Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan
Peristiwa kebakan hutan yang tidak terkendali bisa terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Di masa
lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka lahan. Pada awalnya banyak
dipraktekan oleh para peladang tradisional atau peladang berpindah. Namun karena biayanya murah
praktek membakar hutan banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan.
Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan pembakaran hutan.
Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada satu lokasi dan luasan yang telah ditentukan.
Gunanya untuk membuka lahan, meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran
hutan lebih pada kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada prakteknya proses pembakaran
bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.
Kebakaran hutan berskala besar cukup sulit untuk dipadamkan. Kadang-kadang membutuhkan waktu
hingga bermingu-minggu agar semua titik api bisa padam. Pada kondisi tertentu, seperti tanah gambut,
kebakaran masih terus berlangsung di dalam tanah meski api dipermukaan telah padam berhasil
dipadamkan. Sehingga tanah tetap mengeluarkan asap pekat dan sewaktu-waktu api bisa meletup kembali
ke permukaan. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan menurut
organisasi lingkungan, World Wild Fund, deforestasi akibat kebakaran hutan lebih besar dibanding
konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging.1
Seperti sudah disinggung sebelumnya, kebakaran hutan bisa terjadi secara alami atau disebabkan
perbuatan manusia. Kebakaran yang ditimbulkan akibat aktivitas manusia pun bisa terjadi secara sengaja
tau tak sengaja. Berikut penjelasannya:
a. Penyebab alami
Kebakaran hutan secara alami banyak dipicu oleh petir, lelehan lahar gunung api, dan gesekan antara
pepohonan. Sambaran petir dan gesekan pohon bisa berubah menjadi kebakaran bila kondisi hutannya
memungkinkan, seperti kekeringan yang panjang. Di hutan-hutan subtropis seperti Amerika Serikat dan
Kanada, sambaran petir dan gesekan ranting pepohonan sering memicu kebakaran. Namun di hutan hujan
tropis seperti Indonesia, hal ini sedikit mustahil. Karena terjadinya petir biasanya akan diiringi oleh
turunnya hujan atau petir terjadi di sepanjang hujan. Sehingga sangat tidak mungkin menimbulkan
kebakaran. Pemicu alamiah lainnya adalah gesekan antara cabang dan ranting pepohonan. Hal ini pun
biasanya hanya terjadi di hutan-hutan yang kering. Hutan hujan tropis memiliki kelembaban tinggi
sehingga kemungkinan gesekan antar pohon menyebabkan kebakaran sangat kecil.4
b. Disebabkan manusia
Kebakaran hutan yang dipicu kegiatan manusia bisa diakibatkan dua hal, secara sengaja dan tidak
sengaja. Kebakaran secara sengaja kebanyakan dipicu oleh pembakaran untuk membuka lahan dan
pembakaran karena eksploitasi sumber daya alam. Sedangkan kebakaran tak disengaja lebih disebabkan
oleh kelalaian karena tidak mematikan api unggun, pembakaran sampah, membuang puntung rokok, dan
tindakan kelalaian lainnya.
Di Indonesia, 99% kejadian kebakaran hutan disebabkan oleh aktivitas manusia baik sengaja maupun
tidak sengaja. Hanya 1% diantaranya yang terjadi secara alamiah. 5 Sejak era tahun 1980-an pembukaan
lahan perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri diduga menjadi biangkerok terjadinya
kebakaran hutan secara besar-besaran.6
a. Dampak langsung
Kebakaran hutan menyebabkan kerusakan properti dan infrastruktur serta hilangnya aset pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Tak sedikit juga meminta korban jiwa manusia. Untuk kasus kebakaran besar
tak jarang harus dilakukan evakuasi permukiman penduduk.
b. Dampak ekologis
Kebakaran hutan merupakan bencana bagi keanekaragaman hayati. Tak terhitung berapa jumlah spesies
tumbuhan dan plasma nutfah yang hilang. Vegetasi yang rusak menyebabkan hutan tidak bisa
menjalankan fungsi ekologisnya secara maksimal. Juga menyebabkan hilangnya habitat bagi satwa liar
penghuni hutan.
Selain itu kebakaran hutan banyak melepaskan emisi karbon dan gas rumah kaca lain ke atmosfer. Karbon
yang seharusnya tersimpan dalam biomassa hutan dilepaskan dengan tiba-tiba. Apalagi bila terjadi di
hutan gambut, dimana lapisan tanah gambut yang kedalamannya bisa mencapai 10 meter ikut terbakar.
Cadangan karbon yang tersimpan jauh di bawah lapisan tanah yang ditimbun selama jutaan tahun akan
ikut terlepas juga. Pengaruh pelepasan emisi gas rumah kaca ikut andil memperburuk perubahan iklim.
c. Dampak ekonomi
Secara ekonomi hilangnya hutan menimbulkan potensi kerugian yang besar. Setidaknya ada tiga kerugian
lain yang bisa dihitung secara ekonomi, yaitu kehilangan keuntungan karena deforestasi, kehilangan
keanekaragaman hayati, dan pelepasan emisi karbon. Belum lagi dengan kerugian langsung dan tidak
langsung bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.
d. Dampak kesehatan
Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada kesehatan, khususnya gangguan
saluran pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang menggangu pernapasan
seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen
oksida (NOx) dan ozon (O3). Material tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada manula, bayi dan
pengidap penyakit paru. Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa mengenai orang sehat.7
Penanggulangan kebakaran hutan telah dikelola sejak sebelum Indonesia merdeka. Pemerintah Hindia
Belanda mengatur penanganannya dalam berbagai aturan mengenai kehutanan. Sejak proklamasi
kemerdekaan, tanggung jawab pengendalian kebakaran hutan berada di Jawatan Kehutanan, yang
kemudian menjadi direktorat dalam Departemen Pertanian. Pada tahun 1988 direktorat kehutanan
berubah menjadi Departemen Kehutanan, dan dikemudian hari berubah lagi menjadi Kementrian
Kehutanan. Sejak tahun 2014 Kementerian Kehutanan digabung dengan Kementerian Lingkungan Hidup
menjadi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Menurut undang-undang kehutanan kegiatan pengendalian kebakaran hutan mencakup pencegahan,
pemadaman hingga ke rehabilitasi pasca kebakaran. Pengelolaan pengendaliannya dilakukan secara
berjenjang mulai dari pemerintah daerah tingkat II, tingkat provinsi hingga tingkat nasional. Dipicu oleh
kebakaran hutan hebat pada tahun 1997-1998, di tingkat nasional dibentuk Direktorat khusus.
Kemudian pada tahun 2003 Departemen Kehutanan membentuk pasukan yang khusus menangani
kebakaran di hutan, yakni Brigade Pengendalian kebakaran Hutan Manggala Agni. Nama Manggala Agni
diambil dari bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, manggala artinya panglima/pemimpin, sedangkan agni
artinya api. Manggala Agni bisa diartikan panglima api.9
Referensi
1. WWF. Deforestastion: threats.
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran
Hutan
3. Saharjo, B.H. 2003. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah Dilakukan.
Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
4. Wahyu Catur Adinugroho. Bagaimana kebakaran hutan terjadi?
5. Syaufina, L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Bayumedia, Malang.
6. Sindonews. Biang Kerok Pembakaran Hutan dan Lahan, 276 Perusahaan Dibidik.
7. Fikri Faisal, dkk. Dampak Asap Kebakaran Hutan pada Pernapasan. CDK-189/ vol. 39 no. 1, th.
2012.
8. Suratmo FG. 1974. Perlindungan Hutan. Bogor: IPB Press.
9. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Profil Manggala Agni.
10. Luca Tacconi. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi Kebijakan.
CIFOR. Hal 1.
11. FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor , Indonesia: Forest Watch Indonesia dan
Washington D.C.: Global Forest Watch.