Oleh :
NUR RAHMAH
26020213140051
Asisten:
INDIRA EKA MELIA W.
26020212140020
DICKY HARYANDO B.
26020212130024
MADA RAHARJO
26020212120009
HARMON PRAYOGI
26020212130053
NUR FITRIA H.
26020212130058
26020212130067
26020212140088
2015
Lembar Pengesahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Keterangan
Nilai
Cover
Lembar Pengesahan
Tujuan Praktikum
Tinjauan Pustaka
Flowchart
Listing Program
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Semarang, 08 November
2015
Asisten
Praktikan
Dicky Haryando B.
Nur Rahmah
26020211130046
26020213140051
Mengetahui,
Dosen Pengampu
TUJUAN
II.
TINJAUAN PUSTAKA
hiperbolik
dapat
diformulasikan
ke
dalam
hukum
(2.2)
Dengan S(U) adalah istilah umum untuk sumber yang
mengindikasikan asal dan tujuan dari vektor U. Jika dimisalkan S(U) =
0, maka persamaan menjadi homogen. Sifat umum dari persamaan
homogen adalah vektor U(x,t) yang diberikan pada titik x dan waktu t
dapat menetukan laju aliran, atau fluks, dari setiap variabel pada
keadaan (x,t).
Hukum kekekalan yang diberikan persamaan (2.1) dapat pula
dituliskan menjadi:
(2.3)
Dimana A(U) =
(2.4)
Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial
linear orde satu-dimensi satu dalam koordinat Cartesian. Persamaan
ini juga biasa disebut dengan persamaan adveksi yang umumnya
diterapkan pada permasalahan transport polutan menggambarkan
gradient
konsentrasi.
Persamaan
adveksi
menggambarkan
khususnya
pada
persamaan
diferensial
biasa
dan
dimana
sebagai berikut,
xo<< xo + x
(2.6)
Metode ini akan membuat pendekatan terhadap harga-harga
yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan
pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam grid atau
kotak-kotak hitungan kecil yang secara keseluruhan masih memiliki
sifat yang sama dengan benda utuh sebelum terbagi menjadi bagianbagian yang kecil. Penerapan metode ini pada persamaan adveksi
adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan
beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan
aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola
titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil
dan memberi nomor acuan kepada setiap subluas (Chandra, R,2011).
Metode beda hingga bersifat eksplisit, artinya keadaan suatu
sistem atau solusi variabel pada suatu saat dapat digunakan untuk
menentukan keadaan sistem pada waktu beriukutnya. Berbeda
dengan metode implisit, yang mana penentuan solusi sistem harus
dengan memecahkan sistem pada kedua keadaan, sekarang dan
yang akan datang(Chandra, R,2011).
Berdasarkan ekspansi Taylor di atas (persamaan 2.5), terdapat
tiga skema beda hingga yang biasa digunakan dalam diskritisasi PDP,
yaitu skema maju, skema mundur, dan skema tengah.
1. Skema maju
(2.7)
Pada skema maju, informasi pada titik hitung i dihubungkan dengan
titik hitung i+1 yang berada di depannya.
i+1
n+1 n
x dan t = t
t .
i
(2.9)
(Chandra, R, 2011)
2. Skema mundur
(
2
.
1
0
)
Pada skema mundur, informasi pada titik hitung i dihubungkan
dengan titik hitung (i-1) yang berada di belakangnya.
3. Skema mundur
(2.13)
n
Untuk t ,
(
2.
15
)
Dan untuk t
n+1
(2.16)
(
2.17a)
(2.17b)
(
2.17c)
(Chandra, R, 2011)
Metode ini digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial
parsial secara numerik, dengan menggunakan deret Taylor yang
diputus pada orde tertentu sesuai kebutuhan yang ada. Sebagai
contoh uraian deret Taylor adalah:
Bila
diferensialnya
Taylor
sampai
sampai
orde
Fmn 1 Fmn
ut n
Fm 1 Fmn1
2x
Pada dasarnya metode beda hingga ini tidak stabil secara numerik.
(Putri,T.L dan Ariadji,Z.A, 2009)
II.4 Leap Frog
Persamaan beda hingga dengan metoda ini adalah pendekatan
beda pusat untuk turunan waktu dan beda pusat untuk turunan ruang
(Central in Time and Central in Space CTCS), persamaannya dapat
dideskritisasi menjadi :
ut n
Fmn 1 Fmn 1
Fm 1 Fmn1
x
Khusus pada awal langkah (t = 0) deskritisasi persamaan diatas
menggunakan beda maju untuk waktu dan beda pusat untuk ruang
(metode FTCS) maka pada t = t atau n =1 desritisasi yang digunakan
adalah :
Fm1 Fm0
ut 0
Fm1 Fm01
2x
1.0
x
(Putri,T.L dan Ariadji,Z.A, 2009)
II.5 Up Stream
Pada metode ini digunakan pendekatan metode beda maju untuk
turunan terhadap waktu, sedangkan untuk turunan terhadap ruang
dilakukan dengan melihat arah kecepatan u.
Fmn 1 Fmn
ut n
Fm1 Fmn1
x
Fmn1 Fmn
u
t
x
Fmn 1 Fmn Fmn1 Fmn
Fmn 1 Fmn 1 u
u u Fmn1 u u Fmn1
x 2x
ut
1.0
x
III.
FLOWCHART
3.1 Leap-Frog
Mulai
i=1, Mmax
Syarat Awal
F00(i)=0
i=2, Mmax-1
Syarat batas
F00(1)=F00(2)
F00(Mmax)=F00(Mmax-1)
F0(1)=F0(2)
Harga Polutasn
F0(Mmax)=F0(Mmax-1)
j=2,
Nmax
i=2,
Mmax-1
F0(5)=50
Diskritisasi Leapfrog
F(i)=F00(i)-(u*(dt*dx))*((F0(i+1)F0(i-1)
Syarat batas
F(1)=F(2)
F(Mmax)=F(Mmax-1)
F(5)=F(50)
Cetak
Hasil
i=2, Mmax-1
Transfer variabel
F0(i)=F(i); F00(i)=F0(i)
F(5)=50
Selesai
3.2 Upstream
Mulai
Syarat Batas
F(1)=F(2)
F(Mmax)=F(Mmax
-1)
i=1, Mmax
Cetak
Hasil
Syarat Awal
F0(i)=0
i=2, Mmax-1
j=2, Nmax
Transfer variabel
F0(i)=F(i);
Harga Polutan
F(5)=50
Selesai
j=2, Mmax-1
Diskritisasi Upstream
F(i)=F0(i)*(1-(ABS(u)*(dt/dx))+(dt/
(2*dx))*((u+ABS(u))*F0(i-1)+(ABS(u)u)*F0(i+1)
IV.
Listing Program
4.1
FTCS
Continue
Discontinue
4.2
Leap-Frog
Continue
Discontinue
4.3
Upstream
Continue
Discontinue
V.
5.1
FTCS
5.1.1 Continue
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Hasil
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
5.1.2 Discontinue
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Konsentrasi Vs Waktu
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
5.2 Leapfrog
5.2.1 Continue
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
5.2.2 Disontinue
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
5.3 Upstream
5.3.1 Continu
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
5.3.2 Discontinu
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
X.
1.
Kesimpulan
2.