Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Ulkus kornea adalah lesi kornea yang melibatkan degradasi stroma kornea. Dikenal
dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus kornea sentral
biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral,
jauh dari limbus vaskular. Ulkus kornea sentral dibagi menjadi keratitis bakterial, keratitis
fungi, keratitis virus, dan keratitis akantamuba. Ulkus perifer terdiri dari ulkus dan infiltrat
marginal, ulkus Mooren, keratokonjungtivitis fliktenularis, keratitis marginal pada penyakit
autoimun, ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A, keratitis neurotropik, dan keratitis
pajanan.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan
kausanya/penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur.
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi kuman dari kornea, menekan
reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat
penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan
kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. Prognosis ulkus kornea
tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis
mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea
yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga mempengaruhi ketaatan penggunaan
obat.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
1. Identitas
Nama
: Tn. P
: 25 tahun
Pendidikan
: SMA
Alamat
Pekerjaan
: Pegawai proyek
Masuk RS
: 26-11-2015
2. Anamnesis
Keluhan utama
SMRS.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 minggu yang lalu mata kanan pasien terkena percikan api saat sedang
menggerinda. Saat itu pasien tidak mengalami keluhan dan pasien hanya membulas mata
dengan air biasa kemudian melanjutkan aktivitasnya. Satu hari kemudian pasien merasa
matanya nyeri (+), merah (+), berair (+), silau (+), penglihatan terganggu (-). Pasien
kemudain berobat ke dokter umum dan diberi salep kemudian pasien pulang. 3 hari
kemudian karena keluhan tidak berkurang dan terdapat bercak putih yang semakin banyak
di bagian bekas terkena percikan, pasien kemudian berobat ke dokter lain. Keluhan tetap
tidak membaik dan bercak putih menjadi lebih besar sehingga pasien berobat lagi ke dokter
mata dan dikatakan bahwa pasien harus dirujuk ke RSCM. Di dokter mata pasien
mendapat obat tetes mata dengan tutup warna merah untuk mengistirahatkan mata. Pasien
menolak dan kemudian memilih untuk pulang ke Sukabumi agar lebih dekat. Namun
keluhan tidak membaik, bercak putih menjadi lebih besar meluas ke bagian tengah mata
sehingga penglihatan terganggu, pasien kemudian berobat ke RSUD Sekarwangi.
Saat datang ke poli pasien mata merah (+), nyeri (+), berair (+), silau (+), mata
cenderung menutup (+), kelopak membengkak (+), sakit kepala berdenyut (+), demam (-),
kotoran mata (-),
Riwayat pemakaian lensa kontak sebelumnya disangkal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (-), DM (-), asma (-), jantung (-), paru (-), riwayat kelainan mata
sebelumnya (-)
: afebris
Pernapasan
: 14 x/menit
Mata
Kepala
: deformitas ()
Leher
: perbesaran KGB ()
Paru
Jantung
Abdomen
: datar, lemas, bising usus (+) normal, hati dan limpa tidak teraba
Ekstrimitas
Status oftalmologis:
Kedudukan kedua bola mata baik, gerakan baik ke segala arah baik
OD
Edema +, spasme +
OS
Injeksi konjungtiva +,
injeksi silier +
Ulkus kornea (+) 4x3 mm
parasentral,
infiltrate,
Palpebra
Tenang
Konjungtiva
Tenang
Kornea
Jernih
warna
Jernih
Jernih
Tidak dilakukan
TIO :
Lensa
Badan kaca
Funduskopi
Dalam
Bulat, sentral, refleks cahaya +,
3 mm
Jernih
Jernih
Tidak dilakukan
OD tidak diperiksa
OS 11,0 (tonometri)
Visus:
OD
3/60
OS
6/6
8. Masalah:
1. Ulkus kornea OD ec susp infeksi bakteri + hipopion DD/ infeksi jamur
9. Rencana Pemeriksaan:
KOH
Pewarnaan Gram
Uji Fluorosens
10. Terapi:
C. Tropin 2 dd gtt 1 OD
C. LFX 6 dd gtt 1 OD
C. Natachen 6 dd gtt 1 OD
Cefotaxim 2 x1 gr IV
BAB II
ANALISA KASUS
Dari ilustrasi kasus yang telah dijabarkan sebelumnya didapatkan bahwa kelainan pada
mata kanan pasien masuk dalam bagian besar mata merah visus turun mendadak dengan
diagnosis banding glaukoma akut, ulkus kornea, uveitis anterior dan endoftalmitis.
Diagnosis glaucoma akut disingkirkan karena tidak terdapat peningkatan tekanan
intraokular, refleks fundus masih bagus, tidak terdapat gangguan lapang pandang (tes
konfrontasi bagus) dan tidak ada neuropati optik.
Diagnosis uveitis disingkirkan karena dari anamnesis terdapat riwayat terkena serangga
sedangkan pada uveitis anterior biasanya karena autoimun. Dari pemeriksaan oftalmologi
juga tidak terdapat miosis.
Diagnosis endoftalmitis dapat disingkirkan karena tidak terdapat kekeruhan pada
vitreus, refleks fundus masih baik.
Akhirnya, ditegakkan diagnosis ulkus kornea karena sudah terdapat defek epitel yang
sampai ke stroma kornea berdasarkan pemeriksaan slit lamp. Dari anamnesis diperoleh
keterangan bahwa keluhan pasien didahului oleh adanya riwayat trauma akibat terkena
percikan api dari gerinda, kemudian mata merah, berair, nyeri, dan terasa silau. Penglihatan
juga menjadi buram mendadak, kelopak mata pasien membengkak. Hal hal tersebut juga
mendukung penegakan diagnosis ulkus kornea.
Ulkus kornea biasanya terjadi dengan didahului oleh adanya trauma pada kornea. Agen
yang berperan utama dalam trauma ini adalah bakteri dan jamur. Pada kasus ini, terdapat
riwayat terkena terkena percikan api pada mata pasien 2 minggu SMRS yang diduga
sebagai sumber infeksi.
Pada status oftalmologi didapatkan ulkus kornea di parasentral, infiltrat +, warna
keputihan, edema +, hipopion +. Morfologi ulkus yang demikian ditambah dari hasil
anamnesis mengarahkan etiologi ulkus pada jamur dan bakteri. Untuk penyebab virus
dapat disingkirkan karena dari anamnesis didapatkan gejala nyeri, sedangkan umumnya
gejala ulkus virus tidak disertai nyeri, termasuk tidak adanya gejala sistemik pada pasien.
Selain itu juga tidak ditemukan bentuk khas dari ulkus virus yaitu bentuk dendritik. Dari
anamnesis terdapat beberapa hal yang menguatkan etiologi ulkus pasien ke arah jamur,
antara lain adanya riwayat kontak dengan bahan-bahan organik yaitu serangga.
Untuk memastikan etiologi ulkus tersebut perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
swab sekret mata yang dilanjutkan dengan pewarnaan gram, dan pemeriksaan kultur
resistensi. Selain itu dilakukan juga scrapping yang dilanjutkan dengan pemeriksaan KOH.
Untuk mengetahui penyebab pastinya perlu dilakukan kultur saboraud. Uji fluoresens
dilakukan untuk melihat sebesar seluas apa defek epitel yang terjadi pada ulkus tersebut,
untuk selanjutnya, tes ini dapat dilakukan sebagai follow up terapi.
Komplikasi pada ulkus kornea disebabkan karena terjadinya perforasi yang
memungkinkan masuknya agen infeksi ke jaringan mata yang lebih posterior. Terdapat
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien ini seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat blok pupil karena peradangan yang
menjalar ke area tersebut. Namun pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda glaukoma
seperti peningkatan TIO, penyempitan lapangan pandang, maupun peningkatan CDR.
Komplikasi uveitis anterior dan endoftalmitis dapat disingkirkan karena dari pemeriksaan
oftalmologis didapatkan tidak adanya perforasi terlihat dari dalam ulkus yang hanya
sampai stroma. Dari pemeriksaan bilik mata depan, iris dan pupil juga tidak didapatkan
adanya kelainan.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah C. Tropin 2 dd gtt 1 OD, C. LFX 6 dd gtt
1 OD, C. Natachen 6 dd gtt 1 OD, Cefotaxim 2 x1 gr, Ketokonazole 2 x 200 mg, Ketorolac
2x1 amp, Alprazolam 1x1 0.25 mg.
Antibiotik yang diberikan pada pasien ini adalah antibiotic sistemik dan tetes mata.
Menurut
golongan fluoroquinolon tetes setiap 5 menit selama setengah jam pertama setelah hasil
kultur keluar. Pada pasien ini digunakan Cendo Levofloxacin 6x1 tetes yang merupakan
antibiotic golongan tersebut. Levofloxacin memiliki aktivitas bakterisid terutama bakteri
gram negative. Antibiotik sistemik yang diberikan yaitu Cefotaxim yang merupakan
antibiotic golongan sefalosporin generasi ketiga. Cefotaxim bekerja menghambat sintesis
dinding sel bakteri.
Golongan obat lain yang diberikan pada pasien ini adalah anti-jamur untuk
mengeradikasi jamur. Pada pasien ini digunakan dua jenis antijamur. Natamycin (Natacen)
adalah antijamur golongan Polyenes, kerjanya merusak dinding sel jamur dengan
menempel pada ergosterol yang ada pada dinding sel jamur. Obat ini efektif terhadap jamur
tipe filament maupun tipe ragi (spektrum luas). Yang kedua adalah ketokonazole, yaitu
obat golongan azol yang diberikan dalam bentuk sediaan oral. Obat
golongan ini
merupakan fungistatik, diabsorbsi secara sistemik dengan kadar yang adekuat di bilik mata
depan dan kornea. Kerjanya ialah dengan menghambat sintesis ergosterol. Indikasi obat ini
adalah sebagian besar mycosis sistemik. Cendo Tropin yang mengandung Tropicamide
merupakan sikloplegik yang diberikan untuk mengistirahatkan kerja iris yang terkena
imbas dari peradangan ulkus kornea. Terapi lain yang diberikan adalah analgetik ketorolac
untuk mengurangi nyeri dan alprazolam 0,25 mg agar pasien dapat beristirahat.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Definisi 1
Ulkus kornea adalah adanya defek pada epitel sampai stroma kornea. Kondisi ini
Klasifikasi 1
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus sentral
terletak di sentral, jauh dari limbus vaskular. Ulkus kornea sentral dibagi menjadi keratitis
bakterial, keratitis fungi, keratitis virus, dan keratitis akantamuba. Ulkus perifer terdiri dari
ulkus dan infiltrat marginal, ulkus Mooren, keratokonjungtivitis fliktenularis, keratitis
marginal pada penyakit autoimun, ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A, keratitis
neurotropik, dan keratitis pajanan.
3.
Etiologi 1,2
Penyebab tukak kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. Ulkus
kornea bakterial jarang terjadi dan ulkus kornea jamur lebih jarang di negara berkembang,
tetapi dalam 2 dekade belakangan ini menjadi penyebab yang lebih penting. Di India
Selatan sekitar 44 % dari ulkus kornea sentral disebabkan oleh jamur. Organisme yang
sering terlibat dalam ulkus kornea bakterial pada kornea nonkompromais (tanpa infeksi
herpes, keratokonjungtivitis sika, atau penggunaan obat-obatan imunosupresan), antara lain
Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumoniae, Moraxella sp., Streptococcus hemolitikus, Klebsiella pneumoniae, dan bakteri lain yang jarang, seperti Escherichia coli,
Proteus sp, Mycobacterium fortuitum, dan Nocardia sp. Pada kornea kompromais,
terutama dengan penggunaan obat-obatan imunokompromais atau terjadi sebagai infeksi
sekunder pada keratitis herpes simpleks, Staphylococcus aureus menjadi penyebab yang
penting pada ulkus kornea sentral. Selain itu, penyebab yang lain, antara lain
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus -hemolitikus, Streptococcus -hemolitikus,
Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp, Enterobacter aerogenes, dan bakteri lain seperti
Escherichia coli, dan Nocardia sp.
4.
Patofisiologi 1
Kornea memiliki banyak serabut saraf, kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun
dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan
palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Fotofobia
pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh
iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia,
yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena
hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik yang berharga.
Meskipun mata berair dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak
ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Terbentuknya ulkus kornea mungkin karena adanya kolagenase yang dibentuk oleh
sel epitel baru dan sel radang. Proses pembentukan ulkus melibatkan proses penyembuhan
-
lesi di epitel dan stroma, lapisan air mata, persarafan kornea, enzim proteolitik, dan sitokin:
Penyembuhan lesi epitel. Ulkus kornea selalu diawali dengan defek epitel. Defek epitel
persisten menyebabkan stroma kornea terpajan pada lingkungan eksternal dan
mempermudah terjadinya proses degradasi stroma. Migrasi sel epitel terjadi sentripetal
sampai defek tertutup seluruhnya.
10
Penyembuhan lesi stroma. Penyembuhan lesi stroma terjadi melalui migrasi keratosit
stroma, proliferasi dan deposisi matriks ekstraseluler, termasuk kolagen, protein adhesi,
dan glikosaminoglikan.
Nekrosis dan degradasi stroma. Sekresi matriks metaloproteinase, yang berfungsi
mendegradasi matriks ekstraseluler dan membran basal, sangat meningkat saat
penyembuhan luka. Enzim ini disekresi sebagai proenzim oleh neutrofil, sel epitel yang
denervasi saraf menurunkan produksi air mata, refleks protektif, dan frekuensi berkedip.
Peran lapisan air mata dan sitokin. Air mata mengandung sitokin yang penting dalam
regulasi penyembuhan epitel kornea.
5.
ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun, dan kadang kotor. Pada ulkus kornea
bakterial dapat ditemukan infeksi konjungtiva dan edema kelopak, dan terdapat sekret yang
purulen. Selain itu dapat terlihat tanda berupa kekeruhan berwarna putih pada kornea
dengan defek epitel, iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi
sel radang pada kornea. Sebagai tambahan, hipopion dapat terlihat, sebagai akibat dari
efek toksik dari organism pada pembuluh darah iris dan badan siliar dengan hasil keluarnya
fibrin dan leukosit polimorfonuklear. Biasanya hipopion yang terbentuk steril sejauh
membran Descement masih intak. Hipopion dapat terlihat pada ulkus kornea
Staphylococcus, Streptococcus pneumoniae, dan Pseudomonas. Akan tetapi, juga dapat
terlihat pada ulkus kornea virus dan jamur.
Sifat ulkus bakterial yang disebabkan oleh bakteri oportunistik biasanya indolen yang
cenderung menyebar perlahan dan superfisial. Ulkus yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae biasanya muncul setelah 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea, dengan
sifat ulkus berbatas tegas keabu-abuan yang cenderung menyebar dari tempat asal ke
sentral kornea dan tepinya bersih.
Sifat ulkus yang disebabkan oleh Pseudomonas dimulai dengan infiltrat keabu-abuan
atau kuning pada lokasi rusaknya epitelium kornea, yang diikuti oleh nyeri yang hebat dan
lesi cenderung cepat menyebar ke segala arah. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas
11
enzim proteolitik yang dihasilkan oleh organisme. Selain itu, biasanya banyak hipopion
yang cenderung meningkat ukurannya seiring dengan progresifitas ulkus. Infiltrat dan
eksudat yang terbentuk cenderung berwarna hijau kebiruan. Hal ini disebabkan karena
pigmen yang diproduksi oleh organisme dan patognomonik untuk infeksi P. aeruginosa.
Selain itu biasanya infeksi terjadi mengikuti abrasi kornea akibat pemakaian lensa kontak.
Sifat ulkus pada M. liquefaciens biasanya berbentuk oval, indolen, dengan lokasi
yang tersering adalah kornea inferior dan meluas ke bagian dalam stroma dalam beberapa
hari. Biasanya tidak terdapat hipopion atau hanya sedikit, dan kornea umumnya bening.
Sifat ulkus pada Streptococcus -haemolyticus tidak memiliki ciri khas tertentu.
Stroma disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan biasanya terdapat
hipopion berukuran sedang.
Ulkus jamur bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering disertai hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama, dan sering
juga lesi satelit, merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea
utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea. Tidak ada ciri khas
yang membedakan jenis jamur.
Tabel 1. Perbandingan ulkus bakterial dan ulkus jamur
12
6.
Diagnosis 1,2,3
Diagnosis dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan oftalmologis, dan
13
Konjungtiva, sklera, dan kelopak: eritema, injeksi silier, nodul perilimbus, sekret,
spasme kelopak
Sensitivitas kornea
Pada ulkus kornea terdapat kekeruhan berwarna putih pada kornea. Daerah kornea
yang tidak terkena akan tetap jernih dan tidak terdapat infiltrat. Iris sulit dilihat karena
edema kornea dan infiltrasi sel radang pada kornea. Pada pewarnaan fluoresein akan
memberikan warna hijau yang menunjukkan adanya defek epitel.
Pada ulkus kornea sentral, hipopion biasanya menyertai ulkus. Hipopion khas untuk
ulkus kornea sentral bakteri dan fungi. Hipopion steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali
terjadi robekan pada membran Descemet. Pada ulkus fungi, hipopion mungkin
mengandung unsur fungus.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan fluoresein yang dapat membedakan ulkus dari
abrasi sederhana. Pada keratitis virus akan tampak ulkus dendritik atau geografik.
Selain itu dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti uji fluorosensi untuk melihat
adanya defek pada kornea, scraping dari ulkus dan dilakukan perwarnaan Gram dan
Giemsa, dan kultur harus dilakukan di saat bersamaan. Pemeriksaan jamur dilakukan
dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. Hal tersebut dilakukan karena
pentingnya indentifikasi organisme penyebab.
7.
Tatalaksana 1,4, 5, 6
Pengobatan umumnya untuk tukak kornea adalah dengan sikloplegik, antibiotik yang
sesuai secara topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi.
14
Terapi yang diberikan sesuai dengan organisme penyebabnya. Terapi initial diberikan
berdasarkan interpretasi apusan kornea, dan penilaian klinis. Terapi obat tetes antibiotika
diberikan dengan interval 15 menit, sedangkan antibiotik subkonjuntiva diberikan setiap 12
jam. Terapi sistemik dapat diberikan bila ditemukan supurasi sklera atau terdapatnya
perforasi kornea.
Pengobatan pada tukak kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan
antibiotika. Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
- Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator
- Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari
- Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
- Debridement
- Diberikan pengobatan sesuai organisme penyebab.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang kecuali
bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan tindakan pembedahan yaitu keratektomi atau keratoplasti
apabila dengan pengobatan tidak sembuh atau terjadinya jaringan parut yang menganggu
penglihatan.
15
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
2. Saran
Tingkat kesadaran penderita akan risiko komplikasi ulkus kornea masih rendah.
Edukasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan
Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, kepatuhan
pasien dalam berobat perlu mendapatkan perhatian yang lebih.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswell R. Cornea. In: Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophthalmology. 17 th
ed. USA: Appleton & Lange; 2008. p. 126-140
2. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 2, section 8,
American Academy of Ophthalmology, USA 1997
3. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. h.
4. Setiabudy R, Bahry B. Obat jamur. Dalam: Gunawan SG (editor). Farmakologi dan
Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 2007. h. 571-582
5. Murillo-Lopez
FH.
Corneal
ulcer.
Diambil
dari:
URL:
17