Anda di halaman 1dari 8

A.

Judul
Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Aktivitas Antibakteri Pada
Proses Pembuatan Yoghurt Herbal Daun Kelor (Moringa Oliefera)
B. Bidang Kajian
Bidang kajian penelitian ini adalah biokimia.
C. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kesuburan
tanah yang tinggi. Sebagai negara yang memiliki iklim tropis
Indonesia dianugerahkan hamparan tanah dan cuaca yang stabil
sehingga hal ini dapat mempengaruhi kesuburan tanaman tanaman
yang menjadi bahan pangan bagi masayarakat Indonesia.
Bahan pangan pada umumnya, merupakan media yang
sangat baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme.
Bahan pangan yang umumnya difermentasi adalah bahan pangan
yang banyak mengandung karbohidrat dan protein (Desrosier,1988).
Proses fermentasi bahan pangan dapat berlangsung oleh
adanya aktivitas beberapa jenis mikroorganusme, seperti bakteri,
khmir, dan kapang. Mikroba yang paling penting yaitu bakteri
pembentuk asam laktat, bakteri pembentuk asam asetat dan
terdapat beberapa jenis khamir penghasil alkohol. Produk-produk
fermentasi antara lain tape, kecap, tauco, yoghurt, pikel, kombucha,
dan lainnnya. (Buckle,et al., 1987).
Makanan hasil fermentasi merupakan salah satu makanan
yang sangat penting dalam menu susunan makanan di dunia,
karena telah berabad-abad lamanya sebagian besar penduduk dunia
menggunakan proses fermentasi sebagai salah satu cara yang
paling murah, aman dan praktis dalam proses pembuatan makanan
dan minuman seperti tempe, kecap, cuka apel, tape dan
sebagainya.
Selama ini yoghurt yang dijual di pasaran hanya dibuat dari
sumber hewani seperti susu sapi dan sumber nabati seperti sari
kacang-kacangan. Yoghurt yang dijual umumnya juga hanya memiliki
rasa yoghurt plain, sehingga inovasi pembuatan yoghurt dari segi
bahan dan rasa kurang bervariasi. Inovasi bahan pembuatan yoghurt
ini sangat penting karena akan memberikan variasi nilai gizi dan rasa
pada yoghurt sehingga akan lebih menarik konsumen baik anak-anak
maupun orang dewasa untuk mengkonsumsi yoghurt. Inovasi bahan
yoghurt bisa diperoleh dengan memanfaatkan bahan-bahan yang
memiliki nilai gizi tinggi dan belum banyak dimanfaatkan di lingkungan
sekitar.
Kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman yang mudah
dijumpai di lingkungan sekitar dan tumbuh di daerah Jawa, Sunda, Bali,
Lampung, Flores, Madura dan Sulawesi. Kelor (Moringa oleifera)
memiliki nutrisi yang tinggi karena daunnya mengandung vitamin A
yang setara dengan 10 kali vitamin A yang terdapat pada wortel,
setara dengan 17 kali kalsium yang terdapat pada susu, setara dengan

15 kali kalsium pada pisang, setara dengan 9 kali protein yang terdapat
pada yoghurt dan setara 25 kali zat besi pada bayam (Jonni, 2008).
Kelor sebelumnya pernah dibuat menjadi produk minuman jeli
sebagai sumber vitamin C dan -Caroten. Hasil penelitian Rika Yulianti
(2008) menyatakan bahwa minuman jeli daun kelor mengandung kadar
air berkisar antara 87,22- 88,40%, nilai pH antara 5,8-6,0, dan total
gula berkisar antara 11,15-11,90Brix. Kadar vitamin C minuman jeli
daun kelor berkisar antara 34,78-40,64 mg/100g bahan dengan Persen
penerimaan panelis terhadap keseluruhan minuman jeli berkisar antara
64-88%.
Hasil penelitian dari Zakaria dkk (2013) menyatakan bahwa
formula bahan makanan campuran (BMC) kelor diperoleh sebanyak
empat formulasi dengan penambahan tepung kelor berturut- turut 4, 5,
6 dan 7 gram dengan kombinasi tepung beras merah, tepung kacang
kedelai, susu bubuk skim dan minyak sayur. Kandungan energi dan
protein tertinggi adalah pada formula BMC pertama (F1) yaitu masingmasing 323,7 Kkal dan 13,0 g sehingga formulasi kelor pada daun
kelor juga mengandung senyawa kimia yang penting bagi tubuh seperti
asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin,
valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triptofan,
sistein dan methionin (Simbolan dkk, 2007). Selain itu daun kelor juga
mengandung makro elemen seperti potasium, kalsium, magnesium,
sodium dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan, seng dan besi.
Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B dan vitamin C
(Fuglie, 2001).
Prinsip utama proses pembuatan yoghurt adalah fermentasi
dengan bakteri asam laktat. Proses fermentasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya lama fermentasi. Hasil penelitian
Herawati dkk (2014) tentang pengaruh konsentrasi susu skim dan
waktu fermentasi terhadap hasil pembuatan soyghurt menyatakan
bahwa dengan perlakuan waktu fermentasi 4, 6, dan 8 jam diperoleh
hasil terbaik pada waktu fermentasi 8 jam. Semakin lama waktu
fermentasi menyebabkan kenaikan kadar protein, lemak, abu, total
asam laktat dan berat kering tanpa lemak.
Hasil penelitian Haryadi dkk (2013) menyatakan bahwa lama
fermentasi yang berbeda berpengaruh terhadap nilai pH dan jumlah
bakteri asam laktat pada kefir susu kambing. Semakin lama waktu
fermentasi akan menurunkan jumlah bakteri asam laktat dan nilai pH,
sehingga produk yang dihasilkan akan semakin asam.
Pada pra penelitian pertama yang peneliti lakukan dengan
menambahkan serbuk daun kelor sebanyak 3%, 4%, 5%, 6% dan 7%
dari 100 gram bahan yoghurt dengan lama fermentasi 6 jam, 8 jam,
dan 10 jam. Proses fermentasi yoghurt tidak berlangsung secara
maksimal dan terjadi kegagalan karena serbuk daun kelor tidak
menyatu dengan susu dan terdapat endapan. Oleh karena itu, peneliti
melakukan pra penelitian yang kedua dengan melakukan penambahan
sari daun kelor sebanyak 3%, 4%, 5%, 6% dan 7% dengan lama
fermentasi 6 jam, 8 jam dan 10 jam. Pada proses pra penelitian yang
kedua, produk yoghurt berhasil karena antara sari daun kelor dan susu

sapi menyatu dan tidak ada endapan akan tetapi pada yoghurt yang
difermentasi selama 4 jam dan 6 jam kurang solid dan kurang asam.
Produk yoghurt terbaik pada penambahan sari daun kelor konsentrasi
5% dan lama fermentasi 8 jam.
Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis memiliki
gagasan untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Lama
Fermentasi Terhadap Aktivitas Antibakteri Pada Proses Pembuatan
Yoghurt Herbal Daun Kelor (Moringa Oliefera).

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aktivitas antibakteri pada yoghurt herbal daun
kelor dengan lama fermentasi yang berbeda?
2. Bagaimana aktivitas antibakteri pada yoghurt herbal daun
kelor dengan variasi penambahan konsentrasi ekstrak daun
kelor?
3. Bagaimana aktivitas antibakteri pada yoghurt herbal daun
kelor terhadap jenis daun kelor muda atau tua?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas antibakteri pada yoghurt herbal daun
kelor dengan lama fermentasi yang berbeda.
2. Mengetahui aktivitas antibakteri pada yoghurt herbal daun
kelor dengan variasi penambahan konsentrasi ekstrak daun
kelor.
3. Mengetahui aktivitas antibakteri pada yoghurt herbal daun
kelor terhadap jenis daun kelor muda atau tua.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi imiah
yang bermanfaat bagi pengembangan teknologi dibidang kimia
tentang pengaruh lama fermentasi terhadap aktivitas antibakteri
pada proses pembuatan yoghurt herbal daun kelor (moringa
oliefera).
G. Definisi Operasional, Asumsi, dan Pembatasan Masalah
1. Definisi Operasional
a. Defitinisasi adalah proses pemecahan fitat pada suatu bahan.
Indikator terjadinya defitinasi adalah berkurangnya kadar
asam fitat setelah dilakukan perlakuan melalui perendaman
dengan asam sitrat, dan fitase eksogen dari Bacillus subtilis.
b. Fitase adalah merupakan heterologous group dari enzim,
memiliki kemampuan untuk menghidrolisis ester fosfat dan
optimal pada pH rendah. Urutan dari fitase dari prokaryotes

dan eukaryotes, bersama-sama terdapat pada dua bagian dari


rangkaian yang sama, semuanya melindungi residu histidin.
c. Bakteri Bacillus subtilis Holiwood Gresik adalah salah satu
bakteri

penghasil

fitase,

yang

diisolasi

dari

tanah

pengunungan kapur Holiwood Gresik oleh Yuanita, dkk (2010).


Selanjutnya akan ditulis sebagai Bacillus subtilis HG.
d. Bioavailabilitas P dan Mg adalah jumlah P dan Mg dari pakan
yang dapat diadsorbsi ke dalam tubuh, yaitu selisih antara
jumlah P dan Mg pada pakan terkonsumsi dengan Zn pada
feses yang dikeluarkan.
e. Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan
pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus. Asam sitrat
dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang
terjadi

di

dalam

mitokondria,

yang

penting

dalam

metabolisme makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan


sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan.
f. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur

obsorbansi

dengan

cara

melewatkan

cahaya

dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca


atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian cahaya yang
tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai
adsorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
2. Asumsi
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa
a. Biji jagung yang digunakan sebagai sampel penelititian
diasumsikan memiliki komposisi yang sama karena diperoleh
dari merk dan toko yang sama.

b. Mencit (Mus muskulus) yang digunakan dalam penelitian ini


diasumsikan memiliki berat badan yang sama dan berumur 3
bulan.
3. Pembatasan Masalah
Enzim fitase yang digunakan adalah ekstrak kasar enzim
fitase bakteri Bacilus subtilis HG yang didapatdari sisi barat
gunung kapur Holiwood Gresik yang telah diisolasi oleh Yuanita,
dkk. (2010).

H. Kajian Pustaka
1. Teori-teori dan penelitian yang mendukung
1. Teori-teori dan penelitian yang mendukung
a. Tinjauan umum jagung
a) Ciri morfologi jagung
b) Kandungan gizi
b. Asam fitat
c. Asam sitrat
d. Fitase
e. Mineral P
f. Mineral Mg
g. Hewan coba mencit
h. UV-Vis
i. AAS
2. Penelitian yang Relevan
3. Kerangka Konseptual
I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka jenis peneliian yang dipakai pada penelitian
ini adalah penelitian eksperimen (true experiment)
2. Sasaran penelitian
a. Pembuatan pakan jagung
Populasi : Butiran jagung hibrida (Zea mays L) Merk SM
dengan varietas kuning yang dibeli di Toko ALI
Sampel

pasar wonokromo, Surabaya.


: Butiran jagung hibrida (Zea mays L) Merk SM
dengan varietas kuning yang dibeli di Toko ALI
pasar Wonokromo, Surabaya yang telah lolos
ayakan

20

mesh.

Secara

random

sampling

diambil dari populasi.


b. Penentuan aktivitas enzim amilase pada duodenum dan
penentuan bioavailabilitas mineral Ca secara in-vivo hewan
coba
Populasi

: Hewan coba Mus musculus berjenis kelamin


jantan dengan usia 2 bulan yang dipesan dari
Laboratorium

Sampel

Hewan

Coba

Fakultas

Farmasi

Universitas Airlangga Surabaya


: Hewan Coba Mus musculus berjenis kelamin
jantan dengan usia 2 bulan yang dipesan dari
Laboratorium

Hewan

Coba

Fakultas

Farmasi

Universitas Airlangga Surabaya. Secara random


sampling diambil dari populasi.
3. Desain Penelitian
Pada penelitian ini digunakan post test-only control group design.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan

4. Variabel Penelitian
a. Tahap 1: persiapan bahan pakan
a) Variabel bebas

: bahan perendam pada jagung

b) Variabel kontrol

: sampel jagung

c) Variabel respon

: kadar fitat

b. Tahap 2: analisis bioavailabilitas mineral P dan Mg


a) Variabel

bebas:

kadar

fitat

pakan

hasil

penelitian

tahapan 1.
b) Variabel control

Butiran jagung bahan pakan

Konsentrasi bahan perendam jagung bahan pakan

Hewan coba spesies Mus musculus

c) Variabel respon: Kadar P dan Mg (ppm) pada fesses


hewan coba
5. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
1) Tahap

pembuatan

jagung

bebes

fitat

dan

penentuan

bioavailabilitas mineral P dan Mg dilakukan di Laboratorium


Penelitian Kimia Universitas Negeri Surabaya.
2) Tahap isolasi dan pembuatan ekstrak kasar enzim fitase
silakukan

di

Laboratorium

Bioteknologi

Universitas

Surabaya.
3) Tahap pembedahan hewan coba Mus musculus dilakukan di
Laboratorium Hewan Coba Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga.
b. Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 2 Bulan.
6. Alat dan Bahan yang Digunakan/ Instrumen Penelitian

a. Alat
1) Tahap persiapan sampel
Ayakan 100 mesh, blander, gelas kimia, stopwatch.
2) Tahap pembuatan pakan jagung
Pipet tetes, pipet volume, pipet mikro, gelas kimia, labu ukur,
Erlenmeyer, kompor listrik, tabung reaksi, cawan petri, kawat
ose, laminar air flow, incubator, sentrifus dingin, shaker
incubator, kuvet, stopwatch.
3) Tahap penentuan bioavailabilitas mineral P dan Mg in-vivo
Oven, timbangan digital, cawan pengabuan, vortex, labu
ukur, pipet tetes, pipet volume, Erlenmeyer, tabung reaksi,
corong kaca, AAS.
b. Bahan
1) Tahap persiapan sampel
Butiran jagung varietas kuning lolos ayakan 50 mesh,
aquades, asam sitrat 9%.
2) Tahap pembuatan pakan jagung
Trypton, yeast extract, NaCl, aquades NH 2NO3, KCl, CaCl2,
MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, MnSO4.H2O, bacto agar, glukosa,
Na-fitat, alcohol, viamin, mineral pakan, tepung ikan, minyak
jagung, dedak, H2SO4, ammonium molibdat, ammonium fero
sulfat, KH2PO4, TCA, FeCl3, Na2SO4, NaOH, HCl, hydroxylamine,
Na-acetat, O-phenanthroline.
3) Tahap penentuan bioavailabilitas mineral P dan Mg in-vivo

P, Mg, aquademin, aquades.

7. Prosedur Penelitian
8. Kerangka Operasional penelitian
J. Jadwal Penelitian
K. Daftar Pustaka
Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, and M. Wotton. 1987. Ilmu
Pangan. M Pornomo (Penerjemah). Universitas Indonesia Press.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai