Anda di halaman 1dari 36

PROGRAM IMUNISASI

Imunisasi, Investasi Kesehatan Masa Depan


Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan
penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi
yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang
apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi
berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar
tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini
masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara lain
pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos
salah tentang imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat
lagi antara masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM,
maupun akademisi. Keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti dapat
menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri,
pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll.
Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per
tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya:
batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%).
Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di
Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap
dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak."
Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara
Indonesia terdiri dari pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga
pelayanan imunisasi tidak dapat dilakukan setiap bulan, perlu upayaupaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada kawasan strategis,

perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai


sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan
KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
Khususnya hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang
imunisasi, maka kepada pihak profesional seperti dengan para petugas
medis lainnya yang memberi bantuannya untuk memberikan informasi
bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapantahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM. Vaksin yang dipakai program
imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International WHO
dan lolos PQ (praqualifikasi).
Terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada
bayi, antara lain sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses
fasilitas kesehatan, menolak imunisasi, imunisasi yang terlambat, imunisasi
ulangan tidak diberikan, persepsi negatif terhadap imunisasi, bahkan
pemikiran bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya,
yang seharusnya orang tua lebih takut kepada penyakitnya daripada efek
samping yang pada umumnya ringan, kegagalan vaksin-vaksin baru dan
karena takut pada keamanan imunisasi.
Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian
imunisasi. Jadwal disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak
terjangkit penyakit tersebut. Hasil beberapa penelitian melaporkan bahwa
kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada bayi lebih baik daripada
anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada umur
enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan
pemberian ulangan setelah umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar
antibodi dalam jangka waktu lama.

Imunisasi Anak Harus Diulang


Setelah diimunisasi, antibodi anak akan naik. Tapi suatu saat, antibodi
itu akan turun lagi. Pada saat antibodi turun atau hampir habis, harus

diberikan imunisasi lagi agar antibodi yang turun itu bisa naik kembali. Itulah
mengapa, imunisasi ulangan sangat penting. Kalau tidak, Antibodi dalam
tubuh akan habis atau berkurang, sehingga kemungkinan anak terserang
penyakit akan lebih besar.

Sesuai jadwal
Tubuh memiliki ambang pencegahan terhadap serangan penyakit.
Kadar antibodi bisa dilihat atau diukur lewat pemeriksaan darah. Misalnya,
DPT, diukur berapa titer antibodi difteri, pertusis, dan tetanusnya. Seorang
anak bisa tak terkena ketiga penyakit ini jika antibodinya lebih dari ambang
pencegahan. Antibodi ini harus dikejar lewat pemberian imunisasi.
Tentu saja pemberian imunisasi sebaiknya dilakukan sesuai jadwal.
Biasanya dokter akan memberikan jadwal imunisasi. "Jadwal itu bukan asal
ditentukan, tapi memang dilihat dari perjalanan penyakit." Jadi, kalau
pemberiannya terlambat, hasilnya pun tak akan maksimal sehingga anak
tetap beresiko kena penyakit. Namun begitu, bukan berarti imunisasi lantas
tak perlu diberikan karena sudah kadung terlambat. "Bagaimanapun
telatnya, anak tetap harus diberikan imunisasi.
Kendati hasilnya tak maksimal, paling tidak, dengan imunisasi ulangan
tersebut, antibodinya tak terlalu rendah, segera bawa anak ke dokter bila
imunisasinya terlambat. Dokter pun akan membuatkan jadwal ulang agar
bisa secepatnya menyelesaikan jadwal imunisasi tersebut, dengan
persetujuan orang tua. Tapi harus ditaati!

Imunisasi anak yang harus diulang


Ada lima imunisasi dasar yang diberikan saat anak berusia 0-1 tahun,
yaitu hepatitis B, BCG, DPT, polio dan campak. Dari lima vaksin dasar ini, tiga
vaksin harus diulang di usia batita, yaitu DPT, polio dan campak. Sedangkan
vaksin BCG dan hepatitis B cukup diberikan sekali di usia bayi. "Vaksin BCG

tak perlu diulang karena antibodi yang diperoleh tinggi terus, tak pernah
turun seumur hidup. Demikian pula vaksin hepatitis B, bisa bertahan lama,
Khusus hepatitis B, yang penting sebetulnya mencegah penularan dari ibu ke
anak. Usia produktif wanita untuk memiliki anak biasanya, berkisar pada usia
20 sampai 35 tahun. Usia produktif ini harus dilindungi, yaitu dengan
pemberian vaksin hepatitis B. Meskipun cuma diberikan sekali ketika si anak
perempuan berusia bayi, namun sudah cukup untuk melindunginya sampai
usia produktif nanti.
Sementara vaksin yang diulang, yaitu DPT, dilakukan setahun setelah
DPT 3 karena setelah setahun, antibodinya akan turun. "Jadi, harus digenjot
lagi agar antibodinya bisa naik kembali." DPT memang sangat penting
karena antibodi yang dihasilkan tak bertahan lama. Demikian pula
polio, diulang setahun setelah polio 3 karena antibodinya akan turun setelah
setahun. Sedangkan campak diulang pada saat anak berusia 15-24 bulan.
Pengulangan dilakukan lewat imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella),
karena selain untuk mencegah campak (measles), juga mencegah
gondongan (mumps) dan rubella.
Pengulangan vaksin MMR sangat penting agar ibu hamil terhindar dari
serangan rubella. Pasalnya, serangan rubella selagi hamil bisa menyebabkan
bayi lahir cacat. Misalnya, tubuh kecil, kelainan jantung, buta, tuli atau cacat
lainnya sejak lahir. Bukan berarti vaksin rubella hanya penting bagi anak
perempuan saja, Anak lelaki juga penting karena dia akan menjadi calon
bapak. Bisa saja, calon bapak ini menjadi carrier atau pembawa penyakit.
Dia tentu akan menularkan kepada anaknya.
Sementara gondongan (mumps), virusnya bisa masuk ke alat-alat
reproduksi, baik testis maupun ovum anak. "Bila anak sampai mengalami
infeksi akibat virus gondongan, ia bisa mandul kelak.
Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi
seperti pegal-pegal dan demam daripada penyakitnya sendiri dan

komplikasinya yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Misalnya


anak yang terkena campak akan mengalami demam tinggi yang berpotensi
menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam
dan dapat mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi
campak. Sedangkan beratnya demam akibat imunisasi campak tidak
seberapa apabila dibandingkan penyakitnya.
Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang
kurang memperhatikan sistem rantai dingin (cold chain), cara
menyuntiknya karena ada vaksin yang harus disuntikkan ke dalam otot tapi
ada juga yang ke lemak. Reaksi samping setelah imunisasi dapat ditemukan
reaksi umum (sistemik) seperti demam ringan setelah imunisasi DPT.
Demam itu sendiri adalah suatu reaksi tubuh ketika membentuk
kekebalan. Untuk mengurangi demam dan rasa tidak nyaman bisa diberikan
obat penurun panas.

Imunisasi Dasar pada Bayi


Sesuai program imunisasi pemerintah, ada lima jenis imunisasi dasar yang
wajib diberikan kepada bayi usia 0-11 bulan, yaitu BCG, hepatitis B, DPT,
polio dan campak. Adapun imunisasi yang dianjurkan adalah MMR, Hib,
tifoid, hepatitis A, varisela dan pneumokokus (IPD).
Berikut adalah lima imunisasi dasar yang wajib diberikan sejak bayi:

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) sekali untuk mencegah


penyakit Tuberkulosis. Diberikan segera setelah bayi lahir di

tempat pelayanan kesehatan atau mulai 1 (satu) bulan di


Posyandu.

Imunisasi Hepatitis B sekali untuk mencegah penyakit Hepatitis


B yang ditularkan dari ibu ke bayi saat persalinan.

Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri,


Pertusis (batuk rejan), Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini
pertama kali diberikan saat bayi berusia 2 (dua) bulan. Imunisasi
berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini pemberian
imunisasi DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan
vaksin DPT-HB.

Imunisasi polio untuk memberikan


kekebalan terhadap penyakit polio. Imunisasi Polio diberikan 4
(empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.

Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi


campak diberikan saat bayi berumur 9 bulan.

Efek samping Imunisasi


Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik
yang membuktikan vaksin betul-betul bekerja secara tepat. Efek samping
yang biasa terjadi adalah sebagai berikut:
BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di
tempat suntikan. Setelah 23 minggu kemudian pembengkakan menjadi
abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah kurang lebih 10
mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut kecil.
DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada sore hari setelah imunisasi
DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar

merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini
tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, dan akan
sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul, tidak perlu diragukan
bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan, dan imunisasi
tidak perlu diulang.
Polio: Jarang timbuk efek samping.
Campak: Anak mungkin panas, kadang disertai kemerahan 410 hari
sesudah penyuntikan.
Hepatitis B: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

Lima jenis imunisasi dasar yang wajib diberikan


1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) disebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan
ditularkan melalui kontak antar manusia. Penyakit TBC paling sering
menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang
organ tubuh lain. TBC juga salah satu penyakit tertua yang diketahui
menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar, tuberkulosis yang
disebabkan kompleks MycobacteriumTuberculosis, yang peka terhadap obat,

dapat disembuhkan. Tanpa terapi, tuberkulosis akan mengakibatkan


kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah
penderita TBC. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140
ribu lainnya meninggal. Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di
Amerika Serikat disebabkan tuberkulosis.
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24
Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi
mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.
Penyebab
Penyebab TBC adalah bakteri kompleks Mycobacterium Tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam
ordo Actinomycetales.
KompleksMycobacterium Tuberculosis meliputi M Tuberculosis, M Bovis, M Af
ricanum, M Microti, dan MCanettii. Dari beberapa kompleks
tersebut, M Tuberculosis merupakan jenis terpenting dan paling sering
dijumpai.
M. Tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan lebar 3,
tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat
diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan pewarnaan gram.
Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu,
mycobacteria disebut Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme
lain yang juga memiliki sifat tahan asam: Nocardia, Rhodococcus, Legionella
Micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel
mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan
peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding

sel, sehingga mengurangi efektivitas antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu


molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi
antara inang dan patogen, menjadikan M Tuberculosis dapat bertahan hidup
di dalam makrofaga.
Penularan
Penularan bakteri TBC terjadi karena kontak dengan dahak atau
menghirup titik-titik air dari bersin atau batuk dari penderita tuberkulosis.
Gejala
Gejala utama tuberkulosis ialah batuk selama 3 minggu atau lebih,
berdahak, dan biasanya bercampur darah. Bisa juga nyeri dada, mata
memerah, kehilangan nafsu makan, sesak napas, demam, badan lemah, dan
semakin kurus. Bila tuberkulosis tidak ditangani, bisa terjadi syok
hipovolemik atau sesak napas berat yang berujung kematian.

Pencegahan
Pencegahan paling efektif terhadap TBC adalah dengan imunisasi
(vaksinasi) BCG (Bacille Calmette-Guerin). Vaksin BCG dibuat dari baksil TBC
(Mycobacterium Bovis) yang dilemahkan dengan dikulturkan di medium
buatan selama bertahun-tahun. Vaksin BCG dapat mencegah penularan
bakteri TBC selama 15 tahun.

2. Hepatitis B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota
family Hepadnavirus. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut
atau menahun, yang pada sebagian kasus berlanjut menjadi sirosis hati atau

kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan


telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah
menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.
Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan
paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon
tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang
digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan
hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap
melalui kulit penderita. Menetralkan racun dalam darah adalah pekerjaan
hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun masuk ke dalam tubuh, hati bisa
rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
Diagnosis
Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas dan
sepuluh kali lebih menular (infectious). Kebanyakan gejala hepatitis B tidak
jelas terlihat.
Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang
disebabkan infeksi virus hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai
dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA
dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati. Carrier HBsAg inaktif
diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan
hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN).
Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi,
petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara serologi, pemeriksaan
yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis
adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA. Pemeriksaan virologi,
dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum, sangat penting karena
dapat menggambarkan tingkat replikasi virus hepatitis B. Pemeriksaan

biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar


ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas
nekroinflamasi. Oleh karena itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai
prediksi gambaran histologi. Pasien dengan proses nekroinflamasi
menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal. Pasien
dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi
antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan
untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi menunjukkan
proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah
untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati
lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral.
Gejala hepatitis B umumnya ringan. Gejala hepatitis B dapat berupa selera
makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan,
kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas.
Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih mata
tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna
seperti teh.
Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B
pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh
adekuat, maka akan terjadi pembersihan virus hepatitis B, pasien sembuh.
Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah, maka pasien tersebut akan
menjadi carrier hepatitis B inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh
bersifatintermediate (antara dua hal di atas), maka penyakit terus
berkembang menjadi hepatitis B kronis.
Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan
dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua
golongan umur.

Ada beberapa cara penularan virus hepatitis B:

Secara vertikal, penularan terjadi dari ibu pengidap virus


hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan, yaitu pada saat
persalinan atau segera setelah persalinan.

Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik


yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah,
penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama
(Hanya jika penderita hepatitis B memiliki penyakit mulut
(sariawan, gusi berdarah, dll) atau luka yang mengeluarkan
darah) serta hubungan seksual dengan penderita hepatitis B.

Sebagai antisipasi, biasanya darah-darah dari pendonor dites terlebih dulu


apakah reaktif terhadap hepatitis, sipilis dan HIV.
Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil
pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena
hepatitis B dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virus hepatitis B sudah
tidak ada lagi. Bagi pasangan yang hendak menikah, dianjurkan
memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan hepatitis B.
Perawatan
Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan
sehingga hati tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Umumnya, selsel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi
penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan
istirahat cukup.

Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10% menjadi hepatitis B kronik


(menahun) dan berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini
beberapa perawatan hepatitis B kronis dapat meningkatkan kesempatan
hidup bagi penderita hepatitis B. Perawatannya tersedia dalam bentuk
antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti
Interferon Alfa (Uniferon).
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional hepatitis B. Tumbuhan obat atau
herbal yang digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan
hepatitis di antaranya mempunyai efek hepatoprotektor, yaitu melindungi
hati dari pengaruh zat toksik yang merusak sel hati, juga bersifat anti
radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh
hati. Beberapa jenis tumbuhan obat untuk pengobatan hepatitis, antara lain
temulawak, kunyit, sambiloto, meniran, daun serut/mirten, jamur
kayu/lingzhi, akar alang-alang, rumput mutiara, pegagan, buah kacapiring,
buah mengkudu, jombang.

Pencegahan
Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup
bersih sehat, misalnya menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan
homoseksual, hubungan seks multi partner. Selain itu, pencegahan paling
efektif terhadap hepatitis B adalah dengan imunisasi (vaksinasi) hepatitis B.
Imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu bulan pertama, dua bulan dan
enam bulan kemudian. Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi setiap orang
dari semua golongan umur. Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi
hepatitis B yaitu bayi baru lahir, orang lanjut usia, petugas kesehatan,
penderita penyakit kronis (seperti gagal ginjal, diabetes, jantung koroner),
pasangan yang hendak menikah, wanita pra kehamilan

3. Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)

Difteri
Penyakit difteri disebabkan bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Difteri
mudah menular, menyerang terutama saluran napas bagian atas, dengan
gejala demam tinggi, pembengkakan amandel (tonsil) dan terlihat selaput
putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan
napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung, berakibat gagal jantung.
Penularan bakteri difteri umumnya melalui udara (batuk/bersin). Selain itu,
bakteri difteri dapat menular melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi.
Pencegahan difteri paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan tetanus dan pertusis (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali sejak bayi
berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Pemberian imunisasi
DPT akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan
tetanus. Efek samping imunisasi DPT yang mungkin timbul adalah demam,
nyeri dan bengkak pada permukaan kulit. Cara mengatasinya cukup
diberikan obat penurun panas.
Pertusis
Penyakit pertusis atau batuk rejan atau Batuk Seratus Hari disebabkan
bakteri Bordetella Pertussis. Gejala pertusis khas yaitu batuk terus menerus,
sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadangkadang bercampur darah. Batuk pertusis diakhiri tarikan napas panjang dan
dalam dan berbunyi melengking.
Penularan bakteri pertusis umumnya melalui udara (batuk/bersin). Bakteri
pertusis juga dapat menular melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi. Pencegahan pertusis paling efektif adalah dengan imunisasi

bersamaan dengan tetanus dan difteri (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali sejak
bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan.
Tetanus
Penyakit tetanus berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan
otot. Gejala tetanus diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang
mulut), pembengkakan, rasa sakit dan kejang di otot leher, bahu atau
punggung. Kejang-kejang segera merambat ke otot perut, lengan atas dan
paha.
Neonatal tetanus umum terjadi pada bayi baru lahir. Neonatal tetanus
menyerang bayi baru lahir karena dilahirkan di tempat kotor dan tidak steril,
terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus menyebabkan kematian
bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Di negara-negara maju,
dimana kebersihan dan teknik melahirkan sudah maju, tingkat kematian
akibat neonatal tetanus dapat ditekan. Selain itu, antibodi dari ibu kepada
jabang bayinya juga mencegah neonatal tetanus.
Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi
toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan
dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf tulang belakang, sehingga
terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, maupun frostbite.
Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana.
Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi
tempat bakteri tetanus berkembang biak.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai
timbul di hari ketujuh. Gejala neonatal tetanus mulai pada dua minggu
pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat

didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita tetanus dapat


disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6 minggu.
Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai
bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi tetanus
terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin TT (Tetanus Toxoid).
Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita
hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di
tempat bersih dan steril.

4. Poliomielitis (Polio)
Poliomielitis (polio) adalah penyakit paralisis (lumpuh) yang disebabkan virus
polio. Virus penyebab polio, poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus. Virus polio dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat, menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis).

Etimologi
Kata polio berasal dari bahasa Yunani atau bentuknya yang lebih mutakhir,
dari "abu-abu" dan "bercak".
Sejarah
Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil
Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu berjalan
dengan tongkat. Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanakkanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.

Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf,


menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar
penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan.
Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II,
penyakit itu disebut momok semua orang tua, karena menyerang anakanak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua
tidak membolehkan anak mereka keluar rumah. Gedung-gedung
bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan gereja tutup.
Virus Polio
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan
amat menular. Virus polio menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat
terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima
puluh persen kasus polio terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun.
Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Polio dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Poliovirus menular melalui
kontak antar manusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena
sebagian besar penderita polio tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu
kalau mereka sendiri sedang mengidap polio. Virus polio masuk ke dalam
tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman
yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terinfeksi polio, virus polio
akan keluar melalui feses penderita polio selama beberapa minggu dan saat
itulah dapat terjadi penularan virus polio.
Jenis Polio
Polio non-paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan


sensitif. Terjadi kram otot leher dan punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.
Polio paralisis spinal
Strain poliovirus paralisis spinal menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan batang
tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan
permanen, kurang dari satu dari 200 penderita polio paralisis spinal akan
mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering terjadi pada kaki. Setelah
virus polio menyerang usus, virus polio akan diserap pembuluh darah
kapiler pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Virus polio
menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol
gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Pada penderita
polio paralisis spinal yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi,
virus polio biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang
belakang dan batang otak. Infeksi polio akan mempengaruhi sistem saraf
pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang
biaknya virus polio dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan
saraf motorik. Saraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot
yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari
sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi
lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada
sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan
otot toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.
Polio bulbar
Polio bulbar disebabkan tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak
ikut terserang polio. Batang otak mengandung syaraf motorik yang

mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai


syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf
muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka;
saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang
membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan;
pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus,
paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.
Lima hingga sepuluh persen penderita polio bulbar akan meninggal ketika
otot pernapasan mereka gagal bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah
terjadi kerusakan saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas'
ke paru-paru. Penderita polio bulbar juga dapat meninggal karena kerusakan
fungsi menelan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali
dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot
cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun
trakeostomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paruparu besi' (iron lung). Iron lung membantu paru-paru lemah dengan
menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan
udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi,
paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar
masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat
menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia
penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio bulbar
harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar
dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio
paralisis. Polio paralisis tidak permanen. Penderita polio yang sembuh dapat
memiliki fungsi tubuh mendekati normal.

Anak-anak dan Polio


Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami gejala ringan
dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk di daerah dengan
sanitasi baik justru menjadi lebih rentan terhadap polio karena tidak
menderita polio ketika masih kecil. Vaksinasi polio saat balita sangat
membantu pencegahan polio di masa depan karena polio menjadi lebih
berbahaya jika diderita orang dewasa. Orang yang telah menderita polio
bukan tidak mungkin akan mengalami gejala tambahan di masa depan
seperti layu otot; gejala ini disebut sindrom post-polio.

Vaksin efektif pertama


Vaksin efektif polio pertama dikembangkan Jonas Salk. Salk menolak
mematenkan vaksin polio karena menurutnya, vaksin polio milik semua
orang seperti halnya sinar matahari. Namun vaksin yang digunakan untuk
inokulasi masal adalah vaksin polio yang dikembangkan Albert Sabin.
Inokulasi pencegahan polio anak untuk pertama kalinya diselenggarakan di
Pittsburgh, Pennsylvania pada 23 Februari 1954. Polio hilang di Amerika pada
tahun 1979.
Usaha pemberantasan polio
Pada tahun 1938, Presiden Roosevelt mendirikan Yayasan Nasional Bagi
Kelumpuhan Anak-Anak, yang bertujuan menemukan pencegah polio, dan
merawat mereka yang sudah terkena polio. Yayasan itu membentuk March of
Dimes. Ibu-ibu melakukan kunjungan dari rumah ke rumah, anak-anak
membantu melakukan sesuatu untuk orang lain, bioskop memasang iklan,
semuanya bertujuan minta bantuan satu dime, atau sepuluh sen. Dana yang

masuk waktu itu digunakan untuk membiayai penelitian dokter Jonas Salk
yang menghasilkan vaksin efektif polio pertama. Tahun 1952, di Amerika
terdapat 58 ribu kasus polio. Tahun 1955 vaksin polio Salk mulai digunakan.
Tahun 1963, setelah puluhan juta anak divaksin polio, di Amerika hanya ada
396 kasus polio.
Pada tahun 1955, Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan bahwa
Amerika akan mengajarkan kepada negara-negara lain cara membuat vaksin
polio. Informasi ini diberikan secara gratis kepada 75 negara, termasuk Uni
Soviet.
Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mensahkan resolusi
untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Pada saat itu masih terdapat
sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000
polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di
bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah
atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria, dan sejumlah kecil di India dan
Pakistan. India telah melakukan usaha pemberantasan polio yang cukup
sukses. Sedangkan di Nigeria, penyakit polio masih terus berjangkit karena
pemerintah Nigeria mencurigai vaksin polio dapat mengurangi fertilitas dan
menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO
melakukan vaksinasi polio lagi, setelah penyakit polio kembali menyebar ke
seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang
saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin
polio.
Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio
meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun
2003. Sebagian penderita polio berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika.
Nigeria memiliki 763 penderita polio, India 129, dan Sudan 112.

Pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di


Sukabumi akibat strain virus yang menyebabkan wabah polio di Nigeria.
Virus polio diduga terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke
Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang
yang bepergian ke Arab untuk haji atau hal lainnya.

5. Campak
Penyakit campak (Rubeola, Campak 9 hari, Measles) sangat
menular, ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput
ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit campak disebabkan infeksi
virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan virus campak terjadi karena menghirup percikan ludah penderita
campak. Penderita campak bisa menularkan virus campak dalam waktu 2-4
hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan meluas, wabah campak terjadi setiap
2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika
seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal
terhadap campak.
Penyebab
Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang sangat mudah
menular (infeksius) sejak awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama
sejak munculnya ruam. Campak disebabkan paramiksovirus (virus campak).
Penularan virus campak terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut
maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi
adalah 10-14 hari sebelum gejala campak muncul.

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi dan infeksi aktif.


Kekebalan pasif diperoleh seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal
(berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak
adalah: bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan
imunisasi campak, remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan
imunisasi campak kedua.
Gejala
Gejala campak mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu
berupa: badan panas, nyeri tenggorokan, hidung meler (coryza), batuk
(cough), bercak Koplik, nyeri otot, mata merah (conjunctivitis).
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik
Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari
setelah timbulnya gejala di atas. Ruam campak bisa berbentuk makula (ruam
kemerahan mendatar) maupun papula (ruam kemerahan menonjol). Pada
awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di
leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang
tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit campak, penderita merasa sangat sakit, ruamnya
meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40o Celsius. 3-5 hari kemudian suhu
tubuhnya turun, penderita campak mulai merasa baik dan ruam yang tersisa
segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata radang dan merah selama
beberapa hari, diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka
dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hingga 7 hari.
Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.

Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:

Infeksi bakteri : pneumonia dan infeksi telinga tengah.

Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit),


sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami
perdarahan.

Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1.000 kasus.

Diagnosa
Diagnosis campak ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit khas.
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: pemeriksaan darah,
pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan IgM anti campak.
Pemeriksaan komplikasi campak:

Enteritis

Ensephalopati

Bronkopneumoni

Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah
baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Selain itu, penderita campak

juga disarankan istirahat minimal 10 hari dan makan makanan bergizi agar
kekebalan tubuh meningkat.
Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin
campak biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan
campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada
otot paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam
bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua
diberikan pada usia 4-6 tahun.

Imunisasi yang dianjurkan pada bayi


1. Vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella)
Vaksin MMR (Mumps Measles Rubella) adalah campuran tiga jenis virus
yang dilemahkan, yang disuntikkan untuk imunisasi melawan campak
(measles), gondongan (mumps) dan rubella (german measles). Vaksin MMR
umumnya diberikan kepada anak usia 1 tahun dengan booster diberikan
sebelum memasuki usia sekolah (4-5 tahun). Di Amerika Serikat, vaksin MMR
diijinkan pada tahun 1963 dan boosternya dimulai pada pertengahan tahun
1990-an. Vaksin MMR digunakan secara luas di seluruh dunia sejak
diperkenalkan pada awal 1970-an. Vaksin MMR yang tersedia: MMR II dari
Merck, Priorix dari GlaxoSmithKline, Tresivac dari Serum Institute of India,
Trimovax dari Sanofi Pasteur.
Mumps (parotitis atau gondongan)
Penyakit mumps (parotitis) disebabkan virus mumps yang menyerang
kelenjar air liur di mulut, dan banyak diderita anak-anak dan orang muda.

Semakin tinggi usia penderita mumps, gejala yang dirasakan semakin hebat.
Kebanyakan orang menderita penyakit mumps hanya sekali seumur hidup.
Pencegahan mumps paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan campak dan rubella (vaksinasi MMR) sebanyak 2 kali dengan selang
penyuntikan 1-2 bulan. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi mumps
terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan campak dan
rubella (vaksinasi MMR). Pemberian imunisasi MMR akan memberikan
kekebalan aktif terhadap penyakit mumps, campak dan rubella.

Measles (campak)
Penyakit measles (campak) disebabkan virus campak. Gejala campak yaitu
demam, menggigil, serta hidung dan mata berair. Timbul ruam-ruam pada
kulit berupa bercak dan bintil merah pada kulit muka, leher, dan selaput
lendir mulut. Saat penyakit campak memuncak, suhu tubuh bisa mencapai
40oC.
Pencegahan campak paling efektif adalah dengan imunisasi
campak. Imunisasi campak diberikan saat bayi berumur 9 bulan. Campak
juga dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai
bagian vaksinasi MMR. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi campak
terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan mumps dan
rubella (vaksinasi MMR). Imunisasi MMR diberikan sebanyak 2 kali dengan
selang penyuntikan 1-2 bulan.
Rubella (campak Jerman)
Penyakit rubella disebabkan virus rubella. Rubella mengakibatkan ruam pada
kulit menyerupai campak, radang selaput lendir, dan radang selaput tekak.

Ruam rubella biasanya hilang dalam waktu 2-3 hari. Gejala rubella berupa
sakit kepala, kaku pada persendian, dan rasa lemas. Biasanya rubella
diderita setelah penderita berusia belasan tahun atau dewasa. Bila bayi baru
lahir atau anak balita terinfeksi rubella, bisa mengakibatkan kebutaan. Bila
wanita hamil terinfeksi rubella, dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.
Bayi umumnya lahir dengan cacat fisik (buta tuli) dan keterbelakangan
mental.
Pencegahan rubella paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan campak dan mumps (vaksinasi MMR) sebanyak 2 kali dengan selang
penyuntikan 1-2 bulan. Setelah lewat masa kanak-kanak, imunisasi rubella
terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, bersamaan dengan campak dan
mumps (vaksinasi MMR).

2. Haemophilus Influenza type B (Hib)


Penyakit Hib disebabkan bakteri Haemophilus Influenza type B (Hib). Hib
biasa menyerang anak di bawah 5 tahun.
Anak-anak dapat tertular bakteri Hib dari anak lain yang sakit atau orang
dewasa yang membawa bakteri Hib, namun tidak sakit. Kuman tertular
melalui kontak dengan penderita Hib. Jika bakteri Hib berada di rongga
hidung atau tenggorokan, mungkin tidak menyebabkan sakit. Namun bakteri
Hib dapat masuk ke paru-paru dan peredaran darah dan menyebabkan
penyakit serius.
Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib merupakan penyebab
utama radang selaput otak (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun.
Meningitis menyebabkan kerusakan otak dan medulla spinalis. Hib juga
menyebabkan pneumonia, infeksi berat di tenggorokan, infeksi pada
persendian, tulang dan selaput jantung, bahkan kematian.

Anak-anak perlu mendapatkan vaksinasi Hib pada usia: 2 bulan, 4 bulan, 6


bulan, 12-15 bulan.
Anak di atas 5 tahun tidak perlu mendapatkan vaksin Hib. Namun dalam
kondisi tertentu, vaksinasi Hib perlu diberikan, seperti penderita sickle cell,
HIV, pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau penderita
kanker yang sedang menjalani kemoterapi.
Vaksin Hib beresiko menimbulkan efek samping ringan. Berikut efek
samping vaksinasi Hib yang pernah dilaporkan: merah dan bengkak di
tempat penyuntikan dan demam tinggi. Keluhan tersebut biasanya hilang
sendiri dalam 2-3 hari.

3. Typhus
Typhus atau demam tifoid atau typhoid disebabkan bakteri Salmonella
Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. Bakteri typhus
ditemukan di seluruh dunia, dan ditularkan melalui makanan dan minuman
yang telah tercemar tinja penderita typhus. Bakteri typhus juga ditularkan
melalui gigitan kutu yang membawa bakteri penyebab typhus.
Gejala
Setelah infeksi typhus terjadi, akan muncul satu atau beberapa gejala
berikut ini:

demam tinggi dari 39o sampai 40oC (103o sampai 104oF) yang
meningkat secara perlahan

tubuh menggigil

denyut jantung lemah (bradycardia)

badan lemah ("weakness")

sakit kepala

nyeri otot myalgia

kehilangan nafsu makan

konstipasi

sakit perut

pada kasus tertentu, muncul penyebaran flek merah muda ("rose


spots")

Perawatan
Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim-sulfamethoxazole,
dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat typhus di negara-negara
barat.
Bila tak terawat, typhus dapat berlangsung selama tiga minggu sampai
sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus typhus yang tidak
terawat. Vaksin typhus dianjurkan untuk orang yang melakukan perjalanan
ke wilayah typhus biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin).
Pencegahan

Penularan bakteri typhus dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih


sehat, misalnya menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dan
kebersihan personal, seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
dan setelah membuang kotoran. Pencegahan paling efektif terhadap typhus
adalah dengan imunisasi (vaksinasi) typhus. Imunisasi typhus dibutuhkan
setiap orang dari semua golongan umur. Imunisasi typhus diulang setiap tiga
tahun.

4. Hepatitis A
Penyakit hepatitis A disebabkan virus hepatitis A, biasa ditularkan melalui
makanan dan minuman yang telah tercemar kotoran/tinja penderita hepatitis
A (fecal-oral), bukan melalui aktivitas seksual atau kontak darah. Hepatitis A
paling ringan dibanding hepatitis jenis lain (B dan C). Hepatitis B dan C
disebarkan melalui media darah dan aktivitas seksual, dan lebih berbahaya
dibanding hepatitis A.

Masa Inkubasi
Waktu terekspos sampai kena penyakit hepatitis A kira-kira 2 sampai 6
minggu. Penderita hepatitis A akan mengalami gejala-gejala seperti demam,
lemah, letih, dan lesu. Pada beberapa kasus hepatitis A, terjadi muntahmuntah terus menerus sehingga menyebabkan seluruh badan terasa lemas.
Demam hepatitis A adalah demam terus menerus, tidak seperti demam
lainnya yaitu pada demam berdarah, TBC, Typhus, dll.
Gejala
Seringkali tidak ada gejala hepatitis A bagi anak kecil; demam tiba-tiba,
hilang nafsu makan, mual, muntah, penyakit kuning (kulit dan mata menjadi

kuning), air kencing berwarna tua, tinja pucat. Hepatitis A dapat dibagi
menjadi 3 stadium: (1) pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu,
demam, kehilangan selera makan dan mual; (2) stadium dengan gejala
kuning (stadium ikterik); dan (3) stadium kesembuhan (konvalesensi). Gejala
kuning tidak selalu ditemukan. Untuk memastikan diagnosis hepatitis A,
dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGPT, SGOT. Karena pada hepatitis A juga
bisa terjadi radang saluran empedu, maka pemeriksaan gama-GT dan alkali
fosfatase dapat dilakukan di samping kadar bilirubin.
Masa pengasingan yang disarankan
Selama 2 minggu setelah gejala pertama atau 1 minggu setelah penyakit
kuning muncul. Pasien hepatitis A disarankan menjaga kebersihan.

Pencegahan
Penularan virus hepatitis A dicegah dengan menjaga kebersihan perorangan
seperti mencuci tangan dengan teliti; orang yang dekat dengan penderita
mungkin memerlukan terapi imunoglobulin. Imunisasi hepatitis A bisa
dilakukan dalam bentuk vaksin hepatitis A sendiri (Havrix) atau bentuk
kombinasi dengan vaksin hepatitis B (Twinrix). Imunisasi hepatitis A
dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-12
bulan kemudian, sementara imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu
dasar, satu bulan dan 6 bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan
bagi orang yang potensial terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka
yang sering jajan di luar rumah.
Varicella

Cacar air atau Varicella simplex disebabkan virus varicella zoster. Virus
varicella ditularkan secara aerogen.
Masa Inkubasi
Waktu terekspos sampai kena penyakit varicella (cacar air) adalah 2 sampai
3 pekan. Varicella bisa ditandai dengan badan terasa panas.
Gejala
Pada mulanya, penderita varicella akan merasa sedikit demam, pilek, cepat
lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus
varicella yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan
pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan kecil pada
kulit,pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung, lalu
diikuti timbul di anggota gerak dan wajah.
Kemerahan varicella pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal
sehingga dapat tergaruk secara tak sengaja. Jika lenting varicella dibiarkan,
maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya
akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap
(hiperpigmentasi). Bercakvaricella ini lama-kelamaan akan pudar sehingga
beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
Lain halnya jika lenting varicella (cacar air) tersebut dipecahkan. Krusta akan
segera terbentuk lebih dalam sehingga akan mengering lebih lama. Kondisi
ini memudahkan infeksi bakteri terjadi pada bekas luka garukan tadi. Setelah
mengering, bekas cacar air tadi akan meninggalkan bekas dalam. Terlebih
lagi jika penderita varicella adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar
air akan lebih sulit menghilang.

Waktu karantina yang disarankan


Selama 5 hari setelah ruam varicella mulai muncul dan sampai semua lepuh
telah berkeropeng. Selama masa karantina, sebaiknya
penderita varicella tetap mandi seperti biasa, karena kuman pada kulit dapat
menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. Untuk menghindari
timbulnya bekas luka yang sulit hilang, sebaiknya menghindari pecahnya
lenting varicella (cacar air). Ketika mengeringkan tubuh sesudah mandi,
sebaiknya tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras. Untuk
menghindari gatal, sebaiknya diberikan bedak talk yang mengandung
menthol, sehingga mengurangi gesekan pada kulit dan kulit tidak banyak
teriritasi. Untuk kulit sensitif, dapat juga menggunakan bedak talk salycil
yang tidak mengandung mentol. Pastikan anda juga selalu mengkonsumsi
makanan bergizi untuk mempercepat proses penyembuhan varicella itu
sendiri. Konsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C seperti jambu
biji dan tomat merah yang dapat dibuat juice.
Pencegahan
Imunisasi (vaksinasi) varicella tersedia bagi anak-anak berusia lebih dari 12
bulan. Imunisasi varicella diberikan sebanyak 2 kali dengan selang
penyuntikan 1-2 bulan. Imunisasi (vaksinasi) varicella dianjurkan bagi orang
di atas usia 12 tahun yang tidak mempunyai kekebalan.
Penyakit varicella erat kaitannya dengan kekebalan tubuh.
Pengobatan
Varicella sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, tidak
menutup kemungkinan adanya serangan varicella berulang, saat individu
tersebut mengalami penurunan daya tahan tubuh. Penyakit varicella dapat
diberi penggobatan "Asiklovir" berupa tablet 800 mg per hari setiap 4 jam

sekali (dosis orang dewasa, yaitu 12 tahun ke atas) selama 7-10 hari dan
salep yang mengandung asiklovir 5% yang dioleskan tipis di permukaan
yang terinfeksi 6 kali sehari selama 6 hari. Larutan "PK" sebanyak 1% yang
dilarutkan dalam air mandi biasanya juga digunakan.
Setelah masa penyembuhan varicella, dapat dilanjutkan dengan perawatan
bekas luka yang ditimbulkan dengan banyak mengkonsumsi air mineral
untuk menetralisir ginjal setelah mengkonsumsi obat. Konsumsi vitamin
C plasebo ataupun yang langsung dari buah-buahan segar seperti juice
jambu biji, juice tomat dan anggur. Vitamin E untuk kelembaban kulit bisa
didapat dari plasebo, minuman lidah buaya, ataupun rumput laut.
Penggunaan lotion yang mengandung pelembab ekstra saat luka sudah
benar-benar sembuh diperlukan untuk menghindari iritasi lebih lanjut.

5. Invasive Pneumococcal Disease (IPD)


Penyakit IPD disebabkan bakteri pneumokokus (Streptococcus Pneumoniae).
Bakteri IPD secara cepat masuk ke dalam sirkulasi darah dan merusak
(invasif) serta dapat menyebabkan infeksi selaput otak (meningitis
atau radang otak).
Penelitian menunjukkan, sebagian besar bayi dan anak di bawah usia 2
tahun pernah menjadi pembawa (carrier) bakteri pneumokokus (IPD) di
dalam saluran pernapasan mereka. Oleh karena itu, bayi baru lahir hingga
bocah usia 2 tahun beresiko tinggi terkena IPD.
Yang paling fatal bila bakteri pneumokokus (IPD) menyerang otak. Pada
kasus-kasus meningitis seperti ini, kematian akan menyerang 17% penderita
hanya dalam kurun waktu 48 jam setelah terserang IPD. Kalaupun
dinyatakan sembuh dari IPD, umumnya meninggalkan kecacatan permanen,
semisal gangguan pendengaran dan gangguan saraf yang selanjutnya

memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa demam, keterbelakangan


mental dan kelumpuhan.
Dari ketiga bakteri yang biasa menyebabkan meningitis (Streptococcus
Pneumoniae, Haemophilus Influenzae type B, dan Neisseria Meningitis),
Streptococcus Pneumoniae merupakan bakteri yang seringkali menyerang
anak di bawah 2 tahun. Meningitis karena bakteri pneumokokus (IPD) ini
dapat menyebabkan kematian hanya dalam waktu 48 jam. Bila sembuh pun,
seringkali meninggalkan kecacatan permanen.
Vaksinasi IPD dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini
resistensi bakteri pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat.
Karena anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki resiko paling tinggi
menderita IPD, maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi IPD
dilakukan sedini mungkin. Untungnya, saat ini sudah ditemukan vaksin
pneumokokus (IPD) bagi bayi dan anak di bawah 2 tahun.
Pemberian imunisasi IPD pada anak usia:

<6 bulan: diberikan dasar 3 kali dengan jarak 2 bulan, dan


booster pada usia 1215 bulan.

6-12 bulan: diberikan dasar 2 kali, dan booster pada usia 1215
bulan.

1224 bulan: diberikan dasar 2 kali, tidak perlu booster.

>24 bulan: diberikan 1 kali.

Ada dua jenis vaksin pneumokokus yang sudah beredar di Indonesia:

Prevenar atau PCV7, berisi 7 serotype (4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F,
23F). Vaksin IPD ini aman diberikan sejak bayi berusia 2 bulan.
Harganya relatif mahal.

Pneumo23, berisi 23 serotype (1, 2, 3, 6B, 7F, 8, 9N, 9V, 10A,


11A, 12F, 14, 15B, 17F, 18C, 19A, 19F, 20, 22F, 23F, 33F). Vaksin
pneumokokus ini aman diberikan pada anak berusia lebih dari 2
tahun. Harganya lebih murah.

Pemberian imunisasi IPD tidak menghapus jadwal imunisasi lain. (seperti HiB,
tetap seperti jadwalnya).

Anda mungkin juga menyukai