi, khususnya pada kelahiran dengan
resiko tinggi.
Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Perubahan sistem kardiovaskuler terjadi dimulai sejak trimester pertama,
dan berlanjut hingga trimester kedua dan ketiga, berupa peningkatan cardiac
output kurang lebih 40% dibandingkan wanita tidak hamil. Peningkatan cardiac
output dimulai sejak lima pekan kehamilan dan mencapai level maksimumnya
pada usia kehamilan tiga puluh dua pekan, dan terus mengalami peningkatan
yang minimal hingga masa persalinan dan periode postpartum. Sekitar 20%
perubahan pada denyut jantung meningkat pada minggu keempat kehamilan.
Takiaritmia sangat umum dalam kehamilan oleh karena perubahan pada faktor
hormonal dan khususnya pada kehamilan trimester ketiga disebabkan hormonal
dan otonom.
Perubahan volume darah dan output jantung yang sering dikaitkan dengan
klinis dampaknya terhadap parturients yang telah seiring penyakit jantung,
namun mereka mungkin juga bisa berdampak pada parturients sehat. Banyak
pasien hamil mengeluh gejala sugestif penyakit kardiovaskular pada istilah ,
termasuk sesak napas, palpitasi, pusing, edema, latihan fisik yang kurang.
Seperti digambarkan dalam tabel 1.1, kehamilan memiliki banyak efek pada
jantung evaluasi, termasuk perubahan pada elektrokardiogram, radiograf dada
dan echokardiogram. Meskipun perubahan-perubahan kecil ini terjadi pada
wanita hamil yang sehat, gejala dan tanda-tanda seperti nyeri dada, pingsan,
aritmia parah, sistolik murmur lebih dari kelas 3, atau diastolik murmur
menandakan penyakit parah dan perlu penyelidikan lebih lanjut. Pengembalian
Perubahan
Amount (%)
Denyut jantung
Meningkat
20-30
Stroke volume
Meningkat
20-50
Cardiac output
Meningkat
30-50
Contractility
Variabel
Tetap
Tetap
Menurun
Sedikit menurun
Menurun
10
20
Midtrimester 10-15 mm Hg,
then rises
30
Perubahan Hematologi
Volume darah ibu mulai meningkat pada awal kehamilan akibat dari
perubahan dalam osmoregulasi dan sistem renin-angiotensin, menyebabkan
natrium retensi dan meningkatkan total tubuh air ke 8.5 L. Volume darah
meningkat hingga 45% sedangkan sel merah volume meningkat hanya 30%.
Perubahan peningkatan ini mengarah ke "anemia fisiologis" kehamilan. Namun,
transportasi oksigen tidak terganggu oleh anemia relatif ini karena tubuh ibu
mengkompensasi itu dengan peningkatan output jantung, peningkatan PaO2,
dan pergeseran rightward dalam kurva disosiasi oxyhemoglobin.
Keadaan hiperkoagulabilitas pada kehamilan, dengan peningkatan
kebanyakan faktor koagulasi (Tabel 1.2). Fibrinogen dan faktor VII meningkat,
sedangkan peningkatan faktor-faktor lain lebih rendah. Peningkatan faktor-faktor
koagulasi ini telah diverifikasi oleh thromboelastography dan mungkin adaptasi
pelindung untuk mengurangi risiko yang terkait dengan pendarahan akut yang
terjadi pada persalinan. Keadaan hiperkoagulabel ini dapat mengakibatkan
thromboembolism, yang merupakan penyebab utama kematian ibu. Jumlah
trombosit tetap sepanjang kehamilan, tapi itu mungkin sedikit berkurang di
trimester ketiga dengan peningkatan aktivitas in vivo. Jumlah trombosit
Change
II
Tidak berubah
VII
Meningkat +++
Meningkat
XI
Menurun
Fibrinogen
Meningkat +++
Platelets
Stabil
dari Birnbach DJ, Gatt SP, Datta S (eds): Textbook of Obstetric Anesthesia. New York,
Churchill Livingstone, 2000, p 41.
Sistem Respirasi
Untuk mengakomodasi peningkatan kebutuhan oksigen dan eliminasi
karbondiaoksida, maka selama kehamilan terjadi peningkatan volume respirasi
per menit dan pernafasan.
Perubahan yang paling mengesankan dalam dinamika paru-paru ibu
adalah penurunan kapasitas sisa fungsional (FRC), yang mungkin telah berubah
sebanyak 20% dari nilai-nilai prepregnancy. Ventilasi menit meningkat dengan
45%, akibat dari peningkatan tidal volume karena kecepatan pernapasan pada
dasarnya tidak berubah. Perubahan hormon dan peningkatan laju produksi
karbon dioksida menyebabkan peningkatan ventilasi. Progesteron meningkatkan
sensitifitas pusat pernapasan pada karbon dioksida. PaCO2 menurun sekitar 30
mm Hg pada minggu ke12 kehamilan, dan tetap pada tingkat ini selama sisa
kehamilan. Tidal volume meningkat sebesar 50%, di mana setengah dari
peningkatan ini terjadi selama trimester pertama. Pola pernafasan pada
parturient berubah; yaitu menjadi lebih diafragma selama kehamilan karena efek
dari rahim gravid dan pembatasan gerakan pada rongga toraks. Namun closing
kapasitas (CC), masih belum berubah.
Sistem Gastrointestinal
Tidak ada keraguan bahwa sistem pencernaan mengalami perubahan
anatomi dan fisiologis yang signifikan yang meningkatkan risiko aspirasi yang
terkait dengan anestesi umum. Progesteron merelaksasi otot polos; akibatnya,
mengganggu
esofagus
dan
usus
motilitas
selama
kehamilan.
Apakah
Parameter
Creatinine clearance
140-160 mL/min
90-110 mL/min
Urea
2.0-4.5 mmol/L
6-7 mmol/L
Creatinine
25-75 mol/L
100 mol/L
Uric acid
0.2 mmol/L
0.35 mmol/L
pH
7.44
7.40
Bicarbonate
18-22 mmol/L
23-26 mmol/L
Dari Birnbach DJ, Gatt SP, Datta S (eds): Textbook of Obstetric Anesthesia. New York,
Churchill Livingstone, 2000, p 37.
Gambar 1.2 Sirkulasi janin menunjukkan pola aliran darah mayor dan nilai saturasi
oksigen (angka yang dilingkari menunjukkan persentase saturasi). Ao, aorta; DA, ductus
arteriosus; DV, ductus venosus; IVC, vena cava inferior; Li, hepar; Lu, paru; P, plasenta;
PA, arteri pulmonar; PV, vena pulmonar; RA dan LA, atrium kanan dan kiri; RHV dan
LHV, vena hepatika kanan dan kiri; RV dan LV, ventrikel kanan dan kiri; SVC, vena cava
superior; UA, arteri umbilikal; UV, vena umbilikal. (From Birnbach DJ, Gatt SP, Datta S
[eds]: Textbook of Obstetric Anesthesia. New York, Churchill Livingstone, 2000, p 51.)
plasenta melalui tiga proses: difusi sederhana, transpor aktif, dan apinositosis.
Seberapa banyak transfer obat yang terjadi tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya berat molekul, ikatan protein, daya larut terhadap lemak, konsentrasi
obat yang diminum ibu, dan pH ibu dan janin. Hukum prinsip Fick transfer untuk
rasio obat dalam menembus membran:
di mana Q/t adalah laju difusi, K adalah koefisien difusi, A adalah luas permukaan
membran tersedia untuk pertukaran, Cm - Cf gradien konsentrasi antara sirkulasi
ibu dan janin , dan D ketebalan membran.
Molekul-molekul yang besar kemungkinannya untuk menyeberangi plasenta
adalah sangat kecil, tetapi molekul-molekul di bawah 500 daltons akan
menyeberang dengan mudah. Kebanyakan obat-obatan yang diberikan untuk
parturient memiliki berat molekul yang rendah; oleh itu, mereka dengan mudah
transfer ke janin. Obat-obatan dengan larut lemak tinggi juga mudah akan
menyeberangi plasenta. Zat-zat yang sangat terionisasi dengan larut lipid yang
tinggi (misalnya, nondepolarizing otot relaxants) memiliki transfer yang terbatas.
Derajat ionisasi obat ditentukan oleh persamaan Henderson-Hasselbalch:
dimana pKa adalah logaritma negatif dari konstanta disosiasi asam. pK a obat
adalah pH di mana itu adalah 50% terionisasi dan 50% tidak terionisasi.
Kebanyakan nilai pKa lokal anestesi berkisar dari 7.7 sampai 9.1, yang mendekati
nilai pH fisiologis. Perubahan pH darah ibu dan janin dapat mengubah tingkat
ionisasi obat dan transfernya plasental. Sebuah fenomena yang dikenal sebagai
"ion trapping" mungkin terjadi pada janin dengan asidosis karena nilai pH janin
rendah lebih cenderung pada ionisasi lokal anestesi dasar (misalnya, lidokain)
dan mungkin menjelaskan akumulasi obat-obatan pada janin yang terjadi fetal
compromise.
Setelah obat melintasi plasenta, pH janin dan protein binding mempengaruhi
disposisi obat. Tingkat ionisasi sangat mempengaruhi transfer obat karena hanya
bagian nonionized dari obat dapat menyeberangi plasenta.
Karena karakteristiknya yang unik, sirkulasi fetus memiliki pengaruh yang
kuat dalam distribusi obat. Setelah obat menembus plasenta, mereka masuk ke
8
sirkulasi fetus melalui vena umbilikus, kurang lebih 40% diantaranya melewati
hepar. Hepatic drug uptake pada janin menjadi salah satu metode perlindungan
diri janin dari efek yang tidak diinginkan beberapa obat pada sistem saraf pusat.
1.2 FARMAKOLOGI
Agen anestesi lokal yang diberikan pada ibu hamil meliputi dua golongan,
ester (procain, chloroprocaine) dan amida (lidocaine, bupivacaine). Procaine
memiliki kelebihan onset yang cepat, toksisitas yang rendah, dan dimetabolisme
dengan cepat (T pada wanita hamil 23 detik), dengan kerugian kemungkinan
terjadi alergi. Tetracaine lebih panjang masa kerjanya, namun kurang terlalu baik
dalam mengeblok sensoris, dan memiliki toksisitas yang tinggi. Golongan Amida
mampu memblok sensoris yang baik dengan dosis yang rendah, dan dengan
blok motorik yang minimal, memiliki durasi yang lebih lama, jarang menimbulkan
alergi. Namun pada golongan amida ini perlu berhati-hati, seperti pada
penggunaan bupivacaine yang memiliki efek kardiotoksik bila kurang hati-hati
disuntikkan pada vena, dengan dosis toksik 1 mg/kgBB intravena, dan dapat
terjadi takifilaksis setelah diberikan pengulangangan lidokain.
Efek toksisitas yang mungkin terjadi pada pasien, antara lain : (1) sistem
saraf pusat: perasaan mengantuk, mabuk, telinga berdenging, reaksi toksisitas
yang utama adalah kejang dan koma, (2) kardiovaskuler: irama jantung irreguler,
A-V blok, fibrilasi ventrkel, mengakibatkan penurunan cardiac output dan
cardiovascular collapse dengan cardiac arrest. Bila muncul gejala toksisitas
minor, dapat diterapi dengan pemberian oksigen, dengan kasus kejang, dapat
diberikan sodium pentotal 50 mg atau 10 mg i.v. Airway harus dilindungi dengan
intubasi endotrakea, paru-paru diberikan ventilasi oksigen 100% untuk menjamin
oksigenasi dan ventilasi, dan mensupport dengan vasopresor, terapi cairan, dan
cardiac massage bila diperlukan.
1.3 ANESTESIA
1.2.1 Nyeri Pada Persalinan
Persepsi nyeri melahirkan merupakan proses dinamis yang melibatkan
mekanisme peripheral sentral. Banyak faktor mempengaruhi derajat nyeri yang
dirasakan ibu saat melahirkan, termasuk kesiapan psikologis, dukungan
emosional, pengalaman masa lalu, ekspektasi proses melahirkan dari ibu, dan
Gambar 1.3. Jalur nyeri kelahiran menggambarkan jalur saraf yang bertanggung
jawab terhadap nyeri pada setiap stadium kelahiran dan tipe blok yang dapat
mengeblok transmisi impuls saraf untuk meredakan nyeri kelahiran. (Redrawn from
Eltzchig HK, Lieberman ES, Camann WR: Regional anesthesia and analgesia for
labor and delivery. N Engl J Med 348:319, 2003.)
10
Gambar 1.4 Distribusi dan intensitas nyeri saat melahirkan pada masing-masing
stadium kelahiran. Pada stadium awal kala I (A), nyeri menjalar ke dermatom T11
dan T12. Selama fase akhir kala I (B), nyeri juga menyebar ke dermatom T10 dan
L1. Pada kala II (C), distribusi dermatom kala I fase akhir, nyeri dirasakan seperti
tekanan pada bagian bawah punggung dan perineum dan bagian atas kaki.
Selama akhir kala II (D), nyeri berasal dari perineum. (Redrawn from Bonica JJ:
Obstetric Analgesia and Anesthesia. World Federation of Societies of
Anesthesiologists. Seattle, University of Washington Press. As modified by Bonica
JJ: The nature of pain in parturition. In Van Zundert A, Ostheimer GW [eds]: Pain
Relief and Anesthesia in Obstetrics. New York, Churchill Livingstone, 1996, p 32.)
non-reassuring
fetal
status,
cephalopelvic
disproportion,
anestesi
neuroaksial
memiliki
beberapa
keuntungan,
seperti
penurunan resiko kegagalan intubasi dan aspirasi dari isi lambung, menghindari
agen depresan, dan kemampuan ibu untuk tetap terjaga dan menikmati
pengalaman melahirkan. Regional anestesi juga disarankan untuk sesaria
karena adanya penurunan resiko kehilangan darah.
Spinal Anesthesia
11
dengan
penambahan
punggung,
penggunaan
obat-obatan
praoperasi
golongan
AINS
12
penelitian
menunjukkan hasil
yang sama
dengan
bupivacaine.
Bupivacaine dapat mengendap saat dicampur dengan zat basa, karena itu
sebaiknya diberikan dosis yang rendah (0.1 mEq/20 mL).
Kondisi intraoperatif dengan anestesi epidural dapat ditingkatkan jika
anestesi lokal ditambahkan fentanyl (50-100 g) atau sufentanil (10-20 g).
Clonidine juga umum digunakan sebagai penambah anestesi lokal epidural,
namun dapat menyebabkan sedasi, bradikardia, dan hipotensi.
Combined Spinal-Epidural (CSE)
Teknik CSE memberikan onset yang cepat of dense surgical anestesi while
allowing kemampuan untuk memperpanjang pengeblokan dengan epidural
kateter. Karena blok dapat dilengkapi sewaktu-waktu, anestetik lokal dengan
dosis yang lebih rendah dapat digunakan, sehingga dapat menurunkan resiko
high spinal block dan hipotensi. Masalah utama teknik CSE untuk seksio sesaria
adalah tidak dapat dilakukan tes kateter, kemungkinan terjadi kegagalan epidural
catheter setelah injeksi spinal, dan resiko peningkatan penyebaran obat spinal
yang sebelumnya diinjeksikan setelah dilakukan epidural catheter.
Continuous Spinal Anesthesia (CSA)
CSA memiliki banyak kelebihan potensial bila dibandingkan dengan teknik
single-shot spinal atau epidural. Teknik klasik membutuhkan penggunaan jarum
large-bore
epidural;
teknik
baru
menggunakan
32-gauge
microcatheter
13
seperti pasien dengan penyakit jantung, respirasi, obesitas yang tidak wajar, dan
neuromuskuler.
General Anesthesia
Walaupun anestesi umum untuk seksio sesaria mulai jarang digunakan,
namun
masih
diperlukan
untuk
beberapa
kondisi,
seperti
perdarahan,
menolak
dilakukan
anestesi
regional.
Anestesi
umum
memiliki
14
1.2.3
PRE-OPERATIVE
Tujuan:
1.
2.
3.
4.
pasca bedah.
5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang
diramalkan.
Waktu evaluasi
Pada kasus bedah elektif, evaluasi pra anestesi dilakukan beberapa hari
sebelum operasi. Evaluasi ulang dilakukan sehari menjelang operasi, selanjutnya
dilakukan lagi pada pagi hari menjelang pasien dikirim ke kamar operasi dan
evaluasi terakhir dilakukan di kamar persiapan Instalasi Bedah Sentral (IBS)
untuk menentukan status fisik ASA. Pada kasus bedah darurat, evaluasi
dilakukan pada saat itu juga di ruang persiapan operasi Instalasi Rawat Darurat.
Kunjungan Premedikasi
Hal-hal berikut dilakukan selama kunjungan premedikasi:
(ASA).
Persiapan preoperative yang relevan seperti mengoptimalkan penagganan
medis, fisioterapi dada preoperative dan latihan pernafasan, group dan crossmatch darah/atau produk darah.
15
pembedahan.
Peresepan obat-obatan premedikasi.
Test
Darah Lengkap
Elektrokardiografi
Chest X-ray
Indikasi
Anemia dan penyakit hematologik lainnya
Penyakit ginjal
Pasien yang menjalani kemoterapi
Penyakit ginjal
Penyakit metabolic misalnya; diabetes mellitus
Nutrisi abnormal
Riwayat diare, muntah
Obat-obatan yang merubah keseimbangan elektrolit
atau menunjukkan efek toksik dari adanya
abnormalitas elektrolit seperti digitalik, diuretic,
antihipertensi, kortikosteroid, hipoglikemik agent.
Diabetes Mellitus
Penyakit hati yang berat
Penyakit jantung, hipertensi atau penyakit paru
kronik
Diabetes Mellitus
Penyakit respirasi
Penyakit kardiovaskuler
Pasien sepsis
Penyakit paru
Pasien dengan kesulitan respirasi
Pasien obesitas
Pasien yang akan thorakotomi
Pasien yang akan operasi thorakotomi
16
Skreen koagulasi
10
Hasil pemeriksaan normal adalah valid selama period waktu, jarak dari yang
1 minggu ( FBC, ureum, creatinin, konsentrasi elektrolit, glukosa darah), 1 bulan
(ECG), sampai 6 bulan (chest X-ray). Pemeriksaan sebaiknya diulang dalam
keadaan berikut ;
ASA 3
ASA 4
mengancam nyawa.
pasien penyakit bedah dengan disertai dengan penyakit sistemik
ASA 5
ASA 6
Masukan Oral
17
Pemasangan Infus
Pemasangan infus bertujuan untuk menggantikan defisit cairan selama
puasa, koreksi deficit cairan prabedah, fasilitas vena terbuka untuk memasukkan
obat-obatan selama operasi, memberikan cairan pemeliharaan, koreksi deficit
atau kehilangan cairan selama operasi, koreksi cairan akibat terapi lain dan juga
untuk fasilitas darah.
Tabel 1.7 Pedoman untuk Puasa Preoperative
Usia pasien
< 6 bulan
6 bulan 5 tahun
> 5 tahun
Dewasa, jadwal
operasi pagi
Dewasa, jadwal
operasi siang
10 ml/kg
10 ml/kg
18
Jenis-jenis cairan infus untuk pemeliharaan atau pengganti puasa pra anestesi,
sesuai dengan indikasi dan usia pasien, adalah sebagai berikut :
a. Neonatus diberikan cairan Dextrose 5 % dalam NaCl 0,0225 %.
b. Anak-anak (<12 tahun), diberikan Dextrose 5 % dalam Nacl 0,45%.
c. Umur > 12 tahun, tidak ada indikasi pasti dapat diberikan cairan: kristaloid
atau campuran dextrose 5% dalam larutan kristaloid, misalnya: dextrose 5 %
dalam NaCl 0,9% dalam ringer dan dalam ringer laktat.
d. Penderita diabetes mellitus diberikan cairan Maltose 5% dalam ringer.
Terapi Cairan
Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan sebelumnya,
kebutuhan maintenance dan luka operasi seperti pendarahan. Dengan tidak
adanya intake oral, deficit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya
pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible losses yang
terus menerus dari kulit dan paru. Kebutuhan maintenance normal dapat
diperkirakan dari tabel 1.8.
Tabel 1.8 Kebutuhan Maintenance Normal
Berat Badan
10kg pertama
10 kg berikutnya
Tiap kg di atas 20kg
Kadar (mL/kg/jam)
4
+2
+1
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami
deficit cairan karena durasi puasa. Deficit bisa dihitung dengan mengalikan
kebutuhan cairan maintenance dengan waktu puasa.
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya : (1) Meredakan kecemasan dan ketakutan, (2) Memperlancarkan
induksi anesthesia, (3) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, (4)
Meminimalkan jumlah obat anestetik, (5) Mengurangi mual-muntah pasca bedah,
(6) Menciptakan amnesia, (7) Mengurangi isi cairan lambung, (8) Mengurangi
reflex yang membahayakan.
19
3
4
Jenis Obat
Sedatif:
Diazepam
Difenhidramin
Promethazin
Midazolam
Analgetik Opiat
Petidin
Morfin
Fentanil
Analgetik non opiat
Antikholinergik:
Sulfas atropine
Antiemetik:
Ondansetron
Metoklopramid
Profilaksis aspirasi
Cimetidin
Ranitidine
Antasid
Pemberian
premedikasi
dapat
Dosis (Dewasa)
5-10 mg
1 mg/kgBB
1 mg/kgBB
0,1-0,2 mg/kgBB
1-2 mg/kgBB
0,1-0,2 mg/kgBB
1-2 g/kgBB
Disesuaikan
0,1 mg/kgBB
4-8 mg (iv) dewasa
10 mg (iv) dewasa
Dosis disesuaikan
diberikan
secara
(a)
suntikan
Scope
20
1.2.4
Tubes
Airways
Tapes
Introducer
C
S
Connector
Suction
DURANTE OPERATIVE
21
22
1. Jalan Nafas
Bertujuan untuk mempertahankan keutuhan jalan nafas, dapat dilakukan
dengan cara memantau secara ketat jalan nafas yang dianestesi dengan teknik
sungkup atau intubasi trakea. Pada pola nafas spontan, pemantauan dilakukan
melalui gejala/tanda sebagai berikut: terdengar suara nafas patologis, gerakan
kantung reservoir terhenti atau menurun, tampak gerakan dada paradoksal.
Pada nafas kendali tekanan inflasi terasa berat, tekanan positif inspiratif
meningkat.
2. Oksigenasi
Oksigenasi dipastikan untuk kadar zat asam di dalam udara/gas inspirasi dan
di dalam darah. Dilakukan terutama pada anestesia umum inhalasi. Memeriksa
kadar oksigen gas inspirasi, dilakukan dengan alat pulse oxymeter yang
mempunyai alarm batas minimum dan maksimum. Oksigenasi darah, diperiksa
secara klinis dengan melihat warna darah luka operasi dan permukaan mukosa,
secara kualitatif dengan alat oksimeter denyut dan pemeriksaan analisis gas
darah.
3. Ventilasi
Untuk memantau keadekuatan ventilasi. Diagnotik fisik dilakukan secara
kualitatif dengan mengawasi gerak naik turunnya dada, gerak kembang
kempisnya kantong reservoar atau auskultasi suara nafas. Memantau end tidal
23
CO2 terutama pada operasi lama, misalnya bedah kraniotomi. Sistem alarm, jika
ventilasi dilakukan dengan alat bantu nafas mekanik, dianjurkan dilengkapi alat
pengaman (sistem alarm) yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda yang
terdengar jika nilai ambang tekanan dilampaui. Analisis gas darah, untuk menilai
tekanan parsial CO2. Pemantauan ini dilakukan terutama pada kasus bedah
saraf, bedah torak-kardiovaskuler dan kasus-kasus/pasien lain yang berisiko
tinggi.
4. Sirkulasi
Bertujuan untuk memastikan fungsi sirkulasi pasien adekuat. Dilakukan
dengan menghitung denyut nadi secara teratur dan sering dengan stetoskop
prekordial (pada bayi dan anak) atau secara manual pada orang dewasa.
Mengukur tekanan darah secara non invasif mempergunakan tensimeter airraksa, diukur secara teratur dan sering. Mengukur tekanan darah secara invasif,
EKG dan disertai dengan oksimeter denyut. Pemantauan ini dilakukan pada
pasien resiko tinggi anastesia atau bedah ekstensif dan dilakukan secara
kontinyu selama tindakan berlangsung. Produksi urin, ditampung dan diukur
volumenya setiap jam terutama pada operasi besar dan lama. Mengukur tekanan
vena sentral dengan kanulasi vena sentral untuk menilai aliran darah balik ke
jantung, hal ini dikerjakan pada kasus resiko tinggi.
5. Suhu Tubuh
Bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh. Apabila dicurigai atau
diperkirakan akan atau ada teradi perubahan suhu tubuh, maka suhu tubuh
harus diukur secara kontinyu pada daerah sentral tubuh melalui esofagus atau
rektum dengan termometer khusus yang dihubungkan dengan alat pantau yang
mampu menayangkan secara kontinyu.
1.2.5
PASCA OPERATIVE
24
Kelompok I
Pasien
yang
mempunyai
risiko
tinggi
gagal
nafas
dan
goncangan
25
reaksi alergi yang mungkin terjadi, (b) Tindakan pembedahan yang dikerjakan,
penyulit-penyulit saat pembedahan, termasuk jumlah pendarahan, (c) Jenis
anestesia yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi termasuk jumlah
cairan infus yang diberikan selama operasi, dieresis serta gambaran sirkulasi dan
respirasi, (d) Posisi pasien di tempat tidur, (e) Hal-hal lain yang perlu mendapat
pengawasan khusus sesuai dengan permasalahan yang terjadi selama anestesia
operasi, (f) Apakah pasien perlu mendapat penanganan khusus di ruang terapi
intensif (sesuai dengan instruksi dokter).
4. Ruang pulih
Ruang pulih adalah ruangan khusus pasca anestesia/bedah yang berda di
kompleks kamar operasi yang dilengkapi dengan tempat tidur khusus, alat
pantau, alat/obat resusitasi, tenaga terampil dalam bidang resusitasi dan gawat
darurat serta disupervisi oelh Dokter Spesialis Anestesiologi dan Spesialis
Bedah.
Syarat-syarat ruang pulih: (a) Berada dalam kompleks kamar operasi atau
satu atap dengan kamar operasi dan satu koridor, (b) Ruangan cukup memadai
untuk 4-6 tempat tidur, (c) Jarak tempuh dari masing-masing kamar operasi ke
ruang pulih kurang lebih lima menit, (d) Dilengkapi dengan tempat tidur khusus,
penerangan yang cukup dan tempat cuci, (e) Dilengkapi dengan alat pantau, alat
dan obat resusitasi, (f) Personilnya terampil dalam bidang resusitasi, dengan
jumlah minimal satu orang untuk dua tempat tidur.
Tujuan perawatan pasca anestesia/bedah di ruang pulih:
Memantau secara kontinyu dan mengobati secara cepat dan tepat masalah
bisa
membahayakan
dirinya
sendiri.
Penyebab
gaduh
gelisah
pascabedah adalah; (a) Pemakaian ketamin sebagai obat anesthesia, (b) Nyeri
yang hebat, (c) Hipoksia, (d) Buli-buli yang penuh, (e) Stres yang berlebihan
prabedah, (f) Pasien anak-anak, seringkali mengalami hal ini.
Penanggulangannya, disesuaikan dengan penyebabnya.
b. Respirasi
Parameter respirasi yang harus dinilai pasca anestesia tertera pada tabel
1.11. Apabila dalam penilaian dalam tabel tersebut dijumpai tanda-tanda
insufisiensi respirasi, segera dicari penyebabnya sehingga dengan cepat
dilakukan usaha untuk memulihkan fungsinya.
Tabel 1.11 Parameter Monitoring Respirasi
Parameter
Suara nafas paru
Frekuensi nafas
Irama nafas
Volume tidal
Kapasitas vital
Inspirasi paksa
PaO2 pada FiO2 30%
PaCO2
Normal
Sama pada kedua paru
10-35x/menit
Teratur
Minimal 4-5 ml/kgBB
20-40 ml/kgBB
-40 cmH2O
100 mmHg
30-45 mmHg
27
Sumbatan bisa terjadi pada daerah: Supra laring (lidah jatuh ke hipofaring, air
liur, bekuan darah dan isi lambung akibat muntah atau regurgitasi), Laring (benda
asing, spasme, edema dan kelumpuhan pita suara), Infra laring (trakeo-malasia,
aspirasi benda asing, dan spasme bronkus).
Usaha penanggulangannya disesuaikan dengan penyebabnya.
Tanpa alat
Tiga langkah jalan nafas
Posisi miring stabil
Sapuan pada rongga mulut
Dengan alat
Pipa oro/nasofaring
Pipa orotrakea
Alat isap
Depresi sentral: paling sering akibat efek sisa opiate, di samping itu bisa
:2
:1
:0
Denyut jantung
Denyut jantung normal berkisar 55-120v/menit, dengan irama yang
teratur.
Sebab-sebab gangguan irama jantung:
28
Takikardia,
disebabkan
oleh
hipoksia,
hipovolemia,
akibat
dengan penyebabnya.
Bradikardi, disebabkan oleh blok subarakh noid, hipoksia (pada bayi)
dan reflex vagal. Penanganannya disesuaikan dengan penyebab,
bebat dilonggarkan.
d. Fungsi ginjal dan saluran kencing
Perhatikan produksi urin, terutama pada pasien yang dicurigai risiko tinggi
gagal ginjal akut pasca bedah/anestesia. Pada keadaan normal produksi urin
mencapai > 0,5 cc/kgBB/jam, bila terjadi oliguri atau anuri, segera dicari
penyebabnya, apakah pre renal, renal, atau salurannya. Penanggulangannya
tergantung dari penyebabnya.
e. Fungsi saluran cerna.
Kemungkinan terjadi regurgitasi
anestesia/bedah,
terutama
pada
atau
kasus
muntah
bedah
pada
akut,
periode
pasca
senantiasa
harus
diantisipasi.
Untuk mengantisipasi hal ini, pencegahan regurgitasi atau muntah lebih
penting artinya daripada menangani kejadian tersebut. Akan tetapi bila terjadi
penyulit seperti ini, maka tindakan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk
menguasai jalan nafas.
Walaupun demikian, kemungkinan terjadi aspirasi asam lambung senantiasa
mengancam. Bila hal ini terjadi, pasien dirawat secara intensif di unit terapi
intensif karena pasien akan mengalami ancaman gagal nafas akut.
29
Aktivitas motorik
Pemulihan
aktivitas
motorik
pada
penggunaan
obat
pelumpuh
otot,
berhubungan erat dengan fungsi respirasi. Bila masih ada sisa efek pelumpuh
otot, pasien mengalami hipoventilasi dan aktivitas motorik yang lain, juga belum
kembali normal.
Petunjuk yang sangat sederhana untuk menilai pemulihan otot, adalah menilai
kemampuan
pasien
untuk
membuka
mata
atau
kemampuan
untuk
30
Masalah nyeri
Trauma akibta luka operasi sudah pasti akan menimbulkan rasa nyeri. Hal ini
harus disadari sejak awal dan bila pasien mengeluh rasa nyeri atau ada tandatanda pasien menderita nyeri, segera berikan analgetika.
Diagnosis nyeri ditegakkan melalui pemeriksaan klinis berdasarkan pengamatan
perubahan perangai, psikologis, perubahan fisik, antara lain pola nafas, denyut
nadi dan tekanan darah, serta pemeriksaan laboratorium yaitu kadar gula darah.
Intensitas nyeri dinilai dengan visual analaog scale (vas) dengan rentang nilai
dari 1 sampai 10 yang dibagi menjadi: (1) Nyeri ringan ada pada skala 1-3, (2)
Nyeri sedang ada pada skala 4-7, (3) Nyeri berat ada pada skala 8-10.
Pedoman penangggulangan nyeri pasca bedah menggunakan konsep analgesia
preemptif, melalui pendekatan trimodal dengan analgesia balans, yaitu:
1
blok epidural.
Menekan pada proses modulasi dengan mempergunakan preparat
narkotika secara sistemik yang diberikan secara intermiten atau tetes
kontinyu atau diberikan secara regional melalui kateter epidural.
sama
dipasang
kateter
epidural
untuk
mengendalikan
nyeri
31
1
2
3
Respirasi
1
2
3
Tekanan darah
1
2
3
Kesadaran
Warna kulit
1
2
3
1
2
3
Kriteria
Mampu menggerakkan 4
ekstremitas
Mampu
menggerakkan 2
ekstremitas
Tidak
mampu
menggerakkan ekstremitas
Mampu nafas dalam dan
batuk
Sesak
atau
pernafasan
terbatas
Henti nafas
Berubah sampai 20 % dari
pra bedah
Berubah 20-50% dari pra
bedah
Berubah > 50% dari pra
bedah
Sadar baik dan orientasi baik
Sadar setelah dipanggil
Tak ada tanggapan terhadap
rangsang
Kemerahan
Pucat agak suram
Sianosis
Nilai
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
Nilai Total
Saat masuk
32
Selanjutnya dilakukan penilaian setiap saat dan dicatat setiap lima menit
sampai tercapai total nilai 10. Nilai untuk pengiriman pasien adalah 10.
3
4
5
spesialis
33
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Iva Nur Anita
Usia
: 24 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Alamat
:Jl. Sawahan No. 3 / Sanan RT 01/08
Tlogowaru - Malang.
Berat Badan
: 54 kg
Register
:1208401
Dirawat di
: Ruang 8
Tanggal dilakukan Anestesi
: 19 Maret 2012
Lama anestesi
Jenis pembedahan
: SCTP
Jenis anesthesia
2.2.2.
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
obstruksi.
: S1-2 single reguler, TD 120/80, N: 72x/m
: GCS 456, RC +/+
: Produksi urine (+) 30 ml/jam, Douer Cath (+)
: Bising usus (+), TFU sesuai usia kehamilan
: Akral hangat, edema (-/-), CRT<2 detik
2.2.3.
Pemeriksaan Laboratorium Pre-Operasi 19 Maret 2012
- Darah Lengkap :
34
Leukosit
Hb
Hematokrit
Trombosit
- Faal Hematostasis
PPT
APTT
: 9.000/l
: 9.6 gr/dl
: 28.1%
: 211.000/l
:
: 10.6 detik
: 27.1 detik
35
2.3.4. Hemodinamik
140
120
100
80
60
Sistolik
40
Diastolik
Nadi
20
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
2.4 POST-OPERATIVE
2.4.1.
Pemeriksaan Fisik Post Operasi
B1
: Airway Paten, nafas spontan, RR 20 x/mnt, Rh (-), Wh (-),Airway,
B2
B3
B4
3 x 10 mg
Inj
3 x 30 mg
2.4.2.
ketorolac
Monitoring
Cek tensi, nadi dan nafas setiap 5 menit selama di RR
Bila muntah, kepala dimiringkan, head down dan suction aktif
Bila masih kesakitan, hubungi PPDS anestesi
Pindah ruangan jika Aldrete score > 8 dan tidak terdapat nilai 0
36
BAB III
PEMBAHASAN
Pada tanggal 19 Maret 2012, pasien Ny. I, wanita berusia 24 tahun
datang ke UGD RSSA Malang atas rujukan bidan puskesmas dengan postdate
42-43 minggu T/H dan panggul sempit relatif. Pada pasien ini akan dilakukan
tindakan SCTP.
Persiapan pre operasi sebelum tindakan operasi sangat penting untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan anatestesi. Pada pasien ini evaluasi
preanestesi dilakukan beberapa jam sebelum tindakan operasi dilakukan karena
pasien ini merupakan pasien SC emergency. Penilaian kondisi medis pasien
dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang berkaitan.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi abnormalitas yang tidak
muncul pada anamnesa. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien in meliputi
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, serta suhu
dan semuanya di batas normal. Dilakukan juga pemeriksaan airway, jantung dan
paru-paru. Tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan oleh pihak Obgyn
didapati floating head, panggul sempit relative dan oligohidramnion.
Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan anemia dengan
nilai hemoglobin 9.6 gr/dl. Anemia yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh
adanya perubahan hematologi pada ibu hamil berupa peningkatan volume darah
hingga 45% sedangkan sel merah volume meningkat hanya 30%. Perubahan
peningkatan ini mengarah ke "anemia fisiologis" kehamilan. Namun kondisi ini
bukan kontraindikasi dilakukannya tindakan regional anestesi, sub arachnoid
blok.
Pemeriksaan penunjang lain untuk pasien ini adalah Fetal Non-Stress
Test (NST) dan didapati terjadinya fetal compromise yang bisa membahayakan
nyawa janin.
Dari evaluasi pre operasi, didapatkan diagnosis G1P0000Ab000 gr 42-43
minggu T/H + Fetal Compromised + Oligohidramnion + Panggul sempit relatif +
floating head, dapat disimpulkan bahwa tidak didapatkan kelainan bermakna
37
pada pasien ini yang dapat mengganggu proses anestesi, pasien digolongkan
dalam kategori Mallampati 1. Menurut American Society of Anaesthesiologist
(ASA), status fisik pasien ini bisa diklasifikasikan sebagai ASA 2 yaitu pasien
dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang. Pada pasien ini disarankan
untuk dilakukan Regional Anestesia-Sub Arachnoid Block. Inform consent juga
telah dilaksanakan.
Pemilihan spinal anestesia sebagai teknik anestesi pada pasien ini
berdasarkan pertimbangan bahwa pasien dalam kondisi emergensi, khususnya
bagi janin yang compromised, yang membutuhkan tindakan operasi segera,
sehingga membutuhkan onset cepat dari pemberian anestesi, yang juga memiliki
resiko paling minimal bagi pasien dan janin. Spinal anastesi memiliki onset yang
cepat dan mengeblok neural secara penuh. Obat yang digunakan dapat
diberikan dengan dosis yang rendah, sehingga dapat meminimalisir resiko
terjadinya toksisitas anestesi lokal, dan meminimalisir transfer obat ke janin,
terlebih, kegagalan spinal anestesia lebih jarang terjadi. Sehingga, teknik RASAB menjadi pilihan utama bagi pasien obstetrik yang akan melakukan seksio.
Sebelum dilakukan anestesi, pasien diberikan premedikasi berupa
pemberian injeksi Metoclopramide 10 mg dan injeksi Ranitidine 50mg.
Metoclopramide digunakan sebagai anti emetik dan untuk mengurangi sekresi
kelenjar. Sedangkan Ranitidine yang merupakan H2 antagonist berfungsi dalam
mencegah terjadinya stress ulcer akibat peningkatan asam lambung yang
berlebihan pada pasien pre operasi. Premedikasi dilakukan 1 hingga 2 jam
sebelum induksi anastesi.
Teknik anestesi spinal dimulai dengan memposisikan pasien dengan
kondisi duduk, meluruskan punggung, tapi tetap dalam keadaan tidak tegang,
dan menundukkan kepala. Lokasi injeksi diberi antiseptik, dengan savlon atau
dengan betadine. Kemudian di infiltrasi lokal dengan lidokain 5%.di area L4-5
dengan menyusuri krista iliaka. Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino
catheter ukuran 27 gauge, barbotage (+), dan cairan serebrospinal (+), kemudian
diinjeksikan morfin 0.1 mg bersama dengan bupivacaine 0.5% heavy 12.5 mg.
Kemudian dilakukan pengecekan area sensoris, motoris dan tanda-tanda
38
39
urin, dinyatakan normal dengan produksi urin yang positif (200 cc). Sementara itu
fungsi saluran cerna dimonitor dari kemungkinan terjadinya regurgitasi atau
muntah pada periode pasca anestesia atau bedah, pada pasien tidak didapatkan
kedua hal tersebut. Kategori selanjutnya adalah monitoring aktivitas motorik
dengan menilai kemampuan pasien untuk membuka mata dan menggerakkan
anggota gerak, dimana pada pasien kemampuan kemampuan membuka mata
positif, dan kemampuan anggota kemampuan gerak anggota yang terblok
anstesi masih negatif. Pemantauan terakhir adalah pemantauan posisi yang
perlu diatur di ruang pulih, dimana seharusnya pada pasien blok spinal
diposisikan terlentang dengan elevasi kedua tungkai dan bahu (kepala), namun
pada pasien, tidak diposisikan seperti itu.
Ketika tiba di RR Obg, dilakukan pemeriksaan 6B dan didapatkan hasil
sebagai berikut. Pada B1 didapatkan nafas spontan, dengan O2 3 liter/menit dan
respiratory rate 20 kali/menit. Pada B2 didapatkan tekanan darah 120/80 mmHG
dengan nadi 84 kali/menit dan terpasang infus NS drip oksitosin 20 IU. Pada B3
didapatkan kesadaran pasien dengan GCS 456. Pada B4 didapatkan terpasang
Downey Catheter dengan produksi urin sebanyak 250 cc. Pada B5 didapatkan
luka operasi bersih, kontraksi uterus (+) dan tidak didapatkan muntah. Pada B6
didapatkan akral pasien hangat dan tidak didapatkan anemia. Selain itu juga
didapatkan hasil pemeriksaan darah lengkap (post-operasi) dengan leukosit
17.900/l, Hb 11,9 gr/dl, hematokrit 34,9%, dan trombosit 209.000/l. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami leukositosis yang mungkin
dikarenakan sebagai respons inflamasi dari tindakan operatif sedangkan kadar
hemoglobin mengalami perbaikan dengan didukung keadaan klinis pasien yang
tidak lagi anemis.
40
DAFTAR PUSTAKA
Eveline. Anesthesia for the Pregnant Patient. University of Chicago.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
kedua. Jakarta : Universitas Indonesia.
Miller RD, Eriksson LI, Fleisher LA, Wiener JP, Young WL. 2009. Millers
Anesthesia 7th ed. US : Elsevier
Mangku Gde, Senapathi TGA. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Jakarta : Macanan Jaya Cemerlang.
Wlody D. 2003. Complications of Regional Anesthesia in Obstetrics. Sept: 2003
vol 46, number 3, 667-678.
LAPORAN KASUS
41
Oleh:
Lovita Meika Savitri
0710710019
0710710039
0710714008
Pembimbing:
dr. Buyung Hartiyo Laksono, SpAn
42