Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PEMODELAN OSEANOGRAFI


Modul 1
Model Adveksi 1 Dimensi

Oleh :
NUR RAHMAH

26020213140051

Asisten:
INDIRA EKA MELIA W.

26020212140020

DICKY HARYANDO B.

26020212130024

MADA RAHARJO

26020212120009

HARMON PRAYOGI

26020212130053

NUR FITRIA H.

26020212130058

RAHMADWIKA HARRIS S.A.H


SETIYA KUSUMA A.

26020212130067
26020212140088

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

Lembar Pengesahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Keterangan

Nilai

Cover
Lembar Pengesahan
Tujuan Praktikum
Tinjauan Pustaka
Flowchart
Listing Program
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Semarang, 08 November

2015
Asisten

Praktikan

Dicky Haryando B.

Nur Rahmah

26020211130046

26020213140051

Mengetahui,
Dosen Pengampu

Aris Ismanto, S.Si


NIP. 19820418 200801 1 010
I.

TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai mahasiswa dalam praktikum ini, adalah:


1. Menerapkan dan membedakan metode pemecahan numerik
eksplisit untuk menyelesaikan persamaan adveksi 1 dimensi
dengan menggunakan metode sebagai berikut:
a. Metode Leap-Frog
b. Metode Upstream ,dan
c. Metode Crank-Nicholson (FTCS)
2. Memahami penerapan model dalam kaitannya dengan stabilitas
numerik.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Persamaan Adveksi


PDP

hiperbolik

dapat

diformulasikan

ke

dalam

hukum

konservasi yang menyatakan bahwa kuantitas u dialirkan dalam


ruang dan waktu, dan kemudian dikekalkan secara lokal. Hukum
kontinuitas mengantarkan pada persamaan yang disebut persamaan
konservatif (kekekalan) yang dinyatakan dengan:
(2.1)
denganu(x,t) merupakan kerapatan besaran atau konsentrasi, F
adalah rapat fluks, dan x adalah vector dari koordinat ruang. Dalam
kebanyakan problema fisika, rapat fluks F sering tidak bergantung
secara eksplisit terhadap x dan y, tetapi bergantung secara implisit
melalui kerapatan u(x,t), misalnya F = F (u(x,t)).
Bentuk awal dari persamaan di atas adalah:

(2.2)
Dengan S(U) adalah istilah umum untuk sumber yang
mengindikasikan asal dan tujuan dari vektor U. Jika dimisalkan S(U) =
0, maka persamaan menjadi homogen. Sifat umum dari persamaan
homogen adalah vektor U(x,t) yang diberikan pada titik x dan waktu t
dapat menetukan laju aliran, atau fluks, dari setiap variabel pada
keadaan (x,t).
Hukum kekekalan yang diberikan persamaan (2.1) dapat pula
dituliskan menjadi:

(2.3)
Dimana A(U) =

dan merupakan Jacobian dari F(U).

Persamaan (2.3) identik dengan persamaan gelombang linear orde


satu:

(2.4)
Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial
linear orde satu-dimensi satu dalam koordinat Cartesian. Persamaan
ini juga biasa disebut dengan persamaan adveksi yang umumnya
diterapkan pada permasalahan transport polutan menggambarkan
gradient

konsentrasi.

Persamaan

adveksi

menggambarkan

mekanisme transportasi suatu substansi yang mengalir bersama fluida


dalam arah tertentu dengan v menyatakan laju aliran fluida dan u
adalah konsentrasi substansi yang dibawa bersama aliran fluida.
Adveksi murni dipahami sebagai gerakan horizontal substansi
tersebut tanpa terjadi proses pencampuran dan hanya dipengaruhi
oleh kecepatan aliran sehingga bentuk gelombangnya diharapkan
sama sepanjang daerah aliran. Secara matematis, gerakan fluida
dinyatakan dalam medan vektor dan material yang diangkut
merupakan besaran skalar (Chandra, R,2011).
II.2 Metode Beda Hingga
Metode beda hingga adalah metode numerik yang umum
digunakan untuk menyelesaikan persoalan teknis dan problem
matematis dari suatu gejala fisis. Secara umum metode beda hingga
adalah metode yang mudah digunakan dalam penyelesaian problem
fisis yang mempunyai bentuk geometri yang teratur, seperti interval
dalam 1D (satu dimensi), domain kotak dalam dua dimensi, dan kubik
dalam ruang tiga dimensi (Li, 2010 dalam Chandra, R, 2011).
Aplikasi penting dari metode beda hingga adalah dalam analisis
numerik,

khususnya

pada

persamaan

diferensial

biasa

dan

persamaan diferensial parsial. Prinsipnya adalah mengganti turunan


yang ada pada persamaan diferensial dengan diskritisasi beda hingga
berdasarkan deret Taylor. Secara fisis, deret Taylor dapat diartikan
sebagai besaran tinjauan pada suatu ruang dan waktu (ruang dan
waktu tinjauan) dapat dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan

waktu tertentu yang mempunyai perbedaan yang kecil dengan ruang


dan waktu tinjauan (Anderson, 1984 dalam Chandra, R, 2011).Atau
secara matematis dapat dituliskan sebagai:
(2.5)
Dengan h adalah x , subskrip i merupakan titik grid, superskrip n
menunjukkan time step dan adalah reminder atau
biasa disebut truncation error yang merupakan suku selanjutnya dari
deret tersebut yang dapat dinyatakan
,

dimana

sebagai berikut,
xo<< xo + x

(2.6)
Metode ini akan membuat pendekatan terhadap harga-harga
yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan
pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam grid atau
kotak-kotak hitungan kecil yang secara keseluruhan masih memiliki
sifat yang sama dengan benda utuh sebelum terbagi menjadi bagianbagian yang kecil. Penerapan metode ini pada persamaan adveksi
adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan
beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan
aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola
titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil
dan memberi nomor acuan kepada setiap subluas (Chandra, R,2011).
Metode beda hingga bersifat eksplisit, artinya keadaan suatu
sistem atau solusi variabel pada suatu saat dapat digunakan untuk
menentukan keadaan sistem pada waktu beriukutnya. Berbeda
dengan metode implisit, yang mana penentuan solusi sistem harus
dengan memecahkan sistem pada kedua keadaan, sekarang dan
yang akan datang(Chandra, R,2011).
Berdasarkan ekspansi Taylor di atas (persamaan 2.5), terdapat
tiga skema beda hingga yang biasa digunakan dalam diskritisasi PDP,
yaitu skema maju, skema mundur, dan skema tengah.
1. Skema maju

(2.7)
Pada skema maju, informasi pada titik hitung i dihubungkan dengan
titik hitung i+1 yang berada di depannya.

Gambar 2.1Skema maju ruang dengan h=x

i+1

n+1 n
x dan t = t
t .
i

Dengan menggunakan kisi beda hingga, maka skema maju biasa


ditulis sebagai berikut,
Skema maju-ruang:
atau
(2.8)
Skema maju-waktu:
atau

(2.9)
(Chandra, R, 2011)

2. Skema mundur
(
2
.
1

0
)
Pada skema mundur, informasi pada titik hitung i dihubungkan
dengan titik hitung (i-1) yang berada di belakangnya.

Gambar 2.2Kisi beda hingga skema mundur


Dengan menggunakan kisi beda hingga, maka skema mundur biasa
ditulis sebagai berikut,
Skema mundur-ruang:
atau
(2.11)
Skema mundur-waktu:
atau
(2.12)
(Chandra, R, 2011)

3. Skema mundur

Gambar 2.3 Kisi beda hingga skema tengah-ruang


atau

(2.13)

Beda hingga terhadap ruang derivasi kedua:


(
2.
14
)

n
Untuk t ,

(
2.

15
)

Dan untuk t

n+1

(2.16)

Sedangkan untuk beda hingga skema tengah terhadap waktu

(
2.17a)

(2.17b)

(
2.17c)
(Chandra, R, 2011)
Metode ini digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial
parsial secara numerik, dengan menggunakan deret Taylor yang
diputus pada orde tertentu sesuai kebutuhan yang ada. Sebagai
contoh uraian deret Taylor adalah:

Pendekatan dari dapat ditulis sebagai:


a. Beda maju (forward difference)

b. Beda mundur (backward difference)

c. Selisih pusat (Centre difference)

Bila

diferensialnya

Taylor

sampai

sampai
orde

orde 2 , maka uraian deret


kemudian dijumlahkan:

(Kowalik, Z. and Murty, T. S, 1993)


II.3 FTCS
Persamaan beda hingga dengan metode FTCS ini adalah
pendekatan beda maju untuk turunan waktu dan beda pusat untuk
turunan ruang ( Forward in Time and Central in Space FTCS). Bila :

Indeks n untuk waktu

Indeks m untuk ruang

u adalah kecepatan aliran yang dianggap konstan terhadap


ruang dan waktu

maka persamaannya dideskritisasikan menjadi :

Fmn 1 Fmn

ut n
Fm 1 Fmn1
2x

Pada dasarnya metode beda hingga ini tidak stabil secara numerik.
(Putri,T.L dan Ariadji,Z.A, 2009)
II.4 Leap Frog
Persamaan beda hingga dengan metoda ini adalah pendekatan
beda pusat untuk turunan waktu dan beda pusat untuk turunan ruang
(Central in Time and Central in Space CTCS), persamaannya dapat
dideskritisasi menjadi :
ut n

Fmn 1 Fmn 1
Fm 1 Fmn1
x
Khusus pada awal langkah (t = 0) deskritisasi persamaan diatas
menggunakan beda maju untuk waktu dan beda pusat untuk ruang
(metode FTCS) maka pada t = t atau n =1 desritisasi yang digunakan
adalah :
Fm1 Fm0

ut 0
Fm1 Fm01
2x

Dimana F0 diambil dari nilai awal yang diberikan di semua ruang.


Kriteria stabilitas untuk menyelesaikan persamaan adveksi
dengan menggunakan metode beda hingga eksplisit adalah :
ut

1.0
x
(Putri,T.L dan Ariadji,Z.A, 2009)
II.5 Up Stream
Pada metode ini digunakan pendekatan metode beda maju untuk
turunan terhadap waktu, sedangkan untuk turunan terhadap ruang
dilakukan dengan melihat arah kecepatan u.

Jika u > 0, turunan terhadap ruang menggunakan


pendekatan beda mundur
F
F
u
t
x
n 1
n
Fm Fm
F n Fmn1
u m
t
x

Fmn 1 Fmn

ut n

Fm1 Fmn1
x

Jika u < 0, turunan terhadap ruang menggunakan


pendekatan beda maju
F
F
u
t
x
n 1
n
Fm Fm

Fmn1 Fmn
u
t
x
Fmn 1 Fmn Fmn1 Fmn

Jika kedua persamaan tersebut digabungkan, maka deskritisasi


persamaan adveksi dengan metode upstream menjadi :
t
ut

Fmn 1 Fmn 1 u
u u Fmn1 u u Fmn1

x 2x

Kriteria stabilitas yang harus dipenuhi :

ut
1.0
x

(Putri,T.L dan Ariadji,Z.A, 2009)

III.

FLOWCHART

3.1 Leap-Frog
Mulai

Devinisi variabel, input harga


variabel dan konstanta
L;dx;T;dt;u
Mmax=L/dx; Nmax=T/dt

i=1, Mmax

Syarat Awal
F00(i)=0
i=2, Mmax-1

FTCS untuk T=1


F0(i)=F00(i)-(u*dt/(2*dx))*((F00(i+1)F00(i-2)

Syarat batas
F00(1)=F00(2)
F00(Mmax)=F00(Mmax-1)
F0(1)=F0(2)
Harga Polutasn
F0(Mmax)=F0(Mmax-1)
j=2,
Nmax

i=2,
Mmax-1
F0(5)=50

Diskritisasi Leapfrog
F(i)=F00(i)-(u*(dt*dx))*((F0(i+1)F0(i-1)

Syarat batas
F(1)=F(2)
F(Mmax)=F(Mmax-1)
F(5)=F(50)
Cetak
Hasil
i=2, Mmax-1

Transfer variabel
F0(i)=F(i); F00(i)=F0(i)
F(5)=50

Selesai

3.2 Upstream

Mulai

Devinisi variabel, input


harga variabel dan
konstanta
L;dx;T;dt;u
Mmax=L/dx; Nmax=T/dt

Syarat Batas
F(1)=F(2)
F(Mmax)=F(Mmax
-1)

i=1, Mmax

Cetak
Hasil

Syarat Awal
F0(i)=0

i=2, Mmax-1

j=2, Nmax

Transfer variabel
F0(i)=F(i);

Harga Polutan
F(5)=50

Selesai

j=2, Mmax-1

Diskritisasi Upstream
F(i)=F0(i)*(1-(ABS(u)*(dt/dx))+(dt/
(2*dx))*((u+ABS(u))*F0(i-1)+(ABS(u)u)*F0(i+1)

IV.

Listing Program

4.1

FTCS

Continue

Discontinue

4.2

Leap-Frog

Continue

Discontinue

4.3

Upstream

Continue

Discontinue

V.

5.1

FTCS
5.1.1 Continue
Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Hasil

Skenario 4

Skenario 5

Skenario 6

Skenario 7

Skenario 8

5.1.2 Discontinue
Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Konsentrasi Vs Waktu

Skenario 4

Skenario 5

Skenario 6

Skenario 7

Skenario 8

5.2 Leapfrog
5.2.1 Continue
Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Skenario 6

Skenario 7

Skenario 8

5.2.2 Disontinue

Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Skenario 6

Skenario 7

Skenario 8

5.3 Upstream
5.3.1 Continu
Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Skenario 6

Skenario 7

Skenario 8

5.3.2 Discontinu
Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

Skenario 4

Skenario 5

Skenario 6

Skenario 7

Skenario 8

X.

1.

Kesimpulan

Terdapat 3 metode pemecahan numerik yang digunakan untuk


menyelesaikan persamaan adveksi. Yaitu FTCS, Leap-Frog, dan Upstream

2.

Diantara ketiga metode pemecahan numerik tersebut. Metode FTCS


adalah metode yang tidak stabil. Sedangkan Metode Leap-Frog dan
Upstream merupakan stabil namun bersyarat

Anda mungkin juga menyukai