Anda di halaman 1dari 29

3

BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ utama metaboliosme zat dalam tubuh manusia,
yang memiliki fungsi sintesis, sekresi, eksresi, biotransformasi, makrofag
pertahanan dan berbagai fungsi penting lain. karena hati memiliki daya
kompensasi yang sangat besar, maka biasanya setelah terjadi kerusakan yang
sangat parah pada hati barulah timbul manifestasi gangguan fungsi hati, seperti
gangguan fungsi sekresi getah empedu, gangguan sintesis albumin, dan faktor
koagulasi serta gangguan fungsi detoksifikasi.(2)
Hepatoma atau Karsinoma Hepatoseluler (Hepatocelluler Carsinoma =
HCC) merupakan salah satu gangguan fungsi hati berupa tumor ganas yang paling
sering ditemukan, 90-95% dari seluruh tumor hepar primer. Kanker ini menduduki
peringkat keempat terbanyak di dunia dan menyebabkan hampir 250.000
kematian per tahun. Di Asia dan Sub-Sahara Afrika insidensi tahunan KH
mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk.(1)(2)
Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari parenkim
atau epitel saluran empedu. Sekitar 75% penderita Hepatoma mengalami sirosis
hati, terutama tipe alkoholik dan pasa nekrotik. Walaupun jenis tumor hati amat
banyak, namun dalam kenyataannya yang terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah
bentuk karsinoma hati primer/ karsinoma hepatoseluler / hepatoma. Tumor ganas
hati lainnya, kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel
bilier, sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim.

Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan hepatoma;
10% kolangiosarkoma; dan 5% adalah jenis lainnya.(1)(3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit
dimana stem sel dari hati berkembang secara mitosis menjadi massa maligna yang
dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirohosis).
Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun
ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.(4)
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang
difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya
yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat
mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal
sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa
pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 20
bulan.(3)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta
menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan
sebagai kanker yang paling sering yang terjadi didunia, dan urutan ke tiga dari
kanker saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.(1)
Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatoma didunia. Szmuness telah
menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia dibawah,
gambaran distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta geografik

prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal.

Gambar 2.1 peta geografik prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia.


<0,5%

3-5%

1-2 %

6-10%

Keterangan :
Persentasi prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia.
Sekitar 80% kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti
di Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai
wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus.(5) (6)
Penyakit ini dapat timbul di segala usia , rata-rata usia kejadian penyakit
adalah 30-44 tahun. mortalitas sebelum usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia
30 tahun meningkat tajam. Angka kejadian pada Pria lebih banyak dari wanita
dengan ratio kelamin mortalitas 2,59.(2)
2.3 ETIOLOGI
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis
multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses

banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma.
1. Virus hepatitis

HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
berkaitan

erat,

baik

secara

epidemiologis,

klinis

maupun

eksperimental. Penelitian prospektif menemukan karier HBV memiliki


angka kejadian lebih tinggi dari pada kelompok orang normal,
setidaknya kelompok yang memiliki karier HbsAg beresiko menderita
hepatoma dibanding orang normal sebesar 100 kali lipat tapi tidak ada
kaitan dengan tumor ganas lain. Karsinogenisitas HBV terhadap hati
mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu,
dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada
dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi
sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.

HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit

hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara


saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati. dalam analisis penelitian
bahwa resiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah
17 kali lipat dibandingkan dengan yang bukan pengidap.(2)
2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
ikatan

dengan

DNA

maupun

RNA.

Salah

satu

mekanisme

hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi


pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.(1)
3. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif di Amerika Serikat didapatkan
terjadinya mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok
individu dengan berat badan tertinggi (IMT=35-40 Kg/m2) dibandingkan
dengan yang IMTnya normal. Obesitas pula merupakan faktor resiko
utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) yang dapat
berkembang menjadi sirosis hati dan selanjutnya mengarah ke hepatoma.(1)
4. Diabetes melitus
DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik
maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis

non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan


peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
5. Alkohol
Peminum berat alkohol (>50-70g/hari) dan berlangsung lama
beresiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
6. Faktor Resiko lain
1)

Penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun/ sirosis bilier


primer)

2)

penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik.

3)

kontrasepsi oral

4)

senyawa kimia (thorotrast, nitrosamin, dll)(1)

2.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui, apapun
agen penyebabnya, transformasi hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turn-over) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dana regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. hal ini dapat
menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen
seluler atau inaktivasi gen supressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang
baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktorfaktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit
hati metabolikseperti hemokromatosisdan defisiensi antitripsin alfa-1, mungkin
menjalankan perenanya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan

10

sirosis). aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supressor tumor p53 dan
ini menunjukan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekuler
untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.(1)(3)
2.5 Manifestasi Klinis

Hepatoma fase subklinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan
gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan
USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud
kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden
tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.

Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi


utama yang sering ditemukan adalah:
(1)

Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut


sering dating berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri
samar

di

abdomen

kanan

atas.

Nyeri

umumnya

bersifat

tumpul( dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian


merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan
cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri

11

abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan


ruptur hepatoma.
(2)

Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas


atas

hati

bergeser

hepatomegali

di

ke

atas,

pemeriksaan

fisik

menemukan

bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma

segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa


di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai
massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae
kiri.
(3)

Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan
gangguan fungsi hati.

(4)

Anoreksia:

timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak

saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam


jumlah banyak karena terasa begah.
(5)

Letih, mengurus: dapat

disebabkan metabolit dari tumor ganas dan

berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai


kakeksia.
(6)

Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit


tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak
disertai menggigil.

(7)

Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena


gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat

12

karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran


empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
(8)

Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis ditemukan


perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai udem kedua
tungkai.

(9)

Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri


bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan
lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar
eritema, lingua hepatik, spider nevi,vena dilatasi dinding abdomen dll.
Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru,tulang dan
banyak organ lain.(2)

2.6 DIAGNOSIS
A. Pemeriksaan laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum
hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25
ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma
testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.)
dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien
hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.
Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa

13

bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai
untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk
diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus
dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan
adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gamaglutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar
belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda
hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk
hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.(2)
B. Pemeriksaan pencitraan
l. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis
hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan
ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan

14

gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi
cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh
darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi;
membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan
organ sekitarnya,

memperlihatkan

ada

tidaknya

trombus

tumor

dalam

percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan


biopsy(7)

2. CT
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada
waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.(7)

15

3.MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat
kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah
dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%(2)

16

4. Angiografi arteri hepatika


Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri
femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri
hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting
dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif,
penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa
ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil
pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit
menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.(2)
5.Tomografi emisi positron (PET)
Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun
karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk
memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan
PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.
C. Pemeriksaan lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi
kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam
asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis
hepatoma primer.(2)
D. Prinsip diagnosis hepatoma
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam
hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan
diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan

17

modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif,


bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan
berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau
ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.(2)
E. SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompokkelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi
dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga
mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan
umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien
sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan
untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC
adalah:
Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
Okuda Staging System
Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
Chinese University Prognostic Index (CUPI)
Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

18

F. Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China
telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma
primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis
pemeriksaan

pencitraan

menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik

19

hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9,
dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan

lesi

penempat

ruang karakteristik hepatoma.


(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi
metastatik

ekstrahepatik

(termasuk

asites hemoragis makroskopik atau di

dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh
hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh
hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A.
lIb : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan
hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena
portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B.

20

IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh,
salah satu daripadanya; Child A atau B.
IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

2.7 DIAGNOSIS BANDING


1.Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor
embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan
hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar
reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya
tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati.
Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi
konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati,
USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali

21

dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian
AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan
hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain
secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT
dan AFP.(2)
2.Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari
hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat
penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan
sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu
diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat
petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar
dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin
dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau
nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat
penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya
baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair
penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma
hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun,
tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda
dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll.
sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer(2)

22

2.8 PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi,
semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5
tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%.
Terapi efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai
terapi pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum
dapat mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma
memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel sesuai
kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar
semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor, tapi juga semaksimal
mungkin mempertahankan fisik, memper-panjang survival. Terapi berulang.
Terapi satu kali terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering
diperlukan terapi ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan
kemoembolisasi perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor
berulang kali, reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi dll.(2)
2.7 Terapi operasi
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada
kemungkinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik,
diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi
eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai
ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker;

23

rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan
operasi.
1. Metode hepatektomi.
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini.
Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5
cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi terdiri atas hepatektomi beraruran dan
hepatektomi tak beraruran. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati
dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen)
terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)
tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu
mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu
ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan
pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya
mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Metode reseksi ini sesuai untuk
hepatoma disertai sirosis hati, lebih banyak dilakukan di China, menjadikan
operasi lebih simpel, hingga sebagian besar pasien hepatoma dengan sirosis dapat
mem-pertahankan lebih banyak jaringan hati normal selain tumornya dapat
direseksi, me-ngurangi komplikasi operasi, menurunkan mortalitas operasi.
Kunci dari hepatektomi adalah me-ngontrol perdarahan. Pada waktu
reseksi hati, metode mengurangi perdarahan me-liputi obstruksi aliran darah porta
pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi
temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri hepatika, dll. Pada kasus

24

dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15
menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali.
Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul
beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan dengan
pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis sedang atau lebih, volume
hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi berlebih, waktu obstruksi
porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik)
bersifat hepatotoksik. Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis
selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vaskular terlepas, gangguan koagulasi,
nekrosis permukaan irisan hati dll. Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena
pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka
timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas.
Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah
ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor
mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi
2.Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya
tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti
rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi
kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat
mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik
untuk transplantasi hati.

25

3.Terapi operatif nonreseksi


Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak
dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi,
mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi
embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi
arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi
tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi
2.8 Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan
injeksi obat intratumor. Yang pertama meliputi ablasi radiofrekuensi, koagulasi
gelombang mikro, laser, pembekuan, ultrason energi tinggi terfokus, yang kedua
yang tersering ditemukan adalah injeksi alkohol absolut intratumor. jlerapi lokal
umumnya dilakukan melalui fpungsi perkutan, perlu panduan pencitraan, I yang
sering adalah dengan USG, dapat juga I dengan CT atau laparoskopi.
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif
dewasa ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi
radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas,
denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi
tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan

26

mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga


mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma.
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati
perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan
pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis
toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap hepatoma
besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi
atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma
kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat
kanker nekrosis memadai.
3.Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara
terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang
tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang
tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi;
hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek
terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati,
fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi,
semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.
Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah
embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan
jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga

27

efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relatif kecil. Kemoembolisasi arteri
hepatik dapat melalui mekanisme dobel kemoterapi dan embolisasi terhadap
hepatoma membuat tumor nekrosis, mengecil, sebagian hepatoma setelah volumenya mengecil mendapat peluang fase dua untuk direseksi. Kemoembolisasi arteri
hepatik menggunakan teknik Seldinger, dilakukan kateterisasi perkutan lewat
arteri femoralis atau arteri subklavia memasuki arteri hepatik atau cabangnya,
angiografi arteri hepatik dapat membantu diagnosis lebih jauh dan memahami
kondisi pasokan darah tumor, ada tidaknya fistel arteriovenosa dll. Jika tak ada
kontraindikasi, maka dapat disuntikkan zat embolisasi dan obatantitumor.
Zatembolisasi yang umum dipakai adalah lipiodol, spons gelatin, mikrosferis obat,
cincin baja anti-karat, dll. Obat antitumor dapat berupa kemo-terapi dan sediaan
biologis; kemoterapi dapat dengan adriamisin, karboplatin, FU, MMC dll. Yang
paling sering dipakai adalah lipiodol dan kemoterapi yang dicampur men-jadi
suspensi, menggunakan afinitas lipiodol terhadap tumor, sebagai karier
kemoterapi, membawa obat kemoterapi ke dalam jaringan kanker, menghasilkan
efek kemoembolisasi yang tahan lama.
Pasca kemoembolisasi arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma
adalah 44-66,9%, lama ketahanan hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu
bersifat paliatif, terapi intervensi berulang kali pun sulit secara total membasmi
semua sel kanker, efek terapi jangka panjang belum memuaskan, selain juga
mencederai rungsi hati. Oleh karena itu setelah dengan terapi intervensi hepatoma
mengecil hingga batas tertentu, harus diupayakan memanfaatkan peluang reseksi
bedah 2 tahap untuk mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4 minggu,

28

bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang
mungkin residif dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan
survival.
5. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif
terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak
parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama
metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri
hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut
dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi
tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites
hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi. dapat juga memakai biji
radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma.
6. Terapi biologis
Terapi biologis telah dianggap sebagai metode terapi tumor ke empat
setelah operasi kemoterapi, radioterapi, dewasa ini yang digunakan secara klinis
terdapat imunoterapi aktif nonspesifik, imunoterapi sekunder, terapi terpandu dll.
tapi efektivitasnya belun cukup meyakinkan.
7. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan
meta

analisis,

pada

(transarterialembolization/chemo

stadium

ini

embolization)

hanya
saja

yang

TAE/TACE
menunjukkan

29

penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien


dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali
setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A)
serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran
ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien
yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi
ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.
2.9 Prognosis
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3
bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran
cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis
terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan
kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. Data 1465 kasus pasca
reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai
menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS Kanker
Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun 37,6%,
untuk hepatoma <5cm survival 57,3%- Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi
bertahan hidup lama.
prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh:
1. stadium tumor pada saat diagnosis
2. status kesehatan pasien
3. fungsi sintesis hati
4. manfaat terapi.

30

BAB III
KESIMPULAN

1. Sebagian besar HCC atau Hepatoma terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh
faktor risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol, dan
NASH). Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor
lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses transformasi pada
patogenesis molekular HCC.
2. Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda
dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan
terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI).
3. USG abdomen secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveilans HCC,
namun belum jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik-penyakit.
Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik
mempengaruhi prognosis.
4. Diagnosis dini merupakan fokus utama dalam mengurangi dampak dari hepatoma;
umumnya penderita datang terlambat sehingga alternatif pengobatan menjadi
sangat sedikit dan kurang bermanfaat

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata


K, Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I, Edisi V. Pusat
Penererbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: November 2009.
2. Desen, Wan., Onkologi Klinik: Edisi 2 . Hal 408-423. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta: 2008
3. Price, Sylvia A.,Wilson,Lorraine., Patofisiologi Edisi VI, Jakarta, EGC
2005.
4. Elisabet, Imelda S.Karakteristik Penderita Hepatoma yang dirawat inap di
rumah sakit santa elisabet medan tahun 2003-2007. FKM-USU.2009.
5. Budihusodo, Unggul., Karsinoma HatiBuku ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid I edisi ke VI. Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2006.
6. Singgih B., Datau E.A., Hepatoma dan sindrom Hepatorenal Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150 Hepatoma Hepatorenal.html
7. Rasyid Abdul. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Seluler
(Hepatoma).

Diakses

dari

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15615.

http:

Anda mungkin juga menyukai