DEMAM TYPHOID
Oleh :
dr. Lanasari
NIP.196102151989032004
Puskesmas Cangkuang
Kabupaten Bandung
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica
serotype paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain
dengan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut
nadi yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran seperti mengigau, perut kembung,
splenomegali dan lekopeni.
Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk
memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Sebaliknya di negara maju
seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya, seiring dengan perbaikan
lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah yang memadai dan penyediaan air bersih
yang cukup, mampu menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis. Di abad ke 19
demam tifoid masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama di Amerika,
namun sekarang kasusnya sudah sangat berkurang.
Tingginya jumlah penderita demam tifoid tentu menjadi beban ekonomi bagi
keluraga dan masyarakat. Besarnya beban ekonomi tersebut sulit dihitung dengan pasti
mengingat angka kejadian demam tifoid secara tepat tak dapat diperoleh.
Insidensi demam tifoid secara tepat tidaklah diketahui mengingat tampilan
kliniknya yang bervariasi sehingga bila tanpa konfirmasi laboratorium, terbaurkan
dengan penyakit infeksi lainnya. Kultur darah sebagai pemeriksaan untuk mencari
kuman penyebab tidak selalu tersedia di setiap daerah dan setiap fasilitas kesehatan.
Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering juga berupa
kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan karier kronik. Di
negara berkembang kasus ini endemik. Diperkirakan sampai dengan 90 - 95 %
penderita dikelola sebagai penderita rawat jalan. Jadi data penderita yang dirawat di
rumahsakit dapat lebih rendah 15 25 kali dari keadaan yang sebenarnya.
Diseluruh dunia diperkirakan antara 16 16, 6 juta kasus baru demam tifoid
ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13
juta kasus setiap tahunnya.
Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat Vietnam khususnya di delta Sungai
Mekong, diperoleh angka insidensi 198 per 100.000 penduduk7 dan di Delhi India
sebesar 980 per 100.000 penduduk. Suatu laporan di Indonesia diperoleh sekitar 310
800 per 100.000 sehingga setiap tahun didapatkan antara 620.000 1.600.000 kasus. Di
Jawa Barat menurut laporan tahun 2000 ditemukan 38.668 kasus baru yang terdiri atas
18.949 kasus rawat jalan dan 19.719 kasus rawat inap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Tifoid Abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik oleh Salmonella typhi yang
semula menyerang usus halus & klinis antara lain ditandai demam remitten,
splenomegali, limfadenopati intestinal & roseola.
KRITERIA DIAGNOSIS
Demam naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam
terutama pada sore/malam hari.
Kriteria Zulkarnaen:
o
Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinua,
disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
Lekopeni.
Malaria -.
Kelainan urine -.
Penurunan kesadaran.
Rangsang meningeal -.
Perdarahan usus +.
Bradikardi relatif.
Splenomegali +.
Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap
sebagai positif, 3 gejala kardinal curiga).
Sign lainnya :
1. Distensi abdomen.
2. Pea soup stool.
3. Perdarahan intestinal
o
PATOGENESIS
Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan =>
lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan
penetrasi & berbiak di kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus
=>masuk ke peredaran darah (bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai disini
disebebut silent period/masa tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi
intraseluler => masuk ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh
tubuh => masuk ke dalam empedu & usus, di usus akan membuat luka di plaque payeri.
Bila Salmonella typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier.
Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida
penyebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di
jaringan. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen.
Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa,
ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri)
dimana akan terjadi :
Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi dimana dapat
terjadi perdarahan dan perforasi.
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari
21 hari). Keluhan utama yang mencolok berupa panas yang makin tinggi terutama pada
malam hari dan pagi hari, bila panas sering disertai delirium, demam dapat bersifat
remitten dapat pula kontinua. Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai
puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC. Gejala lainnya berupa lemah
badan, nyeri kepala di frontal, mual/anoreksia, gangguan defekasi, yang dibagi pada
minggu I berupa obstipasi dan diare pada minggu II (peas soup diare), hal ini terjadi
karena peradangan kataral dari usus, yang sering disertai dengan perdarahan dari selaput
lendir usus, terutama ileum. Dapat juga timbul gejala seperti insomnia, muntah, nyeri
perut, myalgi/atralgi, batuk, dan apatis/bingung, diakibatkan toksik yang dapat menjadi
delirium dan berlanjut menjadi meningismus (akhir minggu ke I).
Pada pemerikasaan dapat ditemukan nadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi
nadi akan meningkat sebanyak 18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak
1o C, pada demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang
seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard. Lidah,
typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi
hiperemis dan terdapat tremor. Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia,
pada umumnya bersifat tidak produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III,
yang disebabkan oleh pneumococcus atau yang lainnya. Abdomen, agak cembung dan
meteorismus. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba
pada akhir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri
tekan positif. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai
dengan masa konvalesens. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat
tetap utuh, dapat terjadi kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier
sering terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu. Meteorismus,
kita harus hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan pada usus.
Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :
minggu ke I sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini terjadi
karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang disebabkan oleh
infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan terjadinya proses
radang, sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena permeabilitas kapiler
meningkat.
Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan
Salmonella typhi dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap
bahwa ginjal sering terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap jarang terjadi,
seperti juga jarangnya karier air kemih.
Sistim syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic,
trombus kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan Guillain Barre
syndrome. Meningitis purulenta telah dilaporkan. Penurunan pendengaran juga sering
ditemukan.
o Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan mononuklear.
Status typhosa :
o Toxic
o Mengantuk
o Apatis
o Delirium
o Incontinentia urine et alvi
o Tremor halus: tangan dan lidah.
o Gejala psikose sampai koma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin.
o
Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada
leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi
sekunder.
Aneosinofilia.
2. Pemeriksaan bakteriologik
o
Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif
belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan
bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.
3. Pemeriksaan serologik
o
>
4x
pada
pengambilan
serum
yang
berangkaian.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Paratiphoid.
2. Malaria.
3. TBC millier.
4. Influenza.
5. Dengue.
6. Rheumatic fever.
7. Sistemic lupus erimatosus.
8. Hepatitis.
KOMPLIKASI
1. Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3 minggu
diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan
setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak
adekuat (Manson-Bahr, 1985), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari
impending relaps.
o
Patogenesa :
Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang
bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps
disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.
Chloramfenikol
menghambat
atau
memperlambat
pembentukkan
Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh
tersebut mati.
Tanda-tanda shock.
Sianosis.
Tachypnoe.
3. Perforasi usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di
daerah sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan
adalah:
o
KU buruk.
Muntah-muntah.
Foto R BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah
diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan
exudat.
4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa
:
o
Takikardia.
Gallop rhythm.
Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala
dekompresi lain.
5. Cholecystitis
6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari disorientasi,
kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa munculnya gejala
neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-lainnya. Thypoid
toxic dapat dibagi menjadi :
o
Meningocerebral
Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.
Encephalitis diffus
Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif.
Encephalitis akut
Tiba-tiba hiperpireksia.
Prognosa : buruk!
Meningitis akut
7. Hepatitis typhosa
8. Pneumotyphoid
9. Pankreatitis typhosa
10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan masih
tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).
Penatalaksanaan
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk
menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi
saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan
untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake
peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang
mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau Novalgin.
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah :1,4,5
Dosis Trimetoprim 10
Untuk pemberian secara syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5
mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali selama 2 minggu. Efek samping dari
pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem
hematologi
seperti
Anemia
megaloblastik,
Leukopenia,
dan
Dosis yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis
selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan
dengan terapi chloramphenicol.
Sefalosporin
generasi
ketiga
(Ceftriaxone,
Cefotaxim,
Cefixime),
merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari
Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap
Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan dosis 100
mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7
hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4
dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15
mg/kg/hari selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma
sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam
30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang
diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera
dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi.
Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih
bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan
klinis.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut
pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit
perut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya
didapatkan suhu tubuh meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan
malam hari.
Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus
menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecahpecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan
tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung.
Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif,
acuh tak acuh (apatis) sampai berat (delirium, koma).
DAFTAR PUSTAKA