Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Batubara merupakan bahan galian yang mempunyai sebaran yang luas yang bisa
ditemukan dekat dengan permukaan ataupun ratusan meter dibawah permukaan bumi.
Untuk mendapatkan Batubara diperlukan kegiatan eksploitasi yang akan merubah
bentuk lahan dan semua mahkluk hidup yang ada di dalamnya.
Sampai saat ini negara-negara di dunia masih memerlukan energi yang berasal
dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable resources) seperti
; batubara, minyak dan gas. Walaupun menurut Peacock (2008) yang menyatakan
bahwa ; batubara tidak ideal sebagai sumber energi, dengan alasan (1) Proses
pembakaran batu bara sebanyak 2/3 bagian menghasilkan asap dan hanya 1/3 bagian
yang menghasilkan energi. (2) batubara melepaskan sejumlah besar karbon dioksida dan
gas metana ke dalam atmosfer, (3) pertambangan bisnis dengan resiko tinggi, terutama
dari segi keselamatan kerja dan lingkungan. Selain itu metode strip tambang akan
melenyapkan top soil dan mengubah ekosistem hidup menjadi tanah yang ditelantarkan
dan pada akhirnya menjadi lahan tidur khususnya di negara-negara berkembang dimana
pengelolaan pertambangan secara aturan dan kebijakan masih sangat lemah.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka pertambangan batubara sangat
penting untuk memberi perhatian khusus terhadap upaya konservasi dan rehabilitasi
lahan sehingga tidak akan menimbulkan dan memperparah kerusakan lingkungan yang
akan berdampak pada tatanan kehidupan manusia terutama sosial ekonomi masyarakat
dan yang lebih jauh lagi adalah tidak terjaminnya kualitas kehidupan manusia.

1.2.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dibuat rumusan masalah

sebagai berikut:
1. Bagaimana keterdapatan batubara di dalam bumi
2. Bagaimana proses pengambilan batubara dan dampaknya terhadap perubahan
lahan
3. Bagaimana proses konservasi dan rehabilitasi lahan pertambangan batubara
1.3.

TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
1.
2.

Mengetahui keterdapatan batubara di dalam bumi


Mengetahui proses pengambilan batubara dan dampaknya terhadap

3.

perubahan lahan
Mengetahui proses konservasi dan rehabilitasi lahan pertambangan batubara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Keterdapatan Batubara di dalam bumi

Batubara sebagian besar tesusun atas karbon yang ketika terbakar melepaskan sejumlah
besar energi berupa panas sehingga batubara memiliki manfaat sebagai sumber energi.
Batu bara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang terkubur/terendapkan di bawah
lapisan kerak bumi. Batubara yang kita gunakan saat ini bermula dari tumbuhan rawa
yang hidup jutaan tahun lalu, lalu ketika tumbuhan tersebut mati ia mengendap di dasar
rawa. Seiring berjalannya waktiu lumpur dan batu bara muda terbentuk kemudian
setelah mengalami tekanan dan panas yang lama di bawah kerak bumi, terbentuklah
batu bara
Dikenal serangkaian faktor yang akan berpengaruh dan menentukan terbentuknya
batubara (Sukandarrumidi, 1995) yang antara lain adalah :
1. Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan sedimentasi
yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya gaya tektonik lempeng. Proses tektonik
seperti pelipatan, perlapisan batuan, maupun patahan akan berpengaruh pada
penyebaran lapisan (seam) batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan sedimentasi
batubara terbentuk atau terakumulasi terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, maka
kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik.
2. Topografi (Morfologi)
Daerah tempat tumbuhan berkembang biak merupakan daerah yang relatif tersedia air.
Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai topografi yang relatif lebih rendah
dibandingkan daerah yang mengelilinginya. Makin luas daerah dengan topografi relatif
rendah, maka makin banyak tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak terdapat

bahan pembentuk batubara. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
penyebaran batubara berbentuk seperti lensa.
3. Pengaruh Iklim
Iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di daerah beriklim tropis dengan
curah hujan silih berganti sepanjang tahun disamping tersedianya sinar matahari
sepanjang waktu, merupakan tempat yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman
dengan timbulnya faktor kelembaban.
4. Penurunan
Cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis, artinya dasar cekungannya
akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan yang dipengaruhi akibat dari gaya
gaya tektonik. Apabila proses penurunan dasar cekungan sedimentasi lebih sering
terjadi, akan terbentuk penambahan luas permukaan tempat tanaman mampu hidup dan
berkembang. Selain itu, penurunan dasar cekungan akan mengakibatkan terbentuknya
batubara yang cukup tebal. Makin sering cekungan sedimentasi mengalami proses
penurunan, batubara yang terbentuk akan makin tebal.
5. Umur Geologi
Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk
batubara yang bermutu tinggi, sehingga semakin tua lapisan batuan sedimen yang
mengandung

batubara,

makin

tinggi

rank

batubara

yang

akan

diperoleh.

6. Tumbuh Tumbuhan (Vegetasi)


Present is the key to the past, merupakan salah satu konsep geologi yang mampu
menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan semula yang merupakan
bahan utama pembentuk batubara. Arang kayu yang diproses dari kayu yang keras akan

mempunyai mutu yang relatif lebih baik dibandingkan apabila arang kayu tersebut
diproses dari kayu yang relatif lunak. Bertitik tolak pada analogi, batubara yang
terbentuk dari tanaman keras dan berumur tua akan lebih baik dibandingkan dengan
batubara yang terbentuk dari tanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim.
III.7

Dekomposisi

Proses dekomposisi pada tumbuhan merupakan bagian dari transformasi


biokimia pada bahan organik, merupakan titik awal rantai panjang proses
alterasi. Selama proses pembentukan gambut (yang merupakan tahap awal
dalam

proses

pembentukan

batubara),

sisa

tumbuhan

mengalami

perubahan, baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati, proses
degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi
sebagai akibat kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic.
Jenis

bakteri

ini

bekerja

dalam

suasana/kondisi

tanpa

oksigen,

menghancurkan bagian lunak dari tumbuhan seperti cellulose, protoplasma


dan karbohidrat. Proses tersebut membuat kayu berubah menjadi lignit dan
bitumina.
Selama proses biokimia berlangsung, dalam keadaan kekurangan oksigen
(kondisi reduksi). Berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon
(C) akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida
(CO), dan metana (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut
jumlah relatif unsur karbon (C) akan bertambah dibandingkan dengan unsur
lainnya. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan
perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Apabila tumbuhan yang
telah mati tertutup oleh air dan sedimen berbutir halus dengan cepat, maka
akan terhindar dari proses pembusukan, dan terjadilah proses disintegrasi
atau penguraian oleh mikroba anaerobic. Di lain pihak apabila tumbuhan
yang telah mati terlalu lama di udara terbuka, kecepatan pembentukan
gambut akan

berkurang,

hanya

bagian

tumbuhan

yang

keras

saja

tertinggal, sehingga menyulitkan penguraian lebih lanjut oleh bakteri.


III.8

Sejarah

Sesudah

Pengendapan

Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan batubara salah satu faktor di


antaranya ditentukan oleh posisi cekungan sedimentasi tersebut terhadap
posisi geotektonik. Makin dekat posisi cekungan sedimentasi terhadap posisi
geotektonik yang selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan
batubara dan cekungan letak batubara berada. Selama waktu itu pula
proses geokimia dan metamorfisme organik akan ikut berperan dalam
mengubah

gambut

memungkinkan
mengandung

menjadi

terbentuk
batubara,

batubara.
perlipatan

dan

terjadi

Apabila
pada

dinamika
lapisan

pensesaran,

geotektonik

batuan

proses

ini

yang
akan

mempercepat terbentuknya batubara dengan rank yang lebih tinggi. Proses


ini akan dipercepat apabila dalam cekungan atau berdekatan dengan
cekungan tempat batubara tersebut berada terjadi proses intrusi magmatis.
Panas yang ditumbulkan selama terjadi proses perlipatan, pensesaran,
ataupun proses intrusi magmatis, akan mempercepat terjadinya proses
coalification atau sering disebut sebagai proses permuliaan batubara. Hasil
akhir dari proses ini mengakibatkan terbentuk batubara dengan kadar
karbon (C) cukup tinggi dengan kandungan air (H2O) yang relatif rendah.
III.9

Struktur

Cekungan

Batubara

Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas, hingga


mencapai ratusan hingga ribuan hektar. Dalam sejarah bumi, batuan
sedimen yang merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami deformasi
akibat dari gaya tektonik. Cekungan akan mengalami gaya deformasi lebih
hebat apabila cekungan tersebut berada dalam satu sistem geoantiklin atau
geosinklin. Akibat gaya tektonik yang terjadi pada waktu waktu tertentu,
batubara bersama dengan batuan sedimen yang merupakan perlapisan
diantaranya

akan

terlipat

dan

tersesarkan.

Proses

perlipatan

dan

pensesaran tersebut akan menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan akan


berpengaruh pada proses metamorfosis batubara, dan batubara akan
menjadi lebih keras dan lapisannya terpatah patah, akan semakin banyak
perlipatan dan pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang
mengandung batubara. Oleh sebab itu, pencarian batubara bermutu baik

diarahkan pada daerah geosinklin atau geoantiklin, karena di kedua daerah


tersebut

diyakini

kegiatan

III.10

tektonik

berjalan

cukup

intensif.

Metamorfosis

Organik

Tingkat kedua dalam proses pembentukan batubara adalah penimbunan


atau

penguburan

oleh

sedimen

baru.

Apabila

telah

terjadi

proses

penimbunan, proses degradasi biokimia tidak berperan lagi, tetapi mulai


digantikan

dan

didominasi

oleh

proses

dinamokimia.

Proses

ini

menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam


berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen,
dan senyawa kimia lainnya antara lain CO, CO2, CH4, serta gas lainnya. Di
pihak lain terjadi pertambahan persentase karbon (C), belerang (S), dan
kandungan abu. Peningkatan mutu batubara sangat ditentukan oleh faktor
tekanan dan waktu. Tekanan dapat diakibatkan oleh lapisan sedimen
penutup yang tebal, atau karena tektonik. Waktu ditunjukkan, bilamana
bahan utama pembentuk batubara mulai bergradasi. Makin lama selang
waktu semenjak saat mulai bergradasi hingga berubah menjadi batubara,
makin baik mutu batubara yang diperoleh. Faktor faktor tersebut
mengakibatkan

bertambahnya

tekanan

dan

percepatan

proses

metamorfosa organik. Proses ini akan mengubah gambut menjadi batubara


sesuai dengan perubahan kimia, fisika, dan tampak pula pada sifat
optiknya.
(Stach, 1982 dalam Tirasonjaya, 2004) secara umum pembentukan lapisan
batubara terklasifikasikan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu diantaranya
adalah

a.Evolusi

Perkembangan

Flora

Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari
algae dan fungi. Sedangkan pada Zaman Devon Bawah dan Atas, batubara
yang rata - rata berasal dari zaman ini memiliki rata-rata lapisan yang tipis
(3

m)

dan

tidak

mempunyai

nilai

ekonomis.

Pada Zaman Karbon Atas, tumbuhan memiliki bentuk fisik yang tinggi

hingga mencapai ketinggian lebih dari 30 m namun belum seberagam pada


saat ini. Zaman Karbon Atas ini dikenal sebagai periode bituminous coal.
Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada Masa Karbon, tumbuhan pada
Zaman Mesozoik terutama Zaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta
menghasilkan deposit gambut (peat) yang tebal dan beragam dalam tipe
fasiesnya.
Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis
dan

tipe

batubara

yang

dihasilkan.

b.

Iklim

Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan
beragam. Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Karbon Atas, Kapur Atas
dan Tersier Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada daerah
Hemisphere Selatan dan Siberia juga terdapat endapan batubara yang kaya
yang

diendapkan

pada

iklim

yang

sedang

hingga

dingin.

Lapisan batubara yang terendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya
lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang terendapkan pada iklim
basah.
c.

Paleogeografi

dan

Setting

Tektonik

Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada


daerah sedimentasi. Pembentukan peat (gambut) terjadi pada daerah yang
depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang
tahun di atas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini
banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi
dengan pesisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat (shore or
inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara
paralik

(sea

coast)

dan

limnik

(inland)

adalah

berbeda.

Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan
terbentuk di luar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan
akibat dari proses regresi dan transgresi air laut. Banyak coastal swamps
besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan pits sehingga

dapat

menghasilkan

endapan

batubara

yang

tebal.

Back swamps terbentuk di belakang tanggul alam sungai besar. Pada back
swamps, peats (gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang
sering terjadi. Deposit gambut hanya dapat terawetkan pada daerah kontak
(subsidence). Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan
dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu
pegunungan

lipatan

yang

besar.

Sikuen sedimen yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis


batubara

(<2

m)

dengan

penyebaran

yang

besar

dan

keberadaan

intercalation dari lapisan marine adalah karakteristik dari batubara yang


diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar.
Cyclothem adalah perulangan antara gambut dengan sedimen anorganik
dan

sekuen

ini

sering

berulang.

Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar,


subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit.
Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals
diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals memiliki
karakter antara lain adalah terbentuk pada kontinen graben, jumlah
lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.
Endapan batubara di Indonesia berumur Tersier dan terdapat di Pulau
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Irian Barat. Batubara ini memiliki
kisaran dari lignit sampai bituminous volatil rendah. Batubara yang memiliki
peringkat lebih tinggi dipengaruhi oleh intrusi magma lokal, dan lebih utama
lagi oleh pemanasan regional terkait aktivitas magmatic pada kedalaman
yang relatif dangkal.
DI Pulau Kalimantan, terdapat endapan batubara yang terdapat si sepanjang
pesisir timur. DI Kalimantan Timur, ditemukan batubara bituminous dan
subbituminus, khususnya di Sangatta dan Berau. Batubara disana mencapai
ketebalan hingga 10 m dengan kandungan abu dan sulfur ekstrem rendah.
Sebagian batubara yang dihasilkan diekspor. Di Kalimantan Selatan, di
Senakin, Tanah Grogot, dan Tanjung, batubara bituminous dan subbituminus

yang memiliki karakteristik hamper sama ditambang dan diekspor serta


digunakan sebagai pembangkit listrik lokal. Di Kalimantan bagian tenggara
sebelah utara Berau, batubara hadir di Tarakan, tetapi memiliki kandungan
sulfur yang tinggi.

II.2.

Penambangan Batubara

Proses pengambilan deposit batubara dinamakan penambangan batubara. Ada beberapa


cara untuk menambang batubara. Jika lapisan batubara berada dekat permukaan tanah
maka cukup menghilangkan tanah diatas lapisan batubara tersebut. Deposit lainnya
terletak jauh dibawah permukaan tanah dan harus membuat terowongan yang cukup
dalam hingga beberapa kilometer hingga menembus lapisan batubara.
II.3.

Konservasi dan Rehabilitasi

BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Dampak Perubahan Lahan akibat Pertambangan Batubara
III.2. Konservasi dan Rehabilitasi Lahan Pertambangan Batubara

Anda mungkin juga menyukai