BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Epilepsi adalah kelainan neurologis kronik yang insidensinya di seluruh
dunia cukup tinggi. Saat ini, insiden epilepsi di dunia diperkirakan 33-198 tiap
100.000 penduduk setiap tahunnya. Insiden ini tinggi pada negara-negara
berkembang karena tingginya faktor resiko untuk terkena kondisi maupun
penyakit yang akan mengarahkan pada cedera otak seperti stroke.1
di Indonesia belum ada data pasti tentang prevalensi maupun insidensi, tapi
sebagai suatu negara berkembang yang berpenduduk berkisar 220 juta, maka
diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau
membutuhkan pengobatan berkisar 1,8 juta.2
Epilepsi dapat menyerang baik laki-laki maupun perempuan pada berbagai
usia. Pada usia lanjut, kejadian epilepsi meningkat seiring dengan meningkatnya
faktor risiko epilepsi pada usia lanjut, yaitu stroke.3
Jenis stroke sangat menentukan apakah seseorang akan mengalami epilepsi
setelah serangan stroke. Penderita stroke non hemoragik memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami epilepsi paska stroke.4
Jenis stroke sangat menentukan apakah seseorang akan mengalami epilepsi
setelah serangan stroke. Penderita stroke non hemoragik memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami epilepsi paska stroke. Angka kejadian epilepsi pasca
stroke pada stroke non hemoragik sebesar 72,8%, hampir 3 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan angka kejadian epilepsi paska stroke hemoragik sebesar
26.3%.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kromosom
abnormal,
radiasi,
infeksi
sebagai
berikut:
a. Epilepsi parsial
1) Epilepsi parsial sederhana
Epilepsi ini ditandai dengan kesadaran yang tetap baik atau
berupa :
i.
Motorik fokal yang menjalar atau tanpa menjalar (gerakan
klonik dari jari tangan, lalu menjalar ke lengan bawah dan
ii.
iii.
suatu sisi
Dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menjalar atau
sensorik khusus berupa halusinasi sederhana (visual,
auditorik, gustatorik).
Terkadang ditemukan defisit neurologik fokal pasca sawan
berupa kelumpuhan ekstremitas yang sering disebut dengan
paralisis Todd, gejala motorik (gerakan abnormalunilateral),
sensorik (merasakan, membau, mendengar), otonom (wajah,
kemerahan, pucat, berkeringatan dan rasa tidak enak di bagian
epigastric) dan gangguan psikis berupa ilusi dan halusinasi.8,9
2) Epilepsi parsial kompleks
Pada epilepsi ini terjadi gangguan kesadaran dan gejala psikis
seperti deja-vu, jamais-vu, dreamy state, ilusi, halusinasi
sederhana atau kompleks dan otomatisme. Sering terjadi
penderita
meringis
seperti
ditarik.
Epilepsi
ini
stabil
dan
tidak
mudah
melepaskan
listrik.
Neurotransmitter-
c. Fenobarbital
Meningkatkan
aktivitas
reseptor
GABA,
proses
patologik
(kausal),
stroke
iskemik
dikelompokkan menjadi:9
1) Stroke Trombotik
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20%
dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.12
2.8. Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya pengobatan stroke
sedini mungkin, karena jendela terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Hal yang
harus dilakukan adalah :
a. Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing,
Circulation)
b. Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas
c. Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9%
dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis
10
11
secara tidak terkontrol ini adalah kejang-kejang yang bisa dimulai dari lengan atau
tungkai kemudian menyebar ke seluruh tubuh.13
Sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listriknya ini disebabkan karena ada perubahan baik anatomis
(struktur/bentuk) maupun biokimiawi pada sel-sel itu atau pada lingkungan di
sekitarnya. Perubahan terjadi akibat trauma fisik/benturan/memar pada otak,
berkurangnya aliran darah/zat asam akibat penyempitan pembuluh darah,
pendesakan/rangsangan oleh tumor, dan yang terpenting (dan baru akhir-akhir ini
diketahui) adalah proses sklerosis, yaitu jaringan otak yang mengalami
pengerasan akibat dari digantikannya selsel saraf/neuron oleh sel-sel
penyokong/sel-sel glia/jaringan parut.13
Pecahnya pembuluh darah pada otak atau sumbatan pada pembuluh darah
otak yang disebabkan oleh jenis stroke itu sendiri disini epilepsi pasca
stroke..akan dibahas menjadi epilepsi yang disebabkan oleh :
1. Stroke hemoragik
Epilepsi paska stroke pada stroke hemoragik diakibatkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak dimana mengakibatkan perfusi pada
jaringan otak berkurang, keadaan ini membuat otak iskemi dan
menghasilkan metabolime anaerob yang berimbas pada penumpukan
asam laktat. Kejadian ini akan membuat otak dalam keadaan edem.
Cedera pada otak inilah yang akan mengakibatkan perubahan lanjut
pada struktur mekanisme regulasi fungsi otak seperti perubahan
neurotransmitter atau pada ion intraseluler. Struktur neuron yang
menyebabkan pembentukan jaringan parut gliotik yang akan membuat
12
asam
amino
eksitorik
keadaan
terutama
iskemia
akan
glutamat
yang
non-hemoragik
khususnya
pada
area
sensitif
seperti
bahwa
pasien
dengan
subarachnoid
hemorrhage
13
14
mungkin untuk terjadi pada pasien dengan lesi yang lebih besar yang
melibatkan beberapa lobus otak dibandingkan dengan keterlibatan
lobus tunggal. Namun, setiap stroke subkortikal,
kadang-kadang
pada
pasien
dengan
perdarahan
intraserebral.
dari
metabolisme
darah
seperti
hemosiderin,
dapat
15
perdarahan
subarachnoid
mungkin
juga
memiliki
komponen
perdarahan intraparenchymal.18
Satu-satunya prediktor klinis untuk kejang setelah stroke
iskemik adalah tingkat keparahan dari awal defisit neurologis.
Keparahan stroke yang lebih besar atau kecacatan pada stroke dapat
menyebabkan terjadinya kejang. Pasien dengan gangguan neurologis
cenderung memiliki stroke yang lebih besar yang melibatkan daerah
kortikal yang lebih luas.19
Lesi vaskuler dapat menyebabkan kejang dengan mekanisme
yang lain.Kejang karena malformasi arteriovenosa dan aneurisma
biasanya terjadi ketika pecahnya lesi tersebut, tetapi lesi vaskuler
dapat menyebabkan terjadinya kejang oleh iritasi yang berdekatan
dengan parenkim otak. Akhirnya, kejang yang berhubungan dengan
lesi vaskuler yang secara signifikan terjadi dalam pengaturan reperfusi
setelah prosedur revaskularisasi.19
Terdapat beberapa penyebab dari epilepsi dan kejang onset awal
setelah stroke iskemik. Peningkatan Ca
2+
hasil
depolarisasi,
menurunnya
ambang
batas
16
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Epilepsi adalah suatu gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya
kejang berulang. Epilepsi mempunyai gejala tunggal yang khas yaitu serangan
secara berkala yang disebabkan oleh pelepasan muatan listrik neuron kortikal
secara berlebihan.
Salah satu faktor resiko terjadinya epilepsi adalah stroke, dimana stroke
merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan
serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak.
Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan
oleh jaringan.