Rferat Renny
Rferat Renny
DAKRIOSISTITIS
Disusun Oleh :
Renny Dwi Sandhitia S
(1102010235)
Pembimbing :
dr. H. Bambang Rianto Sp.M
2015KATA PENGANTAR
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang
Apparatus lakrimal terdiri atas: glandula lakrimalis utama, glandula lakrimalis
aksesorius, dan jalur lakrimal yang terdiri dari: puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis
dan ductus nasolakrimalis.1Sistem pengeluaran lakrimal berfungsi untuk mengalirkan
air mata dari mata ke rongga hidung. Sistem pengeluaran lakrimal mudah mengalami
infeksi dan inflamasi. Hal ini disebabkan oleh menyatunya mukosa membran dengan
konjungtiva dan mukosa nasal yang normalnya dikolonisasi bakteri. Penumpukan air
mata dalam sistem penyaluran lakrimal yang tertutup dapat menyebabkan terjadinya
suatu infeksi ataupun inflamasi yang dimana dikenal dengan istilah dakriosistitis.
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimalis. Dakriosistitis biasanya
dimulai oleh adanya obstruksi duktus nasolakrimalis dan infeksi pada sakus lakrimal.
Dakriosistitis paling sering unilateral terutama pada sisi kiri daripada sisi kanan. Hal
ini dikarenakan pada banyak kasus, duktus nasolakrimal dan fossa lakrimal
membentuk suatu sudut yang lebih besar pada sisi kanan daripada sisi kiri.
Dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan kongenital dan didapat/acquired.
Dakriosistitis yang didapat/acquired dapat dibedakan berdasarkan menurut perjalanan
penyakitnya yaitu akut dan kronik.
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan
orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah
kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83%
kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital
jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.
2.2
Epidemiologi
Epidemiologi dakriosistitis berdasarkan:
Usia
Dakriosistitis paling sering terjadi pada anak-anak khususnya yang baru lahir
yang disebut sebagai kongenital dakriosistitis dan pada orang dewasa umur 60-70
tahun yang disebut dengan acquired dakriosistitis.
Jenis Kelamin
Dakriosistitis pada anak-anak perbandingannya sama, sedangkan pada orang
dewasa lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.
Ras
Orang berkulit hitam lebih jarang terkena dakriosistitis dibandingkan dengan
orang berkulit putih. Hal ini karena ostium nasolakrimal pada hidung lebih besar pada
orang berkulit hitam dibandingkan dengan ras lainnya.
2.3 Klasifikasi
Dakriosistitis dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu: congenital dan dakriosistitis
dewasa (akut dan kronik).
a
Dakriosistitis akut merupakan inflamasi supuratif akut pada sakus lakrimalis yang
ditandai dengan gejala pembengkakan yang nyeri di daerah sakus, epifora, dan
demam. Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
Dakriosistitis kongenital merupakan inflamasi sakus lakrimal yang terjadi pada bayi
baru lahir, biasa juga disebut dakriosistitis neonatorum. Setelah lahir (biasanya 2-4
minggu), pus dikeluarkan melalui pungta. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat
menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian.
Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus
yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang
indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis,
ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
Etiologi
dari
dakriosistitis
kronik
yaitu
multifaktorial.
Faktor-faktor
Fator predisposisi berupa umur, jenis kelamin, ras, hereditas, status social ekonomi,
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis
lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Kelenjar
lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis.
Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond,
yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian
posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian
dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix
konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola
mata oleh kedipan kelopak mata.
Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra member lipid pada
air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut
membentuk film air mata.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan
air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal
aksesorius dikenal sebagai pensekresi dasar. Secret yang dihasilkan normalnya
cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat
mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.
Komposisi air mata terdiri dari :
Sel goblet pada konjungtiva membentuk lapisan terdalam air mata dengan mensekresi
musin, dimana distribusinya merata pada permukaan mata.
Kelenjar Meibom memproduksi minyak pada lapisan terluar air mata, yang
mengurangi penguapan lapisan dasar akuos.
Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap lembab
oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan disertai
dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra serta
konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau
film prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa konsentrasi garam
didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah. Selain itu, air mata
mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki aktivitas sebagai
bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria. Walaupun air mata mengandung
enzim bakteriostatik dan lisozim, menurut Sihota (2007), hal ini tidak dianggap
sebagai antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi mikroorganisme tersebut,
air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu membilas mikroorganisme
tersebut dan produk-produk yang dihasilkannya.
K+, Na+, dan Cl terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata dari
dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04
mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi darah akan diikuti perubahan
konsentrasi glukosa dan urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada
variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air mata adalah
isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L.
Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai
stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva,
mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya
terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan
menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada
nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan
penghambatan
hantaran
pada
ujung
nervus
sensoris
yang
mengakibatkan
penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air mata
yang poten). Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen
oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis yang
memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab itu, pemberian obat
yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin) dapat meningkatkan sekresi sedangkan
pemberian obat antikolinergik (atropin) akan menyebabkan penurunan sekresi.
Refleks sekresi air mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai respon
darurat. Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu sempurna, hal
ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa sekresi air mata.
mekanisme pompa air mata telah dikemukakan. Mekanisme menurut RosengrenDoane, kontraksi orbikularis memberikan kekuatan. Kontraksi tersebut menghasilkan
tekanan positif di dalam sakus lakrimalis, mendorong air mata menuju hidung. Ketika
kelopak mata membuka dan menutup rapat, sakus lakrimalis akan memberikan
tekanan negatif. Tekanan ini akan memberi tahanan pada kelopak mata dan juga
punktum. Ketika kelopak mata terbuka sempurna, punktum terbuka dan tekanan
negative mendorong air mata menuju kanalikuli.
Patofisiologi
Sistem ekskresi terdiri atas punktum, kanlikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah sebabnya hanya sedikit
yang sampai ke sistem ekskresi.Ekskresi air mata dimulai dari mengalirnya air mata
ke punktum dan menuju ke kanalikuli, kemudian menuju ke sakus lakrimal dan
akhimya masuk ke duktus nasolakrimalis.
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya
akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air
mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui
dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara
lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
dan menjadi paten sebelum cukup bulan. Obstruksi duktus sering terjadi, jika
kanalikuli terobstruksi, sebagian kumpulan air mata yang tidak mengalir dalam sakus
lakrimalis dapat terinfeksi dan berakumulasi sebagai mukokel atau menyebabkan
dakriosistitis.
Daerah ektoderm dari naso-optik terletak pada masenkim antara nasal-bagian
lateral dan daerah maxillaris yang kemudian mengalirkan dan membuka kedalam
forniks konjungtiva sebelum membuka ke vestibula hidung. Biasanya pembukaan
pada daerah hidung tidak lengkap pada saat lahir, dalam hal ini biasanya pada bayi
baru lahir akibat valvula Hessner tidak terbuka, sehingga menyebabkan air mata
tertampung dan terjadi obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Pada orang tua
dakriosistitis dikarenakan M. Orbicularis oculi lemah sehingga terjadi ektropion dan
menyebabkan punktum terlipat keluar sehingga mengakibatkan akumulasi air mata.
Bila sakus lakrimal ditekan akan terjadi regurgitasi mukoid ke dalam sakus
konjungtiva sehingga infeksi bisa meluas ke jaringan sekitar.
2.7
Manifestasi Klinis
Gejala utama dakriosistitis adalah mata berair (epifora) dan banyak sekret.
Dakriosistitis pada orang dewasa, terdiri dari akut dan kronik. Pada keadaan akut,
terdapat tanda dan gejala radang berupa nyeri, eritema dan edema pada daerah sakus
lakrimalis. Pembesaran sakus yang terbungkus oleh fascia lakrimal menimbulkan rasa
nyeri. Pembesaran ini berisi sekret mukopurulen yang akan memancar keluar jika
ditekan. Terkadang juga disertai oleh demam, walaupun demamnya ringan. Apabila
tidak ditangani dengan baik, pembesaran ini dapat mengecil dengan membentuk
fistel.
Pada keadaan kronik tidak terdapat rasa nyeri, tanda dan gejala radang pun
sangat tidak dominan, biasa gejala berupa mata berair yang bertambah banyak bila
mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid dengan
pus di daerah punktum lakrimal dan kelopak mata melekat satu dengan yang lainnya.
Gambaran klinis pada dakriosistitis kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium,
yaitu:
dalam.
Stadium mukokel lakrimal berupa stagnasi kronik menyebabkan distensi sakus
lakrimal yang ditandai dengan epifora konstan dihubungkan dengan pembengkakan
pada kantus dalam.Regurgitasi cairan mukoid gelatinous dari punktum inferior pada
a.Dakriosistitis kronik
b.Dakriosistitis akut
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dan gejala klinik didapatkan mata berair dan
disertai dengan sekret yang banyak dan lengket, mata merah disertai udem dan gejala
bertambah berat jika terkena angin dan cuaca dingin atau diawali dengan reaksi
peradangan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan udem dan nyeri tekan
pada daerah sakus lakrimal dan bila dilakukan penekanan pada kantung mata dapat
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punktum lakrimal.
I,
mata
pasien
yang
dicurigai
mengalami
obstruksi
pada
duktus
Gambar 10. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II.
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata
ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya
adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada
saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata.
Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe
dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi
dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm
berarti ada obstruksi.
Gambar 15
Gambar 16
2.9
Diagnosis Banding
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala
demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun
bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh
vena dengan edema papil.3 Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunakorbita
yang terletak posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi
akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Gambaran klinisnya
antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertailekositosis), proptosis, kemosis,
hambatan pergerakanbola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Keterlambatan
pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksidan timbulnya sindroma
apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain
kebutaan,kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.
Gambar 17.Selulitis orbita pada mata kiri dengan tanda eritema, proptosis, dan ptosis.
Juga terdapat kemosis dan hypo-opyhalmia.
Karena sebagian besar selulitis orbita merupakanmanifestasi dari sinusitis,
maka pemeriksaan CT Scan padasinus paranasal merupakan keharusan. Dilakukan
konsultasi dengan bagian otolaringologi untuk pemeriksaan sinus.Penyebab dan
faktor predisposisi selulitis orbitaantara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat
operasi,dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita,infeksi gigi (odontogen),
tumor orbita atau intraokuler,serta endoftalmitis.
Sinusitis etmoidal akut, biasanya lebih sering terjadi pada anak. Dengan gejala
berupa nyeri dan nyeri tekan diantara kedua mata dan di atas jembatan hidung,
ditemukan juga hidung tersumbat.
Sinusitis frontal, hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus ethmoidal.
Penyakit ini terutama terjadi pada orang dewasa. Gejala klinis dari sinusitis frontalis
berupa nyeri kepala yang khas, yang berlokasi di atas alis mata yang biasanya pada
pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan berkurang
hingga menjelang malam.
b. Hordeolum
Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan
selulitis orbita.
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut
di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior
os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang
tampak jelas.
Adanya dakriosistitis merupakan kontraindikasi untuk melakukan tindakan
bedah membuka bola mata seperti operasi katarak, glaucoma karena dapat
menimbulkan infeksi intraocular seperti endoftalmitis ataupun panoftalmitis.
2.11
Penatalaksanaan
2.12
Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi
internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA