DAFTAR ISI............................................................................................................ 1
BAB I...................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN...................................................................................................... 2
1.1.
Latar Belakang............................................................................................. 2
1.2.
Tujuan Pembelajaran.................................................................................... 2
BAB II..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN........................................................................................................ 6
1.
Jawab:................................................................................................................. 6
2.
3.
4.
5. Apa aja anamnesis dan pemeriksa fifik tambahan yang diperlukan pada skenario?.......12
6. TB Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penanganan benjolan
pada leher?......................................................................................................... 13
7.
8.
9.
BAB III................................................................................................................. 46
PENUTUP............................................................................................................. 46
3.1. Simpulan....................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 47
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada Semester 5 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakata, kami mendapatkan mata kuliah sistem Onkologi. Dalam modul
ketiga pada Sistem Onkologi kami mempelajari konsep dasar penyakit-penyakit sehingga seseorang
dapat terjadi benjolan pada leher.
Ada berbagai alasan mengapa seseorang dengan benjolan pada leher datang berobat. Karena
apabila terdapat benjolan pada leher dan itu terasa sakit maka itu menjadi masalah besar bagi
kebanyakan orang.
Dalam PBL modul ketiga ini yaitu mengenai benjolan pada leher. Kelompok kami
mengharapkan agar pembaca dapat lebih mengerti menjelaskan semua aspek tentang penyakit
infeksi, yaitu dasar anatomi, histology dan fisiologi dari infeksi, patomekanisme terjadinya infeksi,
mikroba penyebab infeksi, kelainan sel, jaringan, dan cairan tubuh akibat infeksi, dasar pertahanan
tubuh terhadap infeksi, serta cara penularan dan pencegahan infeksi.
memperoleh
pembelajaran tentang anatomi, histologi dan fisiologi, KGB dan hubungan dengan infeksi dan
neoplasma.
b. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat
1. Menjelaskan anatomi dan KGB leher, thyroid, dan anatomi jaringan leher.
2. Menjelaskan Fisiologi KGB dan thyroid
3. Menjelaskan diagnose banding benjolan pada leher
4. Menjelaskan faktor risiko terjadinya karsinoma tiroid
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 2
1.4.
menyelesaikan 5 langkah dari 7 langkah yang ada. Berikut laporan dari hasil yang telah kami
dapatkan :
Skenario 1
Perempuan 27 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan ada benjolan di leher kiri,
berkelompok. Benjolan ini dirasakan agak sakit terutama bila ditekan. Riwayat sakit tb paru dan batukbatuk lama disangkal.
Kalimat sulit
-
Tidak ada
Perempuan 27 tahun
pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Dalam langkah ke-3 ini beberapa pertanyaan yang telah didapat
dari langkah ke-2 telah ditemukan inti jawabannya.
Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar ilmiah,
mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan pemahaman dan
penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya akan dipersentasikan dan
disajikan untuk dibahas bersama.
LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada pertemuan kedua dan kami telah
menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya. Semua anggota
kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada saat belajar mandiri.
Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
Nama : Tito Syahjihad
NIM : 2012730114
1.
Fascia cervicalis
Struktur struktur di leher di kelilingi oleh lapisan jaringan subkutan dan di bagi bagi oleh lapisan
lapisan fascia cervicalis
-jaringan subkutan cervical dan platysma
Jaringan subkutan leher :adalah suatu lapisan jaringan ikat berlemak yang terletak di antara dermis kulit
dan fascia investiens pada fascia cervicalis profunda .jaringan tersebut biasanya lebih tipis daripada
jaringan region lain, terutama di anterior .jaringan mengandung saraf kulit ,pembuluh darah ,dan
pembuluh limfatik , nodi limpatic superfacialis dan banyak lemak
Di sisi posterior, otot-otot splenius memperpanjang leher dan membantu untuk mempertahankan postur
tegak. Otot-otot ini melekat pada vertebra dan tengkorak.
Infeksi bakteri : Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta hemolitikus
Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis dan
penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-ovarian.
Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati dibandingkan
dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obatobatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas,
hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac). Obat-obatan dapat
menyebabkan limfadenopati generalisata.
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher, seperti setelah
imunisasi DPT, polio atau tifoid.
Kelainan kongenital
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa
benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah
usia dewasa. Pada kelainan ini, benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau
kanan bagian atas, namun ada pula di tengah-tengah bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil dan bisa
juga hampir sebesar bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher antar lain adalah
hygroma colli, kista branchial, kista ductus thyroglosus.
a
Hygroma colli
Merupakan kelainan bawaan lahir akibat adanya gangguan saluran limfe, biasanya muncul sejak
lahir dan mungkin bertambah besar dengan bertambahnya usia bahkan bisa sampai seukuran
bola tenis atau lebih. Benjolan ini biasanya agak lunak.
Kista branchial
Sama seperti kista ductus thyroglosus yang juga berisi cairan. Letaknya paling sering dijumpai
pada bagian samping leher.
Infeksi
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 8
Infeksi pada bagian leher dapat berupa infeksi akut maupun infeksi kronik. Biasanya infeksi
akut disertai adanya gejala demam, rasa nyeri dan adanya warna kemerahan pada benjolan tersebut.
Infeksi kronis atau menahun yang paling sering ditemukan adalah benjolan akibat penyakit TBC
kelenjar. Pada TBC kelenjar, benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai
ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga beberapa buah benjolan dan paling
sering terletak di leher bagian samping kiri atau kanan bahkan kadang kanan kiri sekaligus.
Neoplasma/kanker daerah leher bisa dibedakan menjadi 2 macam menurut asal
pertumbuhannya, yaitu :
1
Kanker/neoplasma yang pertumbuhannya memang berasal dari daerah leher itu sendiri,
misalnya kanker kelenjar gondok, kanker jaringan lunak yang berasal dari otot dan jaringan
lunak lainnya di leher.
Kanker yang terjadi akibat metastasis dari kanker induk di daerah lain, contohnya kanker
nasofaring, kanker daerah kepala, kanker rongga mulut yang jika bermetastasis akan
menyebabkan benjolan di leher samping atas sedikit dibawah telinga kiri atau kanan.
Trauma
Trauma di daerah leher biasa terjadi akibat benturan benda tumpul sehingga terjadi bekuan
darah atau hematom dan membentuk benjolas seperti tumor. Biasanya benjolan akibat trauma akan
memberikan rasa nyeri bila ditekan.
Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di leher.
Ada juga kelainan yang berada di kelenjar gondok yang disebabkan kekurangan yodium terutama pada
daerah endemis gondok.
akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intra
endothelia juntion. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar kejaringan
sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat
menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik,
sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agar
infeksi usitu sendiri berupaya untuk menghanurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bias
mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe
karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami
kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidakmenyebarke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang
mau kelenjar secara umum hamper sama. Awalnya terjadi dysplasia dan metaplasia pada sel matur
akibat berbagai factor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan
sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi
mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang
bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang
ada di leher entah itu kelenjar tiroid- adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe
limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.
Timbulnya benjol unilateral dikarenakan sel yang abnormal berdiferensiasi di sisi sinistra dan
tidak bilateral. Sel berdiferensiasi dan membentuk angiogenesis tumor. Proliferasi sel tumor akan
membentuk masa yang dapat menekan jaringan sekitarnya. Jaringan yang tertekan akan menjadi
atrofik. Tumor di leher dapat menekan trachea dan bias mengganggu pernafasan.
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan lain didapatkan juga anemia ringan dengan gambaran normositik
normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di
atas nilainya juga tidak spesifik.
C. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberculosis dapat dipastikan. Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk tidak produktif. Dalam hal ini dianjurkan
saru hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien diminta minum aor sebanyak + 2 liter dan
diajarkan melalukan reflex batuk. Dapat juga dengan memberikan obat-obatan mukolitik
ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit,
sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial
washing atau BAL (bronchoalevolar lange). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara
bilasan lambung.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
D. Tes tuberculin
Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D.
(Purified Protein Deriative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila
ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Bila
dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan.
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria pathogen
lainnya.
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dengan
antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi
tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral,
makin kecil indurasi yang dihasilkan. Baisanya hampir seluruh pasien tuberculosis
menunjukkan reaksi mantoux yang positif (99,8%).
Pemeriksaan Penunjang Limfoma Maligna
A. Limfoma Non Hodgkin
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 14
a. Laboratorium
Rutin
- Hematologi:
1. Darah perifer lengkap
2. Gambaran darah tepi
- Urinalisis: urin lengkap
- Kimia klinik
1. SGOT, SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat
2. Alkali fosfatase
3. Gula darah puasa dan 2 jam pp
4. Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
Khusus
- Gamma GT
- Kolinesterase
- LDH/fraksi
- Serum protein elektroforesis
- Imuno elektroforase
- Tes coombs
- B2 mikroglobulin
b. Biopsi
Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representative, superficial, dan perifer. Jika
terdapat kelenjar perifer/superficial yang representative, maka tidak perlu biopsy intra
abdominal atau intratorakal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi dan sitologi. Tidak
diperlukan penentuan stadium laparotomi. Specimen kelenjar diperiksa:
- Rutin
- Histopatologi
- Khusus
- Immunoglobulin permukaan
- Histo/sitokimia
c. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina iliaka dengan hasil
specimen sepanjang 2 cm.
d. Radiologi
- Rutin:
Foto toraks PA dan lateral
CT Scan seluruh abdomen (atas dan bawah)
- Khusus
CT Scan toraks
USG Abdomen
Limfografi, limfosintigrafi
e. Konsultasi THT: Bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan gastroskopi atau foto saluran
cerna atas dengan kontras.
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 15
f. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal jika dilakukan punksi/aspirasi
diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di samping pemeriksaan rutin lainnya.
g. Immunophenotyping: parafin panel: CD 20, CD 3.
B. Limfoma Hodgkin
a. Pemeriksaan darah:
Anemi, eosinofilia, peningkatan laju endap darah, pada flow cytometry dapat terdeteksi
limfosit abnormal atau limfositosis dalam sirkulasi.
Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang tidak sejalan dengan
keterlibatan limfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya ikterus kolestatik
dapat merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan hati. Dpat terjadi obstruksi biliaris
ekstrahepatik karena pembesaran kelenjar getah bening porta hepatis.
Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan kreatinin dan ureum dapat diakibatkan obstruksi
ureter. Adanya nefropati urat dan hiperkalsemia dapat memperberat fungsi ginjal. Sindroma
nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik dapat terjadi pada limfoma Hodgkin.
Hiperurisemia merupakan manifestasi peningkatan turn-over akibat limfoma. Hiperkalsemia
dapat disebabkan sekunder karena produksi limfotoksin (osteoclast activating factor) oleh
jaringan limfoma. Kadar LDH darah yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor
dan turn-over.
b. Biopsi sumsum tulang
Dilakukan pada stadium lanjut untuk keperluan staging. Keterlibatan sumsum tulang
pada limfoma Hodgkin sulit didiagnosis dengan aspirasi sumsum tulang.
c. Radiologis
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat limfadenopati hiliar dan mediastinal, efusi pleura
atau lesi parenkim paru. Obstruksi aliran limfotik mediastinal dapat menyebabkan efusi
chyolus (seperti susu).
USG abdomen kurang
sensitive
dalam
mendiagnosis
adanya
limfadenopati.
Pemeriksaan CT Scan toraks untuk mendeteksi abnormalitas parenkim paru dan mediastinal
sedangkan CT Scan abdomen member jawaban limfodenopati retroperitoneal, mesenteric,
portal, hepatosplenomegali, atau lesi di ginjal.
tiroid memiliki kadar kalsitonin serum meninggi, dapat didiagnosis sebagai karsinoma medular
tiroid. Pasien dengan riwayat keluarga karsinoma medular tiroid atau riwayat keluarga tumor
endokrin multiple, harus diperiksa kadar kalsitonin serum basal dan dalam kondisi stress, untuk
memastikan apakah menderita karsinoma medular tiroid.
2. Pemeriksaan USG
Mencakup USG biasa dan dopler warna, USG merupakan cara yang cukup sensitif untuk
memeriksa ukuran dan jumlah tumor tiroid, dapat menunjukkan ada tidaknya tumor, sifatnya
padat atau kistik, ada tidaknya kalsifikasi, dll. Akurasi pemeriksaan bergantung pada
keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Dopler warna dapat mengetahui situasi aliran darah di
dalam tumor dan kelenjar limfe, sangat membantu dalam diagnosis banding lesi jinak atau
ganas.
3. Pemeriksaan radioisotop
Sebagian besar karsinoma tiroid memiliki fungsi mengambil iodium, tampak sebagai nodul
hangat. Jika terdapat perubahan kistik, maka seluruhnya atau sebagian tampak sebagai nodul
dingin. Pemeriksaan ini belakangan secara bertahap digantikan oleh USG dan CT.
4. Pemeriksaan sinar X
Termasuk foto trakea anteroposterior dan lateral, foto barium esophagus, foto toraks, dll. Foto
AP dan lateral trakea dapat menunjukkan kalsifikasi dalam tumor tiroid, kondisi desakan,
pergeseran posisi, dan penyempitan trakea, serta bayangan jaringan lunak prevertebral, juga
dapat menunjukkan kondisi batas inferior tumor berekstensi ke posterior sternum dan
mediastinum. Pemeriksaan esophagus menelan barium dapat mengetahui adanya desakan,
infiltrasi ke esophagus. Rontgen toraks dapat mengetahui kondisi mediastinum dan kedua paru.
5. Pemeriksaan CT
Dapat menunjukkan lokasi, jumlah tumor, ada tidaknya kalsifikasi, kondisi struktur internalnya,
keteraturan batasnya, dll. sangat membantu dalam diagnosis lokasi tumor tiroid. Karsinoma
tiroid pada CT tampak sebagai bayangan jaringan lunak tidak beraturan dan/atau berlobulasi,
kebanyakan berdensitas heterogen, batas tidak tegas, dapat kalsifikasi, pasca kontras
menunjukkan penyengatan tak beraturan. Hasil pencitraan CT lebih baik pada lesi karsinoma
tiroid yang lebih besar, tapi dalam hal diagnosis lokalisasi lesi tiroid yang lebih kecil relatif
sulit.
6. Pemeriksaan MRI
Dapat menampilkan potongan koronal, sagital, transversal, dengan lapisan multiple, sangat baik
dalam diagnosis lokalisasi karsinoma tiroid dan hubungannya dengan organ, vascular dan
jaringan sekitarnya.
7. Pemeriksaan PET
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 17
Dalam diagnosis lesi tiroid jinak atau ganas memiliki akurasi relatif tinggi, tapi ini bukan cara
diagnosis pasti, biayanya relative sangat tinggi, dewasa ini masih sulit dimasyarakatkan.
8. Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus (FNAC)
Merupakan cara diagnosis sifat yang tersering dipakai pra-operasi untuk nodul tiroid dewasa
ini, kelebihannya adalah aman, praktis, murah dan akurasinya relatif tinggi. Karena sel
karsinoma papilar memiliki ciri morfologi yang relative spesifik, akurasi pemeriksaan ini dalam
diagnosis karsinoma papilar relatif tinggi, mencapai 90% lebih. Untuk nodul tiroid yang lebih
kecil dan berlokasi lebih dalam, untuk kasus yang sulit ditentukan lokasinya dari permukaan
tubuh, dapat dilakukan FNAC atau biopsy di bawah panduan USG, untuk meningkatkan akurasi
diagnosis. Untuk kasus dengan pembesaran kelenjar limfe leher, dapat dilakukan biopsy
terhadap kelenjar limfe leher atau pemeriksaan potong beku.
Limfadenitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih kelenjar getah bening, yang biasanya
menjadi bengkak dan lunak.Limfadenitis tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar
getah bening. Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkulosis di luar paru.
Epidemiologi:
Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di
dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59
juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010).
Depkes, 2007 : survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai
penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan
dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.
Limfadenitis Tuberkulosis sering terjadi pada wanita daripada pria (1,2:1)
Micobacterium tuberculosis , Micobacterium bovine
Patomekanisme :
Melalui dua cara
TB pulmonary primer
Mycobacterium masuk melalui inhalasi dan bacteremia, tempat penyebaran utamanya adalah di
daerah mediastinal, para trachea lympnode.Memalui jalur lymphatic menyebar ke cervical
node
Infeksi Primer Tonsil
St. awal keterlibatan lymp node superficial, multipikasi progresif dari basil tuberkel, onset
hipersensitifitas tipe lambat terjadi Hiperemia& swelling, nekrosis, & kaseosa pd sentral node.
Infeksi perinodal, progresive swelling & bersatu dengan nodus lain
sehingga terlihat
berkelompok. sentral pembesaran massa menjadi lunak & kaseosa, material ruptur
dan
menembus ke jaringan sekitarnya / memasuki kulit dengan formasi sinus (scroful derma)
Gejala klinis :
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 19
Batuk
Kelenjar dileher membengkak bahkan menyebar kebagian lainnya. Hal tersebut terjadi karena
adanya peradangan pada kelenjar getah bening akibat bakteri TBC
Diagnosis:
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis,
biopsi aspirasi dan kultur.
Pemeriksaan mikrobiologi :
1. pemeriksaan mikroskopi : pewarnaan Zeihl-Neelsen.
2. spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari biopsi aspirasi : dapat memastikan adanya
basil mikrobakterium pada spesimen, diperlikan minimal 10.000 basil TB agar pewarnaan dapat
positif dan diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur.
Tes tuberkulin :
- Mantoux test dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik
untuk antigen mikobakterium pada pasien.
Tes sitologi :
dapat diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe untuk menegakkan diagnosis
limfadenitis tuberkulosis sekita 78%-99%
Pemeriksaan Radiologis :
- foto toraks : dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan tb paru
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 20
- USG kelenjar : dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel
hipoekhoik. Dapat juga membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik,
lymphoma, atau reaktif hiperplasia)
CT scan : adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, derajat homogenitas yang
bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada
limfadenitis tuberkulosis
MRI : didapatkan massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens
Pemeriksaan Penunjang:
Secara konvensional pemeriksaan TB kelenjar dengna metode Biopsi kelenjar terlihat gambaran
sitopatologisnya ditemukan histiosit histiosit dari tipe epiteloid membentuk kelompok kohesif
& multinucleat giant cell tipe langhans.Cromatin inti bergranul h alus dan pucat, sitoplasma
pucat dan tepi tidak jelas.Kemudian dengan Pendekatan molekuler, deteksi DNA dengan
PCR.Melalui pendekatan serologis untuk deteksi antigen antibodi terhadap kuman dan deteksi
respon humoral dan selular.
Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ
lainnya.Tumor ini terbagi menjadi 2 golongan besar yaitu limfoma Hodgkin (HL) dan limfoma nonHodgkin (NHL).Sel ganas pada LH berasal dari sel retikulum dengan gambaran histologist yang
dianggap khas adalah sel reed-sternberg atau variasinya yang disebut sel Hodgkin limfosit yang
merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi
kekebalan seluler terhadap sel-sel ganas tadi.Di Amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru penyakit
hodgkin setiap tahunnya atau sekitar 1% dari seluruh tumor ganas di tahun yang sama. Di negara
berkembang terdapat peningkatan mencolok insiden pria yang menderita HL jenis campuran dan HL
jenis deplesi limfosit. Insiden HL memiliki dua puncak usia yaitu usia 20-30 tahun dan usia diatas 50
tahun1,2. Limfoma limfoblastik terutama pada remaja pria dan dewasa muda.Limfoma burkitt terutama
pada anak dan dewasa muda.
Sel LNH adalah kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit T dan
kadang berasal dari sel Natural Killer yang berada dalam saluran limfe. Pada LNH sebuah sel limfosit
berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Pada tahun 2000 di
Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru dan 26.100 orang meninggal karena LNH.
Pada tahun 1997 LNH dilaporkan sebagai penyebab kematian akibat kanker utama pada usia 20-39
tahun. Insiden LNH tahun 1996 di Amerika menurut National Cancer Institute adalah 15,5 per
100.000. Insiden LNH ini meningkat seiring bertambahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok
usia 80-84 tahun. LNH menempati urutan kelima saat ini d Amerika, sedangkan di Indonesia sendiri
LNH bersama LH dan leukemia menempati urutan keenam tersering.2
II
ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari Limfoma Maligna masih belum diketahui dengan jelas.Walaupun
demikian bukti epidemiologi, histologi merupakan faktor infeksi terutama infeksi virus diduga
memiliki peranan penting sebagai etiologi. Limfoma hodgkin memiliki kaitan jelas dengan infeksi
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 22
virus Epstein-Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden Hodgkin Limfoma agak meningkat
dibandingkan masyarakat umum.Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan
timbulnya NonHodgkin Limfoma, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Beberapa
pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian, hal ini disebabkan karena paparan herbisida dan pelarut organik.1,2
III
PATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi merupakan dasar utama diagnosis pasti limfoma, biopsi kelenjar limfe
sangat penting bagi diagnosis pasti limfoma.
a Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin adalah gangguan yang terutama mengenai jaringan limfoid.Limfoma ini
hampir selalu berasal dari satu nodus atau satu rangkaian kelenjar getah bening dan biasanya
menyebar ke kelenjar di sekitarnya. Limfoma hodgkin ditandai secara morfologis dengan adanya sel
raksasa neoplastik khas yang disebut sel reed-sternberg (RS). Karakteristik histologi utama limfoma
ini adalah sel tumor berinti tunggal, intinya banyak atau berinti sepasang simetris (sel reedsternberg) yang tersebar sporadik, dengan latar belakang berbagai jenis sel radang reaktif
nonneoplastik, termauk limfosit, sel plasma, granulosit eosinofilik.1,6
Klasifikasi Rye membagi limfoma Hodgkin mejadi 4 jenis, yaitu predominan limfositik (LP),
Nodular Sklerosis (NS), sel campuran (MC), depresi limfositik (LD). Sedangkan sistem klsifikasi
menurut WHO, limfoma Hodgkin dibagi menjadi Hodgkin limfoma jenis predominan limfosit
b
nodular dan klasik, Nodular Sklerosis, jenis klasik sarat limfosit, sel campuran, depresi limfositik.1,7
Limfoma Non-Hodgkin
Formulasi kerja limfoma non-hodgkin merupakan sistem klasifikasi limfoma yang didasarkan
pada kriteria morfologi (pola pertumbuhan kelenjar limfe dan karakteristik sitologik sel tumor) dan
sifat progresivitas biologic (tingkat keganasan rendah, sedang, tinggi), bermanfaat dalam
memprediksi survival pasien.1
Tabel. Formulasi kerja Limfoma Non-Hodgkin (NHL)1
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 23
Keganasan rendah
Keganasan sedang
Keganasan tinggi
Klasifikasi menurut WHO, neoplasia jaringan Limfoid Non-Hodgkin dibagi menjadi 2 golongan
besar yitu neoplasia sel B, neoplasia sel T dan NK.6
IV
GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis limfoma maligna bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar luas dalam
tubuh, jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam perjalanan penyakit
mengalami invasi, kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan manifestasi berbeda.(1)
a Limfadenopati
Tampakgejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial, kelenjar limfe bagian
leher, aksila, inguinal, dan yang mengenai kelenjar limfe mandibula.Pembesaran kelenjar limfe
sering kali asimetri, konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini idak saling melekat,
pembesaran kelenjar limfe profunda, dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat.
Bila kelenjar limfe mediastinum yang terkena maka dapat timbul sindrom kompresi
ediastinum invasi paru, atelektasis, dan hidrothoraks. Bila kelenjar limfe peritoneal yag terkena
(paraaorta dan mesenterium) dapat timbul nyeri abdomen, lumbago, massa abdomen, gangguan
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 24
BAB an BAK, hematuria. Bila kelenjar limfe saluran cerna (submukosa) terkena dapat timbul nyeri
abdomen, diarre, massa abdomen, ileus, hematokezia, perforasi intestna dan sindrom malabsorpsi.
Bila tonsil dan jaringan limfatik yang terkena maka akan terjadi pembesaran tonsil dan gangguan
b
c
napas.
Kelainan Limpa
Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat timbul spleenomegali, hipersplenisme.
Kelainan Hepar
Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati.Sebagian pasien dapat
menderita ikterik obstruksi akibat limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu intraheatik.
Kelainan Skeletal
Kelainan tulang rangka paling sering ditemukan pada vertebra torakal dan lumbal, lalu costa
e
dan cranium.
Destruksi Kulit
Kelainan kulit spesifik adalah invasi kulit limfoma maligna tampil bervariasi, adakalanya
berupa eritroderma maligna.Non spesifikhanya trasformasi dari dermatitis biasa, gejalanya berupa
kelenjar
getah
bening
kelenjar perifer
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 25
aksial
(servikalis,
mediastinum,
paraaorta)
Penyebaran teratur ke jaringan sekitar Penyebaran nonkontagiosa
Kelenjar mesenterium dan cincin Kelenjar mesenterium dan cincin
weldeyer di faring jarang terkena
weldeyer di faring sering terkena
Jarang mengenai sistem diluar kelenjar sering mengenai sistem diluar
getah bening
PERUBAHAN HEMATOLOGIK
Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, peyebab anemia sering
kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi.Granulosit sering meningkat sehingga
timbul leukositosis.Limfosit sering menurun terutama stadium lanjut.Apusan sumsum tulang sering
menunjukan hiperproliferasi granulosit, disertai peningkatan histiosit sehingga menyerupa gambaran
sumsum tulang infeksius. Biopsy sumsum tulang dapat menemukan sel reed-strenberg pada infiltrasi
fokal atau difus sumsum tulang.6
Pada limfoma nonhodgkin sering disertai anemia, penyebabnya dapat nultifaktor, seperti invasi
sumsum tulang, invasi saluran gastrointestinal menyebabkan tukak berdarah dan gangguan absorpsi
besi dan asam folat, serta akibat komsumsi kronis radioterapi dan kemoterapi menyebabkan depresi
hemopoiesis atau eritropoiesis inefektif dan factor lainnya. Sebagian kasus sel abnormal dapat muncul
VI
cincin waldeyer, pembesaran organ ekstra limfatik yang sering pada LNH.
Biopsy kelenjar getah bening untuk menentukan apakah LH atau LNH. Biopsi dilakukan pada 1
kelenjar yang paling representatif, superfisial, dan perifer.
Pemeriksaan radiologi meliputi foto toraks PA/lateral bertujuan untuk melihat kelenjar limfe di
daerah hilus paru, medastinum, mamaria interna dan ada tidaknya invasi ke paru. Pemeriksaan
CT-scan, USG, MRI abdomen dapat menemukan lesi rongga abdominal, tomografi mediastinum,
VII
KLASIFIKASI STADIUM
Stadium klinis limfoma hodgkin dan non-hodgkin menurut Ann Arbor1,2, 6,8
Stadium
I
II
Distribusi Penyakit
Keterlibatan satu regio kelenjar getah bening (I)atau terkenanya
satu organ atau jaringan ekstralimfatik (IE).
Keterlibatan dua atau lebih regio kelenjar getah bening di sisi
diafragma yang sama saja (II) atau dengan keterlibatan organ
III
IV
keduanya(IIIES).
Fokus (multipel)keterlibatan satu atau lebih organ atau jaringan
ekstralimfatik dengan atau tanpa keterlibatan limfatik.
Ket:
A Tanpa gejala
B Dengan gejala: demam, penurunan BB, keringat malam hari
X Bulky disease (pembesaran mediatinum >1/3, adanya massa kelenjar dengan diameter maksimum 1)
E Keterlibatan satu organ ekstranodal yang contiguous terhadap regio kelenjar getah bening
TERAPI
Pengobatan LH adalah radioterapi ditambah kemoterapi, tergantung dari staging dan faktor
risiko.
a
Penyakit hodkin stadium I dan IIA dapat diobati dengan henya pemberian radioterapi. Dosis
sebesar 4000 rad mampu menghancurkan jaringan hodgkin kelenjar getah bening pada sekitar
80% pasien tersebut. Radioterapi meliputiExtended Field Radiotherapy (EFRT), Involved
field Radiotherapy (IFRT), DAN radioterapi (RT) pada limfoma residual. Faktor risiko untuk
adalah imunoterapi dengan antibodi monoklonal anti CD 20, imunotoksin anti CD25,
bispesifik monoklonal antibodi.2,9
Tabel. Kemoterapi banyak gen untuk limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin.10
MOPP
C-MOPP
COP
CHOP
BACOP
ABVD
a
PROGNOSTIK
LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: indolent lymphoma dan Agresif Lymphoma.
indolent lymphoma memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi
biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Agresif Lymphoma memiliki perjalan alamiah
yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi
intensif.2
Internasional Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien dengan LNH
Agresif Difus yang mendapatkan kemoterapi. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu
usia, serum LDH, status performans, stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstra nodular.2
Ada tujuh faktor risiko independen untuk memprediksi masa bebas progresi penyakit FFR
(Freedom From Progression) yaitu jenis kelamin, usia > 45 tahun, stadium IV, Hb<10gr %, leukosit
>15000/mm3, limfosit <600/ mm3, serum albumin <4 gr %. Pasien tanpa faktor risiko FFP 84% ,
dengan satu faktor risiko 77% , dengan dua faktor risiko 67%, tiga faktor risiko 60%, empat faktor
risiko 51%, lima faktor risiko atau lebih 42%.2
Angka insidensi bervariasi di seluruh dunia, yaitu dari 0,5-10 jiwa per 100.000 populasi. American
Cancer Society memperkirakan sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat
dan sekitar 1700 diantaranya mengakibatkan kematian. Di Amerika Serikat, karsinoma ini relatif jarang
ditemukan, mencakup 1% dari seluruh jenis kanker dan 0,4% kematian akibat kanker. Lebih banyak
ditemukan pada wanita dengan distribusi berkisar 2:1 sampai 3:1. Secara primer dijumpai pada dewasa
muda dan usia pertengahan serta jarang ditemukan pada anak-anak.2,18 Karsinoma tiroid merupakan
jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker endokrin.18 Diantara
tumor-tumor epitelial, karsinoma yang berasal dari sel-sel folikular jauh lebih banyak ditemukan
daripada yang berasal dari sel C. Kebanyakan yang berasal dari sel folikular merupakan keganasan
yang berkembang secara perlahan dengan 10 year survival lebih dari 90%. Limfoma tiroid dan
keganasan-keganasan non epitelial lain jarang ditemukan
Etiologi
Etiologi yang pasti dari karsinoma ini belum diketahui. Dari beberapa penelitian, dijumpai
beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis karsinoma tiroid yaitu genetik dan lingkungan.
Karsinoma papiler dipengaruhi oleh faktor lingkungan (iodine), genetik dan hormonal serta interaksi
diantara ketiga faktor tersebut. Sedangkan pada karsinoma folikular radiasi merupakan faktor penyebab
terjadinya karsinoma ini. Faktor yang berperan pada karsinoma meduler adalah genetik dan sampai saat
ini belum diketahui karsinogen yang menjadi penyebab berkembangnya karsinoma meduler dan
anaplastik. Diperkirakan karsinoma anaplastik tiroid berasal dari perubahan karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik (papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar
Gambaran Klinis
Kebanyakan penderita datang disebabkan oleh karena pembesaran tiroid atau dijumpainya
nodul atau beberapa nodul. Untuk alasan yang tidak diketahui, kebanyakan penderita adalah
perempuan. Usia tidaklah begitu penting oleh karena lesi-lesi malignan dapat ditemukan pada usia yang
sangat muda hingga yang sangat tua. Meskipun demikian, hal yang penting diketahui adalah telah
berapa lama kelainan tersebut dijumpai dan apakah pertumbuhannya lambat, cepat atau timbul secara
tiba-tiba. Informasi ini merupakan diagnostik yang signifikan karena nodul atau massa multipel yang
tumbuh perlahan sedikit sekali yang menjadi malignan dibandingkan dengan pembesaran nodul soliter
yang berkembang dengan cepat. Ukuran yang bertambah dengan tiba-tiba dapat diduga sebagai
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 31
hemorrhage. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, apabila ditemukan nyeri diagnosis banding
yang harus dipertimbangkan adalah tiroiditis akut, kista dengan acute hemorrhage, tiroiditis subakut
atau De Quervain, infark tumor sel Hrtle (jarang) dan tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar keganasan
pada tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali jenis anaplastik yang sangat cepat membesar
bahkan dalam hitungan minggu. Pada pasien dengan nodul tiroid yang besar, kadang disertai dengan
adanya gejala penekanan pada oesofagus dan trakea
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Nodul diidentifikasi berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya
nyeri, permukaan nodul rata atau berbenjol-benjol, berjumlah tunggal atau ganda, memiliki batas yang
tegas atau tidak, dan keadaan mobilitas nodul.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan neoplasma jinak dan ganas tiroid belum ada yang
khusus. Kecuali karsinoma meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonin (tumor marker) dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi
tirotoksikosis walaupun jarang. Human Thyroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor
marker terutama pada karsinoma berdiferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk
karsinoma tiroid, namun peninggian HTG setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif.
Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic
Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi saat ini digunakan untuk
mengevaluasi nodul-nodul pada tiroid. IS memiliki spesifisitas tinggi dalam mendiagnosis neoplasma
malignan apabila akumulasi ekstratiroid 99mTc pertechnetate atau I 3IJ pada nodul metastasis servikal
atau demarcated nodul tiroid cold kabur dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai
nodul hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun demikian beberapa lesi benign juga mirip
dengan gambaran echographic seperti pada lesi malignan.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia lebih dari 50 tahun dan merupakan metode
utama yang digunakan untuk diagnosis preoperatif pada anakanak dan dewasa. Biopsi aspirasi jarum
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 32
halus memegang peranan yang penting dalam mendeteksi neoplasma tiroid dan membantu dalam
penanganan reseksi pembedahan selanjutnya serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang dapat
ditangani secara konservatif. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang sensitif dan spesifik
untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak publikasi yang mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi
aspirasi jarum halus ini. Akan tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah
dan sering tanpa komplikasi, biopsi aspirasi jarum halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan
yaitu :
Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk memberikan diagnosis banding nodul pada
hypercellular goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan. Keterbatasan ini menyebabkan ahli
sitologi sering mendiagnosisnya sebagai suspect (4-24%) dan mengharuskan penderita untuk
melakukan lobectomy untuk diagnosis yang lebih obyektif.
Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu (1,3-17%) yang akhirnya akan
menyebabkan kegagalan penanganan neoplasma malignan.
Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu diagnosis disebabkan karena material
inadekuat (2-31%) sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah penderita yang menjalani
lobectomy meningkat untuk mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat. Sitologi biopsi jarum halus
terutama diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada multinodul goiter. Empat
sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan angka ini meningkat
dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%).
Sitologi
Bahan tidak cukup ((Insufficient material)
Jinak (nodul goiter)
THY 3
THY 4
THY 5
of
malignancy
(papillary/medullary/anaplastic))
Positif ganas
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 33
(Definite malignancy)27
Tabel 1. Klasifikasi diagnosis sitologi biopsi aspirasi jarum halus
Tipe Sitologi Lesi Neoplastik Tiroid
Karsinoma Papiler dan Varian
Aspirat dari karsinoma papiler biasanya kaya akan sel, dapat berupa sebaran, tersusun dalam
beberapa struktur seperti anastomosing papillary fragment, struktur folikular atau dalam monolayered
sheet, umumnya tidak dijumpai koloid. Diagnosis dari karsinoma ini berdasarkan dengan dijumpainya
kelompokan papiler kompleks yang dapat dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran kecil.
Calsified psammoma bodies dapat ditemukan. Harus diingat bahwa struktur kalsifikasi yang
menyerupai psammoma bodies juga terkadang ditemukan pada tiroid normal, tiroiditis kronis dan
terkadang pada beberapa tipe tumor. Sel-sel tumor mirip dengan sel-sel folikular normal tetapi
ukurannya lebih besar. Sitoplasma basofilik dan opaque, biasanya ditemukan vakuola. Abnormalitas
nukleus merupakan tanda yang penting dari karsinoma papiler. Nukleus sel-sel kanker lebih besar
daripada sel-sel folikular. Gambaran nukleus berupa opaque ground glass dengan kromatin nukleus
terdorong ke pinggir dan nukleoli kecil berada di tengah. Karakteristik dan juga memiliki nilai
diagnostik adalah ditemukannya intracytoplasmic nuclear inclusion berbatas tegas yang dapat dilihat
dengan pewarnaan Diff-Quik atau Papanicolaou merupakan patognomonik untuk karsinoma papiler
meskipun tidak ditemukan struktur papiler. Gambaran nukleus lain yaitu adanya lipatan dan celah berisi
granul-granul halus. Multinucleated giant cell dari tipe foreign body sangat sering ditemukan di dalam
smear karsinoma papiler. Giant cell berdampingan dengan fragmen monolayer atau papiler sel-sel
tumor
Gambar 1. Karsinoma papiler tiroid. A. Multilayered, susunan papiler kompleks sel-sel folikular
merupakan diagnostik dari karsinoma papiler (MGG, 20x). B. Sheet sel-sel folikular menunjukkan
pembesaran nukleus dan intranuclear cytoplasmic inclusion (Diff-Quik stain). (Dikutip dari: A.
Koleksi pribadi Prof.Dr.HM.Nadjib D. Lbs,Sp.PA(K), B. Koss Leopold G. Koss diagnostic cytology
and its histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes.
5th ed. Philadelphia. 2006).
Varian dari karsinoma papiler terdiri dari :
Cystic papillary carcinoma
Follicular variant of papillary carcinoma
Tall-cell variant of papillary carcinoma
Columnar cell variant of papillary carcinoma
Warthins like variant of papillary carcinoma
Diffuse sclerosing variant of papillary carcinoma in childhood
Oxyphilic variant of papillary carcinoma7,10
Bentuk lain yang sangat jarang dari karsinoma papiler antara lain micropapillary,
macrofollicular, carcinoma with nodular fasciitis-like stroma dan clear cell.
Karsinoma Folikular
Umumnya aspirat karsinoma folikular adalah selular dan memiliki populasi sel sel yang banyak
dengan sedikit atau tidak adanya koloid. Sel-sel tersusun di dalam kelompokan-kelompokan dan
strukturnya berupa folikel. Adakalanya, sel-sel ini mirip dengan sitologi adenoma folikular. Pada welldifferentiated follicular carcinoma, sel atipik minimal, di mana kesannya secara umum diduga benign.
Gambar 2. Karsinoma Folikular. Agregat sel-sel folikular dengan nukleus besar dan intranuclear
cytoplasmic inclusion kecil. Koloid sedikit. (Diff-Quik stain). (Dikutip dari: Koss Leopold G. Koss
diagnostic cytology and its histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other
Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).
Nukleus atipik dapat dijumpai dengan ukuran bervariasi dan hiperkromatin. Nukleus yang pucat
dan intracytoplasmic inclusion kecil jarang ditemukan. Dikarakteristikkan dengan dijumpainya
nukleolus besar dan prominen di dalam selsel Folikular
Gambar 4. Karsinoma Folikular. Sel-sel tumor menunjukkan nukleolus yang prominen di dalam
nukleus besar. (Dikutip dari: Koss Leopold G. Koss diagnostic cytology and its histopathologic bases.
The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).
Secara garis besar kriteria diagnosis karsinoma folikular adalah sebagai berikut:
Selular, biasanya smear banyak darah
Banyak kelompokan sel-sel epitelial berukuran sama yang tersebar pada smear
Agregat sel syncitial, nukleus banyak dan overlapping
Mikrofolikel dan rosette
Sedikit atau tidak ada koloid
Sel-selnya multilayered ukuran bervariasi, populasi sel uniform, kelompokan mikroasinar
dengan lumen sentral mengandung tetesan koloid mempresentasikan mikrofolikel. Mikrofolikel adalah
karakteristik neoplasma folikular tetapi dapat juga ditemukan secara fokal pada goiter multinodular.
Pola trabekular ditunjukkan dengan adanya agregat-agregat berbaris dan elongated dari sel-sel epitelial
yang melekat pada stroma vaskular dan menyerupai struktur papiler. Pembuluh darah kecil dengan selsel epitelial yang berdekatan dapat ditemukan pada beberapa tipe neoplasma folikular.
Karsinoma Meduler
Smear biasanya selular dan sel-sel malignan tersebar. Mengandung sel-sel epitelial besar
dengan sitoplasma ireguler yang banyak, tetapi sering kali berbentuk triangular dan besar,
hiperkromatik, nukleus eksentrik disertai dengan nukleoli yang prominen. Pada beberapa kasus, sel-sel
mirip dengan sel plasma (sel plasmasitoid) tetapi ukurannya lebih besar. Smear juga mengandung
sebaran giant cell dengan nukleus besar dan hiperkromatik. Sitoplasma dari sel malignan bergranul
pudar di dalam material yang difiksasi, sedangkan di dalam air-dried May Grnwald Giemsa berwarna
merah terang. Granul merefleksikan aktifitas endokrin, sering berupa sekresi calcitonin yang dapat
dilihat dengan mikroskop elektron atau imunositokimia. Varian dari tumor mengandung sel-sel spindel,
elongated atau sel-sel malignan kecil mirip dengan sel-sel carcinoid. Pola sel-sel yang kecil sering
disalahdiagnosiskan dengan limfoma malignan, sedangkan sel-sel spindel disalahdiagnosiskan dengan
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 37
sarkoma atau metastasis karsinoma renal. Substansi amorf (amiloid) merupakan komponen
karakteristik karsinoma meduler tiroid.
Gambar 5. Karsinoma meduler tiroid. A. Sitoplasma bergranul. B. Sel-sel malignan hampir menyerupai
sel-sel plasma (MGG). (Dikutip dari: Koss Leopold G. Koss diagnostic cytology and its
histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses Other Than Lymph Nodes. 5th ed.
Philadelphia. 2006).
Karsinoma Anaplastik
Dijumpai dua bentuk karsinoma anaplastik yaitu karsinoma spindel dan giant cell dan small-cell-type
carcinoma. Smear aspirat dari anaplastic giant cell carcinoma biasanya mengandung materi nekrotik,
debris selular, sel inflamasi terutama granulosit dan polimorf besar, sering dijumpai multinucleated cell
dengan inti besar bizarre dan nukleoli yang sangat prominen. Pada small-cel anaplastic carcinoma,
aspirat mengandung sel-sel malignan dengan inti bulat atau oval dan sitoplasma sedikit. Sangat sulit
dibedakan dengan limfoma malignan meskipun dilihat dengan pemeriksaan histopatologi. Untuk
membedakan antara kedua tumor ini digunakan flow cytometry atau imunositokimia.
Gambar 6. Karsinoma anaplastik tiroid. A. Tumor dengan multinucleated giant cells besar. B.
Karsinoma anaplastik tiroid dengan nukleus kecil multipel (Diff-Quik). (Dikutip dari: Koss Leopold G.
Koss diagnostic cytology and its histopathologic bases. The Thyroid, Parathyroid, and Neck Masses
Other Than Lymph Nodes. 5th ed. Philadelphia. 2006).
Staging Karsinoma Tiroid
Stadium Klinik Berdasarkan Sistem TNM :
T (Tumor primer)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak didapat tumor primer
T1 Tumor dengan ukuran 2cm atau kurang, masih terbatas pada tiroid
T2 Tumor dengan ukuran lebih dari 2cm namun tidak lebih dari 4cm, masih terbatas pada tiroid
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 39
T3 Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid, atau tumor dengan ukuran berapa
saja dengan perluasan ekstratiroid minimal (misal perluasan ke sternohyoid muscle atau perithyroid
soft tissue)
T4a Tumor dengan ukuran berapa saja yang telah meluas keluar kapsul tiroid hingga menginvasi
subcutaneous soft tissue, larynx, trachea, esophagus, atau recurrent laryngeal nerve
T4b Tumor menginvasi prevertebra fascia atau melapisi arteri karotid atau pembululuh darah
mediastinum Seluruh tumor undifferentiated (anaplastic) dianggap T4
T4a Karsinoma anaplastik intratiroid surgically resectable
T4b Karsinoma anaplastik ekstratiroid surgically unresectable
N (Kelenjar getah bening regional)
Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening regional
N1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional
N1a Metastasis ke level VI kelenjar getah bening ( pretracheal, paratracheal, dan
relaryngeal/Delphian)
N1b Metastasis pada kelenjar getah bening unilateral atau kontralateral atau mediastinum posterior
M (Metastasis jauh)
Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Prognosis
Prognosis karsinoma papiler baik, 10-year survival lebih dari 90% dan untuk pasien muda lebih
dari 98%. Perbandingan relatif area-area papiler dan folikular tidak berhubungan dengan prognosis,
tetapi invasi vaskular dan nuklear atypia mungkin merupakan tanda-tanda prognostik yang berlawanan.
Sedangkan pada tall-cell variant dan columnar cell variant prognostiknya sangat jelek oleh karena
memiliki behavior yang sangat agresif. Karsinoma folikular lebih agresif daripada karsinoma papiler.
Prognosis bergantung pada invasi jauh dan staging. Secara langsung berhubungan dengan ukuran
tumor (<1,0cm mempunyai prognosis yang baik). Lebih dari setengah penderita meninggal dunia
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 40
dalam 10 tahun tetapi hal ini bervariasi tergantung pada derajat invasi tumor ke dalam pembuluh darah,
kapsul tumor, atau jaringan sekitarnya. Gambaran klinis umum berhubungan dengan prognosis
bergantung pada usia, ukuran tumor, perluasan keluar dari tiroid, pembedahan yang komplet dan
metastasis jauh. Efek prognostik yang berlawanan pada usia tua ditekankan terhadap ukuran tumor
yang
besar dan perluasan ekstraglandular dari tumor.
Dosis Harian
Mg/kg BB/ hari
5-15 max 300 mg
10-20 max 600 mg
15-40 max 2 g
15-25 max 2,5 g
15-40 max 1 g
Isoniazid
Isoniazid diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini juga diberikan melalui
intramuscular dan intravena. Obat ini mempunyai tingkat pengikatan pada protein yang sangat rendah
(10%), dan waktu paruhnya adalah 1-4 jam. Isoniazid dimetabolisme oleh hati dan 50 % dari obat ini
diekskresikan tanpa mengalami perubahan ke dalam urin. Isoniazid menghambat sintesis dinding sel
dari basil tuberkulose.
Rifampisin
Rifampisin aktif terhadap kuman gram-positif dan kuman gram negative. Efek samping tidak ada
nafsu makan, mual, sakit perut. Semua OAT diminum malam sebelum tidur.
Pirazinamid
Resorpsinya cepat dan hampir sempurna; kadar maksimal dalam plasma sudah daicapai dalam 1-2 jam.
PP-nya k.l 50%, plasma-t stngah nya 9-10 jam. Efek sampingnya yang sering kali terjadi dan berbahaya
adalah kerusakan hati dengan icterus. Pengobatan harus segera dihentikan bila ada tanda-tanda
kerusakan hati.
Etambutol
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB menimbulkan efek
toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan mengalami efek samping yaitu penurunan
ketajaman penglihatan, ruam kulit dan demam
Streptomisin
Modul 3 Benjolan Pada Leher | 42
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan pengobatan yang tepat.
Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Pengobatan yang tidak
tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia
PREVENTIF
Menerapkan pola hidup sehat, makan makan bernutrisi dan gizi yg baik
Olahraga teratur
Istirahat yg cukup
Intinya sehat
KOMPLIKASI
Pembentukan abses
Sepsis
Fistula
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Jadi, simpulan yang didapatkan pada Modul 3 Benjolan pada leher ini adalah telah didapatkan
beberapa DD yaitu limfoma, limfodenitis dan kanker tiroid. Tapi kelompok kami lebih mengarah ke
TB Kelenjar karena manifestasi klinis yang terdapat diskenario sangat mendekati dengan penyakit
tersebut.
Tetapi untuk lebih memastikan lagi, selain pasien telah di anamnesis pasien juga harus
melakukan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang sesuai sehingga dapat diberikan
penatalaksanaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Bratawidjaja, Karnen Garna & Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi VI
Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2, FKUI
Buku Ajar Penyakit THT BOIES Edisi 6, EGC
FKUI. Limfoma maligna. Dalam: Wan Desen, penyunting. Buku Ajar Onkologi Klinik ed.2.
Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008. h. 547-63.
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Isselbacher, dkk. 2014. Horrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam ed 13 vol 4.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit, alih bahasa
Peter Anugrah, edisi 4. Jakarta. EGC. 1999
Reksodiputro A.H., sumantri R. dan Irawan C. Limfoma Non-Hodgkin dan Penyakit
Hodgkin. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 5-jilid II. Jakarta:Interna Publishing. 2009. h 1251-65.
Snell RS. Anatomi Klinik. ed 6. Jakarta: EGC, 2006. h. 21
Sherwood L.Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. ed 2. Jakarta: EGC, 2007. hal. 323.