Konsulen Penguji:
dr. Arif Rahman Sadad, SH., Sp.F, MSi.Med, DHM
Residen Pembimbing:
dr. Stephanus Rumancay
Disusun Oleh:
Angelyn Christabella
Eka Putri Maulani
Azaria Sabrina
Jocelyn Judian
Jacob Benedict
Ivan Meidika Kurnia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan referat berjudul Implikasi
Undang-Undang Tenaga Kesehatan Terhadap Profesi Dokter di Masa Depan sebagai salah
satu tugas dalam kepaniteraan klinik ilmu kedokteran forensic dan medikolegal di RSUP DR.
Kariadi Semarang.
Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Arif R Sadad, S.H., Sp.F,
MSi.Med, DHM selaku dosen penguji dan dr. Stephanus Rumancay selaku residen
pembimbing dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis
mohon maaf atas segala kekurangan dalam pembuatan referat ini. Penulis juga mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan dari referat ini di
kemudian hari.
Akhir kata semoga referat ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.Atas perhatian yang
diberikan, penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
I.1
I.2
I.3
LatarBelakang
RumusanMasalah
TujuanPenelitian
4
5
6
Bab II Pembahasan
II.1
II.2
II.3
II.4
II.5
II.6
7
10
11
13
16
16
Tenaga Kesehatan
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
Implikasi UU Nakes Terhadap KKI
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
Kriminalisasi Dokter
Tenaga Kesehatan Lain
Kesimpulan
Saran
18
18
18
20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Atas dasar Pancasila sila kelima yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) yang berbunyi Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, pasal 34 ayat
(3) yang berbunyi Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. serta dalam rangka menjalankan
amanah Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Pasal 21 ayat (3) untuk mengatur tenaga
kesehatan selain tenaga medis, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI
menginisiasi penyusunan rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan.
Awalnya, proses penyusunan draft Rancangan Undang-UndangTenaga Kesehatan
(RUU Nakes) melibatkan beberapa pemangku kebijakan, di antaranya adalah Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi profesi dokter. Dinamika pembahasan RUU
Nakes terjadi karena IDI menganggap amanah Pasal 21 ayat (3) lebih menekankan
kepada pengaturan tenaga kesehatan di luar tenaga medis. Hal ini sangat jelas dalam
penjelasan Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi Pengaturan tenaga kesehatan di dalam
undang-undang adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis. Oleh karena itu, IDI
menyarankan agar pembahasan substansi RUU lebih banyak melibatkan organisasi tenaga
kesehatan lain di luar tenaga medis.1
Setelah sekian lama pembahasan RUU Nakes tidak lagi terdengar karena tidak ada
lagi undangan untuk membahas RUU Nakes yang masuk ke sekretariat Pengurus Besar
IDI,tiba-tiba RUU Nakes telah mendekati proses pembahasan final di Panja yang
dibentuk di Komisi IX DPR RI.
Polemik muncul oleh sebab hal yang mendasari penyusunan RUU ini yaitu
pengaturan tenaga kesehatan di luar tenaga medis menjadi tidak jelas, oleh karena
substansi yang menyebutkan bahwa Undang-Undang ini mengatur mengenai tenaga
kesehatan kecuali hal-hal yang telah diatur dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran
tidak lagi tercantum. Tentu hal ini memunculkan pertanyaan apakah RUU Tenaga
Kesehatan juga mengatur tenaga medis (yaitu dokter dan dokter gigi) yang telah di atur
3.
4.
Nakes 2014.
Mengetahui fungsi Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
Mengetahui implikasi UU NaKes 2014 terhadap profesi dokter.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tenaga Kesehatan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Berdasarkan definisi tenaga kesehatan di atas yang sama persis dengan UU Kesehatan
nomor 36 tahun 2009, maka tenaga kesehatan yang dimaksud seharusnya tidak mencakup
tenaga medis, sesuai dengan penjelasan di UU Kesehatan Pasal 21 ayat 3. Hal ini
menyebabkan UU Nakes melampaui mandat (over mandatory), begitu juga dengan
dimasukkannya tenaga medis dalam Pasal 11 ayat 1 huruf (a). Keberadaan tenaga medis
merupakan profesi yang istimewa dalam hubungannya dengan nyawa manusia namun
bukan digolongkan perbuatan pidana, misalnya membedah, akan dipersalahkan sebagai
kejahatan, padahal justru membantu sebagai helping profesion. Karena itu pembedaan
tenaga medis dengan nakes lain bukan diskriminasi tetapi perbedaan tanggungjawab
profesi.2
Pasal 11
(1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
7
optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan
audiologis.
(12) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik
biomedika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas radiografer,
elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan
ortotik prostetik.
(13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga Kesehatan
tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l terdiri atas tenaga
kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.
(14) Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m
ditetapkan oleh Menteri.
Berdasarkan UU Nakes, dokter dan dokter gigi akan menjadi setara dengan semua
tenaga kesehatan lainnya seperti yang tertera di dalam UU tersebut. Hal ini dapat
mengacaukan sistem praktik kedokteran dan merugikan pasien serta profesi dokter. Dengan
disetarakannya dokter dan dokter gigi dengan tenaga kesehatan lain, UU Nakes pun
mengkonstruksikan kompetensi dan tanggung jawab dokter dengan tenaga kesehatan lain,
padahal dokter dan dokter gigi mempunyai peran sebagai captain of the team dengan praktik
kedokteran sebagai inti layanan. Dokter dan dokter gigi mempunyai kompetensi istimewa
untuk melakukan tindakan medis secara mandiri pada tubuh manusia, sedangkan tenaga
kesehatan lain hanya menjalankan fungsi delegasi dari dokter atau pun dokter gigi.Pimpinan
tim penyembuhan bisa diampu selain dokter. Ini berisiko menurunkan efektivitas
penyembuhan. 3
Di sisi lain, anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh mengatakan
memang UU Tenaga Kesehatan ditujukan untuk menaungi profesi kesehatan yang belum
mempunyai organisasi pelindung, hal ini menunjukkan pada dasarnya ada kesepahaman
bahwa tenaga medis (dokter dan dokter gigi) tidak perlu diatur dalam UU Tenaga Kesehatan.
Namun beliau juga membantah apabila UU Tenaga Kesehatan akan membatasi independensi
dokter dan organisasi profesi yang telah ada karena intervensi yang dimaksud di UU Tenaga
Kesehatan adalah bantuan dari pemerintah dan membina profesi kesehatan tradisional.4,5
KKI bertugas melakukan registrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar
pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan
praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masingmasing.4
KKI memiliki wewenang menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan
dokter gigi. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi. Mengesahkan standar
kompetensi. Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi.
Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. Melakukan pembinaan
bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan
oleh organisasi profesi. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang
dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.4
2.2.2.2 Fungsi
KKI mempunyai fungsi (Pasal 6 Undang-undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun
2004), yaitu fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter
gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
medis.
2.3 Implikasi Undang-Undang Tenaga Kesehatan Terhadap KKI
KKI yang berperan ganda menjamin Profesional Trust praktik kedokteran dan
melindungi warga masyarakat dari praktik kedokteran yang melanggar norma disiplin akan
menemui ajal akan segera dibubarkan dengan hadinya UU Nakes. Diantaranya dengan
ketentuan Pasal 34 ayat (3), Pasal 90 ayat (1), ayat (2), dan ayat (2), Pasal 94 UU Nakes.
Pasal 34
11
(1) Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk memberikan pelindungan
dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
(2) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
konsil masingmasing Tenaga Kesehatan.
(3) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Praktik Kedokteran.
(4) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen.
(5) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal 90
(1) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi bagian dari Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia setelah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
terbentuksesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor
4431) tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai
dengan terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
(3) Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 29 Tahun2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi dan tugasnyasampai dengan
terbentuknya sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
Pada pasal 34 ayat (5) juga tercantum penambahan kata melalui Menteri, hal ini berbeda
dengan yang tercantum di UU Praktik Kedokteran Pasal 4 ayat (2) bahwa KKI bertanggung jawab
langsung kepada Presiden tanpa melalui Menteri, hal ini ditegaskan juga oleh Pasal 94 UU Nakes
yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 94
12
13
(3) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
termasuk Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.
(4) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen.
(5) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal 35
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik
Indonesia.
Pasal 36
(1) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai koordinator
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia memiliki tugas:
a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan;
b. melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan; dan
c. membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia memiliki wewenang menetapkan perencanaan kegiatan untuk
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Pasal 37
(1) Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan,
penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga
Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masingmasing Tenaga Kesehatan memiliki tugas:
a. melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga
Kesehatan;
c. menyusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan;
d. menyusun standar praktik dan standar kompetensi Tenaga Kesehatan; dan
e. menegakkan disiplin praktik Tenaga Kesehatan.
14
Pasal 38
Dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan mempunyai
wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
kedokteran Indonesia.
Pasal 39
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang, Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia dibantu secretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
Pasal 40
(1) Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan pimpinan konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2) Keanggotaan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan terdiri atas unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
c. Organisasi Profesi;
d. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan;
e. asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan;
f. asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
g. tokoh masyarakat.
Pasal 41
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang
tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 42
Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian,
serta keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
15
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014, sehingga hal
inilah yang menjadi tenggat hidup KKI yang berdasarkan UU Prakdok.2
KTKI sendiri dinilai tidak fungsional dan tidak berguna karena hanyaberfungsi
sebagai koordinator, seperti yang tercantum pada Pasal 36 ayat (1), dengan tugas yang
bersifat tata kelola dan manajerial (Pasal 36 ayat (2)). KTKI tidak memiliki tugas, fungsi,
dan wewenang dalam mengawal kompetensi profesi, tetapi dilaksanakan konsil masingmasing
(Pasal
37
ayat
(1),
(2),
(3)).
Sehingga
KTKI
tidak
berguna
dalam
pendidikannya di bawah jenjang Diploma Tiga (D3) disebut Asisten Tenaga Kesehatan.
Asisten Tenaga Kesehatan tersebut hanya dapat bekerja di bawah supervise Tenaga
Kesehatan. Asisten apoteker yang lulus SMK Farmasi dengan demikian dikelompokkan
sebagai Asisten Tenaga Kesehatan.8,9
Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian menurut UU
Tenaga Kesehatan ini adalah apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (Diploma Tiga). Tenaga
teknis kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan analis farmasi.
Perubahan posisi asisten apoteker yang berubah menjadi Asisten Tenaga Kesehatan
menimbulkan suatu konsekuensi, yaitu asisten apoteker tidak dapat memperoleh Surat Tanda
Registrasi (STR) Tenaga Kesehatan.8-10
17
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kehadiran Undang-Undang Tenaga Kesehatan menyebabkan polemik dalam profesi
tenaga medis seperti dokter dan dokter gigi karena adanya beberapa hal yang masih kurang
jelas dan mengaburkan peraturan-peraturan yang telah disusun sebelum Undang-Undang
Tenaga Kesehatan. Pengesahan Undang-Undang Tenaga Kesehatan menyamaratakan profesi
dokter; baik dokter umum, dokter spesialis-sub spesialis, dokter gigi dan dokter spesialis gigi
dengan tenaga kesehatan lainnya. Penyamarataan ini memiliki kelemahan karena profesi
dokter memiliki peran sebagai captain of the team dan bertanggung jawab penuh terhadap
tubuh pasien.
Pengesahan Undang-undang Tenaga Kesehatan juga akan menghapus fungsi badan
yang selama ini menaungi profesi dokter, yaitu Konsil Kedokteran Indonesia dan akan berada
di bawah koordinasi Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Pelemahan fungsi ini mengakibatan
terjadinya perpindahan wewenang dalam mengesahkan standardisasi kompetensi dokter,
dokter spesialis-sub spesialis, dokter gigi, dan dokter spesialis gigi yang semula diatur oleh
Konsil Kedokteran Indonesia menjadi diatur oleh pemerintah. Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia hanya memiliki fungsi tata kelola dan manajerial sesuai dengan pasal 36 ayat (1)
dan (2), serta pasal 37 ayat (1), (2), dan (3) mengakibatkan Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia hanya menjadi koordinator saja dantidak memenuhi fungsi Konsil Kedokteran
Indonesia yang ditiadakan, yaitu menjamin Professional Trust dan melindungi masyarakat
dari praktik tenaga kesehatan.
Ketidakjelasan Undang-Undang Tenaga Kesehatan dalam mengatur badan penegak
disiplin bagi tenaga kesehatanmenyebabkan adanya celah untuk pemerintah mengintervensi
penegakan disiplin oleh MKDKI. Akibatnya, pemerintah sebagai lembaga eksekutif juga
memiliki wewenang sebagai lembaga praperadilan.
3.2 SARAN
Melalui referat ini penulis mengharapkan agar pemerintah dapat meninjau ulang
sejumlah pasal pada Undang-Undang Tenaga Kesehatan, terutama pasal-pasal yang sedang
digugat oleh berbagai organisasi profesi, sehingga tidak mengakibatkan kerancuan pada
18
profesi medis, tenaga medis, paramedis. Penulis juga berharap para calon dokter dan dokter
lebih peka terhadap isu-isu yang berkaitan dengan profesi dokter, turut aktif mengawal
kebijakan pemerintah dalam menentukan nasib dokter Indonesia di masa depan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Helti MS, Tarmizi T, ed. IDI: jangan kaburkan UU Praktik Kedokteran. Antara news
[internet]
2014.
[dikutip
17
Juli
2015].
Diunduh
dari:
http://www.antaranews.com/berita/456232/idi-jangan-kaburkan-uu-praktikkedokteran.
2. Anonim. IDI, PDGI dan KKI ajukan uji materil UU Tenaga Kesehatan ke MK.
Faktual
News
[internet]
2015.
[dikutip
17
juli
2015].
Diunduh
dari:
http://www.faktualnews.com/idi-pdgi-dan-kki-ajukan-uji-meteril-uu-tenagakesehatan-ke-mk/.
3. Editors. UU Tenaga Kesehatan diuji. Kompas [internet] 2015. [dikutip 17 juli 2015].
Diunduh dari : http://print.kompas.com/baca/2015/07/08/UU-Tenaga-KesehatanDiuji.
4. Widiyani R, editors. IDI gugat UU 36 tahun 2014. Harian Nasional [internet] 2015.
[dikutip 17 Juli 2015]. Diunduh dari:http://www.harnas.co/2015/07/08/idi-gugat-uu36-tahun-2014.
5. Anna LK, editor. Dokter tolak RUU Tenaga Kesehatan. Kompas [internet] 2015.
[dikutip
17
juli
2015.
Diunduh
dari:
http://health.kompas.com/read/2014/09/11/162620123/Dokter.Tolak.RUU.Tenaga.Kes
ehatan.
6. Wirawan MV, editor. IDI gugat uu nakes, gusar kewenangan KKI diambil pemerintah.
Aktual
[internet]
2015
[dikutip
17
juli
2015].
Diunduh
dari:http://www.aktual.com/idi-gugat-uu-nakes-gusar-kewenangan-kki-diambilpemerintah/.
7. Dokter Indonesia Bersatu. Analisa singkat uu nakes yang baru saja disahkan.
[internet] 2015 [ dikutip 18 juli 2015]. Available from
http://www.dib-
online.org/2014/10/analisa-singkat-uu-nakes-yang-baru-saja_3.html.
8. Bahar A, editor. Telaah undang-undang tenaga kesehatan dari sudut pandang
kefarmasian. Kompasiana [internet] 17 desember 2014 [ dikutip 21 juli 2015].
Tersedia di http://www.kompasiana.com/akbarbahar/telaah-undang-undang-tenagakesehatan-dari-sudut-pandang-kefarmasian_54f39d4c7455137c2b6c7c6f.
9. Editors. Asisten tenaga kesehatan tetap butuh pengakuan. Hukum online [internet] 25
maret 2015 [dikutip 21 juli 2015]. Tersedia di http://www.hukumonline.com
/berita/baca/lt5512a85761d8c/asisten-tenaga-kesehatan-tetap-butuh-pengakuan.
10. Siregar K, Ramidi , editor. Uu tenaga kesehatan , ancam nasib puluhan ribu tenaga
kesehatan. Gresnews [internet] 28 januari 2015 [ dikutip 21 juli 2015]. Tersedia di
20
http://www.gresnews.com/mobile/berita/sosial/180281-uu-tenaga-kesehatan-ancamnasib-puluhan-ribu-tenaga-kesehatan/.
21