Anda di halaman 1dari 2

Bencana dan Perlindungan Kesehatan Masyarakat

Oleh; Nazier Tuasamu*


(penulis adalah mahasiswa akhir Program Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro)

Definisi Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007


menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial.
Dilihat dari laporan akhir Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007 mengenai Analisis
Potensi Rawan Bencana Alam Di Papua Dan Maluku, maka Maluku masuk dalam kategori
sedang tinggi dengan tipe bencana Tanah Longsor, Banjir, Gempa Bumi, tsunami. Sebagai
contoh dari itu semua Gempa Bumi yang terjadi beberapa waktu lalu kekuatan 5,2 SR di 64 Km
Barat Daya Seram Bagian Barat- Maluku.
Penulis mungkin tidak menggiring pembaca ke wilayah kajian lingkungan secara geologis
sebagai contohnya, akan tetapi penulis mencoba melihat bencana ini dari perspektif kesehatan
dimana dengan adanya bencana maka akan terjadi perubahan lingkungan, perpindahan
penduduk/pengungsian serta terjadi kerumunan secara massal, yang berkaitan dengan munculnya
PENYAKIT MENULAR PASCABENCANA dan penulis mencoba membedah persoalan ini
secara tersistematis.
(Pertama) Konsekuensi dari bencana seperti tsunami, banjir, tanah longsor dan gempa
bumi akan terjadi pengungsian secara besar-besaran, hal ini akan berakibat pada risiko penularan
penyakit yang sangat tinggi. Sebagai akibat dari kerumunan massa, maka pemerintah wajib
memprioritaskan PELAYANAN PRIMER pada saat pengungsian. Pelayanan primer dalam hal
ini adalah keterjangkauan akan air bersih dan jamban, status gizi populasi pengungsi, tingkat
kekebalan terhadap penyakit dapat dicegah dengan vaksin seperti campak, dan akses ke
pelayanan kesehatan. Ini adalah hal mendasar karena beberapa elemen inilah yang menjadi
faktor risiko penyebaran penyakit menular yang terjadi pada fase pascabencana. Sebagai bahan
evaluasi coba kita ingat kembali banjir bandang di Desa Luhu, Kabupaten Seram bagian barat,
Banjir bandang di Way Ela yang memaksa penduduk untuk mengungsi. Sebagai pertanyaan
adalah apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah daerah saat itu, bagaimana dengan pelayanan
primer penduduk di pengungsian?. Mari kita nilai sendiri.
Sebagai akibat terjadinya bencana maka terjadi pengungsian, dengan hal ini maka risiko
penyakit menular yang munculpun semakin besar. Terkait dengan bencana, maka lingkungan
akan berubah seiring pascabencana. Berubahnya kondisi lingkungan akan berperan terhadap
kuman patogen yang memliki andil dalam penyebaran penyakit, sebagai contoh penyakit
penyakit yang memiliki risiko pascabencana yaitu penyakit menular yang berhubungan dengan
air. Penyakit yang berhubungan dengan air sebagai contoh adalah diare yang terjadi pasca banjir
dan disebabkan oleh Kuman Salmonella enterica, Hepatitis A dan E yang berkaitan dengan akses
air bersih dan sanitasi (di laporkan di aceh pasca Tsunami 2004), Penyakit leptospirosis dimana
air yang terkontaminasi dengan urin hewan pengerat yang mengandung leptospira. Penyakitpenyakit yang berkaitan dengan kepadatan penduduk pengungsi seperti penyakit

Meningitis Neisseria meningitides dan ISPA (penyebab kematian pada anak < 5 Tahun) yang
dilaporkan pasca kejadian Tsunami di Aceh (2004) dan pasca gempa bumi di Pakistan (2005).
Penyakit yang berkaitan dengan Vektor sebagai contohnya yaitu KLB malaria pasca banjir
dan pasca Gempa bumi di Kosta Rika Atlantic Region 1991.
Sekilas kalau dilihat penjelasan penulis diatas maka perlu tindakan preventif sebelum
akan ada bencana yang lebih dahsyat lagi di Bumi Maluku yang kita cintai ini. Penulis percaya
dari sisi perencanaan kesehatan pemerintah propinsi sudah secara baik merencanakan dan
mitigation strategy untuk masing-masing tipe bencana. Studi dasar (population based study)
dengan pendekatan Rapid Health Assesment (RHA) mungkin sudah dilakukan pemerintah
Propinsi Maluku, akan tetapi apakah sudah mencakup pelayanan primer yang mendasar ?
tentunya ini harus dilihat kembali oleh pihak yang berkepentingan dalam hal ini Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan SKPD di Lingkungan Provinsi Maluku. Sebagai
contoh yang dipakai penulis adalah Banjir bandang tahun 2013 di Desa Luhu, Kabupaten Seram
bagian barat, dimana Gubernur Maluku pada saat itu melakukan rapat secara cepat antara semua
SKPD untuk segera cepat menanggulangi korban dan pengungsi di sana. Terdengar sangat instan
ketika diketahui bahwa banyak pengungsi yang di kerahkan ke kantor pemerintah, tempat ibadah
dan beberapa sekolah. Ini bukti akan ketidaksiapan Pemda dan pemerintah Provinsi dalam
manajemen bencana pascabencana, sehingga risiko penularan penyakit semakin tinggi.
Sebagai solusi dari manajemen pascabencana ini penulis mencoba untuk memberikan
kontribusi lima langkah dasar prioritas untuk mengurangi penularan penyakit pasca bencana,
antara lain :
1. Fasilitas Air, Sanitasi, Perencanaan Tempat Pemukiman yang Aman
2. Pelayanan Kesehatan Primer
3. Surveillans / Sistem Peringatan Dini
4. Imunisasi
5. Pencegahan Malaria Dan Demam Berdarah
Kesimpulannya; Pencegahan penyakit menular pascabencana ditentukan oleh manajemen
penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan
kesehatan dasar di pengungsian, pengawasan dan pengendalian penyakit, air bersih dan sanitasi,
penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistik dan perbekalan
kesehatan. Oeh karena itu sarang terbaik menurut penulis adalah pencegahan penularan penyakit
seharusnya sudah dimulai dari tahapan pra bencana (termasuk didalamnya adalah hazard
analysis dan vulnerability analysis) dan tahapan selama bencana (termasuk didalamnya adalah
damage assessment, information collection dan public health surveillance).

Anda mungkin juga menyukai