Paradigma atau yang disebut model atau cara pandang yang
bersifat ilmiah adalah cara pandang yang tidak bersifat individual melainkan kolektif,press group, teman sejawat, yang telah mengalami uji laboratorium sosial. Oleh sebab itu perjalanan paradigma adalah perjalanan otodidak, tidak diciptakan dan diuji keabsahannya oleh kaum ilmuwan dan masyarakat. Sebagai bentuk pegangan dalam menganalisis, paradigma bukan merupakan hasil akhir tetapi sebuah tawaran akademik yang memberikan jalan berpikir pada pengamat untuk mengevaluasi kembali pola pikir yang telah dianut orang banyak. Sejalan dengan hal ini maka yang dihindari adalah penganutan paradigma secara kultus individu yang berpegangan pada satu paradigma dan membelanya mati-matian, tanpa berpikir bahwa persoalan hukum adalah persoalan sosial , maka kerap kali yang dihadapi adalah memberikan penjelasan yang mudah dan dapat diterima semua pihak. Sepanjang perjalanan umat manusia untuk terus berpikir, maka terbuka banyak sekali kemungkinan untuk timbul paradigma-paradigma baru dengan setting social yang berbeda. Adapun paradigma yang berkembang dalam memberikan format atas hubungan interaksi perubahan sosial dan perubahan hukum adalah: 1. Hukum melayani kebutuhan masyarakat, agar supaya hukum itu tidak akan menjadi ketinggalan oleh karena lajunya perkembangan masyarakat Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma pertama adalah: a. Perubahn yang cenderung diikuti oleh sistem lain karena dalam kondisi ketergantungan b. Ketertinggalan hukum di belakang perubahan sosial c. Penyesuaian yang cepat dari hukum kepada keadaan baru d. Hukum berkembang mengikuti kejadia berarti di tempatnya adalah di belakang peristiwa bukan mendahuluinya. Paradigma pertama ini kita sebut sebagai Paradigma Hukum Penyesuaian Kebutuhan. Makna yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa hukum akan bergerak cepat. Kebutuhan akan peraturan perundang-undangan yang baru, misalnya adalah yang nampak jelas dalam paradigma ini. Kita tidak bisa menghindari bahwa kebutuhan masyarakat akan suatu pengaturan sedemikian besar tidak disertai oleh pendampingan hukum secara maksimal. Lajunya perubahan sosial membawa dampak pada perubahan hukum tidak serta merta diikuti dengan kebutuhan secara langsung berupa 1
peraturan perundang-undangan. Persoalan ini sudah masuk dalam ranah
mekanisme dalam lembaga perwakilan rakyat. Tetapi kebutuhan masyarakat agar hukum mampu mengikuti sedemikian besar agar jaminan keadilan, kepastian hukum dapat terus terpelihara. Sebagai contoh dalam paradigma ini adalah kejahatan teknologi canggih seperti komputer,internet (cyber crime), pengaturan pernikahan beda agama , cloning, perbankan syariah, santet dan sejenisnya, porngrafi, terorisme, status hukum waria, legalitas pernikahan lesbian dan homo, bayi tabung, euthanasa, serta status pra hamil. Sedemikian banyak seseungguhnya yang terjadi dalam masyarakat yang perlu dibungkus dengan baju hukum tetapi tidak semua diatur oleh hukum. Hal-hal yang diatur oleh hukum di kemudian hari sudah merupakan pilihan kebijakan publik dari pemerintah dengan beberapa pertimbangan. Kalaupun misalnya persoalan-persoalan diatas masuk dalam perkara dipengadilan maka yang dijadikan dasar adalah aturan yang bersifat umum, masih mencari-mencari peraturan bahkan sudah kadaluwarsa, tidak spesifik pada kasus tersebut.