FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
KEPANITERAAN KLINIK ILMUKESEHATANANAK
RSUD SYARIFAH AMBAMI RATU EBU BANGKALAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe
virus dengue .Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti.Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperanDengan demikian infeksi
virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Dengue Syok Sindrom (DSS). 1
Gejala klinis DBD yaitu ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang
jelas,berlangsung terus menerus selama 2-7 hari (bersifat bifasik) , manifestasi perdarahan yang
biasanya berupa : uji tourniquet positif , petekia, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa,
saluran cerna, dan tempat bekas suntikan , hematemesis atau melena, pembesaran hati, dengan
hasil laboratorium terdapat trombositopenia dan peningkatan hematokrit. 1, 2
Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58 kasus,
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi , 24 orang( case fatality rate 41-43 %). Sampai
akhir tahun 2005 , DBD telah melaporakan adanya Kejadian Luar Biasa ( KLB). Incidence rate
meningkat dari 0.005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 43,42 per 100.000
penduduk pada akhir tahun 2005.1
BAB II
Dengue Syok Sindrom
A. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.1
B. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.1,2
C. Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun
bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian. 1
Patogenesis DBD dan DSS (dengue syok sindrom) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.Hipotesis
ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
permeabilitas
pembuluh
darah,
sehingga
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena
itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan
bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk
menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris.1
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan.1,2
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1
D. Gejala klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.Dengan demikian infeksi virus dengue dapat
menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam
ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang
lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).3
Derajat I
Demam disertai gejala tak khas dan satu satu manisfestasi perdarahan ialah uji
Derajat II
Derajat III
tourniquet)
Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Didapatkan kegagalan sirkulasi , yaitu nadi cepat dan lemah. Tekanan nadi
menurun( 20 mmhg atau kurang) atau hipotensi. Sianosis di sekitar mulut. Kulit
E. Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium pada penderita DBD, yaitu :
1. Hematologi
Jumlah Leukosit
ketiga, tetapi bila perlu, diulangi setiap hari sampai suhu turun.1
Kadar Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai
pada DBD, merupaka indicator yang peka akan terjadinya perembesan plasma,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya
penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%),
mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu
mendapat perhatian bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau
perdarahan.1
2. Radiologi
Pada foto thoraks (DBD derajat 3 atau 4 dan sebagian besar derajat 2) didapatkan
efusi pleura terutama di hemithoraks dextra.Pemeriksaan foto thoraks sebaiknya
dilakukan pada posisi RLD kanan. Ascites dan efusipleura dapat dideteksi dengan USG1
3. Diagnosis Serologis
Dikenal 4 jenis uji serologi untuk menunjukkan adanya 5 infeksi virus dengue
a) Uji hemaglutinasi inhibisi
b) Uji komplemen fiksasi
c) Uji netralisasi
d) IgM dan IgG elisa
IgM elisa pada tahun terakir ini merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Hal- hal yang perlu diperhatikan :
Pada hari 4-5 infeksi virus dengue , akan timbul igM yang kemudian diikuti
timbulnya igG.
Dengan mendeteksi igM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
F. Komplikasi
Perdarahan
katekolamin, potensi terjadi serangan hipotensi pada anak dengan kekurangan volume
cairan atau syok. Academia juga menyebabkan vasokonstriksi pada vascular pulmonal.
Akan terjadi kompensasi dengan hiperventilasi ( pernapasan kussmau ), academia
menyebakan kalium bergerak dari intraselular ke extraselular. academia yang berat bisa
terjadi gangguan metabolism otak sehingga terjadi letargi dan coma.7
Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati dengue diduga terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan, disfungsi hati, edema otak, perdarahan kapilar cerebral, gangguan
metabolic seperti hipoksemia atau hiponaremia serta thrombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari DIC.7
Pada ensefalopati dengue , kesadaran pasien menurun sampai coma. Kejang,
paresis.Hiperrefleks pada pemeriksaaan fisik.7
Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun.
Pada ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kadar SGOT / SGPT, PT dan
APTT memanjang, hipoglikemia, hiponatremia.
Acute kidney failure
Acute kidney failure, disebut juga acute renal insufficiency, adalah sindrom
klinikal dengan terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba- tiba sehingga terjadi
gangguan dalam mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.7
Table pediatric modified RIFLE ( PRIFLE) criteria
Kriteria
risk
Estimated ccl
eCCl menurun 25%
Urin output
< 0.5 ml/kg/jam untuk 8
Injury
jam
<0.5 ml/kg/jam untuk 16
Failure
eCCl
menurun
75%
atau
eCCl
35ml/menit/1.73m2
jam
< <0.3 ml/kg/ jam untuk 24
jam atau anuria untuk 12
jam
Loss
End stage
Etiologi
Prerenal
Dehidrasi
Hemoragik
Sepsis
Hipoalbumin
CHF
Sepsis
Intrinsic
Glomerulonephritis
HUS
ATN
Postrenal
Posterior urethral valves
Ureteropelvic junction obstruction
Ureterovesicular junction obstruction
Tumor
Urolithiasis
Neurogenic bledder
Manifestasi klinis
Pada prerenal : Terdapat tanda- tanda hipovolemik : nadi cepat dan lemah, akal
dingin,kehausan, hipotensi ortostatik. Penurunan kesadaran.Takipnea. Urin output
menurun.7
Selain itu juga harus lihat tanda- tanda pada gangguan elektrolit , seperti
hyperkalemia bisa menyebabkan aritmia jantung, cardiac arrest, kematian.gejala dari
asidosis metabolic.7
Pemeriksaan laboratorium
Elektrolit
Hematologi legkap
Urin lengkap
Ureum kreatinin
Foto thorak
Terapi
Rehidrasi dengan 20ml/kg dalam 30 menit. Jika tidak ada kehilangan darah dan
hipoproteinemia jangan menggunakan cairan koloid .sebaiknya dipasang CVP untuk
memanitor volume darah. 7
Koreksi elektrolit
Hyperkalemia , prosedur menurunkan kalium kalau mencapai > 6 meq/L. dengan
cara batasi diet yang megandung kalium, diberikan natrium polystyrene sulfonate
( kayexalate) 1 g/kg . kalau kalium > 7 meq/L diberikan caglukonas , natrium
bicarbonate, insulin. 7
Hemodialisa dilakukan kalau :
Persistent hyperkalemia
Asidosismetabolik parar yang tidak respon pada obat.
Gejala neurologi( gangguankesadaran , kejang)
BUN > 100-150 mg/dL ( atau lebih rendah taoi meningkat dengan cepat.)7
Edema paru
Edema paru adalah kumpulan cairan yang berelebihan pada interstitial dan jalan
napas sehinggaterjadi oksigen desaturasi, pemnurunan paru compliance, respiratori
distress.7
Etiologi
Etiologi
Peningkatan tekanan pulmonary kapilar
Cardiogenic : gagal jantung kiri
Non cardiogenic : penyakit pulmonary venooklusi, Mediastinal tumr.
Peningkatan capilar permiabilitas
Bakteri dan virus pneumonia
ARDS
Inhalasi bahan toxic
Sepsis
Lymphatic insufiensi
Penurunan tekanan onkotik
Hipoalbuminemia, malnutrisi
Peningkatan tekanan negative interstitial
Obstruksi jaln napas atas: CROUP, epiglottitis.
Manisfestasi klinis
Pasien akan tampak sesak dengan melihat terdapatnya takipnea, suara npas paru
terdengar ronki basah dan wheezing. Pada cardiogenic pulmonary edema akan terdengar
suara gallop dan JVP meingkat.7
Terapi
Pada edema paru noncardiogenik,
penyebabnya. Pada edem paru cardiogenic diberikan agent inotropic dan sistemik dilator
untuk menurunkan ventrikel kiri afterload. Diuretic diberikan pada edem paru yang
berhubungan dengan overload cairan. 7
G. Tatalaksana DSS
Awal pemberian cairan RL 20 ml/kg bolus pertama dalam 15 menit
Jika kondisi membaik, berikan RL 10 ml/kg untuk 1 jam. Lalu RL
diturunkan jadi 5- 7 ml/kg untuk 1-2 jam , 3-5 ml/kg/jam untuk 2-4
jam, 2-3 ml/kg/jam , stop dalam 48 jam.
Jika TTV tidak stabil , dan hematokrit menurun < 40 % pada anak dan
dewasa perempuan, < 45 % pada dewasa laki- laki. Cari tanda- tanda
perdarahan. Transfuse PRC.
Jika hematokrit masih tinggi , beri koloid 10-20 ml/kg bolus kedua 10
20 ml/kg dalam 30 menit sampai 1 jam. Jika terjadi perbaikan klinis
dan hematokrit stabil , turun kan koloid 7-10 ml/kg untuk 1-2 jam,
lalu ganti cairan koloid jadi kristaloid dan turunkan cairannya.
Jika klinis tidak ada perbaikan dan hematokrit masih tinggi(>50 %)
lanjutkan koloid 10-20 ml/kg bolus ketiga 1-2 jam . Jika terjadi
perbaikan klinis dan hematokrit stabil , turun kan koloid 7-10 ml/kg
untuk 1-2 jam, lalu ganti cairan koloid jadi kristaloid dan turunkan
cairannya
Cek TTV dan perfusi perifer tiap 15-30 enit sampai syok teratasi, lalu
tiap 1-2 jam .perhatikan juga tanda- tanda overload.
Cek urin output tiap jam sampai syok teratasi, lalu tiap 2 jam. Monitor
urin output dengan memasangkan cateter, urin harus 0,5 ml/kg/jam
Setelah syok teratasi , cek hematokrit tiap 6 jam .
Tambahan : cek AGD, elektrolit dan GDS sebelum pemberian cairan3
H. Prognosis
Angka kematian pada DSS 12-44%. 20-30 % pasien sakit DHF akan
berkembang jadi DSS dan sering terjadi pada anak- anak.1
DAFTAR PUSTAKA
1. H Sri Rezeki, S Soegeng, W Suharyono, S Thomas , Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia, ed 3, Badan Penerbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta,2006,hal 1-66.
2. S. Sumarmo,G.Herry, H. Sri Rezeki, S. HindraIrawan. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis,
Infeksi virus dengue, ed 2, Badan Penerbitan IDAI, Jakarta,2008,hal 155-81.
3. Guidelines For Diagnosis, Tretment, Prevention, and Control, ed 2009, WHO.
4. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic
fever. India: WHO SEARO technical publication series no.60. 2011
5. Guidelines for clinical management of dengue fever, dengue hemoragic fever, dengue
shock syndrome. India: DIRECTORATE OF National Vector Borne isease Control
Programme. 2008.
6. Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, Arief S. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi, ed 1,
Badan Penerbitan IDAI , Jakarta ,2010, hal 32-40.
7. Carlo WA, Ambalavanan N. Nelson textbook of pediatrics. 19 th edition international
edition. USA: Elsevier saunders; 2011.p. 581-90, 635-43, 1556-9.