Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN EVIDENCED-BASED PRACTICE KEPERAWATAN JIWA

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP SKIZOFRENIA


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
DI RUANG SAMBA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Disusun oleh:
HENZON ALDRI
M. ROS MISTYCA H. P
DITI ASTRIANI SUWANDI
CUT MUTYA BUNSAL
AGUSTINA EUFRANSIA BARA
SAFITRI ANDRIANI
VIVEN CORNISEN

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosial (Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni, 2012). Gangguan jiwa
diklasifikasikan dalam bentuk penggolongan diagnosis. Penggolongan
diagnosis

gangguan

jiwa

di

Indonesia

menggunakan

Pedoman

Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ). Salah satu diagnosis


gangguan jiwa yang sering dijumpai adalah Skizofrenia (Keliat, Wiyono,
& Susanti, 2011).
Skizofrenia

adalah

sekelompok

reaksi

psikotik

yang

mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan


berkomunikasi, menerima, menginterprestasikan realitas, merasakan dan
menunjukan emosi, serta berperilaku dengan sikap yang dapat diterima
secara sosial (Williams & Wilkins, 2005). Skizofrenia merupakan penyakit
atau gangguan jiwa kronis yang dialami oleh 1% penduduk. Pasien yang
dirawat dengan gangguan skizofrenia di rumah sakit jiwa sekitar 80% dari
total keseluruhan pasien. (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011).
Keliat, Wiyono dan Susanti (2011) menyatakan penderita
skizofrenia akan mengalami gejala gangguan realitas seperti waham dan
halusinasi. Halusinasi adalah perasaan tanpa adanya suatu rangsangan
(objek) yang jelas dari luar diri klien terhadap panca indera pada saat klien
dalam keadaan sadar atau bangun (Azizah, 2011). Halusinasi terbagi
dalam 5 jenis, yaitu halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi
pengecapan, halusinasi perabaan, dan halusinasi pendengaran (Keliat,
Akemat, Helena, & Nurhaeni, 2012). Halusinasi pendengaran adalah
halusinasi yang paling sering dialami oleh penderita gangguan mental,
misalnya mendengar suara melengking, mendesir, bising, dan dalam
bentuk kata-kata atau kalimat. Individu merasa suara itu tertuju padanya,

sehingga penderita sering terlihat bertengkar atau berbicara dengan suara


yang didengarnya (Baihaqi, Sunardi, Riksma, & Euis, 2005).
Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan
nonfarmakologi (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011). Terapi nonfarmakologi
lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping seperti
obat-obatan, karena terapi nonfarmakologi menggunakan proses fisiologis
(Zikria, 2012). Salah satu terapi nonfarmakologi yang efektif adalah
mendengarkan musik. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit
dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik
diterapkan

menjadi

sebuah

terapi,

musik

dapat

meningkatkan,

memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial


dan spritual (Aldridge, 2008).
Pada zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh psikolog
maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan,
gangguan mental atau gangguan psikologis (Aldridge, 2008). Terapi musik
sangat mudah diterima organ pendengaran dan kemudian melalui saraf
pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi yaitu
sistem limbik (Aldridge, 2008). Menurut Williams dan Wilkins (2005)
pada sistem limbik di dalam otak terdapat neurotransmitter yang mengatur
mengenai stres, ansietas, dan beberapa gangguan terkait ansietas.
Penelitian OSullivan (1991, dalam Rusdi & Isnawati, 2009) menemukan
bahwa musik dapat mempengaruhi imajinasi, intelegensi, dan memori,
serta dapat mempengaruhi hipofisis di otak untuk melepaskan endorfin.
Musik dibagi atas 2 jenis yaitu musik acid (asam) dan alkaline (basa).
Musik yang menghasilkan acid adalah musik hard rock dan rapp yang
membuat seseorang menjadi marah, bingung, mudah terkejut dan tidak
fokus. Musik yang menghasilkan alkaline adalah musik klasik yang
lembut, musik instrumental, musik meditatif dan musik yang dapat
membuat rileks dan tenang seperti musik klasik (Mucci & Mucci, 2002).
Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi,
ingatan dan presepsi spasial. Pada gelombang otak, gelombang alfa
mencirikan perasaan ketenangan dan kesadaran yang gelombangnya mulai

8 hingga 13 hertz. Semakin lambat gelombang otak, semakin santai, puas,


dan damailah perasaan kita, jika seseorang melamun atau merasa dirinya
berada dalam suasana hati yang emosional atau tidak terfokus, musik
klasik dapat membantu memperkuat kesadaran dan meningkatkan
organisasi metal seseorang jika didengarkan selama sepuluh hingga lima
belas menit (Campbell, 2001).
Gold, Heldal, Dahle, dan Wigram (2005) melakukan penelitian
mengenai efektifitas terapi musik sebagai terapi tambahan pada pasien
skizofrenia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi musik yang
diberikan sebagai terapi tambahan pada perawatan standar dapat
membantu meningkatkan kondisi mental pasien skizofrenia. Penelitian lain
juga telah dilakukan oleh Ulrich, Houtmans, dan Gold (2007) yaitu
menggunakan terapi musik untuk kelompok pasien skizofrenia, didapatkan
hasil bahwa terapi musik dapat mengurangi gejala negatif dan
meningkatkan kontak interpersonal serta meningkatkan kemampuan
pasien untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial di masyarakat. Terapi
musik juga efektif dalam menurunkan tingkat depresi pada pasien isolasi
sosial.
Di Amerika

Serikat

prevalensi

skizofrenia

seumur

hidup

dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten


dengan angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA)
yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM)
melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.2 Skizofrenia adalah
sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis
kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan
penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia
puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia
puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10
tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu, Arief dan Ulfa (2012) dengan
judul efektifitas terapi musik terhadap tingkat depresi pasien isolasi sosial
di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondhohutomo Semarang, didapatkan

hasil bahwa terapi musik efektif terhadap penurunan tingkat depresi pasien
isolasi sosial. Hal ini berarti terapi musik dapat membantu meningkatkan
kesehatan mental pada pasien isolasi sosial. Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Tampan Provinsi Riau merupakan satu-satunya rumah sakit jiwa di
Provinsi Riau yang memiliki 3 jenis ruang rawat inap. Ruang rawat inap
pertama adalah Ruang Intensif, yaitu Ruang UPIP (Unit Perawatan Intensif
Psikiatri). Ruang rawat inap kedua adalah Ruang Intermediat, yaitu Ruang
Kuantan, Siak dan Indragiri. Ruang rawat inap yang ketiga adalah Ruang
Tenang yang terdiri dari Ruang Pra Mandiri dan Ruang Mandiri, yaitu
Ruang Sebayang dan Ruang Kampar. Berdasarkan data rekam medik RSJ
Tampan pada tahun 2012, jumlah pasien yang dirawat inap sebanyak
4.598. Masalah keperawatan jiwa pada urutan pertama adalah gangguan
persepsi sensori: halusinasi (2.479 pasien). Urutan kedua adalah resiko
perilaku kekerasan (1.218 pasien), kemudian diikuti dengan defisit
perawatan diri (335 pasien), isolasi sosial (267 pasien), harga diri rendah
kronik (183 pasien), waham (94 pasien), serta resiko bunuh diri (22
pasien) (RSJ Tampan, 2012).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap skizofrenia
paranoid dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui halusinasi pasien sebelum diberikan terapi
musik klasik
b. Untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik yang diberikan
pada kelompok intervensi
c. Untuk mengetahui perbedaan halusinasi pasien setelah diberikan
terapi musik klasik pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol

BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Terapi Musik
1. Definisi Musik
Ada beberapa definisi dan pendapat mengenai musik menurut
beberapa filsuf, penulis, musikolog maupun penyair, diantaranya
adalah sebagai berikut :

a. Schopenhauer, seorang filsuf dari jerman pada abad ke-19, yang


mengatakan bahwa musik adalah melodi yang syairnya adalah alam
semesta.
b. David Ewen, mendefinisikan musik sebagai ilmu pengetahuan dan
seni tentang kombinasi titik dari nada-nada, baik vocal maupun
instrumental. Musik meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi
dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek
emosional.
c. Suhastjarja, seorang dosen senior Fakultas Kesenian Institut Seni
Indonesia Yogyakarta, mengemukakan pendapatnya mengenai
musik adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk konsep
pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya
yang mengandung ritme dan harmoni serta mempunyai suatu
bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan
manusia lain dalam lingkungan hidupnya sehingga dapat
dimengerti dan dinimkatinya.
d. Dello Joio, seorang komponis Amerika, memberikan pendapatnya
tentang musik yaitu bahwa mengenal musik dapat memperluas
pengetahuan dan pandangan selain juga mengenal banyak hal lain
diluar musik. Pengenalan terhadap musik akan menumbuhkan rasa
penghargaan akan nilai seni, selain menyadari akan dimensi lain
dari suatu kenyataan yang selama ini tersembunyi.
e. Adjie Esa Poetra, seorang musisi dari Indonesia, mendefinisikan
musik adalah kesenian yang bersumber dari bunyi. Menurutnya ada
empat unsur dalam musik, yaitu dinamik (kuat lemahnya bunyi),
nada (bunyi yang teratur), unsur waktu (panjang pendek suatu
bunyi yang ditentukan dari hitungan atau ketukan nada), dan timbre
(warna suara).
2. Definisi Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni,

timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga


tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan
meningkatkan

kemampuan

pikiran

seseorang.

Ketika

musik

diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan,


memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional,
sosial dan spiritual. Halini disebabkan musik memiliki beberapa
kelebihan, yaitu karena musik bersifat nyaman, menenangkan,
membuat rileks, berstruktur, dan universal. Perlu diingat bahwa
banyak dari proses dalam hidup kita selalu ber-irama. Sebagai contoh,
nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan
berirama. Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima
oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang
berat untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat
mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf
pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi
(sistem limbik). Pengaruh musik sangat besar bagi pikiran dan tubuh
manusia. Contohnya, ketika seseorang mendengarkan suatu alunan
musik (meskipun tanpa lagu), maka seketika orang tersebut bisa
merasakan efek dari musik tersebut. Ada musik yang membuat
seseorang

gembira,

sedih,

terharu,

terasa

sunyi,

semangat,

mengingatkan masa lalu dan lain-lain.


Salah satu figur yang paling berperan dalam terapi musik di awal
abad ke-20 adalah Eva Vescelius yang banyak mempublikasikan terapi
musik lewat tulisan-tulisannya. Ia percaya bahwa objek dari terapi
musik adalah melakukan penyelarasan atau harmonisasi terhadap
seseorang melalui vibrasi. Demikian pula dengan Margaret Anderton,
seorang guru piano berkebangsaan Inggris, yang mengemukakan
tentang efek alat musik.
3. Jenis Terapi Musik

Pada dasarnya hampir semua jenis musik bisa digunakan untuk


terapi musik. Namun kita harus tahu pengaruh setiap jenis musik
terhadap pikiran. Setiap nada, melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk
dan gaya musik akan memberi pengaruh berbeda kepada pikiran dan
tubuh kita. Dalam terapi musik, komposisi musik disesuaikan dengan
masalah

atau

tujuan

yang

ingin

kita

capai.

Musik

sangat

mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian penting


yaitu beat, ritme, dan harmony. Beat mempengaruhi tubuh, ritme
mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh.Contoh
paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh adalah dalam
konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain
dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya
bergoyang dengan dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Salah satu
gerakan yang popular saat mendengarkan music rock adalah "head
banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music
rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa
lelah.
Jika hati seseorang sedang susah, cobalah mendengarkan musik
yang indah, yang memiliki irama (ritme) yang teratur, maka perasaan
akan lebih terasa enak dan enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah
sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu
penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat
mempengaruhi

jiwa

manusia.

Sedangkan

harmoni

sangat

mempengaruhi roh. Jika menonton film horor, selalu terdengar


harmony (melodi) yang menyayat hati, yang membuat bulu kuduk
berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak digunakan
harmony yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam
penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar harmony dari
suara-suara alam di sekelilingnya. Terapi Musik yang efektif
menggunakan musik dengan komposisi yang tepat antara beat, ritme
dan harmony yang disesuaikan dengan tujuan dilakukannya terapi

musik. Jadi memang terapi musik yang efektif tidak bisa menggunakan
sembarang musik. Ada dua macam metode terapi music, yaitu :
a. Terapi Musik Aktif.
Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main
menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat
lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan
duniamusik. Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu saja
dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten.
b. Terapi Musik Pasif.
Merupakan terapi musik yang murah, mudah dan efektif.
Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik
tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Hal terpenting
dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus tepat
dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, ada banyak sekali jenis
CD terapi musik yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa musik memiliki
pengaruh yang kuat pada kehidupan manusia. Para ahli
mengemukakan bahwa musik berpengaruh pada kecerdasan
manusia, kesehatan fisik, mental dan emosional.
4. Manfaat terapi musik
Ada banyak sekali manfaat terapi musik, menurut para pakar terapi
musik memiliki beberapa manfaat utama, yaitu :
a. Relaksasi, Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran
Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi
musik adalah perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran
lebih fresh. Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan
pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi
relaksasi (istirahat) yang sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh
akan mengalami re-produksi, penyembuhan alami berlangsung,
produksi hormon tubuh diseimbangkan dan pikiran mengalami
penyegaran.
b. Meningkatkan Kecerdasan

Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan


intelegensia seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti
secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al dari Universitas
California. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masa dalam
kandungan dan bayi adalah waktu yang paling tepat untuk
menstimulasi otak anak agar menjadi cerdas. Hal ini karena otak
anak sedang dalam masa pembentukan, sehingga sangat baik
apabila mendapatkan rangsangan yang positif. Ketika seorang ibu
yang sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di
dalam kandungannya juga ikut mendengarkan. Otak janin pun
akan terstimulasi untuk belajar sejak dalam kandungan. Hal ini
dimaksudkan agar kelak si bayi akan memiliki tingkat
intelegensiayang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang
dibesarkan tanpa diperkenalkan pada musik.
c. Meningkatkan Motivasi
Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan
perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun
akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga
sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun
menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil
penelitian, ternyata jenis musik tertentu bisa meningkatkan
motivasi, semangat dan meningkatkan level energi seseorang.
d. Pengembangan Diri
Musik
ternyata
sangat
berpengaruh
terhadap
pengembangan diri seseorang. Musik yang didengarkan seseorang
juga bisa menentukan kualitas pribadi seseorang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orang yang punya masalah perasaan,
biasanya cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan
perasaannya. Misalnya orang yang putus cinta, mendengarkan
musik atau lagu bertema putus cinta atau sakit hati. Dan hasilnya
adalah masalahnya menjadi semakin parah. Dengan mengubah
jenis musik yang didengarkan menjadi musik yang memotivasi,

dalam beberapa hari masalah perasaan bisa hilang dengan


sendirinya atau berkurang sangat banyak. Seseorang bisa
mempunyaikepribadian

yang

diinginkan

dengan

cara

mendengarkan jenis musik yang tepat.


e. Meningkatkan Kemampuan Mengingat
Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah
kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang
memproses musik terletak berdekatan dengan memori. Sehingga
ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara
otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi
musik banyak digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika
dan Eropa untuk meningkatkan prestasi akademik siswa.
Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak digunakan
untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.
f. Kesehatan Jiwa
Seorang ilmuwan Arab, Abu Nasr al-Farabi (873-950M)
dalam bukunya ''Great Book About Music'', mengatakan bahwa
musik

membuat

rasa

tenang,

sebagai

pendidikan

moral,

mengendalikan emosi, pengembangan spiritual, menyembuhkan


gangguan psikologis. Pernyataannya itu tentu saja berdasarkan
pengalamannya dalam menggunakan musik sebagai terapi.
Sekarang di zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh
psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam
gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan psikologis.
g. Mengurangi Rasa Sakit
Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian
sistem saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah,
denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan
emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif
terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut,
frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan otot-otot
tubuh, hasilnya rasa sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan
musik secara teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan

mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa


sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi
kecemasan dan mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para
penderita nyeri kronis akibat suatu penyakit, terapi musik terbukti
membantu mengatasi rasa sakit.
h. Menyeimbangkan Tubuh
Menurut penelitian para ahli, stimulasi musik membantu
menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga
dan otak. Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh
lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.
i. Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Dr John Diamond dan Dr David Nobel, telah melakukan
riset mengenai efek dari musik terhadap tubuh manusia dimana
mereka menyimpulkan bahwa: Apabila jenis musik yang kita
dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia, maka tubuh
akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin )
yang dapat menimbulkan rasa nikmat dan senang sehingga tubuh
akan menjadi lebih kuat (dengan meningkatnya sistem kekebalan
tubuh) dan membuat kita menjadi lebih sehat.
j. Meningkatkan Olahraga
Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan
olahraga yang lebih baik dalam beberapa cara, di antaranya
meningkatkan daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan
seseorang dari setiap pengalaman yang tidak nyaman selama
olahraga.
5. Tehnik dan Saat yang Tepat Memberi Terapi Musik
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal sebaiknya ibu memahami
apa yang harus dilakukan secara cukup terperinci. Ibu hamil yang
membutuhkan relaksasi, bisa mendengar musik kapan saja dan dimana
saja. Rangsangan berupa suara yang menenangkan tersebut juga akan
dinikmati janin. Untuk hasil yang optimal, terapi musik bagi janin
harus dilakukan secara terprogram atau tidak sembarangan. Terapi
musik paling baik mulai dilakukan pada usia kehamilan 18-20 minggu,
karena pada masa ini perlengkapan pendengaran janin sudah semakin

sempurna. Namun demikian, sejak di trimester pertama pun ibu sudah


boleh melakukannya, meski janin belum dapat bereaksi. Tetapi ini
lebih ditujukan kepada ibu untuk mengurangi kadar stress saat
menjalani masa mual-muntah.11 Untuk anak, terapi musik paling
efektif diterapkan sejak dalam kandungan hingga usianya 3 tahun,
karena selama periode itu otak anak mengalami pertumbuhan dan
kemudian perkembangan yang sangat pesat. Namun, bukan berarti di
usia selanjutnya terapi musik tidak akan membawa manfaat, hanya saja
potensi rangsangannya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Jadi,
sampai usia berapapun tetap bermanfaat. Namun, jika tujuannya untuk
merangsang kecerdasan anak sebaiknya jangan lewat dari usia 8 tahun.
Dalam mengatur jadwal terapi musik, kita dapat menentukan
sendiri waktu terapi yang tepat, boleh pagi, siang, sore, atau malam.
Yang penting, ketika sudah memilih waktunya, maka ibu harus
konsisten dengan waktu tersebut. Jika sudah menetapkan dipagi hari,
maka selanjutnya harus dipagi hari, jangan diubah-ubah. Pilihlah
waktu sesuai kesempatan yang dimiliki. Bagi ibu yang bekerja
misalnya, mungkin pagi hari bukanlah waktu yang tepat, sehingga
dapat dilakukan pada malamhari atau sela-sela waktu kerjanya. Yang
penting adalah berkesinambungan dan konsisten, bila tidak maka
hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain waktu ibu, waktu
janin juga perlu dipertimbangkan. Bagaimanapun juga, akan lebih baik
bila terapi dilakukan ketika janin tidak sedang tidur. Pada saat terjaga,
janin bisa menyimak rangsangan suara secara aktif. Dengan begitu,
daya ingatnya juga ikut terangsang dan bertambah kuat. Menurut
penelitian, janin akan terjaga saat ibu selesai makan, terutama makan
siang, sehingga saat tersebut bisa dimanfaatkan ibu untuk melakukan
terapi music. Namun tidak dijamin juga bahwa setelah ibu makan
siang, janin pasti terjaga, bisa saja saat pagi hari, sore hari atau bahkan
ketika ibu sedang tidur. Jadi ibu tidak perlu memaksakan diri untuk
melakukan terapi musik setelah waktu makan. Ketika bayi sudah lahir,

dengan melihat kondisinya sehari-hari, ibu bisa lebih mudah


menentukan kapan waktu yang tepat. Bila anak biasa terjaga dan
tenang dipagi hari, maka pilihlah waktu tersebut, tentu dengan
mempertimbangkan waktu ibu juga. Cara melakukan terapi musik,
sebaiknya memperhatikan tahapan tahapan berikut ini :
a. Relaksasi fisik
Untuk mencapai relaks secara fisik, ibu dapat menggunakan
tehnik progresif relaksasi. Pada tahap ini ibu yang sedang hamil
harus mengendorkan dan mengencangkan otot otot tubuh secara
berurutan sambil mengatur nafas. Relaksasi ini sangat dibutuhkan
agar musik bisa dicerna dengan baik dan dapat tersalurkan
keseluruh anggota tubuh. Pilihlah posisi yang nyaman, bisa sambil
tiduran atau duduk.
b. Relaksasi mental
Setelah relaksasi fisik, maka saatnya untuk masuk ke
tahapan relaksasi mental. Ditempat terapi, selama tahapan ini
awalnya ibu hamil dipandu instruktur terapis dengan kata-kata
yang bersifat sugesti. Tujuannya untuk membawa ibu ke suasana
di mana mereka bisa melupakan ketegangn dan kecemasan yang
dirasakan selama kehamilan. Agar sampai ke tujuan, ibu
dianjurkan untuk berkonsentrasi. Musik yang mengiringi akan
dapat membangkitkan perasaan relaksasi.
c. Stimulasi atau rangsangan musik pada janin
Untuk memperoleh manfaat maksimal dari terapi musik,
ibu dianjurkan untuk mendengarkan musik dengan konsentrasi dan
kesadaran penuh. Alunan suaranya mesti bisa merasuki pikiran ibu
tanpa ada gangguan berupa ketidakstabilan emosi, suara berisik,
kurang konsentrasi. Saat mendengarkan musik, ambil posisi
sekitar setengah meter dari tape atau dapat menggunakan
Walkman. Usahakan volume suaranya jangan terlalu keras ataupun
lemah, tetapi sedang-sedang saja. Intinya, volume tersebut dapat
membuat ibu merasa nyaman dan bisa berkonsentrasi penuh.
Sesekali boleh menempelkan earphone ke perut ibu agar janin bisa

mendengar lebih jelas. Dianjurkan pula untuk tidak mendengarkan


musiknya saja, disarankan ibu ikut berdendang mengikuti melodi
atau liriknya. Waktu yang diperlukan untuk terapi adalah sekitar
30 menit setiap hari. Dirumah, orangtua dapat melakukan terapi
musik semenjak anak masih dalam kandungan. Berikut ini adalah
panduan yang dapat digunakan untuk terapi musik di rumah.

B. SKIZOFRENIA
1. Definisi
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi
penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat
yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan
utamapada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau
emosi,kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama
karenawaham

dan

munculinkoherensi,

halusinasi,
afek

dan

assosiasi
emosi

terbagi-bagi
inadekuat,

sehingga
psikomotor

menunjukkanpenarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis,


2009). Skizofrenia berasal dari dua kata skizo yang berarti retak atau
pecah (split), dan frenia yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang
yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of personality) (Hawari,
2001).
Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat
merusak pada efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota
keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis
tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang (Durand dan
H.Barlow, 2007). Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi
pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran atau keruntuhan

fungsi intelek yang gawat, berikutnya (Kraepelin (1856-1926) dalam


Kaplan & Sadock, 2010), menjadi dementia yanc, merupakan kemerosotan
otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox) yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Bahwa
halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia
dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit. (Eugen Bleuler
(1857-1938) dalam Kaplan & Sadock, 2010). Memperkenalkan istilah
skizofrenia atau jiwa yang terbelah, sebab gangguan ini ditandai dengan
disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan
perasaan, serta berorientasi dini kedalam danmenjauh dari realitas yang
intinya terjadi perpecahan antara intelek danemosi.
2. Etiologi Skizofrenia
a. Keterlibatan faktor keturunan
Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya
dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk
menderita gangguan tersebut. Hal ini sering disebut concordant, yaitu
anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai
enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan
skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.
b. Faktor lingkungan
Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi,
hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam
pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan
skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal
tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum.
Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi
gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian
Psikiatri UCLA.
c. Teori biologik dan genetik
Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat
mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam transmisi
mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat
kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari

sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan kepribadian


skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.
d. Hipotesis neurotransmitter
Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor
dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik.
Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannya
memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian mengenai skizofrenik
yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari reseptor
dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa
temuan ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.
e. Pencetus psikososial
Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan
awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai
suatuterobosan

kekuatan

protektif

dengan

tetap

mempertahankankerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian.


Tiga tindakanemosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar
kritis,permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan
terbuktimenyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.
3. Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan
dan Sadock (1998) sebagai berikut:
a. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial
dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan
bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala
skizofrenia.
b. Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis
untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis
dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan
sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin
melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu
tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.

4. Kriteria Diagnostik Skizofrenia


Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi (Maramis, 2009):
a. Gangguan pada isi pikiran
Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan
gangguan pikiran yang paling umum dihubungkan dengan skizofrenia.
Delusi ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta,
kesalahan diri, kontrol, nihil atau doss dan pengkhianatan. Delusi lain
berkenan dengan kepercayaan irasional mengenai suatu proses
berpikir, seperti percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang
lain atau hilang dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain
atau objek dari luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah
dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap
bahwa otaknya sudah dimakan rayap.
b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi
Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak
terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi
kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam pikiran dan
bahasa

dapat

menjadi

tidak

dapat

dimengerti,

akan

sangat

membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan


pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren,
kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata
yang salah.
c. Gangguan persepsi halusinasi
Halusinasi adalah salah

satu

simpton

skizofrenia

yang

merupakankesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat


indera kitawalaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang
di luartetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi
tidakberada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu spontan
walaupunindividu mencoba untuk menghalanginya.
d. Gangguan afeksi (perasaan)
Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara,
abnormaldibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu
konsistendengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan

perasaannya.
e. Gangguan psikomotor
Pasien skizofrenia

kadang

akan

terlihat

aneh

dan

cara

yangberantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang


anehatau

pasien

skizofrenia

akan

memperlihatkan

gangguan

katatonikstupor (suatu keadaan di mana pasien tidak lagi merespon


stimulusdari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di
sekitarnya),katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau
tidakmengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang
suatugerakan

tubuh)

menonjol

adalah

afek

yang

menumpul,

hilangnyadorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.


Menurut Eugen Bleuler (1857-1938) dalam Kaplan & Sadock,
(2010) membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok: gejala
positif dan negatif. Gejala positif antara lain thougt echo,
delusi,halusinasi. Gejala negatifnya seperti: sikap apatis, bicara jarang,
efektumpul,

menarik

diri.

Gejala

lain

dapat

bersifat

non-

skizofreniameliputi kecemasan, depresi dan psikosomatik.


3. HALUSINASI
Halusinasi adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia
yang ditandai gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap
dapat dilihat,
Didengar atau pun adanya perasaan dihina meskipun sebenarya tidak
realitas
Adapun ciri ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu :
a. Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.
b. Adanya associative spilitting dan cognitive splitting.
Bentuk-bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizofrenia
yaitu :
a. Halusinasi pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita
skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik melalui adanya
pendengaran terhadap objek suara suara tertentu. Keadaan ini
sering terjadi ketika penderita skizofrenia tidak melakukan
aktivitas. Terjadi pada bagian wernickes area.

b. Halusinasi pada bagian otak (brain imaging) yaitu gangguan daerah


otak terutama bagianbrocas area adalah daerah pada bagian otak
yang selalu memberikan halusinasi pada penderita skizofrenia.
Tanda Dan GejalaHalusinasi
Tanda :
1) Kepala mengangguk-angguk seperti mendengar orang sedang
berbicara.
2) Mengerakkan bibir,tetapi suara atau bibir komat kamittanpasuara.
3) Berbicara keras seperti ada teman bicara
4) Asyik sendiri, kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dan realita.
5) Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
6) Tidak mampu berespon terhadap perintah yang tidak kompleks,
serta berespon lebih dari satu orang.
7) Peningkatan tanda system saraf otonom (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah)
Gejala :
1) Kurang tidur
2) Kelelahan
3) Nutrisi kurang
4) Infeksi
5) Keletihan
6) Isolasi social
7) Hilangnya kebebasan hidup
8) Hargadiri rendah
9) Putus asa
10) Kehilangan motivasi
11) Rendahnya kemampuan bersosialisasi
12) Ketidak adekuatan pengobatan
13) Ketidak adekuatan penanganan gejala
A. PENGKAJIAN
I

IDENTITAS :
Nama

: Ny. I

Jenis Kelamin

: perempuan

Umur

tahun

II

Alamat

Agama

: Islam

Tanggal Pengkajian

: 20 Oktober 2015

Tanggal MRS

Register No

Informan

: pasien

DX Medis

ALASAN MRS/KELUHAN UTAMA


Klien mengatakan kalau klien pengguna narkoba, sebelum masuk
RSDJ klien adalah penghuni rutan. Klien mengatakan selama di rumah
sakit klien masih mendengar suara suara dan melihat anak kecil di dalam
kamarnya.
FAKTOR PREDISPOSISI :
Klien mengatakan klien pernah mengalami halusinasi sebelumnya dan
3 tahun yang lalu klien juga pernah masuk di RSDJ dr. Arif Zainudin yaitu
diruang wisanggeni. Klien mengatakan halusinasinya lebih parah
sebelumnya dibandingkan sekarang. Klien menggunakan narkoba dari
klien berumur 13 tahun, klien mengatakan hal tersebut karena orang tua
klien tidak pernah memperhatikan klien dan klien menyalakan kedua
orang tuanya.

IV

PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda vital : TD : 100/80 mm Hg, Nadi :88 x / menit
S = 36,5C, RR : 20 x / menit
2. Ukur : TB = 165 cm, BB = 56 kg
3. Klien mengeluh badan kadang terasa lemas, pusing dan merasa malas.

GENOGRAM

Keterangan
= Perempuan
= Laki-laki
= Meninggal
-----= Orang yang tinggal serumah
= Klien
1

Konsep diri :
a. Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya,
karena lengkap dan tidak cacat.
b. Identitas diri
Klien mengaatakan bahwa dirinya seorang perempuan
berumur

tahun, dan sudah menikah, klien mengatakan sudah

bercerai dengan suaminya, klien memiliki seorang anak. Selama di


rumah sakit klien tidak bekerja.
c. Peran
Klien mengatakan klien seorang istri, hubungan dengan keluarga
baik. Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan
dimasyarakat, namun terkadang klien masih mau mengikuti
pengajian. Namun saat di rumah sakit klien rajin sholat.
d. Ideal diri
Klien mengatakan bahwa dirinya ingin cepat pulang, dan bisa
berkumpul dengan keluarga.

e. Harga diri
Klien merasa sangat kecil kalau dibandingkan dengan orang lain
karena klien merasa sebagai anak orang yang tak mampu.
3

Hubungan sosial
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat adalah kakanya..
Klien mengatakan seorang istri, hubungan dengan keluarga baik.
Klien mengatakan hubungan dengan mantan suami baik baik saja
walaupun sudah bercerai. Klien mengatakan tidak pernah
mengikuti kegiatan dimasyarakat, namun terkadang klien masih
mau mengikuti pengajian. Saat di rumah sakit klien rajin sholat.

Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa sakitnya karena menggunakan narkobq dan
saat ini dirawat di Rumah Sakit Jiwa
b. Kegiatan ibadah
Klien sering melakukan sholat .
STATUS MENTAL
1 Penampilan bersih tampak ada tato di lengan kiri dan kanan
2 Pembicaraan klien : cara bicara normal.
3 Aktivitas motorik : pasien melakukan aktivitas merajut di ruangan
4 Alam perasaan : Kadang-kadang pasien merasa bosan dan minta
keluar jajan
5 Afek : pasien koperataif

6 Interaksi selama wawancara : Kontak mata ada


7 Persepsi : Kadang-kadang ia mendengar adanya suara-suara
disekitarnya.
8 Proses pikir : pada saat berbicara klien berbicara sesua dengan topik
pembicaraan.
9 Tingkat kesadaran : Kadang-kadang bingung
10 Memori : tidak ada gangguan.
11 Tingkat konsentrasi dan berhitung :
a. Mampu berkonsentrasi.
b. Mampu berhitung.
11 Kemampuan penilaian
Gangguan kemampuan penilaian ringan.
12 Daya tilik diri
Klien menyadari kalau dirinya sakit
VI

Kebutuhan Persiapan Pulang


1 Makan
Klien tidak memerlukan bantuan saat makan, klien dapat makan
secara mandiri, dan mendapat makan 3x seehari
2

3
4

BAK/BAB
Klien tidak memerlukan bantuan saat BAB/BAK dan dapat
melakukan secara mandiri
Mandi
Klien mengatakn mandi secara mandiri, Klien mandi 2x sehari
Berpakaian dan berhias
Klien mampu berhias dan mengganti pakaian/ berpakaian secara
mandiri.

6
7

VII
VIII

Istirahat tidur
Tidur siang : 2 jam
Tidur malam : 8 jam
Kegiatan sebelum dan setelah tidur : klien mengatakan kegiatan
sebelum tidur berdoa.
Penggunaan obat
Klien tidak memerlukan bantuan saat meminum obat
Pemeliharaan kesehatan
Klien memerlukan perawatan lanjutan dan dukungan untuk proses

kesembuhannya.
Kegiatan didalam rumah
Klien mengatakan melakukan kegiatan dirumah seperti bersih-bersih

rumah dan mengurus anak


Kegiatan diluar rumah
Klien sering berinteraksi dengan tetangga sekitar rumah.

Mekanisme Koping
Klien mengatakan jarang berbicara dengan teman-temannya.
Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan keluarganya, klien
sering berinteraksi dengan tetangganya. Klien mengatakan sudah memiliki

IX

suami tetapi sudah pisah.


Pengetahuan kurang tentang
Klien mengatakan bahwa tidak mengetahui efek apabila tidak minum obat
secara teratur.
B. MASALAH KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
C. POHON MASALAH
RPK
Halusinasi
Isolasi sosial
HDR

BAB III
DASAR PEMIKIRAN
Sebagian besar penderita gangguan jiwa adalah penderita skizofrenia.
Penderita ini mendominasi jumlah penderita gangguan jiwa, yaitu 99% dari
seluruh gangguan jiwa di rumah sakit jiwa. Prevalensi penderita skizofrenia di
Indonesia adalah 0,3-1 % dan dapat timbul pada usia 18-50 tahum, bahkan ada
yang timbul pada penderita usia 11-12 tahun. Apabila penduduk Indonesia
berjumlah 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa penduduk
menderita skizofrenia.
Angka kejadian skizoprenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Surakarta menjadijumlah kasus terbanyak dengan jumlah 1.893pasien dari 2.605
pasien yang tercatat darijumlah seluruh pasien pada tahun 2004. Ituberarti 72,7 %
dari jumlah kasus yang ada. Skizofrenia hebefrenik 471, paranoid 648, tak khas
317, akut 231, katatonia 95, residual 116, dalam remisi 15.
Salah satu gejala umum skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau
pola rangsangan yang mendekat (baik yang simulai secara eksternal maupun
internal) disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau
kerusakan rangsang tertentu. 3 Halusinasi ada beberapa macam dan salah satunya
adalah halusinasi auditori. 3 Klien dengan halusinasi auditori seringkali
mendengar suara-suara yang langsung ditunjukkan pada klien dan biasanya isi
suara tersebut tidak menyenangkan, bersifat menghina dan menuduh. Hal ini

menyebabkan klien tidak tenang, gelisah, merasa tidak aman, dan akhirnya
menimbulkan kekerasan yang berkepanjangan.
Dari pengamatan yang peniliti lakukan di rumah sakit jiwa, penanganan
halusinasi dalam keperawatan adalah dengan membuat klien mengharik suarasuara tersebut dengan mengatakan pergi, saya tidak mau mendengar!. Pada
beberapa klien caraini dapat memberikan efek yang baik, tetapi beberapa klien
yang

lain

cara

ini

kurang

memberikan

efek

hilangnya

halusinasi.

kami tertarik untuk mencobakan terapi musik terhadap halusinasi dengan


menggunakan musik klasik sebagai sarananya. Kami tertarik apakah suara
halusinasi dapat hilang ketika klien diperdengarkan musik klasik. Cara ini juga
merupakan terapi yang murah dan tidak menimbulkan efek samping kimiawi.
Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti hubungan terapi musik klasik
terhadap penurunan halusinasi pada pasien dengan skizofrenia paranoid di RSJD
Surkarta.

BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental design
berupa rancangan pretest-posttest design with control group(Nursalam, 2008).
Desain ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia paranoid di RSJDSurakarta.
Instrumen yang digunakan berupa skala PANSS dan pengkajian di ruang
Sena RSJDSurakarta. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat digunakan
untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik responden, mendeskripsikan
tingkat halusinasi dengar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum
dan sesudah dilakukan terapi musik dan analisa bivariat digunakan untuk melihat
pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat halusinasi pada pasien
skizofrenia(Hastono, 2007).
Pemberian terapi musik dilakukan dalam waktu dua hari dengan empat
kali pemeberian terapi musik klasik yaitu pagi hari dan setelah makan siang
dengan pasien di kumpulkan dalam satu ruang dan didengarkan musik klasik.

BAB V
PEMBAHASAN
A. ANALISA
1. Karakteristik responden
Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSJD Surakarta
didapatkan bahwa umur responden terbanyak adalah dewasa tengah
yaitu 41-60 tahun (75%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil
penelitian Purba (2013) mayoritas responden berumur 41-60 tahun
(dewasa tengahl) sebanyak 20 orang (76,9%). Stuart dan Laraia (2005)
menyatakan usia berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam
menghadapi berbagai macam stresor, kemampuan memanfaatkan
sumber dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di RSJDSurakarta, dimana 6
orang responden berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 100%
Rata-rata jenis kelamin pasien gangguan jiwa disebagian Rumah Sakit
Jiwa khususnya dengan diagnosa gangguan persepsi sensori halusinasi
adalah laki-laki. Laki-laki cenderung sering mengalami perubahan
peran dan penurunan interaksi sosial serta kehilangan pekerjaan, hal ini
yang sering menjadi penyebab laki-laki lebih rentan terhadap masalah
mental, termasuk depresi (Soejono, Setiati & Wiwie, 2000).
2. Pengaruhterapi musik klasik terhadap penurunan tingkat halusinasi pada
pasien skizofrenia
Uji wilcoxon yang dilakukan didapatkan hasil ada pengaruh
sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) dilakukan terapi musik klasik

pada kelompok eksperimen terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar.


Nilai median pretest dan posttest pada kelompok eksperimen mengalami
penurunan dari 3 menjadi 2 dengan nilai p value = 0,003 < (0,05)
sehingga Ho ditolak. Hasil uji pada pada kelompok kontrol didapatkan
tidak ada pengaruh sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) diberikan
terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar. Nilai
median pretest dan posttest pada kelompok kontrol tidak mengalami
perubahan, yaitu 3 dengan nilai p value= 0,414 > (0,05) sehingga Ho
diterima. Penanganan pasien dengan halusinasi bertujuan agar pasien
mampu mengontrol halusinasinya. Penanganan pada pasien ini meliputi
pemberian obat, tindakan keperawatan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan serta tindakan nonfarmakologis lainnya. Hal ini sesuai dengan
yang disampaikan oleh Lelono (2011) bahwa salah satu tindakan
keperawatan

yang

dapat

dilakukan

yaitu

dengan

tindakan

nonfarmakologis. Salah satu terapi nonfarmakologi yang efektif adalah


mendengarkan musik klasik. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati
penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik
diterapkan

menjadi

sebuah

terapi,

musik

dapat

meningkatkan,

memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial


dan spritual (Aldridge, 2008).
Perbedaan tingkat halusinasi

posttest

pada

kelompok

eksperimen yang diberikan terapi musik klasik dianalisa dengan


kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi musik klasik,
menggunakan uji Mean-Whitney. Nilai median posttest untuk kelompok
eksperimen yaitu 2 dengan standar deviasi 0,332 sedangkan nilai
median posttest untuk kelompok kontrol yaitu 3 dengan standar deviasi
0,6. Hasil analisis yang didapatkan nilai p value = 0,000, maka p value
< (0,05), yang berarti Ha diterima. Hal ini berarti ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata tingkat halusinasi setelah (posttest) diberikan
terapi musik klasik pada kelompok eksperimen dengan nilai median
tingkat halusinasi yang tidak diberikan terapi musik klasik pada
kelompok kontrol. Jumlah responden pada kelompok eksperimen

sebelum diberikan terapi musik klasik dengan tingkat halusinasi sedang


adalah 3 orang (75%), setelah dilakukan terapi musik klasik tingkat
halusinasi sedang menjadi 1 orang (25%). Pemberian terapi dilakukan
sebanyak 4 kali selama 2 hari dengan durasi 10-15 menit. Penelitian
Ayu, Wayan, dan Ketut (2013) melakukan penelitian dengan judul
pengaruh terapi musik klasik terhadap perubahan gejala perilaku agresif
pada klien skizofrenia di ruang Kunti RSJ Provinsi Bali dengan
pemberian terapi musik klasik sebanyak 7 kali dengan durasi selama 30
menit. Hasil penelitian ini didapatkan jumlah responden dengan tingkat
halusinasi sedang sebelum diberikan terapi musik klasik adalah 3 orang
(100%), setelah diberikan terapi musik klasik tingkat halusinasi sedang
menjadi 1 orang (25%) dengan total responden sebanyak 15 orang. Hal
ini menunjukkan semakin sering frekuensi dan semakin lama durasi
terapi musik klasik yang diberikan, maka tingkat halusinasi pasien
semakin menurun.
Penelitian Ulrich, Houtmans, dan Gold (2007) yang juga
menggunakan terapi musik untuk kelompok pasien skizofrenia,
didapatkan hasil bahwa terapi musik dapat mengurangi gejala negatif
dan

meningkatkan

kontak

interpersonal

serta

meningkatkan

kemampuan pasien untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial di


masyarakat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terapi musik sangat
efektif bagi penderita skhizofrenia, penderita merasakan ketenangan,
santai, rileks, nyaman, mulai dapat berinteraksi dengan orang lain,
fokus terhadap apa yang dilakukan serta munculnya motivasi untuk
sembuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Campbell (2001) yaitu
pada gelombang otak, gelombang beta yang bergetar dari 14 hingga 20
hertz dalam kegiatan sehari-hari di dunia luar, maupun apabila kita
mengalami perasaan negatif yang kuat. Ketenangan dan kesadaran yang
dirasakan dicirikan oleh gelombang alfa, yang daurnya mulai 8 hingga
13 hertz. Periode-periode puncak kreativitas, meditasi, dan tidur
dicirikan dalam gelombang theta dari 4 hingga 7 hertz, dan tidur

nyenyak, meditasi napas dalam, serta keadaan tak sadar menghasilkan


gelombang delta, yang berkisar 0,5 hingga 3 hertz. Semakin lambat
gelombang otak, semakin santai, puas, dan damailah perasaan kita.
Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran dan kemudian
melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses
emosi yaitu sistem limbik (Aldridge, 2008). Penelitian yang juga
dilakukan oleh Crithley & Hensen tentang musik dan otak mengatakan
bahwa karena sifatnya non verbal, musik bisa menjangkau sistem
limbik yang secara langsung dapat mempengaruhi reaksi emosional dan
reaksi fisik manusia seperti detak jantung, tekanan darah, dan
temperatur

tubuh,

hasil

pengamatannya

mengatakan

dengan

mengaktifkan aliran ingatan yang tersimpan di wilayah corpus


collosum musik meningkatkan integrasi seluruh wilayah otak
(Rachmawati, 2005).
Pasien yang mengalami halusinasi dengar akan mengalami
gejala seperti mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas
ataupun yang jelas, dimana terkadang suara-suara tersebut seperti
mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk
melakukan sesuatu (Kusumawati & Hartono, 2010). Responden
kelompok eksperimen yang telah selesai diberikan terapi musik klasik
diberikan posttest, saat diberikan posttest responden sudah tampak bisa
fokus jika diajak berbicara, menjawab pertanyaan dengan benar, jarang
berbicara sendiri, lebih nyaman untuk berinteraksi dengan orang lain,
klien juga mengatakan suara bisikan yang didengar sudah berkurang.
Peneliti juga melihat hasil data perkembangan pasien yang dilihat pada
data pendukung yaitu rekam medis.
B. HASIL
Tabel 1. Karakteristik responden
No

Karakteristik responden

Kelompok
Experimen
N
%

Kelompok
kontrol
N
%

Pv

Umur
18-40 tahun (dewasa awal)
41-60
tahun
(dewasa
tengah)
Total
Jenis kelamin
Laki-laki
Permempuan
Total

1.000
1
2

25
75

1
2

25
75

100

100
1.000

3
0
3

100
0
100

3
0
300

100
0
100

Berdasarkan tabel 1 penelitian tersebut didapatkan bahwa karakteristik umur


responden kelompok eksperimen sebagian besar berumur antara 41-60 tahun yaitu
2 orang (75%), kelompok kontrol sebagian besar berumur antara 41-60 tahun
yaitu 1 orang (25%). Karakteristik jenis kelamin kelompok eksperimen dan
kontrol berjenis kelamin laki-laki yaitu 6 orang (100%).
Tabel 2. Distribusi tingkat halusinasi responden pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebelum diberikan terapi musik klasik pada kelompok
eksperimen dan uji homogenitas.
No
1
2

Kelompok
Eksperimen
Kontrol

Me
3
3

Min
2
2

Max
4
4

SD
Pv
0,70 0,102
2 0,5

Berdasarkan tabel 2 diatas kelompok eksperimen menunjukkan nilai median


sebelum diberikan terapi musik klasik adalah 3 dengan standar deviasi 0,702,
sedangkan kelompok kontrol adalah 3 dengan standar deviasi 0,5. Hasil uji
homogenitas menggunakan uji t independent didapatkan nilai p value 0,102, yaitu
nilai p value > (0,05), maka tingkat halusinasi dengar pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan terapi musik klasik pada
kelompok eksperimen adalah homogen.
Tabel 3. Distribusi tingkat halusinasi responden pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol setelah (posttest) diberikan terapi musik klasik.
No.
1.
2.

Kelompok
Eksperimen
Kontrol

Me
2
3

Min
2
2

Max
3
4

SD
0,332
0,6

Berdasarkan tabel 3 diketahui nilai median pada kelompok eksperimen adalah 2


dan kelompok kontrol 3 dengan standar deviasi pada kelompok eksperimen adalah
0,332 dan pada kelompok kontrol 0,6.

Tabel 4. Distribusi rata-rata tingkat halusinasi kelompok eksperimen dan


kelompok kontrol pada pretest dan posttest.
Kelompok
eksperimen (n=3)
a. Pretest
b. Posttest
Kontrol (n=3)
a. Pretest
b. Posttest

Me

SD

SE

Pv

3
2

0,702
0,332

0,170
0,081

0,003

3
3

0,5
0,6

0,121
0,146

0,414

Berdasarkan tabel 4 diketahui nilai median kelompok eksperimen dan kelompok


kontrol pada pretest adalah 3 dan 3 dengan standar deviasi 0,702 dan 0,5. Nilai
median kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada posttest adalah 2 dan 3
dengan standar deviasi 0,332 dan 0,6. Hasil uji statistik dengan nilai alpha 0,05
didapatkan nilai p value 0,003 pada kelompok eksperimen, maka dapat
disimpulkan Ho ditolak, berarti ada perbedaan yang signifikan antara pretest dan
posttest. Nilai p value 0,414 pada kelompok kontrol, maka dapat disimpulkan Ho
gagal ditolak berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara pretest dan
posttest.
Tabel 5. Distribusi rata-rata tingkat halusinasi setelah (posttest) diberikan terapi
musik klasik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Kelompok
Me
eksperimen (n=3) 2
kontrol (n=3)
3

SD
0,332
0,6

SE
0,81
0,146

pv
0,000

Berdasarkan tabel 5 diketahui nilai median tingkat halusinasi setelah diberikan


terapi musik klasik pada kelompok eksperimen adalah 2 dengan standar deviasi

0,332, sedangkan pada kelompok kontrol nilai median tingkat halusinasi setelah
diberikan terapi musik klasik adalah 3 dengan standar deviasi 0,6. Hasil uji
statistik didapatkan p value 0,000 dengan menggunakan nilai (0,05), maka
diputuskan Ho ditolak berarti ada perbedaan yang signifikan tingkat halusinasi
setelah diberikan terapi musik klasik antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol.
Di dalam jurnal penelitian Mulyadi dan Devina (2009) dijelaskan bahwa
terapi musik efektif untuk penderita skizofrenia yang ditandai dengan subjek
tenang, rileks, emosi lebih stabil dan kemampuan untuk mengikuti berbagai
kegiatan meningkat.Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki
konsentrasi, ingatan dan presepsi spasial.Terapi musik klasik juga dapat
menurunkan gejala halusinasi yang dialami seseorang dan di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta telah menerapkan terapi musik sebagai salah satu cara
nonfarmakologis pada pasien dan dilakukan saat rehabilitasi satu minggu sekali
namun belum spesifik pada jenis musik dan jenis pasien.
C. KESIMPULAN
Pada kelompok eksperimen didapatkan nilai significancy (p value)
0,003 atau p value < (0,05), maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan
antara pretest dan posttest dan terjadi penurunan nilai rata-rata pretest dan
posttest diberikan terapi musik klasik yaitu dari 3 menjadi 2, dapat disimpulkan
bahwa adanya penurunan tingkat halusinasi pada kelompok eksperimen yang
telah diberikan terapi musik klasik. Hasil uji pada kelompok kontrol yang tidak
diberikan terapi musik klasik didapatkan nilai significancy (p value) 0,414 atau
p value > (0,05), maka Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pretest dan posttest pada kelompok kontrol. Hal ini
ditunjukkan tidak adanya perubahan nilai rata-rata antara pretest dan posttest
pada kelompok kontrol, dapat disimpulkan bahwa tidak ada penurunan tingkat
halusinasi pada kelompok kontrol. Perbedaan tingkat halusinasi posttest pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan p value 0,000 <
(0,05), maka Ho ditolak berarti ada perbedaan yang signifikan tingkat

halusinasi setelah (posttest) diberikan terapi musik klasik antara kelompok


eksperimen dan kelompok kontrol.

BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Usia respondensebagian besar adalah dewasa tengah 75 % (4 responden).
Jenis kelaminrespondenkeseluruhan adalah laki-lakiyaitu sebanyak 100 %
(6 responden).
Ada pengaruh terapi musik klasik terhadap skizofrenia paranoid dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi di ruang sena RSJD Surakarta
B. SARAN
Saran bagi peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian ini
hendaknya menambah frekuensi, tidak ada perbedaan durasi pemberian
terapi musik klasik musik klasik pada responden, instrumen yang
digunakan teruji validitas dan reliabilitas secara keseluruhan dan mencoba
terapi musik klasik pada pasien gangguan jiwa dengan diagnosa
keperawatan lain seperti pada pasien perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai