Anda di halaman 1dari 52

CASE-BASED DISCUSSION (CbD)

CONGESTIVE HEART FAILURE

Pembimbing :
dr. Bambang Pamungkas, Sp.JP

Disusun Oleh :
Kurnia Ayu Dwi Jayanti
01.210.6202

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG


Kepaniteraan Klinik Departemen Penyakit Dalam
Rumah Sakit TK. II RST. Soedjono Magelang

2015

LEMBAR PENGESAHAN
CONGESTIVE HEART FAILURE
Oleh :

Kurnia Ayu Dwi Jayanti


01.210.6202

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RST Dr. Soedjono
Magelang

Magelang, 5 Desember 2015


Mengetahui,
Pembimbing

(dr. Bambang Pamungkas, Sp.JP)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang
serta menjadi bahan kajian ilmu penyakit dalam.
Pada kesempatan ini penulis turut mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu penyusunan makalah laporan kasus ini, kepada :
1. dr. Bambang Pamungkas, Sp.JP sebagai dokter pembimbing
2. Teman-teman dokter muda kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
Penulis menyadari bahwa penulisan makalahini masih memiliki keterbatasan. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangatlah penulis harapkan. Besar harapan
penulis, laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Magelang, 5 Desember 2015
Penulis

(Kurnia Ayu Dwi Jayanti)


BAB I
LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien


Nama
Jenis kelamin
Umur
Status
Agama
Suku Bangsa
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal Keluar
No. CM
Ruang

: Tn.AR
: Laki-laki
: 42 tahun
: Menikah
: Islam
: Indonesia
: Seniman
: Koripan RT 05/RW 05,Dawung
: 10 November 2015
: 14 November 2015
: 119162
: Bougenvile

I.2 Anamnesis
I.2.1 Keluhan
Utama

: Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri dada,nyeri dada
dirasakan pada saat melakukan aktivitas ringan sampai berat. Nyeri dada
menjalar hingga ke punggung kanan .Nyeri dada yang dirasakan pada
pasien ini bersifat tumpul seperti tertekan. Nyeri dada dirasakan pada saat
aktivitas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Nyeri dada ini
sebelumnya pernah terjadi berulang-ulang dan semakin memberat. Sebelum
muncul keluhan pertama kalinya, pasien sering melakukan olahraga tenis.
Selain itu pasien juga mengeluhkan sesak nafas,sesak nafas muncul
ketika sedang melakukan aktivitas. Batuk juga diakui namun tidak sering.
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa mual,muntah,dan kadang nyeri
sampai ke ulu hati.
Pusing juga dikeluhkan oleh pasien,selain pusing pasien juga mengaku
sering merasa lelah ketika beraktivitas dan terlihat pucat .

I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat Keluhan Serupa


Riwayat Mondok
Riwayat penyakit jantung
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat alergi
Riwayat asma
Riwayat penyakit paru

:Nyeri dada diakui


: disangkal.
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

I.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat keluhan serupa


Riwayat penyakit jantung
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat alergi
Riwayat asma

: diakui
:diakui(ibu pasien memiliki penyakit jantung)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi


a. Community
Pasien sudah menikah.Pasien tinggal di rumah dengan istri. Hubungan antara
pasien dengan anggota keluarga lain, tetangga dan keluarga dekat cukup baik.
b. Occupational
Pasien adalah seorang seniman dan mengaku sering bekerja tak kenal waktu.
c. Personal Habit
Pasien dulunya merupakan perokok aktif ,namun tidak mengkonsumsi
alkohol dan jamu. Pasien juga mengaku sebelum muncul keluhan sering
mengkonsumsi gorengan dan makan sembarangan.

.I.3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 November 2015 di Bangsal


Bougenvil.

Keadaan Umum
Kesadaran
BB : 60 kg
TB : 168 cm
IMT : 21,2 (gizi buruk)
Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu

: Tampak sakit sedang


: compos mentis, GCS = 15 E4M6V5

: 150 /70 mmHg


: 83x/menit
: 26x/menit
: 36oC

Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut
: Warna rambut kanitis senilis, tidak mudah dicabut
Mata
: Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera
Telinga
Hidung
Mulut
Gigi
Leher

ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm


: Discharge (-/-), deformitas (-/-)
: Dicharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
: Bibir pucat (-), sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil lidah (-)
: Caries dentis (-), dental plaque (+)
: deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
JVP meningkat (5+3)

Thorax :
Pulmo
Inspeksi

: Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan gerak (-),

jejas (-)
Palpasi
: Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Iktus cordis terlihat


: Iktus cordis teraba.
: Pelebaran batas kiri jantung sela iga V garis axillaris anterior
: Bunyi jantung I II lebih keras,S4 (-), S3 (+), murmur sistolik
(+)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Bentuk perut datar, hernia umbilicalis (-), luka bekas operasi (-), jejas
(-)
: Bising usus (+) Normal
: Timpani
: Supel, undulasi (-), nyeri tekan ulu hati (+)
Hepar : tidak teraba
Lien : Tidak teraba

Ekstremitas
Superior
: Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), petekie (-/-), gambaran
Inferior

hiperpigmentasi (-/-), CR <2detik


: pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), petekie (-/-),
gambaran hiperpigmentasi (-/-),CR <2detik

I.4 Daftar Masalah


Subjektif
1. Nyeri dada menjalar hingga ke punggung kanan
2. sesak nafas
3. Batuk
4. mual,
5. muntah,
6. kadang nyeri sampai ke ulu hati.
7. Pusing
8. sering merasa lelah ketika beraktivitas dan terlihat pucat .
9. Riwayat Keluhan Serupa :Nyeri dada diakui
10. Riwayat penyakit jantung : diakui
11. Riwayat Penyakit Keluarga: diakui (ibu pasien memiliki penyakit jantung)

Objektif
12. Tekanan darah 150/70mmhg.
13. Mata : Konjungtiva anemis.
14. Leher
: JVP meningkat (5+3)
15. Perkusi
: Pelebaran batas kiri jantung sela iga V garis axillaris anterior
16. Auskultasi : Bunyi jantung I II lebih keras,S3 (+), murmur sistolik (+)
17. Palpasi
: nyeri tekan ulu hati (+)
I.5 Hipotesis
1. CHF (1,2,3,6,8,9,10,11,12,13,14,15)

2.
3.
4.
5.

Bronkitis ( 2,3,4,5)
Dispepsia (4,5,6,7)
Hipertensi (7,12)
Anemia (7,8,13)

Diagnosis

Diagnosis Utama : .
Congestive heart failure
Hipertensi

Diagnosis Etiologi : Hipertensi, riwayat penyakit jantung sebelumnya,riwayat


keturunan dari ibu yang juga memiliki penyakit jantung, perokok dan makan
sembarangan.

Diagnosis

Penyerta

:aorta

regurgitasi,aneurisma

aorta

ascendens,hipertensi,bronkitis,anemia.

Diagnosis Faktor Resiko : Hipertensi, riwayat penyakit jantung sebelumnya,riwayat


keturunan dari ibu yang juga memiliki penyakit jantung, perokok dan makan
sembarangan.

Diagnosis Pencetus : riwayat keturunan dari ibu yang juga memiliki penyakit
jantung, perokok dan makan sembarangan.

Diagnosis Pemburuk : Nutrisi tidak seimbang.

Diagnosis Anatomi : -

Diagnosis Fungsional :congestive heart failure

Diagnosis EKG : LVH

Diagnosis Komplikasi: mitral regurgitasi,trikuspid regurgitasi.

I.6 Planning
a. Diagnostik
-

EKG
Darah lengkap
Foto rontgen thorax PA
Echocardiografi

b. Planning Terapi
-

Infus miha 10 tpm


Terapi dari poli dilanjutkan :

a.
b.
c.
d.

Furosemide
ISDN
Bisoprolol
Adalol

c. Monitoring
-

keadaan umum dan kesadaran


tanda vital

d. Edukasi
-

Menjelaskan mengenai penyakit pasien


Gaya hidup sehat
Nutrisi dan diet
Posisi setengah duduk
Bed rest
Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan kontrol rutin

Hasil lab darah rutin 10 November 2015


Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW
MPV
PDW
PCT

Jenis
% Lym
% Mid
% Gra

Hasil
28,3%
7,4 %
64,3%

Hasil
6,1 x 103/mm3
4,48 x 106/uL
12,9 g/dL
36,9 % (L)
82,3 um3
28,8 pg
35,0 g/dl
174 x 103/mm3
12,5 %
8,6 um3
15,9 %
0,21%

Diff Count
Referensi
Jenis
15-50
# Lym
2-15
# Mid
35-80
# Gra

Referensi
3,5-10
3,50-5,50
11,5-16,5
35,0-55,0
75 100
25 35
31-38
100-400
11-16
8,0-11,0
10,0 18,0
0,20 0,50

Hasil
1,7 103/mm3
0,5 103/mm3
4,0 103/mm3

Referensi
1,2-3,2
0,1-0,8
2,0-7,8

EKG 10 November 2015

Kesan :
Left ventrikel Hipertrophy
Prolonged QT

FOTO THORAX 10 November 2015

Kesan :
Kardiomegali
Corakan bronkovaskuler meningkat

I.7 Follow Up Ruangan


Table 1.1 follow up tanggal 11 November 2015
Tanggal

11/11/15

Keadaan Umum :Tampak sakit


- Nyeri dada kiri
dijalarkan ke
kanan
-sesak nafas
-badan lemas

sedang
: Tampak sakit sedang
Vital sign

Tekanan

90/60mmhg
Nadi : 67x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36c

Darah

: 150 /70 mmHg Nadi


:

83x/meniRR

: 26x/menitSuhu
: 36oC
Status Generalis

Gigi : dental plaque (-)


Leher
:
JVP meningkat (5+3)

Thorax :

Cor

Perkusi : Pelebaran batas kiri

CHF
hipertensi
Terapi :
Infus RL
Lasix inj 3x2 amp
Captopril 3x25mg
Bisoprolol -0-0
Isdn 3x10
Amlodipin 0-1-0
Asam folat 2x1
B1 3x10mg
Monitoring :
KU, VS
Edukasi :
-Menjelaskan
mengenai penyakit
pasien, cegah
perburukan
Rawat Inap

jantung

sela

iga

garis

axillaris anterior
Auskultasi
: Bunyi jantung
I II lebih keras, S3 (+), murmur
sistolik

(+)

Abdomen
Palpasi: nyeri tekan ulu hati (+)
Ekstremitas : dbn

follow up tanggal 12November 2015


Tanggal

12/11/15

-Nyeri dada kiri


dijalarkan ke
kanan
-sesak nafas
-badan lemas

Keadaan Umum :
Tampak sakit sedang

CHF
hipertensi

: Tampak sakit sedang


Vital sign

Tekanan

90/50mmhg
Nadi : 68x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36c

Darah

: 150 /70 mmHg Nadi


:

83x/meniRR

: 26x/menitSuhu
: 36oC
Status Generalis
14.00

Gigi : dental plaque (-)


Leher
:
JVP meningkat (5+3)

P
Terapilanjut :
- Infus RL
Lasix inj 3x2 amp
Captopril 3x25mg
Bisoprolol -0-0
Isdn 3x10
Amlodipin 0-1-0
Asam folat 2x1
B1 3x10mg
Monitoring :
KU, VS
Edukasi :
-Menjelaskan
mengenai penyakit
pasien, cegah
perburukan

- Nyeri dada <<

Thorax :

Cor

Perkusi : Pelebaran batas kiri


jantung

sela

iga

garis

axillaris anterior
Auskultasi
: Bunyi jantung
I II lebih keras, S3 (+), murmur
sistolik

(+)

Abdomen
Palpasi: nyeri tekan ulu hati (+)
Ekstremitas : dbn

Table 1.3 follow up tanggal 13 November 2015


Tanggal

13/11/15

-Nyeri dada (+)


-sesek nafas
berkurang
-badan lemas

Keadaan Umum :
Tampak sakit sedang
: Tampak sakit sedang
Vital sign

Tekanan

90/50mmhg
Nadi : 65x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36c

Darah

: 150 /70 mmHg Nadi


:

83x/meniRR

: 26x/menitSuhu
: 36oC
Status Generalis

P
Diagnostic :
-echocardiografi
Terapi :
Infus RL
Lasix inj 3x2 amp
Captopril 3x25mg
Bisoprolol -0-0
Isdn 3x10
Amlodipin 0-1-0
Asam folat 2x1
B1 3x10mg
Monitoring :
KU, VS
Edukasi :
-Menjelaskan
mengenai penyakit
pasien, cegah
perburukan

Gigi : dental plaque (-)


Leher
:
JVP meningkat (5+3)

Thorax :

Cor

Perkusi : Pelebaran batas kiri


jantung

sela

iga

garis

axillaris anterior
Auskultasi
: Bunyi jantung
I II lebih keras, S3 (+), murmur
sistolik

(+)

Abdomen
Palpasi: nyeri tekan ulu hati (+)
Ekstremitas : dbn

Hasil ekokardiografi 13 November 2015

Kesan ekokardiografi :
LV dilatasi (EHD 87,7 cm)
RA dilatasi (EPSS > 2cm)
Fungsi sistemik LV menurun (EP 45%)
Terdapat aneurisma Aorta Ascendens (732mm )
IVC 22mm

Table 1.4 follow up tanggal 14 November 2015


Tanggal
14/11/15
07.00

S
-Nyeri dada
berkurang
-sesek nafas
berkurang
-badan lemes
berkurang

Keadaan Umum :
Tampak sakit sedang

CHF
Hipertensi

: Tampak sakit sedang


Vital sign

Tekanan

90/60mmhg
Nadi : 67x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36c

Darah

Monitoring :
KU, VS

: 150 /70 mmHg Nadi


:

83x/meniRR

: 26x/menitSuhu
: 36oC
Status Generalis

Gigi : dental plaque (-)


Leher
:
JVP meningkat (5+3)

Thorax :

Cor

Perkusi : Pelebaran batas kiri


jantung

sela

iga

garis

axillaris anterior
Auskultasi
: Bunyi jantung
I II lebih keras, S3 (+), murmur
sistolik

(+)

Abdomen
Palpasi: nyeri tekan ulu hati (+)
Ekstremitas : dbn

P
Terapi :
Infus RL
Lasix inj 3x2 amp
Captopril 3x25mg
Bisoprolol -0-0
Isdn 3x10
Amlodipin 0-1-0
Asam folat 2x1
B1 3x10mg

Edukasi :
-Menjelaskan
mengenai penyakit
pasien, cegah
perburukan

Table 1.4 follow up tanggal 15 November 2015 di rumah pasien


Tanggal
15/11/15
16.00

S
-Nyeri dada
berkurang
-sesek nafas
berkurang
-badan lemes
berkurang

Keadaan Umum :
Tampak sakit sedang

Chf
hipertensi

: Tampak sakit sedang


Vital sign

Tekanan

90/60mmhg
Nadi : 67x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36c

Darah

: 150 /70 mmHg Nadi


:

83x/meniRR

: 26x/menitSuhu
: 36oC
Status Generalis

Gigi : dental plaque (-)


Leher
:
JVP meningkat (5+3)

Thorax :

Cor

Perkusi : Pelebaran batas kiri


jantung

sela

iga

garis

axillaris anterior
Auskultasi
: Bunyi jantung
I II lebih keras, S3 (+), murmur
sistolik

Abdomen

(+)

P
terapi :
Captopril 3x25mg
Isdn 3x10
B1 3x10mg

Palpasi: nyeri tekan ulu hati (+)


Ekstremitas : dbn

16 November 2015
Pasien datang ke poli untuk kontrol,dan kemudan di rujuk ke rumah sakit Sarjito jogja.
Lembar surat Rujukan

Diagnosis : Aneurisma Aorta Ascendens

Kemudian pada tanggal 4 Desember,setelah dirujuk ke RS.Sarjito Jogjakarta ,pasien dicurigai


suspect sindrom Marvan dan perlu dilakukan CT scan untuk mengetahui penyebabnya .di RS
sarjito pasien diberikan terapi Ramipril,spironolactone,dan v-block carvedilol.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CONGESTIVE HEART FAILURE
II.1. Congestive Heart Failure
II.1.1. Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian
preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) merupakan
kegagalan ventrikel kiri dan atau kanan dari jantung yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memberikan cardiac output yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik

II.1.2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
meliputi :
1. Meningkatkan beban awal
Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel.

2. Meningkatkan beban akhir


Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan
hipertensi sistemik.
3. Menurunkan kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati.
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat
faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai
pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup
atrioventrkularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa:
a.Disritmia
Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah
rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons mekanis yang
sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang
stabil.
b. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat.
c. Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan

Tabel .Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung


Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
A.

Kelainan Mekanik
1. Peningkatan Beban Tekanan
a. Sentral (Stenosis aorta)
b. Perifer (hipertensi sistemik)
1. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan
beban awal)
2. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau
trikuspidal)
3. Tamponade Perikardium
4. Pembatasan Miokardium atau Endokardium
5. Aneurisme Ventrikel
6. Dissinergi Ventrikel

B.

Kelainan Miokardium (otot)


1. Primer
a.
b.
c.
d.
e.

Kardiomiopati
Miokarditis
Kelainan Metabolik
Toksisitas (Alkohol, Kobalt)
Presbikardia

2. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik)


a. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)

b.
c.
d.
e.
C.

Kelainan Metabolik
Peradangan
Penyakit Sistemik
Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran


1.
2.
3.
4.

Tenang (Standstill)
Fibrilasi
Takikardia atau bradikardia ekstrim
Asinkronitas listrik, gangguan konduktif

II.1.3. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
America Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus
baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%.
Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya.
Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah
serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan.
Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga
ikut meningkat. Dari survey registrasi di rumah sakit didapatkan angka perawatan
pasien yang berhubungan dengan gagal jantung sebesar 4,7% untuk perempuan dan
5,1% untuk laki-laki. Secara umum angka perawatan pasien gagal jantung di Amerika
dan Eropa menunjukkan angka yang semakin meningkat.
Gagal jantung merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Gagal jantung
kongestif (Congestive Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup
tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung
umur/agedependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45
tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 - 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi
dari CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang
mempunyai hipertensi mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin

membaiknya angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan,


menyebabkan meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.

II.1.4. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik
ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya
terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol. Peningkatan tekanan atrium kiri diteruskan ke belakang
kedalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah
edema interstisial. Peningkatan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat
terjadi yaitu :
1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Selain itu, juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke

organ-organ yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk


mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan
aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan meningkatkan beban awal
jantung yang nantinya akan meningkatkan kontraksi dan curah jantung.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.


Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan penurunan
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akibatnya terjadilah pelepasan
renin dari aparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin dengan angiotensinogen di
dalam darah akan menghasilkan angiotensi I. Kemudian akan terjadi konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan merangsang sekresi
aldosteron dari kelenjar adrenal yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada
tubulus distal dan duktus pengumpul. Natrium akan menarik air. Selain itu,
angiotensin II jua menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan
darah.

3. Hipertrofi ventrikel.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat meningkatkan kekuatan
kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka meningkat.
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal dan pada keadaan
istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

II.1.5. Klasifikasi
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan
pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:

Derajat I : Tanpa gagal jantung


Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop

dan peningkatan tekanan vena pulmonalis


Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti (adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular,
edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood
pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi (adanya tekanan nadi yang
sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut
kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak
disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas,
yaitu:

Kelas I (A)
Kelas II (B)
Kelas III (L)
Kelas IV (C)

: kering dan hangat (dry warm)


: basah dan hangat (wet warm)
: kering dan dingin (dry cold)
: basah dan dingin (wet cold)

Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :

Kelas I

: Tanpa keluhan
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit
jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar,
apabila mereka melakukan kegiatan biasa.

Kelas II

: Ringan
Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak nafas atau nyeri dada.

Kelas III

: Sedang
Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan
biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.

Kelas IV

: Berat
Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat
menimbulkan

gejala-gejala

bertambah apabila

mereka

insufisiensi

jantung,

yang

melakukan kegiatan

fisik

meskipun sangat ringan.

II.1.6. Manifestasi Klinis


A. Gejala dan tanda gagal jantung kiri:

Dispnea (sulit bernapas)


Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan
kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan
paru dan peningkatan tahanan aliran udara. Dispnea saat beraktivitas (dyspneu

deffort) menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.


Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi
berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung
dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan

dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama

berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner.


Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali

menyamarkan gejala gagal jantung yang lain.


Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk
yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur,
biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai
batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada
arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema
pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara.
Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan
pasien PND seringkali mengalami batuk dan wheezing yang persisten

walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.


Ronki
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri
khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru

karena pengaruh gaya gravitasi.


Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.
Disfagia (sulit menelan)
Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan
kompresi esofagus dan disfagia.
Hipoperfusi ke organ-organ nonvital
Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ nonvital
demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling
dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit,
otot rangka, dan ginjal. Gejalanya meliputi :
a. Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
b. Demam ringan dan keringat yang berlebihan disebabkan oleh
vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas.
c. Kelemahan dan keletihan disebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot
rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh ketidakseimbangan

elektrolit dan cairan atau anoreksia.


d. Anuria Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
Pernapasan Cheyne-Stokes

Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan


Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan
dengan rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh
berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan
PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan
memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan
hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat
dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas

berhenti sementara.
Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti
disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan
gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis
serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal
jantung dan dapat berperan dalam insomnia

B. Gejala dan tanda gagal jantung kanan:

Kongesti vena sistemik


Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena
leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat
secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama
inspirasi.

Hepatomegali (pembesaran hati)


Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.

Keluhan gastrointestinal.

Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema
pada dinding usus dan/atau kongesti hepar.

Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula
tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari.
Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat
gravitasi.

Nokturia (diuresis malam hari)


Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring.

Asites dan edem anasarka


Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh
generalisata.

II.1.7. Faktor Resiko


Penyakit kardiovaskular disebabkan berbagai macam factor. Antara lain:
a. Kebiasaan merokok
Merokok meningkatkan 2-3 kali lipat risiko kematian akibat penyakit
jantung koroner dan penyakit kardiovaskular. Risiko orang berhenti merokok
mengalami gangguan kardiak dan penyakit kardiovaskular lain berkurang 50%.

b. Kurang aktifitas fisik


Aktifitas fisik menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe
2 (dua) melalui beberapa mekanisme. Secara umum, aktifitas fisik memperbaiki
metabolism glukosa, mengurangi lemak tubuh, dan menurunkan tekanan darah.
Kurang aktifitas fisik meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

c. Perubahan pola diet, kelebihan berat badan, dan hiperlipidemia


Saat ini kecenderungan pola makan masyarakat di dunia beralih pada
makanan siap saji. Kecenderungan itu melupakan tradisi pola makan tradisional,
yang kaya buah, sayur, dan padi-padian.
Paling tidak sekitar 1 (satu) miliar orang di dunia saat ini kelebihan berat
badan. Sekitar 300 juta menderita obesitas yang diukur menggunakan criteria
WHO: body mass index (BMI) untuk kelebihan berat badan adalah di atas 25
kg/m2, sedang obesitas sekurangnya 30 kg/m2. Kolesterol adalah faktor kunci
dari proses aterosklerosis, yang menjadi dasar meningkatnya risiko penyakit
kardiovaskular.

d. Diabetes dan hipertensi


The American Heart Association menganggap diabetes sebagai faktor
utama risiko kardiovaskular. Saat ini, diabetes diidap sekitar 150 juta orang di
seluruh dunia dan prevalensinya terutama pada usia muda, akan berlipat dua
dalam 25 tahun ke depan.
Diperkirakan 690 juta jiwa di seluruh dunia mengidap hipertensi. Hipertensi
sering kali diketemukan pada pasien diabetes dimana prevalensinya berkisar 20
sampai 60%. Hipertensi merupakan factor risiko untuk penyakit kardiovaskular.

e. Faktor usia dan jenis kelamin


Resiko yang paling besar untuk terserang penyakit jantung adalah pada
laki-laki dengan usia lebih dari 45 tahun dan pada wanita usia lebih dari 55 tahun.
Faktor usia yang tidak bisa dikendalikan maka harus dapat merubah atau
mempengaruhi Faktor-faktor resiko lain.

f. Faktor Keturunan

Seseorang tidak dapat merubah faktor keturunan atau riwayat penyakit


jantung pada keluarga. Faktor keturunan patut untuk dicemaskan, karena
merupakan hal yang penting untuk anda ketahui apakah penyakit-penyakit yang
terjadi dalam keluarga dan menceritakannya pada dokter.

II.1.8. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan
penunjang.

A. Anamnesis

Manifestasi klinis
Gagal jantung ringan dan moderat :
Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar

dalam beberapa menit.


Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi.
Gagal jantung berat :
Pasien harus duduk dengan tegak
Sesak nafas
Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang
dirasakan
Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV

berat
Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan :
Sianosis pada bibir dan kuku
Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik)
Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya

penurunan stroke volume


Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer

B. Pemeriksaan fisis
Meliputi inspeksi perut bisa membuncit, palpasi dapat ditemukan
hepatomegali, perkusi, dan auskultasi bising usus biasanya normal

C. Pemeriksaan penunjang :
1. Foto toraks

Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks


menekan diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri
dengan apeks terangkat dari diafragma, pinggang jantung merata

atau menonjol,dan ada gambaran double kontur.


Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi
Garis Kerley A/B
Infiltrat prekordial kedua paru
Efusi pleura

2. EKG
Untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan
aritmia. Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 35 mm ,
aritmia misalnya terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R tidak
seragam.

D. Pemerikasaan penunjang
Meliputi pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk kelainan
katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
Laboratorium :
1. Faal ginjal :
a. Urin :
a. Berat jenis <
b. Volume urin menurun
c. Na urin menurun, rennin meningkat aldosteron
b. Darah :
a. Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka
menunjukkan gagal jantung yang berat.
b. Na, Bl dan albumin menurun, sehingga meningkatkan
volume darah dan cairan udema karena rennin dan
aldosteron meningkat.

c. Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turun, maka


menunjukkan gagal jantung dan gagal ginjal.
2. Faal hati

Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkat

LED turun

LDH naik, terutama LDH 5

Fosfatase alkali naik (ringan/berat)

Protombin agak naik

3. Faal paru

Tekanan O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru udema

Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat


hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia

Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi udema


paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi CO2.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa ditegakkan gagal jantung
kongestif, yaitu ditemukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria mayor :

Paroksismal nocturnal dispnea

Distensi vena leher

Peningkatan tekanan vena jugularis

Rongki basah halus tidak nyaring

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Refluks hepatojugular

Kriteria minor :

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dyspneu deffort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardi (>120x/menit)

Kriteria mayor atau minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

II.1.9. Penatalaksanaan
1. Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu
latihan rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA
kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin
isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi.
Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan
berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan
durasi kehidupan.

2. Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal
jantung.

3. Diuretik

Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat


diakibatkan oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala
kongestif.

Diuretik

adalah

satu-satunya

agen

farmakologik

yang

dapat

mengendalikan retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan
untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala
kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan
pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan
bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi
reabsorbsi Na+, K+,dan Cl pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan
metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus
distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus
koligens.

4. Vasodilator
Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy,
apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti dengan
diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-load. Contoh
vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat, Nitropusid, dan
Nesitirid.

5. ACE Inhibitor (ACEI)


Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya
digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF (Ejection fraction)
menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan
menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi
angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat
menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin,
yang akan meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI
menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan
opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat
menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi

ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian
ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI
sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara
bertahap jika dosis rendah dapat ditoleransi.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin
angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama
pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu
diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi
renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi
potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.

6. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE
karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat
sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang
berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I
menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor
angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari
penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan
darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut
serupa pula.

7. -Adrenergic Receptor Blockers


Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien
dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem
adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih
reseptor adrenergik (1, 1, and 2). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam
memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic
dimediasi oleh reseptor 1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker

menghambat proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname,


dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada
pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%).
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul
dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari
setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi
betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka
dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga
<50>1 receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.

8. Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir
efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang
independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan
sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron
akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian
antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV
yang memiliki EF yang menurun (<35%).
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan
resiko hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima
terapi suplemen potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis
aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/Dl.

9. Antikoagulan dan Antiplatelet


Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik.
Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun.
Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang
kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan resiko pembentukan thrombus.

Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial
paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke
atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati
simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya thrombus
LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali
terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik
untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75
atau 81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih
tinggi.

III
ANALISA HASIL
Anamnesis
Keluhan
Utama

: Nyeri dada

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri dada,nyeri dada
dirasakan pada saat melakukan aktivitas ringan sampai berat. Nyeri dada
menjalar hingga ke punggung kanan .Nyeri dada yang dirasakan pada
pasien ini bersifat tumpul seperti tertekan. Nyeri dada dirasakan pada saat
aktivitas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Nyeri dada ini
sebelumnya pernah terjadi berulang-ulang dan semakin memberat. Sebelum
muncul keluhan pertama kalinya, pasien sering melakukan olahraga tenis.
Selain itu pasien juga mengeluhkan sesak nafas,sesak nafas muncul
ketika sedang melakukan aktivitas. Batuk juga diakui namun tidak sering.
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa mual,muntah,dan kadang nyeri
sampai ke ulu hati.
Pusing juga dikeluhkan oleh pasien,selain pusing pasien juga mengaku
sering merasa lelah ketika beraktivitas dan terlihat pucat .
Nyeri dada
merokok menyebabkan akumulasi toksi di pembuluh darah yang menimbulkan akumulasi
toksik di pembuluh darah yang menimbulkan aterosklerois yang pada akhirnya memicu
timbulnya hipertensi . akibat adanya plak aterosklerosis ini,lumen pembuluh darah
menyempit dan memudahkan terjadinya oklusi (penyumbatan) pembuluh darah di arteri
koronaria. Oklusi ini menyebabkan aliran darah koroner tidak adekuat. Sebagai
akibatnya,terjadilah iskemia miokard. Terjadi penurunan perfusi jantung yang berakibat pada
penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. akumulasi
metabolit ini timbul karena suplai oksigen yang tidak adekuat,maka sel sel miokard
mengkompensasikan dengan berespirasi anaerob. Sebagai produk sampinganya yaitu laktat.
Asam laktat membuat ph sel menurun. Perubahan metabolisme sel sel miokard inilah yang
menstimulasi reseptor nyeri melalui simpathetic afferent di area korteks sensoris primer (area
3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri dada.
Nyeri dada yang dijalarkan ke punggung kanan
Adanya teori konvergensi proyeksi .menurut teori ini,dua tipe aferen yang masuk ke
segmen pinal (satu dari kulit dan satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel sel
proyeksi sensorik yang sama (misalnya spinotalamikis). Karena tidak ada cara untuk
mengenai asupan sebenarnya,otak secara salah memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah
somatik (dermatom). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tetapi beralih ke bagian kulit
(dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai, karena itu,daerah kulit

yang dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan oleh saraf brachialis interkostal (T2)
akan terkena.didalam ssp tentunya terjadi sejumlah penyebaran impuls nyeri karena nyeri
kadang kadang terasa di leher dan rahang.
Sesak nafas
Katup jantung mengalami penyempitan sehingga membuat aliran darah ke seluruh tubuh juga
terhambat aliran darah ke sistem pernafasan terganggu sesak nafas
Batuk
Jika kemampuan memompa jantung terganggu kongesti paru cairan didalam paru paru
dan jantung dapat menimbulkan gejala seperti batuk.
Mual muntah
Sebagian besar orang dengan gagal jantung kronik merasa nyeri apabila melakukan kerja
fisik atau mengalami perubahan emosi yang akan meningkatkan metabolisme jantung atau
mengkontriksikan pembuluh darah koroner untuk sementara waktu akibat sinyal saraf
vasokonstriktor simpatis. Disisi lain, kerja simpatis tersebut menekan saraf parasimpatis yang
memicu pergerakan di organ pencernaan akibatnya gerak peristaltic menurun dan akumulasi
cairan di saluran pencernaan menjadikan rasa penuh di lambung dan menjadi pusat mual atau
muntah sampai nyeri ulu hati
Nyeri ulu hati
kerja simpatis tersebut menekan saraf parasimpatis yang memicu pergerakan di organ
pencernaan akibatnya gerak peristaltic menurun dan akumulasi cairan di saluran pencernaan
menjadikan rasa penuh di lambung dan menjadi pusat mual atau muntah sampai nyeri ulu
hati.
Pusing
Katup jantung mengalami penyempitan sehingga membuat aliran darah ke seluruh tubuh juga
terhambat aliran darah ke kepala berkurang pusing
Sering lelah dan pucat
Pada gagal jantung terjadi berkurangnya curah jantung. Akibatnya terjdi vasokonstri
pembuluh darah perifer yang menyebabkan peningkatan Hb tereduksi didalam darah maka
timbullah sianosi (kulit pucat dan dingin)

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko
terjadinya beberapa penyakit seperti gagal ginjal, infark miokard, dan gagal
jantung.
b. Riwayat PJK pada pasien ini dapat membantu menegakkan adanya PJK yang
kini dirasakan adalah gangguan lanjutan, dan dapat menjadi faktor risiko
terjadinya gagal jantung.
I.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi
Personal Habit
Pasien dulunya merupakan perokok aktif
Rokok mengandung ribuan senyawa kimia yang bersifat toksin,karsinogenik,dan
tertogenik. Senyawa senyawa kimia yang terkandung di rokok antara lain
nikotin,tar,caffeine,dietil eter,polifenol,naftalena,dan senyawa berbahaya lainya.
Senyawa senyawa kimia dalam rokok menurunkan HDL dalam tubuh sehingga
timbul plak aterosklerosis,misalnya di arteri koronaria.plak ini mudah mencetuskan
trombosis yang membentuk trombus sehingga terjadi iskemia miokard yang
menimbilkan nyeri dada.

.I.3

Pemeriksaan Fisik
Tekanan Darah : 150 /70 mmHg hipertensi
-

Hipertensi menjadi pemicu rusaknya dinding dan bagian dalam pembuluh


arteri,sehingga kemungkinan dapat menyebabkan pembekuan darah yang membuat
kerja jantung menjadi berat dalam memompa darah ke seluruh tubuh.jika hal ini
terjadi pada jantung,seiring berjalanya waktu,maka akan menyebabkan gejala awal
dari serangan jantung.

Hipertensi dengan tekanan darah diatas 160/95 mmHg dapat merangsang terjadinya
aterosklerosis karena tekanan tinggo ini dapat merupakan beban tekanan pada dinding
arteri.

Status Generalis
Gigi
Leher

: Caries dentis (-), dental plaque (-)


: deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
JVP meningkat (5+3)
Leher : JVP 5 + 3 mmHg. Pada pasien ini terdapat peningkatan JVP. Hal ini dapat
terjadi akibat adanya gagal jantung kanan sehingga terjadi aliran balik ke vena cava
superior ataupun inferior. Aliran balik ini lah yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan pada Vena jugularis.

Thorax :
Cor
Perkusi
Auskultasi

: Pelebaran batas kiri jantung sela iga V garis axillaris anterior


: Bunyi jantung I II lebih keras,S4 (-), S3 (+), murmur sistolik
(+)

Jantung cardiomegali, S3 (+). Hal ini dapat mendukung adanya gagal jantung.
Hipertrofi jantung dapat menyebabkan kebutuhan oksigen menjadi lebih tinggi dan
adanya S3 dapat mengartikan adanya aliran balik yang terjadi akibat akibat overload
darah ditambah dengan adanya gangguan perfusi pada otot jantung (infark) sehingga
pemompaan tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penderita CHF.

Abdomen
Palpasi

: nyeri tekan ulu hati (+)


kerja simpatis tersebut menekan saraf parasimpatis yang memicu
pergerakan di organpencernaan akibatnya gerak peristaltic menurun
dan akumulasi cairan di saluran pencernaan menjadikan rasa penuh

di lambung dan menjadi pusat mual atau muntah sampai nyeri ulu
hati
Hasil lab darah rutin 10 November 2015
Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW
MPV
PDW
PCT

Jenis
% Lym
% Mid
% Gra

Hasil
28,3%
7,4 %
64,3%

EKG 10 November 2015

Hasil
6,1 x 103/mm3
4,48 x 106/uL
12,9 g/dL
36,9 % (L)
82,3 um3
28,8 pg
35,0 g/dl
174 x 103/mm3
12,5 %
8,6 um3
15,9 %
0,21

Diff Count
Referensi
Jenis
15-50
# Lym
2-15
# Mid
35-80
# Gra

Referensi
3,5-10
3,50-5,50
11,5-16,5
35,0-55,0
75 100
25 35
31-38
100-400
11-16
8,0-11,0
10,0 18,0
0,20 0,50

Hasil
1,7 103/mm3
0,5 103/mm3
4,0 103/mm3

Referensi
1,2-3,2
0,1-0,8
2,0-7,8

Kesan :
Left ventrikel Hipertrophy
Prolonged QT

Terapi
-

Infus RL

Kandunga
n
Indikasi:

Per 1000 mL Natium lactate 3,2 gram, NaCl 6 gram, KCl 0,4 gram, CaCl2
0,27 gram, air untuk injeksi ad 1,000 mL.

Sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang dalam kondisi asam basa

berkeseimbangan atau asidosis ringan.

Terapi pilihan utama untuk mengatasi kehilangan cairan dalam


keadaan darurat.

Terapi pemeliharaan keseimbangan cairan pada keadaan pra, intra, dan


pasca operasi.
Mengatasi dehidrasi cairan interstisial yang diberikan sesudah pemberian
pengganti cairan koloid.
Kontra

Hiperhidrasi, hipernatremia, hiperkalemia, gangguan fungsi ginjal, atau


Indikasi:
hati asidosis laktat.
Perhatian:
Payah jantung, udem dengan retensi Natrium, kondisi asidosis laktat,
kerusakan hati sepsis parah, kondisi dan pra trauma, hiperkalemia, kondisi
retensi Kalium.
Efek

Panas, iritasi atau infeksi pada tempat penyuntikan.


Samping:
Trombosis atau flebitis vena yang meluas dari tempat penyuntikan,
ekstravasasi.
Kemasan:
Larutan Infus 500 mL x 1's.

Lasix inj 3x2 amp


Lasix adalah obat yang berfungsi sebagai diuretik. Diuretic merupakan obat yang
digunakan untuk mengurangi cairan didalam tubuh dan membuangnya melalui kemih.
Bahan aktif dari lasix adalah furosemid. Furosemid bekerja di ginjal dengan
menghambatpenyerapan garam dan elektrolit sehingga air terikat dengan garam
tersebut dan tidak bisa diserap oleh ginjal. Akibatnya air akan diserap melalui
mekanisme buang air kecil.
Furosemid atau lasix digunakan untuk pasien yang mengalami edema (penumpukan
cairan berlebihan dalam tubuh) atau kelebihan asupan cairan.cairan yang berlebihan
akan bertumpuk di paru,perut,dan anggota gerak.
Kontraindikasi :
1. Riwayat alergi furosemid
2. Hipotensi
3. Anuria
4. Gangguan fungsi ginjal
5. Gangguan fungsi hati
6. Kekurangan elektrolit
Efek samping :
1. Hipotensi
2. Anafilaksis
Dosis :

40mg dan 20mg

Captopril 3x25mg
Captopril termasuk dalam golongan obat penghambat enzim pengubah angiotensin .
fungsi utama obat ini adalah untuk mengobati hipertensi dan gagal jantung,captopril
juga berfungsi sebagai melindungi jantung setelah terjadinya serangan jantung.
Cara kerja ->menghambat produksi angitensin 2. Hasilnya akan membuat dinding
pembuluh darah menjadi rileks sehingga dapat menurunkan tekanan darah,sekaligus
meningkatkan suplai darah dan okigen.
perungatan :
1. Gangguan ginjal
2. Gangguan hati
3. Penyakit vaskular perifer
4. Lupus
5. Skleroderma
6. Kardiomiopati
7. Stenos aorta
Dosis maksimal 150mg/hari

Bisoprolol -0-0
Adalah beta bloker (selektif beta-1) = Cardioselektif namun tidak spesifik.
- Bekerja dengan cara memblokir stimulasi reseptor beta-1 adrenergik (epinefrin
dan norepinefrin) yang banyak terdapat pada otot jantung dan sedikit memblokir
reseptor beta-2 di paru, pembuluh darah, dan hepar. Bisoprolol menurunkan kerja
otot jantung sehingga kebutuhan oksigen pada jantung menjadi menurun
(demand) dan menurunkan heart rate. Penurunan heart rateakan menyebabkan
-

penurunan tekanan darah.


OOA : 1-2 jam, waktu paruh 9-12 jam , eksresi : 50% melalui ginjal (tanpa
metabolisme), 50% melalui ginjal (dan telah dimetabolisme sebelumnya di hepar)

dan feses.
Dosis : 2,5- 20 mg/hari PO untuk hipertensi. 1,25 mg PO/hari untuk gagal
jantung dan tidak boleh lebih dari 10 mg/hari dapat menurunkan denyut

jantung (bradikardi)
Efek samping beta-bloker dapat menyebabkan bronkospasme menyebabkan
atau memperparah asma. Namun bisoprolol lebih selektif dibandingkan dengan
propanolol. Sehingga efek samping bronkspasme lebih rendah namun tidak murni
hilang. ES lainnya adalah hipotensi, bradikardi, dan hipoglikemia (akibat

memblokir reseptor beta-2 di hepar menurunkan glikogenolisis dan


glukoneogenesis)

Isdn 3x10
Isdn adalah jenis obat vasodilator. Obat ini mengendurkan pembuluh
darah,meningkatkan persediaan darah dan oksigen ke jantung.obat ini diberikan
kepada orang yang menderita nyeri dada.
Indikasi : untuk nyeri dada
Dosis : 5mg dan 10 mg tablet.

Amlodipin 0-1-0
Amlodipine adalah obat untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Amlodipin bekerja dengan cara melemaskan dinding dan melebarkan diameter
pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan
mengurangi tekanan darah dalam pembuluh darah.
hari ,dosis maksimumnya 10mg per hari.
Peringatan :
1. Kepala terasa pusing
2. Wanita hamil
3. Alergi amlodipine
-

Asam folat 2x1


Asam folat (folid acid) dikenal juga sebagai vitamin b12,yang berfungsi untuk
perbaikan sel dan pemeliharaan sel,sintesis DNA,metabolisme asam amino,,dan
pembentukan eitrosit dan leukosit,dan untuk mencegah penyakit jantung
Dosis yang disarankan adalah 400mcg perhari.

B1 3x10mg
Disebut juga tiamina yang merupakan salah satu senyawa pertama yang dikenali sebagai
sebuah vitamin dan berguna dalam metabolisme tubuh.
Manfaat :
1. Mengatasi kekurangan b1
2. Perawatan gangguan metabolisme
Peringatan :
Wanita hamil dan menyusui

Diabetes
Hipotensi
Zlergi vitamin b1
Dosis : 50 300mg perhari

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat.R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2005.
Schwartz, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah , Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta,2000.
Reksoprodjo Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakjarta, 1994.
Doherty GM. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.2006.
Joanne C. McCloskey. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby-Year Book

Hudak & Gallo. 1995. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC : Jakarta

1. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995.
Hal. 243-249
2. Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas
Indonesia. 2000. Hal: 11-16
3. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57
4. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-93

Anda mungkin juga menyukai