Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Islam Dan Ilmu Pengetahuan


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Semester 7
PENGAJAR :
Abdul Chalim, S.Ag., M.Pd.I

Oleh :
Kelompok 7 JTD 4B
Nahar Fatchul Fikri
1241160035
Reza Aulia
1241160050
Rifki Hartikas N
1241160036
Yogi Agus W
1241160036

PROGRAM STUDI JARINGAN TELEKOMUNIKASI DIGITAL


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur senantiasa saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkah, rahmat, dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan semua
pihak yang telah memberikan kritik dan saran sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Judul
yang dipilih untuk makalah ini adalah ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN.
Materi yang disajikan dalam makalah adalah tentang kaitan iptek dengan agama.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Seperti kata
pepatah, tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik
dan saran guna menyempurnakan makalah ini.
Demikianlah makalah ini dibuat, untuk kesalahan yang ada pada makalah
saya mohon maaf. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Malang, 21 September 2015

Kelompok 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................


i
DAFTAR ISI ........................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................
1
C. Tujuan .......................................................................................................
1

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi .....................................................................................................
3
B. Kemajuan Iptek ........................................................................................
4
C. Hubungan Agama dengan Iptek ...............................................................
5
D. Dampak Iptek ...........................................................................................
8

E. Pandangan Islam terhadap Perkembangan Iptek ......................................


11
F. Analisis Kandungan Ayat-Ayat Al-Quran .............................................
13
G. Integrasi Iptek dan Imtaq ..........................................................................
15
H. Keutamaan Orang Berilmu .......................................................................
15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...............................................................................................
18
B. Saran .........................................................................................................
19

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................


21
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat seiring
perkembangan zaman. Perkembangan ini membawa berbagai dampak bagi
kehidupan manusia. Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu
pengetahuan. Karena, selain ditentukan oleh nilai-nilai peribadatan kepada
Allah, martabat manusia juga ditentukan oleh ilmu yang dimilikinya. Al-

Quran tidak hanya mengatur urusan masalah ubudiyah saja, tetapi juga
memuat ayat-ayat yang berhubungan dengan IPTEK.
Makalah ini akan membahas tentang Islam dan IPTEK.Bagaimanakah
hubungan IPTEK dengan Islam? Bagaimana pengaruh Islam terhadap
perkembangan IPTEK? Pertanyaan inilah yang melatarbelakangi penulisan
makalah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ilmu dan pengetahuan?
2. Bagaimana kemajuan iptek pada saat Islam berjaya?
3. Bagaimana hubungan antara agama dengan iptek?
4. Apa saja dampak positif dan dampak negatif dari perkembangan iptek?
5. Bagaimana pandangan Islam terhadap perkembangan Iptek?
6. Bagaimana analisis kandungan ayat-ayat Al-Quran?
7. Bagaimana integrasi iptek dan imtaq?
8. Apa saja keutamaan orang berilmu?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi ilmu dan pengetahuan
2. Mengetahui perkembangan iptek saat Islam berjaya
3. Memahami hubungan agama dengan iptek
4. Memahami dampak yang timbul dari perkembangan iptek
5. Mengetahui pandangan Islam terhadap perkembangan iptek
6. Mengerti analisis dari ayat-ayat Al-Quran

7. Mengetahui integrasi iptek dan imtaq


8. Memahami keutamaan orang berilmu

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui panca
indra, intuisi, dan firasat. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasikan, disistematisasi, dan diinterpretasi, sehingga menghasilkan
kebenaran objektif dan dapat diuji kebenarannya.

Dalam Islam, jelasnya, ada dua jenis ilmu, yaitu ilmu fardhu ain dan
fardhu kifayah. Yang masuk golongan ilmu fardhu ain adalah Al-Quran, hadis,
fikih, tauhid, akhlaq, syariah, dan cabang-cabangnya. Sedangkan yang masuk
ilmu fardhu kifayah adalah kedokteran, matematika, psikologi, dan cabang
sains lainnya.
Menurut pengertian Barat, ilmu merupakan hasil riset yang dilakukan
oleh manusia, berupa konsep, teori, dan penjelasan. Mereka menganggap
bahwa ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa adanya campur tangan Allah.
Sedangkan menurut al-Quran, ilmu adalah rangkaian keterangan teratur dari
Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Teknologi merupakan hasil dari ilmu pengetahuan. Orang Barat
menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang terlahir atas kebudayaan
perilaku manusia. Menurut al-Quran, teknologi tercipta karena adanya
kesadaran untuk menciptakannya, bukan sebagai ambisi tiap individu.
Suatu pengetahuan dapat disebut ilmu bilamana telah memenuhi tiga
unsur pokok, yaitu ontologi, aksiologi, dan epistimologi. Ontologi yaitu suatu
bidang yang memiliki onjek studi yang jelas. Aksiologi yaitu suatu bidang studi
yang memiliki nilai guna / manfaat dan tidak terdapat kerancuan. Epistimologi
yaitu suatu bidang studi yang memiliki metode kerja yang jelas. Ilmu
pengetahuan (sains) merupakan gabungan pengetahuan manusia yang
dikumpulkan melalui pengkajian dan dapat diterima oleh rasio. Dalam
pemikiran sekuler, sains mempunyai tiga karakterisitik, yaitu objektif, netral,
dan bebas nilai. Sedangkan menurut Islam, sains tidak boleh lepas-lepas dari
nilai-nilai.
Dalam pemikiran Islam, ilmu bersumber dari wahyu dan akal. Ilmu yang
bersumber dari wahyu Allah, bersifat abadi dan kebenarannya mutlak.
Sedangkan ilmu yang bersumber dari akal manusia bersifat perolehan dan
kebenarannya nisbi (relatif). Pengembangan IPTEK dilakukan hanya untuk
menemukan bagaimana proses sunatullah terjadi di alam semesta, bukan
menciptakan hukum baru diluar sunatullah.

B. Kemajuan Iptek
Sebelum Islam datang, Dr Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur
Tengah Universitas Indonesia, mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad
kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih percaya tahyul.
Dalam bidang kedoteran, misalnya. Saat itu di Barat, jika ada orang gila,

mereka akan menangkapnya kemudian menyayat kepalanya dengan salib. Di


atas luka tersebut mereka akan menaburinya dengan garam. Jika orang
tersebut berteriak kesakitan, orang Barat percaya bahwa itu adalah momen
pertempuran orang gila itu dengan jin. Orang Barat percaya bahwa orang itu
menjadi gila karena kerasukan setan, jelas Luthfi.
Untuk teknologi, negeri Irak yang 80% dari warga nya adalah petani
(pada abad ke- 8M dan 9M), sudah menggunakan sistem irigasi modern dari
sungai Eufrat dan Tigris. Hasilnya, di negeri-negeri Islam rasio hasil panen
gandum dibandingkan dengan benih yang disebar mencapai 10 : 1, sementara
di Eropa pada waktu yang sama hanya 2,5 : 1. Kecanggihan teknologinya juga
dapat terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur
mesjid Agung Cordoba, Blue Mosque di Konstantinopel, menara spiral di
Samara yang dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (alHamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah
Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.
Pada saat itu, tentara Islam juga berhasil membuat senjata yang diberi nama
manzanik, sejenis ketapel besar pelontar batu atau api.
Andalusia, yang menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan
Islam, telah melahirkan ribuan ilmuwan. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh
kemajuan IPTEK yang dibangun kaum muslimin. Islam telah datang ke
Spanyol memperkenalkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu ukur,
aljabar, arsitektur, kesehatan, filsafat, sastra. Beberapa ilmuwan muslim
tersebut diantaranya Ibnu Sina di bidang filsafat dan kedokteran, Ibnu Khaldun
di bidang filsafat dan sosiologi, Ibnu Rusyd di bidang filsafat dan astronomi,
Al-Razi di bidang filsafat dan fisika, Al-Khawarizmi di bidang filsafat dan
matematika. Al-Khawarizmi adalah penemu angka nol, namanya diabadikan
dalam cabang ilmu matematika, algoritma (logaritma). Ibnu Sina membuat
termometer udara untuk mengukur suhu udara. Namanya terkenal di Barat
sebagai Avicena, pakar Medis Islam legendaris dengan karya ilmiahnya Qanun
(Canon) yang menjadi referensi ilmu kedokteran para pelajar Barat. Al-Biruni
melakukan pengamatan terhadap tanaman sehingga diperoleh kesimpulan
kalau bunga memiliki 3, 4, 5, atau 18 daun bunga dan tidak pernah 7 atau 9.
Di bidang seni arsitektur, monumen arsitektur Islam terindah pertama
adalah Kubah Sulaiman di Yerussalem yang didirikan pada masa Khalifah
Dinasti Umayyah, Abdul Malik tahun 692M. Kubah Sulaiman didekorasi
dengan tulisan kaligrafi yang sangat indah. Ayat-ayat yang terpilih untuk
dijadikan kaligrafi dapat memberikan isyarat tentang makna sebuah karya seni.
Contohnya, makam didekorasi dengan ayat yang merujuk pada kematian dan

surga. Disamping sebagai karya seni yang indah, kaligrafi juga memuat doa
dan harapan.
Sejarawan Barat beraliran konservatif, W Montgomery Watt,
menganalisa tentang rahasia kemajuan peradaban Islam. Ia mengatakan bahwa
Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika,
dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas.
Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama
dengan riset-riset ilmiah.

C. Hubungan Agama dengan Iptek


Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a)
berseberangan atau bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup
berdampingan secara damai, (c) tidak bertentangan satu sama lain, (d) saling
mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek
mendasari penghayatan agama.
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan
seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari keyakinan akan
kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan. Orang yang ingin menekuni
ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dikembangkan oleh manusia. Pola hubungan pertama ini pernah terjadi
di zaman Galileio-Galilei. Ketika Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari
matahari sedangkan gereja berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari
bumi, maka Galileo dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena
dianggap menyesatkan masyarakat.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan
pertama. Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama
makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama
masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya
dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang
berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran ilmu
pengetahuan.
Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan
diselesaikan dengan menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda.
Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan dengan

penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya berada pada


wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal, pengembangan
yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain. Pola hubungan
seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang sudah terbiasa untuk
memisahkan urusan agama dari urusan negara/masyarakat.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini,
kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama
tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek
sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan seperti ini terjadi,
penghayatan agama tidak mendorong orang untuk mengembangkan iptek dan
pengembangan iptek tidak mendorong orang untuk mendalami dan menghayati
ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler.
Karena masyarakatnya sudah terbiasa dengan pemisahan agama dan
negara/masyarakat, maka. ketika agama bersinggungan dengan ilmu,
persinggungan itu tidak banyak mempunyai dampak karena tampak terasa aneh
kalau dikaitkan. Mungkin secara individu dampak itu ada, tetapi secara
komunal pola hubungan ini cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apaapa.
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.
Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan
antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat yang
tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud:
ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan iptek mendukung ajaran agama tapi
ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama
mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya.
Kalau kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan
pengembangan iptek dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan yang
diharapkan adalah pola hubungan ke tiga, pola hubungan netral. Ajaran agama
dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak saling mempengaruhi.
Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang telah dikutip di muka, dinyatakan
bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan
budaya bangsa. Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti
harus mendukung. Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga
muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang pembangunan Agama dan
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat pun dalam

pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama


dengan iptek.
Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan
pengembangan iptek.
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan
antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan
memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu asas pembangunan nasional
adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
berarti
"... bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai,
digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual,
moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila" (Bab II, C. 1.)
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk
memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa Indonesia
menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan
pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi
pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam
kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat
menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional
tersebut.
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada
taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan
kehidupan beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-masing.
Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek
sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan
kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan
dengan kebijaksanaan.
Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu ada polemik di surat kabar
tentang tayangan televisi swasta yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai
agama (misalnya, penonjolan aurat wanita, cerita perselingkuhan, dsb.). Fihak
yang berkeberatan mengatakan bahwa hal itu dapat merusak mental
masyarakat. Tetapi, fihak yang tidak berkeberaan dengan acara seperti itu
mengatakan bahwa 'kalau anda tidak senang dengan acara itu, matikan saja

televisinya.' Perusahaan televisi swasta adalah perusahaan yang harus


memikirkan keuntungan dan ia akan berusaha menayangkan film yang
digemari masyarakat. Kalau masyarakatnya senang film sex dan sadis, maka
film itu pulalah yang akan memperoleh rating tinggi dan diminati oleh
pemasang iklan. Ini adalah pemikiran yang sekuler, yang memisahkan urusan
dagang dari agama. Tugas pengusaha adalah mencari untung sebanyakbanyaknya, sedang mendidik kehidupan beragama masyarakat adalah tugas
guru agama dan ulama. Kasarnya, tugas setan memang menggoda manusia
sedang mengingatkan manusia adalah tugas nabi.
Polemik ini diselesaikan dengan penerapan sensor intern dari perusahaan
televisi swasta. Kini adegan ciuman bibir antara lelaki perempuan, yang biasa
kita lihat di bioskop, tidak akan kita temukan di televisi. Film "Basic Instinct"
yang ditayangkan di televisi beberapa waktu yang lalu telah dipotong
sedemikian rupa sehingga steril dari adegan sex yang panas.
Ada pula konflik antara ajaran agama dan ajaran ilmu pengetahuan yang
diselesaikan dengan cara menganggapnya "tidak ada atau sudah selesai"
padahal ada dan belum diselesaikan. Sebagai contoh adalah teori tentang asal
usul manusia yang diajarkan di sekolah. Guru biologi mengajarkan bahwa
menurut sejarahnya, manusia itu berasa dari suatu jenis tertentu yang kemudian
pecah menjadi dua cabang: yang satu mengikuti garis pongid yang akhirnya
menjadi kera modern, yang lain mengikuti garis manusia yang berkembang
mulai dari manusia kera purba sampai ke manusia modern. Guru agama Islam
mengajarkan bahwa, berdasarkan dalil-dalil naqli, manusia itu diciptakan oleh
Allah s.w.t. dalam bentuknya seperti sekarang. (Lihat buku teks Biologi SMU
dan bandingkan dengan buku teks Pendidikan Agama Islam di SMU).
Ini adalah pertentangan teori yang klasik, antara teori evolusi dan teori
ciptaan, yang pernah melanda Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu. Di
dunia ilmu pengetahuan, konflik itu tetap berlangsung sampai sekarang
walaupun kelompok pendukung teori ciptaan ini jumlahnya makin sedikit jika
dibandingkan dengan mereka yang mempercayai teori evolusi. Di bidang ilmu,
konflik antara teori yang satu dengan yang lain adalah wajar dan merupakan
rahmat. Konflik semacam inilah yang menimbulkan paradigma baru dalam
ilmu pengetahuan dan menghasilkan teori-teori baru. Akan tetapi, jika konflik
semacam ini diajarkan di sekolah tanpa diselesaikan, maka kebingungan lah
yang akan menjadi akibatnya. Di Amerika, konflik ini diselesaikan dengan
melarang diajarkannya teori ciptaan di seluruh sekolah negeri.
Di Indonesia, konflik di sekolah ini tidak diselesaikan dan dianggap tidak
ada. Pelajaran Biologi hanya mengajarkan teori evolusi dalam bidang biologi

dan pura-pura tidak tahu bahwa ajaran agama Islam, Kristen, dan Katolik
menganut faham creationism (manusia diciptakan). Sebaliknya, Pendidikan
Agama Islam mengajarkan teori ciptaan dan menyalahkan teori evolusi tanpa
menjelaskan dimana letak kesalahan teori evolusi itu (padahal, sampai saat ini,
teori evolusi ini masih menjadi tulang punggung ilmu hayat (biologi). Secara
teoritis, keadaan seperti ini akan menghasilkan lulusan SMA yang bingung di
bidang asal usul manusia.

D. Dampak Iptek
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini
bersifat subyektif, tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai
negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa
Amerika, misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dirasakan, misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi.
Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat manusia dapat pergi
ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu dilakukan
selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan makin lancarnya
transportasi udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja.
Kemajuan di bidang televisi satelit telah memungkinkan kita melihat
Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan telepon
genggam telah memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja
ia berada atau dari mana saja kita berada. Kemajuan di bidang penyimpanan
data telah memungkinkan kita memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica
dalam satu keping Compact Disk yang beratnya kurang dari satu ons.
Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan internet yang
memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh dunia
tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah
membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat.
Sekarang ini, lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki
perusahaan di negara lain.
Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini
telah membuat dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah
yang disebut sebagai globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir
hanya sebagai warga kampung, kota, atau negara, melainkan juga sebagai
warga dunia.

Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya
berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat
ke seluruh dunia guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu
pun, ia tidak lagi membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di
kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan
bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.
Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak
negatif. Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi
di negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang
belum tentu sama dengan nilai bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri
dapat dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu
pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai.
Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan kita
melihat siaran televisi Perancis tanpa ada sensor. Adegan seks dan pamer dada
wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak tanpa
terpotong sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV nasional juga
dapat mempengaruhi nilai budaya para pemirsanya. Telenovela dan film Barat
yang amat populer di TV swasta kita, secara tidak terasa, dapat mempengaruhi
para pemirsanya bahwa perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah
hal yang biasa, bahwa kekerasan merupakan salah satu pemecahan masalah.
Film detektif bahkan dapat menjadi 'guru' bagi para maling.
Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu
pada nilai-nilai tradisional bangsanya belaka. Kemudahan memperoleh
informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada
masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi,
budaya, maupun politik. Sebagai bangsa yang sedang membangun jati-dirinya,
proses globalisasi ini jelas merupakan tantangan yang harus diatasi dalam
upaya pembentukan manusia Indonesia yang dicita-citakan.
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga: (1) lari dari kenyataan dan bersembunyi atau
menutup diri dari arus globalisasi itu; (2) menghindar atau menganggap bahwa
globalisasi itu tidak ada; (3) menghadapi persoalan dengan berani. Pilihan
pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk
menanggulangi dampak negatif globalisasi itu. Dalam mempertimbangkan
dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia melihat bahwa
'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'. Akibatnya, ia
menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan

dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi


dari luar tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan
terpengaruh oleh nilai-nilai dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.
Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu
fihak, ia mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu
tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi
tersebut. Ia tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul ataukah menolak
kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi itu.
Akibatnya, ia
membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan berpura-pura
yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa dampak negatif
bagi masyarakatnya.
Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari
akan dampak positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya,
termasuk dampak globalisasi masyarakatnya.
Berbeda dengan pemilih
skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah mana dampak positif dari
kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana dampak negatifnya.
Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan globalisasi itu akan
membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak terpengaruh oleh
kemajuan iptek dan globalisasi itu secara negatif.
Tampaknya, dalam masalah kemajuan iptek dan globalisasi ini bangsa
Indonesia bertekad untuk memilih alternatif ke tiga: kemajuan iptek dirangkul
sedang dampak ikutannya yang negatif akan dihadapi dengan meningkatkan
ketahanan nasional di bidang ipoleksosbud. Hal ini tampak dalam pernyataan
mereka dalam GBHN 1993-1998:
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan
pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan
budaya daerah dengan tidak menutup diri terhadap masuknya nilai positif
budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan mengembangkan kemampuan
dan jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan
kecerdasan dan nilai tambah ... dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi
masyarakat." (Bab II, G. 3.)
Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri
terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain guna
mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi

lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau ramburambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada
masyarakat dan bangsa.

E. Pandangan Islam terhadap Perkembangan Iptek


Peradaban Barat modern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan
kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagiaan hidup
bagi umat manusia. Namun, kemajuan tersebut tidak seimbang. Negara-negara
maju mengabaikan bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam
negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi, dan
militernya sehingga melahirkan penderitaan penjajahan di dunia Timur dan
Selatan.
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan iptek yang lepas
dari kendali nilai-nilai moral keagamaan. Krisis ekologis, misalnya tsunami,
gempa, kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang
disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju. Kehancuran
ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang
diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang
terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang.
Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis
Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara
miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan penjajahan (neo-imperialisme) oleh
negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada
umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang
lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan
ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara
Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan
harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian
menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat.
Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis
(matre) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan
teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis
sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa
Muslim.

Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi


ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru
kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya
alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan
Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan
dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju.
Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya
memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara
maju.
Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam
minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis
bahwa di tengah keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan
tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita justru mengalami
kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan berbagai penyakit
akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang Allah berikan
kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi negara
penghutang terbesar dan terkorup di dunia?
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi
kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan
kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu
tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak)
bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh
buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis
(mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan
pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan
terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat
KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.
Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan,
sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari,
mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta.
Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan


Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang matre dan sekular, maka
Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi
sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang
amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat
kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil
Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Quran yang mementingkan proses
perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk
ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal
adalah ayat:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS Ali Imron [3] :
190-191)
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan beberapa derajat. (QS. Mujadillah [58] : 11 )
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tandatanda/sinyal) Ke-Maha-Kuasa-an dan Keagungan Allah SWT. Ayat
tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitabkitab suci dan ajaran para Rasulullah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Quran),
maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam),
keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata,
telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan,
pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi).
Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain.
Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin
yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling
memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang
fakta-fakta ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan
tafsiran terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ilmu pengetahuan yang
menentang prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah
tafsiran filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang berada di balik
wajah ilmu pengetahuan modern tersebut.

Karena alam semesta yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan, dan


ayat-ayat suci Tuhan (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah SAAW yang
dipelajari melalui agama , adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan
perwujudan/tajaliyat) Allah SWT, maka tidak mungkin satu sama lain saling
bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu Sumber
yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.

F. Analisis Kandungan Ayat-Ayat Al-Quran


Sebagian orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan
bahwa al-Quran adalah sekedar kumpulan cerita kuno yang tidak mempunyai
manfaat bagi kehidupan modern, apalagi jika dihubungkan dengan kemajuan
IPTEK saat ini. Al-Quran menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar
mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu
didalamnya.
Anggapan diatas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau
berusaha untuk membuka al-Quran dan menganalisis kandungan ilmu
didalamnya. Anggapan tersebut amatlah keliru. Bukti-bukti di bawah ini
menunjukkan yang sebaliknya :
1. Wahyu yang pertama sekali diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi

Muhammad saw adalah perintah untuk membaca/belajar (QS 96 : 1-5) dan


menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa, atau dzikrullah.
Hal ini menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu
pengetahuan.
2. Allah SWT mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi,

bukan para malaikat-Nya, karena manusia memiliki ilmu pengetahuan (QS


2 : 31-33). Dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu juga, Allah SWT
memuliakan Adam as sehingga malaikat bersujud padanya.
3. Manusia yang memiliki derajat yang paling tinggi disisi Allah SWT adalah

manusia yang memiliki iman dan ilmu (QS 58 : 11). Iman membawa
manusia pada ketinggian di akhirat, dan ilmu membawa manusia pada
ketinggian di dunia.
4. Syarat untuk menjadi pemimpin dalam Islam ada 2 hal, yaitu ilmu yang

tinggi dan fisik yang sehat (QS 2 : 247). Ini menunjukkan betapa tingginya
penghargaan Islam kepada nilai-nilai ilmu dan kesehatan.

5. Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan tanpa

memiliki ilmunya (QS 17 : 36). Islam sangat menghargai spesialisasi


dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menjadi
seseorang yang profesional sesuai dengan bidangnya masing-masing.
6. Sejarah menunjukkan bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan

melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka memimpin


dunia dengan pakar-pakar yang menguasai ilmunya masing-masing,
sehingga Barat pu belajar dari mereka. Dan, disaat kaum muslimin
meninggalkan ajaran agamanya, mulai tergiur dengan kenikmatan
duniawi, lalu berpaling ke Barat, Allah SWT merendahkan dan menghina
mereka. Sesungguhnya Rasulullah telah memperingatkan hal ini. Dalam
hadisnya disebutkan: Kelak akan datang suatu masa dimana kalian akan
menjadi makanan diatas piring yang dihadapi oleh orang-orang yang
kelaparan. Para sahabat bertanya : Apakah karena jumlah kita sedikit ya
Rasulullah? Jawab Nabi Muhammad saw : Bahkan jumlah kalian sangat
banyak. Tetapi kalian terkena penyakit wahn! Tanya para sahabat : Apa
itu wahn ya Rasulullah? Jawab Nabi Muhammad saw : Kalian cinta
dunia dan takut mati. (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

G. Integrasi Iptek dan Imtaq


Dalam perspektif Islam, antara iman, ilmu, amal, dan iptek tidak bisa
dipisahkan. Disana terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang
terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul Islam. Tauhid sebagai
kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara iman dan sains.
Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran Allah.
Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat
mendekatkan diri manusia kepada Allah.
Para ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan sebagai landasan
dalam menegembangkan teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam adalah objek
berfikir, manusia sebagai subjeknya, dan Allah merupakan tujuan akhirnya.
Inilah yang menjadi landasan utama para ilmuwan muslim dalam
mengembangkan sains.
Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah
dan tak akan menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sbaliknya,
pengembangan IPTEK yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi

dan arah yang jelas, serta mampu mengoptimalkan manfaat IPTEK dan
meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi manusia dan alam.

H. Keutamaan Orang Berilmu


Manusia berkewajiban untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki
dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan manusia adalah satu-satunya
makhluk Allah yang dianugerahi akal.
Al-Quran membedakan antara orang yang berilmu dengan yang tidak
berilmu. Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang
yang tidak berilmu? Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar [39] : 9). Allah berikan alHikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benarbenar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman
Allah. (QS. Al-Baqoroh [2] : 269). Allah juga akan mengangkat derajat orang
yang berilmu jika ia beriman, seperti dalam ayatnya Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS Mujaadilah [58] :11). Disamping itu, Rasulullah
saw banyak memberikan perumpamaan tentang keutamaan orang yang
berilmu. Nabi juga menyarankan umatnya untuk tidak berhenti mencari ilmu
kapan dan dimanapun mereka berada. Rasulullah SAW pun memerintahkan
para orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. Didiklah
anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat menghadapi zaman yang
sama sekali lain dari zamanmu kini. (Al-Hadits Nabi SAW). Menuntut ilmu
itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para
penuntut ilmu. (Al-Hadits Nabi SAW).
Mengapa kita harus menguasai IPTEK? Terdapat tiga alasan pokok,
yakni:
1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negaranegara barat. Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.
2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK
di negara-negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.

3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan


kemajuan IPTEK-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan
klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar
sendiri.
Selama 20 tahun terakhir, jumlah kaum Muslim di dunia telah meningkat
secara perlahan. Angka statistik tahun 1973 menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Muslim dunia adalah 500 juta; sekarang, angka ini telah mencapai
1,5 miliar. Kini, setiap empat orang salah satunya adalah Muslim. Bukanlah
mustahil bahwa jumlah penduduk Muslim akan terus bertambah dan Islam
akan menjadi agama terbesar di dunia. Peningkatan yang terus-menerus ini
bukan hanya dikarenakan jumlah penduduk yang terus bertambah di negaranegara Muslim, tapi juga jumlah orang-orang mualaf yang baru memeluk Islam
yang terus meningkat, suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah
serangan terhadap World Trade Center pada tanggal 11 September 2001.
Serangan ini, yang dikutuk oleh setiap orang, terutama umat Muslim, tiba-tiba
saja telah mengarahkan perhatian orang (khususnya warga Amerika) kepada
Islam. Orang di Barat berbicara banyak tentang agama macam apakah Islam
itu, apa yang dikatakan Al Quran, kewajiban apakah yang harus dilaksanakan
sebagai seorang Muslim, dan bagaimana kaum Muslim dituntut melaksanakan
urusan dalam kehidupannya. Ketertarikan ini secara alamiah telah mendorong
peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam. Demikianlah,
perkiraan yang umum terdengar pasca peristiwa 11 September 2001 bahwa
serangan ini akan mengubah alur sejarah dunia, dalam beberapa hal, telah
mulai nampak kebenarannya. Proses kembali kepada nilai-nilai agama dan
spiritual, yang dialami dunia sejak lama, telah menjadi keberpalingan kepada
Islam.
Hal luar biasa yang sesungguhnya sedang terjadi dapat diamati ketika
kita mempelajari perkembangan tentang kecenderungan ini, yang mulai kita
ketahui melalui surat-surat kabar maupun berita-berita di televisi.
Perkembangan ini, yang umumnya dilaporkan sekedar sebagai sebuah bagian
dari pokok bahasan hari itu, sebenarnya adalah petunjuk sangat penting bahwa
nilai-nilai ajaran Islam telah mulai tersebar sangat pesat di seantero dunia. Di
belahan dunia Islam lainnya, Islam berada pada titik perkembangan pesat di
Eropa. Perkembangan ini telah menarik perhatian yang lebih besar di tahuntahun belakangan, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak tesis, laporan, dan
tulisan seputar kedudukan kaum Muslim di Eropa dan dialog antara
masyarakat Eropa dan umat Muslim.

Beriringan dengan berbagai laporan akademis ini, media massa telah


sering menyiarkan berita tentang Islam dan Muslim. Penyebab ketertarikan ini
adalah perkembangan yang terus-menerus mengenai angka populasi Muslim di
Eropa, dan peningkatan ini tidak dapat dianggap hanya disebabkan oleh
imigrasi. Meskipun imigrasi dipastikan memberi pengaruh nyata pada
pertumbuhan populasi umat Islam, namun banyak peneliti mengungkapkan
bahwa permasalahan ini dikarenakan sebab lain: angka perpindahan agama
yang tinggi. Suatu kisah yang ditayangkan NTV News pada tanggal 20 Juni
2004 dengan judul Islam adalah agama yang berkembang paling pesat di
Eropa membahas laporan yang dikeluarkan oleh badan intelejen domestik
Prancis. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah orang mualaf yang
memeluk Islam di negara-negara Barat semakin terus bertambah, terutama
pasca peristiwa serangan 11 September. Misalnya, jumlah orang mualaf yang
memeluk Islam di Prancis meningkat sebanyak 30 hingga 40 ribu di tahun lalu
saja.
Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan dan
pemanfaatan IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata, tetapi
juga merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana
peningkatan rasa syukur dan ketakwaan kepada Allah.

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Menurut pengertian Barat, ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa


adanya campur tangan Allah. Sedangkan menurut al-Quran, ilmu adalah
rangkaian keterangan teratur dari Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Orang Barat menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang
terlahir atas kebudayaan perilaku manusia. Menurut al-Quran, teknologi
tercipta karena adanya kesadaran untuk menciptakannya, bukan sebagai ambisi
tiap individu.
Sebelum Islam datang, Dr Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur
Tengah Universitas Indonesia, mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad
kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih percaya tahyul.
Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh kemajuan IPTEK yang dibangun kaum
muslimin.
Rahasia kemajuan peradaban Islam adalah karena Islam tidak mengenal
pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu
dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat
Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset
ilmiah.
Secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat
berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan
spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan
bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional,
agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan
pengembangan iptek nasional tersebut.
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada
taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan
kehidupan beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-masing.
Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat pengembangan iptek
sedang pengembangan iptek diharapkan tidak mengganggu pengembangan
kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya diselesaikan
dengan kebijaksanaan.
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya, kemajuan iptek
membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya
memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan
solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri
pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya,

atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan
tempat ia bekerja atau mencari ilmu. Dampak negatifnya adalah adanya
globalisasi cara berfikir, yang dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada
nilai-nilai tradisional bangsanya. Kemudahan memperoleh informasi akan
membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan
bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun
politik.
Kondisi Indonesia sekarang sudah mengikuti pada gaya Barat. Kenyataan
menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa
Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian
politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain
kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa
Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi
keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh buruk budaya
sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan
kenikmatan hawa nafsu).
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan
Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang matre dan sekular, maka
Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi
sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang
amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat
kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil
Alamin).
Dalam perspektif Islam, antara iman, ilmu, amal, dan iptek tidak bisa
dipisahkan. Disana terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang
terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul Islam. Tauhid sebagai
kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara iman dan sains.
Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran Allah.
Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat
mendekatkan diri manusia kepada Allah.
Para ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan sebagai landasan
dalam menegembangkan teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam adalah objek
berfikir, manusia sebagai subjeknya, dan Allah merupakan tujuan akhirnya.
Inilah yang menjadi landasan utama para ilmuwan muslim dalam
mengembangkan sains.

B. SARAN
Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah
dan tak akan menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sebaliknya,
pengembangan IPTEK yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi
dan arah yang jelas, serta mampu mengoptimalkan manfaat IPTEK dan
meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi manusia dan alam. Orang yang
melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan dan pemanfaatan
IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata, tetapi juga
merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana peningkatan
rasa syukur dan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu, kita harus sebisa
mungkin menyeimbangkan antara iptek dan agama.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Syamsul. 2001. Sains Teknologi membuka Tabir Al-Quran. Jakarta


:Kalam Mulia.

Sumarwan, Ujang. 1994. Sains Islam. Harian Umum Pelita.


Watt, W. Montgomery. 1974. The Majesty that was Islam. London:
Sidgwick & Jackson.

http://ahmadsamantho.wordpress.com
http://www.swaramuslim.net
http://al-islams.blogspot.com/2008/11/iptek-dan-peradaban-islam.html

Anda mungkin juga menyukai