Oleh :
Iqbal Imanuddin
G99141001/G.21.15
G99141068/G.1.15
Pembimbing :
Sri Lilijanti W., dr., Sp.A (K)
RINGKASAN
Hipertensi arteri pulmonal (HAP) merupakan komplikasi pascaoperasi
yang umum terjadi pada pasien dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Meskipun
klasifikasi klinis terbaru hipertensi pulmonal membagi HAP yang terkait dengan
PJB (HAP-PJB) menjadi beberapa subkelas, fitur anatomi dan hemodinamik
pascaoperasi HAP-PJB sangat bervariasi. Oleh karena itu, masih sulit untuk
mendapatkan bukti klinis yang mendukung indikasi vasodilator paru untuk HAPPJB. Penulis sering menemukan pasien dengan HAP terjadi setelah tindakan
bedah tetralogi Fallot (TOF), terutama pasien dengan major aortopulmonary
collateral arteries (MAPCA). HAP mungkin disebabkan oleh agenesis paru,
hipoplasia dan / atau trombosis, penutupan tidak memadai dari defek septum
ventrikel, pelebaran dari stenosis pulmonal, atau pirau sistemik ke pulmonal yang
sangat besar. Selain itu, pasien dengan TOF dan MAPCA yang didiagnosis tidak
bisa dioperasi karena kehadiran HAP menunjukkan hemodinamik dan klinis fitur
yang mirip pasien
PDE-5
inhibitor, PGI
2,
atau
terapi
kombinasi
juga
harus
11)
tidak dapat dioperasi; 3) HAP dengan koinsidensi PJB; dan 4) HAP pascaoperasi).
Namun, anatomi dan fitur hemodinamik HAP bervariasi antara setiap pasien,
terutama pada pasien dengan HAP yang terjadi setelah terapi bedah PJB. Oleh
karena itu, sulit untuk menetapkan dukungan klinis untuk penggunaan vasodilator
paru pada semua kondisi, meskipun banyak jenis vasodilator paru yang telah
digunakan untuk mengobati HAP-PJB pascaoperasi.
Perbaikan awal PJB sederhana, seperti defek septum ventrikel, pada bayi
biasanya mencegah remodeling pembuluh darah paru dan HAP pascaoperasi.
Namun, studi histologis sebelumnya menunjukkan bahwa keterlambatan
perkembangan pada hipertrofi medial sebagai respon terhadap HAP pada pasien
dengan PJB kompleks, seperti transposisi arteri besar, dapat meningkatkan
kerentanan arteri pulmonal hingga beban tekanan sedang dan tampaknya
bertanggung jawab untuk perkembangan awal dari perubahan intimal yang berat.
PJB terkait dengan sindrom Down juga tampaknya memiliki karakteristik yang
sama. Oleh karena itu, pasien dengan transposisi arteri besar atau PJB dengan
sindrom Down, terutama mereka yang tidak menjalani operasi korektif pada usia
dini, memiliki kemungkinan untuk mengembangkan HAP-PJB parah. Pasien
tersebut adalah kandidat untuk pengobatan menggunakan vasodilator paru, tetapi
mereka sering refrakter untuk perawatan tersebut. Kita juga perlu membangun
beberapa bukti untuk efektivitas dan keamanan vasodilator paru setelah operasi
tipe Glenn atau Fontan sebagai bagian dari pengobatan pasien dengan gangguan
univentricular, seperti yang dibahas dalam bab lain dari masalah ini.
HAP pascaoperasi terkait dengan tetralogy of Fallot: HAP berat
merupakan komplikasi yang jarang terjadi setelah koreksi bedah tetralogi of
Fallot (TOF), dengan prevalensi sekitar 1% .14) Namun, penulis telah sering
menjumpai pasien dengan HAP pascaoperasi terkait dengan TOF (HAP-TOF),
terutama pasien dengan major aortopulmonary collateral arteries (MAPCA).
Penatalaksanaan
medis
HAP, termasuk
terapi
spesifik
penyakit,
harus
asimtomatik dan kondisinya baik tanpa sianosis. SpO2 nya adalah 99% dan X-ray
thoraks menunjukkan rasio kardiotoraks 62% dengan gambaran vaskular paru
yang normal.
Gambar 1. A: Kondisi klinis pascaoperasi pada Kasus 1. Krisis hipertensi arteri pulmonalis
pascaoperasi diperbaiki dengan terapi NO awal, yang kemudian diganti dengan kombinasi
sildenafil dan bosentan. B: Sebuah angiokardiogram pada 4 bulan setelah operasi tipe Rastelli
menunjukkan stenosis perifer bilateral yang signifikan. C: Dilatasi balon perkutaneus
meningkatkan stenosis pulmonal perifer bilateral. ABP menunjukkan tekanan darah rata-rata;
Bos, bosentan; BiPAP, bilateral peripheral pulmonary arteries; eRVP, estimated right
ventricle pressure; NO, nitric oxide; POD, postoperative day; ppm, parts per million; and Sil,
sildenafil.
pulmonalis kanan. Sekitar 2 minggu setelah memulai terapi dengan bosentan pada
dosis awal 125 mg/hari, gejala pasien, yang termasuk letih dan dispnea, mulai
berkurang dan SpO2 pasien berkurang dari 90% menjadi 80%. Oleh karena itu,
bosentan tidak dilanjutkan setelah 4 minggu. Kami menduga bahwa terjadi
ketidakcocokan ventilasi perfusi dan/atau volume overload selama terapi dengan
bosentan pada pasien ini.
DISKUSI
Karakteristik TOF dengan MAPCA: TOF dengan MAPCA merupakan
satu yang terparah dari tipe PJB, sekitar 1 % dari total kasus PJB. TOF dengan
MAPCA memilki klinis yang sering komplikasi oleh perkembangan HAP.
MAPCA yang mengalirkan darah ke paru bervariasi dari segi ukuran, lokasi, dan
volume aliran darah antara pasien satu dengan yang lain. Terapi bedah yang
melibatkan unifokalisasi dari MAPCA perlu sekali untuk regulasi dan menjaga
adekuat aliran darah ke paru. Meskipun demikian, beberapa pasien mengalami
kontraindikasi dengan prosedur ini dan memerlukan terapi paliatif atau medis
untuk gejalanya. Pasien ini cenderung memiliki prognosis buruk dengan
perburukan dari sianosis dan/atau dispnea, dan perkembangan dari gagal jantung.
MAPCA
embrionik, dan berperan dalam suplai darah pulmonalis pada 30-40% pasien
dengan TOF dan stenosis/atresia berat dari batang paru. Terganggunya
perkembangan dari arteri arkus faringeal ke-6 pada fase embrionik berakibat
hipoplasia atau aplasia dari arteri pulmonalis bilateral dan/atau duktus arteriosus.
Oleh karena itu, untuk mengalirkan darah ke paru, MAPCA dibentuk dari sisa-sisa
arteri intersegmental, yang awalnya menghubungkan ke arteri pulmonalis perifer
dan aorta ascenden atau descenden. Arteri kolateral, yang memiliki variabilitas
tinggi dalam segi jumlah, ukuran, asal, jalur, arborisasi, dan struktur, kadangkadang merupakan satu-satunya sumber dari darah pulmonalis atau sekecilkecilnya yang disuplai sebesar satu segmen paru. Ukuran dari arteri pulmonalis
distal yang disuplai oleh arteri kolateral umumnya berbanding terbalik dengan
pembuluh arteri yang sebenarnya, dengan range ukuran normal sampai tidak ada
sama sekali. TOF dengan MAPCA sangat berkaitan dengan delesi kromosom
22q11.2. Pasien dengan TOF, MAPCA, dan delesi 22q11.2 biasanya menunjukkan
arteri pulmonalis hipoplastik.
10
Gambar 2. Perkembangan sistem arteri aorta dan pulmonal, dan perkembangan MAPCA.
Pada TOF dengan atresia paru (TOF dengan Pat.), gangguan perkembangan arkus arteri faringeal
keenam (PAA) pada tahap embrional menghasilkan hipoplasia atau aplasia dari duktus arteriosus
dan arteri pulmonalis perifer (PPA). MAPCA terbentuk dari sisa-sisa arteri antar-segmental (ISA)
untuk memasok darah ke paru-paru. Jenis-jenis suplai darah paru di TOF dengan Pat.
diilustrasikan dengan perkiraan frekuensi. Ao menunjukkan aorta; PDA, patent ductus arteriosus;
dan PT, pulmonary trunk..
HAP pada pasien dengan TOF dan MAPCA: HAP progresif sering
menjadi penyebab dari perburukan pasien dengan TOF dan MAPCA.
Perkembangan HAP , bahkan setelah terapi bedah, memiliki pengaruh yang
signifikan pada prognosis jangka panjang pasien. Intervensi perkutaneus dan
perbaikan operasi merupakan hal utama untuk memperbaiki stenosis arteri
pulmonalis, dan jika tidak memungkinkan, terapi medis bisa menjadi pilihan
alternatif untuk manajemen HAP.
Mengelusidasi penyebab HAP sangat diperlukan untuk membantu
menyeleksi terapi yang paling cocok. HAP diduga disebabkan oleh beberapa
faktor pada pasien TOF dan MAPCA. Karakteristik lesi dari TOF dengan
MAPCA termasuk hipoplasia dari arteri pulmonalis sebagai hasil dari kurangnya
aliran darah pulmonalis, stenosis pulmonalis perifer, spasme vaskuler pada regio
alveolar yang hipoventilasi, dan remodeling dari vaskulatur pulmonalis.
Remodeling vaskuler pulmonalis merupakan karakteristik dari IHAP dan
disebabkan oleh peningkatan aliran darah pulmonalis melalui shunt sistemik ke
pulmonalis
11
mungkin diperlukan untuk mengetahui tipe HAP yang terkait dengan TOF,
khususnya pada pasien dengan MAPCA.
Gambar 3. Sebuah model etiologi multifaktorial PAH terkait dengan TOF dan MAPCA.
MAPCA memiliki hipoplasia dan / atau ketidakseimbangan jalinan arteri pulmonalis
segmental dan arborisasi, seperti yang digambarkan oleh angiogram paru. Karakteristik
lesi TOF dengan MAPCA termasuk hipoplasia arteri pulmonalis sebagai akibat dari
segmentasi yang tidak sama dan / atau penurunan aliran darah paru, spasme pembuluh
darah di regio hipoventilasi alveolar, dan stenosis pulmonal perifer.
Target terapi untuk HAP pada pasien dengan TOF dan MAPCA:
seperti yang dijelaskan di atas, ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi
dari HAP pada pasien dengan TOF dan MAPCA. Intervensi kateter merupakan
terapi lini pertama untuk pasien dengan stenosis pulmonalis perifer. Meskipun
tidak ada bukti manfaat target terapi pada pasien dengan TOF dan MAPCA, ada
jurnal yang akhir-akhir ini melaporkan bahwa bosentan efektif pada pasien
dengan HAP setelah perbaikan intrakardiak. Jurnal lainnya melaporkan bahwa
sildenafil juga ditoleransi dan memperbaiki gejala dan SpO2 pada pasien dengan
HAP terkait TOF dan MAPCA ketika digunakan sendiri ataupun sebagai adjuvan
pada angioplasti pulmonalis perkutaneus. 10 kardiologis melaporkan bahwa 40
pasien (1-36 tahun) yang diterapi dengan vasodilator pulmonalis oral, termasuk 27
pasien dengan TOF dan MAPCA dan 13 kasus dengan TOF tanpa MAPCA. Para
12
kardiologis meninggalkan impresi efektif untuk 14/27 pasien (54 %) dengan TOF
dan MAPCA dan untuk 3/13 pasien (23%) dengan TOF tanpa MAPCA. Semua
kardiologis berpendapat bahwa vasodilator pulmonalis oral sebaiknya segera
diresepkan pada pasien ini segera setelah perbaikan stenosis pulmonalis perifer.
Medikasi untuk HAP memainkan peran penting dalam proses remodeling
struktur HAP berat. Karena histologi dari MAPCA sama dengan remodeling
vaskuler pulmonalis pada iHAP, obat untuk terapi iHAP mungkin efektif pada
pasien dengan HAP terkait dengan TOF dan MAPCA, dengan membalik
remodeling vaskuler pulmonalis. Berdasar pengalaman klinis penulis, kami
percaya bahwa vasodilator pulmonalis mungkin efektif pada pasien post operasi
krisis hipertensi pulmonalis, memungkinkan penghentian inhalasi NO. Obat
tersebut mungkin bisa meningkatkan kualitas hidup dari pasien yang menjalani
operasi paliatif, meskipun tidak seefektif pada pasien dengan HAP terkait TOF
dan MAPCA. Studi prospektif masih diperlukan untuk memprediksi sejauh mana
banyaknya peran dari remodeling vaskuler pulmonalis pada patogenesis HAP
terkait TOF dan MAPCA.
KESIMPULAN
Karakteristik anatomi dan hemodinamik HAP, khususnya post operasi
HAP-PJB, bervariasi antar pasien. Subklasifikasi HAP seperti HAP akibat dari
arteri pulmonalis abnormal/hipoplastik, HAP akibat dari arborisasi pulmonal
abnormal, atau HAP segmental terkait dengan PJB diperlukan untuk
mengklasifikasikan HAP terkait TOF, khususnya pada pasien MAPCA. Register
multicenter dari pasien dengan protokol terpadu sangat penting untuk eksplorasi
indikasi dan efikasi dari vasodilator pulmonalis untuk HAP yang terjadi setelah
terapi bedah dari PJB, khususnya pada pasien dengan TOF dan MAPCA.
13