Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat yang begitu penting bagi manusia yang
perananya tidak perlu diragukan lagi, hal ini dapat dibuktikan dengan
menunjuk pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari, tapi dapat juga
dibuktikan dengan menunjuk banyaknya perhatian para ilmuan dan praktisi
terhadap bahasa sebagai objek ilmu tidak dimonopoli oleh para ahli bahasa.
Para ilmuan dalam bidang lain pun menjadikan bahasa sebagai objek studi
karena mereka memerlukan bahasa sekurang- kurangnya sebagai alat bantu
untuk mengomunikasikan berbagai hal dalam bidang ilmu yang mereka
pelajari.
Dalam literatur bahasa para ahli umumnya merumuskan fungsi bahasa
bagi setiap orang ada empat, yaitu pertama sebagaialat berkomunikasi, kedua
sebagai alat mengekspresikan diri, ketiga sebagai alat berintegrasi dan
beradaftasi sosial, keempat sebagai alat kontrol sosial.
Di Indonesia sendiri penggunaan bahasa mengalami beberapa perubahan,
dan dalam penggunaannya sering tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pemahaman ejaan sangat perlu, karena ejaan merupakan rambu lalulintas
dalam penggunaan bahasa terutama bahasa tulis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemakaian huruf menurut ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan?
2. Bagaimana penulisan kata menurut ejaan yang di sempurnakan?
3. Bagaimana pemakaian tanda baca menurut ejaan yang disempurnakan?
4. Bagaimana pula penulisan unsur serapan menurut ejaan yang
disempurnakan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemakaian huruf ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan.
2. Untuk mengetahui penulisan kata menurut ejaan yang disempurnakan.
3. Untuk mengetahui pemakaian tanda baca menurut ejaan yang
disempurnakan.
4. Untuk mengetahui penulisan unsur serapan menurut ejaan yang
disempurnakan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemakaian Huruf
1. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf
yang berikut. Nama huruf disertakan di sebelahnya.

2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf a, e, i, o, dan u.

3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan
ai, au, dan oi.

5. Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.

6. Penggunaan Huruf Kapital


a.

Jabatan tidak diikuti nama orang

Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai


sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat,
Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen
Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang, tidak
memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk
pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.

Huruf pertama nama bangsa


Dalam butir 7 dinyatakan, huruf kapital digunakan sebagai huruf
pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa
Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata
turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-BatakBatakan,

meng

Indonesiakan.

Seharusnya:

kesunda-sundaan,

keinggris-inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.


c.

Nama geografi sebagai nama jenis


Dalam butir 9 ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh,
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah
tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok,
nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.

d.

Setiap unsur bentuk ulang sempurna


Dalam butir 11 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada

nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen


resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu
Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, UndangUndang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan
Negara.
e.

Penulisan kata depan dan kata sambung


Dalam butir 12 dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk
yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada
penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam
Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan,

Taksi yang Menghilang.


7. Huruf Miring
a.

Penulisan nama buku


Pada butir 1 pedoman penulisan huruf miring ditegaskan, huruf
miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,
majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku
Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung
Pos.

b.

Penulisan penegasan kata dan penulisan


bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf miring menyatakan, huruf miring
dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Contoh, boat
modeling, aeromodeling, motorsport.

c.

Penulisan kata ilmiah


6

Butir 3 pedoman penulisan huruf miring menegaskan, huruf miring


dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan
ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh,
royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus,
dsb.
8. Huruf Tebal
a. Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku,
bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar
pustaka, indeks dan lampiran.
b. Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf , bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk
keperluan itu digunakan huruf miring.
c. Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan lema dan
sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan
polisemi.
B. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
2. Kata Turunan
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata
dasarnya.
Misalnya:
bergeletar

dikelola

penetapan

menengok

mempermainkan
b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat
5.)
Misalnya:
bertepuk tangan

menganak sungai

garis bawahi

sebar luaskan
7

c. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan
akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat
juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
Mengggarisbawahi

dilipatgandakan

Menyebarluaskan

penghancurleburan

d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati

dwiwarna

multilateral

aerodinamika

ekawarna

narapidana

antarkota

ekstrakurikuler

nonkolaborasi

anumerta

elektroteknik

Pancasila

audiogram

infrastruktur

panteisme

awahama

inkonvensional

paripurna

bikarbonat

introspeksi

poligami

biokimia

kolonialisme

pramuniaga

caturtunggal

kosponsor

prasangka

dasawarsa

mahasiswa

purnawirawan

dekameter

mancanegara

reinkarnasi

demoralisasi

monoteisme

saptakrida

Catatan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah
huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung
(-). Misalnya:
non-indonesia
pan-afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan
kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak

mondar-mandir

hati-hati

porak-poranda

kupu-kupu

ramah-tamah

kura-kura

sayur-mayur

laba-laba

tukar-menukar

mata-mata

tunggang-

sia-sia

langgang

undang-

terus-menerus

undang

berjalan-jalan

4. Gabungan Kata
a. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah
khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
mata pelajaran
orang tua
kambing hitam

model linear
simpang empat
meja tulis
rumah sakit umum

b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin


menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda
hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar

buku sejarah-baru

ibu-bapak kami

orang-tua muda

anak-istri saya

mesin-hitung tangan

c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.


Misalnya:
acapkali

akhirulkalam

astagfirullah

adakalanya

alhamdulillah

bagaimana

barangkali

kasatmata

saputangan

beasiswa

kepada

saripati

belasungkaw

keratabasa

sebagaimana

kilometer

sediakala

bilamana

manakala

segitiga

bismillah

manasuka

sekalipun

bumiputra

mangkubumi

silaturahmi

daripada

matahari

sukacita

darmabakti

olahraga

sukarela

darmasiswa

padahal

sukaria

darmawisata

paramasastra

syahbandar

dukacita

peribahasa

titimangsa

halalbihalal

puspawarna

wasalam

hulubalang

radioaktif

kacamata

saptamarga

10

5. Kata Depan di, ke, dan dari


Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu
kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
6. Partikel
Penulisan partikel -lah, -kah, dan tah Pedoman EYD menetapkan
ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan tah ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah,
apakah, siapakah, apatah.
a.

Penulisan partikel pun


Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun
dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.

b.

Penulisan partikel per


Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang
berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang

mendahului atau mengikutinya.


7. Singkatan dan Akronim
Singkatan
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan
yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

a.

Penulisan singkatan umum tiga


huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga
huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik
dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam
setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom,
surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga
dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul
tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.

b.

Penulisan singkatan mata uang


Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran
, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Akronim
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan
huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim
yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a.

Akronim nama diri


Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan
suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis
dengan huruf awal huruf kapital.

b.

Akronim bukan nama diri

Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu
membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata
yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia yang lazim
8. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;
-ku, -mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
9. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
C. Angka dan Bilangan
1. Penulisan Angka
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor.
Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,

(3) nilai uang, dan


(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah,
aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan
ayat kitab suci.
2. Penulisan Lambang Bilangan
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD,
empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang
dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam
bahasa jurnalistik.
a.

Penulisan lambang bilangan satu-dua kata


Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali
jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti
dalam perincian dan pemaparan.

b.

Penulisan lambang bilangan awal kalimat


Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika
perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat.

c.

Penulisan lambang bilangan utuh


Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman

EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang


senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.

Penulisan lambang bilangan angka-huruf


Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam

teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.


D. Pemakaian Tanda Baca
1.

Tanda Titik (. )
a.

Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang


bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.

b.

Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.


Misalnya: A. S. Kramawijaya,
Muh.Yamin

c.

Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan
sapaan
Misalnya: Bc. Hk. (Bakalaureat Hukum), Dr. (Doktor)

2.

Tanda Koma ( , )
a.

Tanda koma dipakai di antara


unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

b.

Tanda koma dipakai untuk


memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.

3. Tanda Titik Koma (; )


a.

Tanda titik koma dapat


dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.

Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.


b.

Tanda titik koma dapat


dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur;
adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik
mendengarkan siaran pilihan pendengar.

4.

Tanda Titik Dua ( : )


a.

Tanda titik dua dipakai


pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau
pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang
berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan
Ekonomi Perusahaan.

b.

Tanda titik dua dipakai


sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua

: Ahmad Wijaya

Sekretaris

: S. Handayani

Bendahara

: B. Hartawan

b. Tempat sidang : Ruang 104


Pengantar Acara : Bambang S.
Hari

: Senin

Jam

: 9.30 pagi

5.

Tanda Hubung ( - )
a.

Tanda hubung menyambung


suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara baru juga.

Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan
terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
b.

Tanda hubung menyambung


awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru mengukur panas.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja
pada pangkal baris.

c.

Tanda hubung menyambung


unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan
tidak dipakai pada teks karangan.

6.

Tanda Pisah ( - )
a.

Tanda pisah membatasi


penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di
luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan terca paidiperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

b.

Tanda pisah menegaskan


adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas.

c.

Misalnya: Rangkaian
penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga

pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita tentang alam


semesta.
7.

Tanda Elipsis ( ... )


a.

Tanda elipsis
menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

b.

Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada


bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

8. Tanda Tanya ( ? )
a.

Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya


Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?

b.

Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan


bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

9. Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa
seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
10. Tanda Kurung ( )
a.

Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.


Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.

b.

Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan


bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat
yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962

c.

Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri
keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup
saja.
Misalnya: Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga
kerja, dan (c) modal.

11. Tanda Kurung Siku ([... ])


a.

Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata


sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu
memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.

b.

Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas


yang sudah bertanda kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak
dibicarakan.)

12.

Tanda Petik ("... ")


a.

Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari


pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda
petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya: "Sudah siap?" tanya Awal.
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"

b.

Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila
dipakai dalam kalimat.
Misalnya: Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa,
dari Suatu Tempat.

13.

Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' )

a.

Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di


dalam petikan lain. Misalnya: Tanya Basri, "Kaudengar bunyi
'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu,
Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.

b.

Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau


ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
Misalnya: rate of inflation laju inflasi

14.

Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa)


Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk
menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya: kata2
lebih2

15.

Tanda Garis Miring ( / )


a.

Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.


Misalnya: No. 7/PK/1973

b.

Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per,
atau nomor alamat.
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3

16.

Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' )


Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
Misalnya: Ali 'kan kusurati ('kan = akan), Malam 'lah tiba ('lah = telah)

E. Penulisan Unsur Terapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai
bahasa, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sanskerta,
Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya,
unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar. Pertama, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa

Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan de l'homme par l'homme.


Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara
pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur
asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal itu, diusahakan ejaannya disesuaikan dengan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga agar bentuk Indonesianya masih
dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Kata seperti standarisasi,
implementasi, dan objektif diserap secara utuh disamping kata standar,
implemen, dan objek.
Berikut ini didaftarkan sebagian kata-kata asing yang diserap ke dalam
bahasa Indonesia, yang sering digunakan oleh pemakai bahasa, misalnya
antara lain:
Kata Asing
Risk

Penyerapan yang salah


Risiko

Penyerapan yang benar


Resiko

System

Sistim

Sistem

Effective

Efektip

Efektif

Method

Metoda

Metode

Charisma

Harisma

Karisma

Frequency

Frekwensi

Frekuensi

Februari

Pebruari

Februari

November

Nopember

November

Apotheek

Apotik

Apotek

Taxi

Taxi

Taksi

Catatan:
1.

Unsur serapan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan


bahasa Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya:

2.

bengkel, kabar, nalar, paham, perlu, sirsak


Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x
diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang
mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah
yang dipaparkan di atas. Kedua huruf itu dipergunakan

dalam penggunaan tertentu saja, seperti dalam pembedaan


nama dan istilah khusus.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
1. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi
ujaran, dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambanglambang. Secara teknis, ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan
kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan tanda baca.
2. Ejaan yang berlaku sekarang ini adalah ejaan yang telah ditetapkan dan
diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
3. Ada banyak sekali tata cara penulisan huruf kapital, yang kesemuanya
telah diatur dalam pedoman umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
4. Akan halnya dengan penulisan huruf besar, penulisan tanda bacapun
telah diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.

Anda mungkin juga menyukai