Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kunjungan industri merupakan kegiatan rutin bagi siswa siswi di SMK
Negeri 1 Temanggung sebagai tuntutan kurikulum untuk membekali siswa
dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam dunia industri, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang produktif dan profesional.
Pada kesempatan kali ini, kami mengadakan kegiatan kunjungan industri
di PTPN IX Plelen Gringsing Batang yang dilakukan pada tanggal 15 Desember
2015. Kunjungan industri yang dilakukan di PTPN IX Plelen Gringsing Batang
ini dilakukan sebagai salah satu bentuk nyata dari pembelajaran mata diklat
Pengolahan Hasil Perkebunan, yaitu dalam proses pengolahan karet sheet asap.
Kunjungan industri dilakukan dengan cara mengamati proses pengolahan
serta melakukan tanya jawab kepada narasumber secara langsung.
Selain itu, dengan diadakannya kegiatan kunjungan industri ini,
diharapkan siswa mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya dunia industri itu
dijalankan. Selain itu, kegiatan kunjungan industri juga sebagai simulasi dunia
bisnis dan manajemen yang nyata agar nantinya siswa terbiasa ketika benar
benar terjun di dunia industri.
B.

Tujuan Pelaksanaan
1. Membekali siswa agar memahami proses pengolahan karet sheet dari bahan
baku sampai produk siap dipasarkan
2. Memperluas pengetahuan siswa dalam lingkungan dunia kerja.
3. Memberi informasi tentang cara kerja dan tenaga kerja perusahaan.

C. Waktu Pelaksanaan
Kunjungan industri ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 15
Desember 2015 dari pukul 11.00 13.00 WIB.
BAB II
ISI
1

A.

Sejarah Perusahaan
Sejarah perusahaan perkebunan karet Indonesia tidak terpisahkan dari
masa masa perlawanan rakyat Indonesia dalam usaha merebut kemerdekaan
dari penjajahan Belanda. Salah satu bentuk perlawanan rakyat pada saat itu
adalah melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan perkebunan milik kolonial
Belanda di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. PT.
Perkebunan Nusantara IX

merupakan salah satu perusahaan yang berasal dari

nasionalisasi perusahaan perkebunan milik kolonial. Sejarah PT. Perkebunan


Nusantara IX selanjutnya disebut PTPN IX diawali dengan penggabungan dari
beberapa Perusahaan perkebunan yaitu PT. Perkebunan XVIII di Semarang yang
mengelola komoditi karet, teh, kopi, kakao dan PT. Perkebunan XV XVI
komoditi gula dan tetes (Anonim, 2012 : 27).
Pemerintah Belanda terus mengadakan perbaikan, cocok untuk ditanami
karet jenis hevea. Belanda pada waktu itu mendirikan perkebunan karet di
Batang dengan alasan tanah disekitar sangatlah subur serta posisi perkebunan
yang strategis dekat dengan jalan utama yang menghubungkan antara Jawa
Tengah dengan Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga mempermudah dalam
pengiriman hasil perkebunan karet dan diwilayah perkebunan karet Kabupaten
Batang terdapat berantara hutan yang luas dari pinggir jalan pantura sampai ke
laut atau pantai utara Batang, sehingga dahulu menarik para kolonial untuk
bertanam karet diwilayah pesisir Kabupaten Batang (Wawancara dengan Novi,
pada 3 Desember 2014).
Perkembangan Perkebunan Karet PT. Perkebunan Nusantara Batang
Karet telah dikembangkan di Indonesia sejak lebih dari seabad lalu, yang
sebagian besar (85%) merupakan perkebunan karet rakyat dengan produktivitas
yang masih rendah yaitu kurang dari 800 kg/ha/tahun (Anonim, 2005 : 32).
Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan karena sistem pengelolan masih
bersifat ekstensif, terutama penggunaan bahan tanam lokal (unselected seedling)
dan rendahnya tingkat pemeliharaan, seperti penyilangan dan pemupukan yang

minimum dilakukan. Sistrem ekstensif dengan pengelolaan minimal ini


berkembang ke arah wanatani kompleks berbasis karet.
De Foresta dan Michon (1996), mendefinisikan wanatani kompleks
sebagai struktur perkebunan yang dikelola oleh petani untuk menghasilkan
berbagai produk pertanian pada lahan yang sama, menyerupai struktur
perkebunan alam, dengan struktur kompleks dan kanopi tertutup atau hampir
tertutup didominasi oleh hanya beberapa
spesies. Sedangkan
2

wanatani

sederhana adalah asosiasi yang melibatkan hanya beberapa komponen tananman


yang tersusun secara nyata, teratur dengan pola tanam satu atau beberapa spesies
pohon, baik dalam kanopi yang kontinyu, pada jarak yang sama atau dengan
jarak tanam pagar, dan beberapa spesies tanaman setahun sebagai penutup tanah
(Wibawa, 2008 : 1- 2).
Luas perkebunan PT. Perkebunan Nusantara IX Batang selalu meningkat
kecuali pada tahun 1995 sampai 1996 ada terjadi penyempitan dikarenakan
adanya tanaman-tanaman karet yang rusak yaitu sekitar 500 Ha, wilayah
perkebunan karet PT. antara tahun 1993 2003 dengan adanya penebangan
perkebunan karet peninggalan peninggalan Belanda karena umur perkebunan
karet yang sudah tua dan tidak menghasilkan getah yang berkualitas lagi dan
digantikan dengan tanaman karet yang baru, pada saat itulah masyarakat sekitar
banyak yang mendaftar menjadi pekerja di PT. Perkebunan Nusaantara IX
Batang. PT. Perkebunan Nusantara IX Batang dahulunya tidak hanya ditanami
Karet, tetapi banyak jenis perkebunan perkebunan lain, yaitu seperti
perkebunan kakao. Karet memiliki peranan sangat penting bagi perekonomian
Indonesia maupun masyarakat sekitar PT. Perkebunan karet merupakan sumber
lapangan kerja utama bagi masyarakat sekitar perkebunan, 80% masyarakat
sekitar perkebunan karet di Kecamatan Batang bekerja di PT. Perkebunan
Nusantara Batang (Wawancara dengan Bapak Kondrat, pada 3 Desember 2014).
Adapun perkembangan luas wilayah PT. Perkebunan Nusantara IX
Batang tahun 1993 2003 yang menyelimuti tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan
Gringsing, Kecamatan Subah, dan kecamatan Banyuputih sebagai berikut :

Tabel 1.1
Luas wilayah PTPN IX Batang tahun 1993 2003
No
Tahun
Luas Area (Ha)
1.
1993
3.554,54
2.
1994
3.554,54
3.
1995
3.031,11
4.
1996
3.031,11
5.
1997
3.859,91
6.
1998
3.859,91
7.
1999
3.859,91
8.
2000
4.401,44
9.
2001
4.401,44
10.
2002
4.401,44
11.
2003
4.401,44
Sumber : Arsip PTPN IX Batang tahun 1993 2003
Dari tabel di atas dijelaskan bahwa pada tahun 1993 perkebunan karet
PT. Perkebunan Nusantara IX Batang luas arealnya yaitu 3.554,54 Ha bertahan
sampai tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 1995 sampai tahun 1996 terjadi
mutasi tanaman karet yang tidak sesuai kriteria dari PT. Perkebunan Nusantara
IX sehingga luas area perkebunan berkurang menjadi 3.031,11 Ha. Pada tahun
1997 sampai tahun 1999 perkebunan semakin naik jumlah produksinya
sehingga PT. Perkebunan Nusantara IX membuka lahan baru untuk memperluas
tanaman karetnya. Dengan semakin berkembangnya kualitas karet PT.
Perkebunan Nusantara IX Batang pada tahun 2000 PT. Perkebunan Nusantara
IX semakin memperluas area untuk perkebunan karet dengan menggeser
perkebunan kopi, kakao yang masih tersisa sehingga luas areanya mencapai
4.401,44 Ha (Anonim, 2012 : 66).
Adanya perkebunan karet menjadikan kehidupan masyarakat petani
sekitar PT. Perkebunan Nusantara IX Batang semakin berkembang. Kehidupan
masyarakat sekitar perkebunan karet pada tahun 1993 2003 merupakan masa
Orde Baru dan Reformasi atau perubahan disegala bidang kehidupan, terutama
pada masa Reformasi. Pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi
yang cukup berat dan terjadi inflasi yang cukup tinggi. Banyak perusahaan

mengalami kebangkrutan sehingga banyak karyawan yang diPHK yang


berdampak terhadap naiknya tingkat pengangguran di masyarakat Indonesia.
Walaupun Indonesia mengalami krisis perekonomian yang sangat besar tetapi
masyarakat sekitar perkebunan karet tidak mengalami kegoncangan didalam
perekonomianya dan PT. Perkebunan Nusantara IX Batang tidak mengalami
dampak yang cukup besar dengan adanya krisis tersebut (wawancara dengan
bapak novi, 4 Desember 2014).
B.

Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan kunjungan industri dilaksanakan pada hari Selasa 15 Desember
2015. Pelaksanaan kunjungan dilakukan kira kira dari pukul 11.00 sampai
pukul 13.00. Untuk jurusan TPHP, kegiatan lebih difokuskan pada pengolahan
atau pembuatan karet sheet asap.
Pada dasarnya pengolahan karet menjadi lembaran sheet terdiri dari
beberapa tahapan, mulai dari pengumpulan lateks segar, penyaringan,
pengenceran, penyaringan II, penggumpalan (koagulasi), penggilingan,
pengasapan, sortasi, pengepressan, pengemasan dan pelabelan. Namun karena
kami datang pada siang hari, kami tidak dapat mengamati seluruh

proses

pengolahan karet sheet. Proses pengolahan dilakukan pada pagi hari mengingat
panen lateks segar juga harus dilakukan pada pagi hari agar terhindar dari
prakoagulasi sehingga mendapatkan lateks segar dengan kualitas yang unggul.
Kegiatan yang kami lakukan hanya sebatas mengamati proses pengasapan,
sortasi, pengepressan, pengemasan dan pelabelan.
Proses Pengasapan
Pada proses pengasapan, terdapat 4 ruang pengasapan dimana masing
masing ruangan memiliki waktu pengasapan yang berbeda beda yaitu 1 hari, 2
hari, 3 hari, dan 4 hari. Terdapat papan kecil yang berisi catatan waktu dan suhu
pada saat pengasapan dibagian luar kamar pengasapan. Fungsinya untuk
memantau keadaan suhu pada ruang pengasapan setiap jamnya.

Gambar 1. Proses pengasapan


Proses Sortasi
Proses sortasi dilakukan setelah tahapan pengasapan yaitu dengan
membedakan RSS1, RSS2, RSS3, dan RSS4. Tingkat perbedaan keempat
standar mutu dilihat dari warna karet sheet setelah pengasapan dan banyaknya
gelembung udara. Pada saat sortasi yang termasuk RSS 1 namun terdapat
lembaran yang tidak memenuhi standar kemudian di potong menjadi cutting
yang selanjutnya cutting tersebut biasanya dijual kepada konsumen local. Selain
itu cutting juga direndam dalam minyak tanah yang kemudian digunakan untuk
pengemasan/pengepakan.

Gambar 2. Proses Sortasi


Karakteristik masing-masing RSS adalah sebagai berikut :
1. RSS 1
Lembaran yang dihasilkan harus benar benar kering, bersih, kuat,
tidak ada cacat, tidak berkarat, tidak melepuh serta tidak ada benda benda

pengotor. Tidak boleh ada garis garis pengaruh dari oksidasi, lembaran
lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar benar kering,
pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Gelembung udara
seukuran jarum pentul dan jamur tidak boleh melebihi 5%.

Gambar 3. RSS 1
2. RSS 2
Lembaran harus kering, bersih, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh
dan tidak terdapat kotoran. Lembaran tidak diperkenankan terdapat noda
atau garis akibat oksidasi, lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi,
belum benar benar kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta
terbakar. Gelembung udara berukuran dua kali ukuran jarum pentul dan
jamur tidak boleh melebihi 10%.

Gambar 4. RSS 2
3. RSS 3

Lembaran harus kering, kuat, bagus, tidak cacat, tidak melepuh dan
tidak terdapat kotoran. Tidak boleh terdapat noda atau garis akibat oksidasi,
lembaran lembek, suhu pengeringan terlalu tinggi, belum benar benar
kering, pengasapan berlebihan, warna terlalu tua serta terbakar. Gelembung
udara berukuran tiga kali ukuran jarum pentul dan jamur tidak boleh
melebihi 15%.

Gambar 5. RSS 3

4. RSS 4
Lembaran harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh serta tidak
terdapat pasir atau kotoran luar. Gelembung udara sebesar 4 kali ukuran
jarum pentul dan jamur tidak boleh melebihi 20%. Lembaran lembek, suhu
pengeringan terlalu tinggi dan karet terbakar tidak bisa diterima. Boleh
terdapat kotoran asal jernih dan tidak banyak.

Gambar 6. RSS 4

Proses Pengepressan
Proses pengepressan dilakukan setelah RSS selesai disortasi. Proses ini
dilakukan dengan cara memasukkan lembaran lembaran RSS ke dalam kotak
(peti) kemudian ditekan atau dipres menggunakan alat pengepressan.
Pengepressan dilakukan sampai pada ketinggian yang ditentukan, kemudian peti
dibuka dan dipasangkan begel pengunci. Setelah itu hasil pressan dikeluarkan
dan disimpan pada tempat yang sudah disediakan. Begel pengunci dibuka
setelah hasil pengepressan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar tidak
mengalami perubahan bentuk.

Gambar 7. Proses pengepressan


Proses Pengemasan
Satu bandela memiliki bobot 113 kg lembar karet. Pengemasan
dilakukan menggunakan bahan pengemas yang dibuat dari cutting atau
potongan yang direndam didalam minyak tanah dan kemudian diberi talk
sehingga warnanya menjadi putih. Warna putih ini berfungsi pada saat
pelabelan. Untuk pemasaran produk ini dilakukan setiap hari dengan
dikumpulkan disemarang yang kemudian diekspor (khususnya untuk RSS 1).

Proses Pelabelan
Pelabelan dilakukan dengan cara mengecat pengemas karet sheet dengan
tulisan berwarna hitam. Tulisan yang tercantum menerangkan informasi tentang

10

kualitas karet sheet didalamnya, misalnya termasuk dalam golongan RSS 1 atau
RSS 2, dan sebagainya.

Gambar 8. Pelabelan

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data data yang telah kami peroleh, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Proses pengolahan lateks alam menjadi karet sheet asap yaitu pengumpulan
lateks segar, penyaringan, pengenceran, penyaringan II, penggumpalan
(koagulasi), penggilingan, pengasapan, sortasi, pengepressan, pengemasan
dan pelabelan.
2. Menurut kualitasnya, karet sheet dibagi menjadi 4 kategori, yaitu RSS1,
RSS2, RSS3 dan RSS4.
3. Dalam dunia industri seperti di PTPN IX Plelen Gringsing Batang, lateks
diperoleh dari perkebunan sendiri sehingga dekat dengan pabrik pengolahan
sheet. Hal ini mengakibatkan bahan baku tetap terjaga kualitasnya.
Lingkungan pabrik selalu dijaga kebersihannya untuk meminimalkan risiko
cacatnya produk. Karyawan yang ada bekerja sesuai keahliannya sehingga
kegiatan produksi berlangsung efektif dan efisien.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam melakukan kunjungan industri harus sesuai jadwal proses
pengolahan yang ada di tempat tujuan, sehingga siswa dapat mengamati
seluruh proses pengolahannya.
2. Sebaiknya menjaga kebersihan lingkungan pabrik PTPN IX Plelen
Gringsing Batang demi kenyamanan karyawan maunpun para wisatawan.

11

12

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Karet Lembaran Asap Bergaris. https://id.wikipedia.org/. Diakses
pada tanggal 17 Desember 2015 pukul 10.23 WIB

13

LAMPIRAN LAMPIRAN

14

Anda mungkin juga menyukai