Anda di halaman 1dari 21

REVIEW KONSEP PAJAK, PAJAK PENGHASILAN (PPH) DAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DI INDONESIA


Oleh Mohammad Irfan SE.
ABSTRAK
Secara umum Pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak
lagi asing bagi kita, tapi bagaimana pajak tersebut ada, seperti apa konsep pajak
tersebut di indonesia, dasar pembukuannya, bagaimana pengakuan hutangnya,
serta tarif yang digunakan dalam perhitungan pajak tersebut sesuai dengan
peraturan perudang-undangan di indonesia. atas dasar inilah penulis ingin
memberikan gambaran umum tentang PPh dan PPN sesuai dengan peraturan
perudang-undangan di indonesia
KATA KUNCI : Konsep Pajak, Konsep PPh, Konsep PPN.
PENDAHULUAN
Pajak Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax
(huistaks) pada tahun 1816 sedangkan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
mengadopsi pada tanggal 1 April 1985 menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang
sudah berlaku sejak 1951. Adam Smith (1723-1790) mengenalkan peran keadilan
dalam perpajakan dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations mengemukakan pendapatnya tentang four maxims yaitu
Equality, Certainty, Convinience of Payment dan Effeciency. teori diataslah yang
menjadi dasar itulah sistem pemungutan pajak di indonesia yaitu self assesment
siystem yaitu adanya kewenangan kepada wajib pajak untuk melaporkan sendiri
besar pajaknya. Sistem pemungutan tersebut memberikan wacana secara tidak
langsung agar wajib pajak mengerti seperti apa konsep dasar PPh dan PPN.

PEMBAHASAN
KONSEP PAJAK
Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak, antara lain
menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara (peralihan kas ke sektor pemerintah berdasarkan Undang-Undang) dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Sedangkan menurut undang-undang No. 16 tahun 2009 pajak kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Jadi, terdapat unsur-unsur dalam pengertian pajak seperti : Masyarakat, undangundang, pemungut pajaknya, wajib pajak dan obyek yang dikenakan pajak.
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, hendaknya mengutamakan terciptanya
kondisi yang adil dan tidak memberatkan wajib pajak, untuk menuju kesana
dalam pemungutan harus memperhatikan asas atau prinsip pemungutan pajak
yang telah dipaparkan oleh Adam Smith atau yang disebut dengan smiths canon
atau the four maxim yaitu:

Equality (keadilan) yaitu Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata,
yaitu pajak dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan
manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak
menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan
kepentingannya dan manfaat yang diminta.

Certainty (kepastian) dimana Penetapan pajak itu tidak ditentukan


sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara
jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta
batas waktu pembayaran.

Convenience (kesesuaian dengan kondisi wajib pajak) Kapan wajib pajak


itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak

menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak


memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as You earn

Economy (ekonomis) Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya


pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak digarapkan seminimum
mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.

Agar tidak menimbulkan hambatan dan perlawanan maka syarat pemungutan


pajak: Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan), Adil dalam perundangundangan diantaranya mengenakan pajak secara umm dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan
memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran

dan

mengajukan

banding

kepada

majelis

pertimbangan

pajak. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)


Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan
hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi warga negara maupun warganya.
Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan pajak tidak
boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga
tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. Pemungutan pajak harus
efisien (Syarat Finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan harus
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. Sistem pemungutan
pajak harus sederhana, Hal ini bermaksud untuk memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi
oleh undang-undang yang baru.
Untuk dapat menghitung dan memperhitungkan sendiri pajak terhutang
diperlukan suatu pembukuan dan pencatatan yang teratur terhadap segala
kegiatan usaha Wajib Pajak. Menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP pembukuan
adalah: " suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca,
dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut..

Dari bunyi pasal tersebut ada hal-hal penting yang biasanya kurang diperhatikan
oleh Wajib Pajak sebagai berikut :

Pembukuan atau pencatatan tersebut harus dilakukan secara tertaur yang


berarti harus dikerjakan dari waktu ke waktu dan secara up to date atau
dimutakhirkan terus-menerus dan berkesinambungan. Hal ini bisa menjadi
indikasi dari benar-tidaknya pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib
Pajak;

Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan sedemikian rupa


sehingga dapat dengan mudah diketahui harga perolehan dan harga
penyerahan barang atau jasa yang terhutang PPN, tidak terhutang PPN,
dikenakan PPN 0%, PPN-nya ditangguhkan, PPN-nya ditanggung
pemerintah dan dikenakan PPnBM.

Dengan demikian pengertian pembukuan dalan peraturan perpajakan lebih leas


cakupannya, karena di samping tujuannya untuk memperoleh angka Penghasilan
Kena Pajak juga untuk menghitung kewajiban pemungutan PPN dan PPnBM serta
untuk menghitung kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak yang menjadi
kewajiban Wajib Pajak.
Tidak melakukan pencatatan atau pembukuan berarti tidak memenuhi ketentuan
undang-undang perpajakan dan dapat berakibat kesulitan Wajib Pajak dalam
mempertanggungjawabkan SPT yang dilaporkan pada saat dilaksanakannya
pemeriksaan. Pada prinsipnya setiap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjan bebas di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan, baik untuk
Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan. Pengecualian hanya
diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya dihitung
dengan menggunakan norma penghitungan dan Wajib Pajak Orang pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Walaupun demikian Wajib
Pajak tersebut tetap harus menyelenggarakan pencatatan sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Seperti yang telah diuraikan di atas, orang atau badan hukum yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia yang menurut undang-undang

perpajakan diwajibkan untuk mengadakan pembukuan, harus menyelenggarakan


pembukuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas


yang dilakukannya;

Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat
azas;

Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat


dipertanggung-jawabkan kebenaran dan keabsahannya;

Pembukuan harus ditutup dengan membuat laporan neraca dan perhitungan laba
rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Pembukuan inilah yang menjadi bantuan
dalam timbulnya utang pajak sesuai dengan dasar pengenaan pajaknya, dimana
dimana dasar pengenaan pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang,
Dasar pengenaan pajak (tax base) di dunia yang dikenal hingga saat ini
dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: Penghasilan dan Bisnis (Income and
business), Konsumsi (Consumption) dan Kekayaan (Wealth). Yang selanjutnya
pada masing-masing kategori tersebut dikenakan jenis pajak tertentu.

Kategori penghasilan dan bisnis dikenakan pajak untuk jenis ; pajak


penghasilan orang pribadi, pajak penghasilan badan hukum, pajak
pertambahan nilai , pajak pemotongan pajak premi perusahaan asuransi
dan pajak lisensi

Kategori konsumsi dikenakan jenis pajak; pajak penjualan, pajak


honorarium, pajak bahan bakar minyak, pajak minuman beralkohol, pajak
produk tembakau, pajak hotel/motel, pajak restauran, pajak percakapan
telepon, dan pajak perjudian.

Kategori kekayaan, terdiri dari jenis pajak ; pajak bangunan, pajak bumi,
pajak warisan, pajak hibah.

Ketentuan perpajakan tidak mengatur mengenai bentuk atau tata cara pembukuan
atau pencatatan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak. Pedoman yang mengatur
mengenai hal ini hanya tercantum dalam Pasal 28 ayat (3) sampai dengan ayat
(12) UU KUP yang pokok-pokoknya adalah sebagai berikut:

1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan


memperhatikaniktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan
usaha yang sebenarnya
2. Pembukuan

atau

pencatatan

harus

diselenggarakan

di

Indonesia

denganmenggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,


dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan
3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akrual atau stelsel kas
4. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang
6. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain
Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin
Menteri Keuangan.
7. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data
yangdikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
yang dikenai pajak yang bersifat final
8. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi
on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di
tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di
tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
9. Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

Atas dasar diataslah munculah utang pajak itu sendiri adalah sejumlah uang yang
harus dibayar oleh masyarakat (khususnya Wajib Pajak) akibat adanya keadaan,
perbuatan, atau peristiwa, yang harus dilunasi dengan mekanisme yang berlaku
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasarmya dan
telah terpenuhinya atau terjadi suatu Taatbestand (sasaran perpajakan), yang
terdiri dari : keadaan-keadaan tertentu, peristiwa, dan atau perbuatan tertentu.
Tetapi yang sering terjadi ialah karena keadaan, seperti pajak-pajak yang sangat
penting yaitu atas suatu penghasilan atau kekayaan, dikenakan atas keadaankeadaan ekonomis Wajib Pajak yang bersangkutan walaupun keadaan itu dalam
kebanyakan hal timbulnya karena perbuatan-perbuatannya. Tapi keadaan wajib
pajak yang menimbulkan utang pajak itu sendiri. Adanya utang pajak
berhubungan dengan adanya kewajiban masyarakat kepada Negara berdasarkan
Undang Undang.
Dalam utang pajak ini memiliki beberapa sifat, antara lain :

Jumlahnya sudah ditetapkan baik oleh masyarakat atau Fiskus;

Ditetapkan jangka waktu pelunasannya;

Jika terlambat bayar/kurang bayar, berakibat dikenakan sanksi;

Dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.

Mengenai timbulnya utang pajak terdapat perbedaan pendapat atau persepsi di


kalangan ahlihukum pajak karena sudut pandang yang dijadikan sebagai pokok
bahasan yang berbeda pula. Perbedaan itu sebagai wacana terbaik dalam
perkembangan hukum pajak di masa kinimaupun di masa mendatang. Perbedaan
pendapat atau persepsi mengenai timbulnya utang pajak dikategorikan sebagai
salah satu sumber hukum pajak yang berada pada tataran doktrindi kalangan ahli
hukum pajak sepanjang pendapat tersebut diterima sebagai suatu perkembangan
positif di bidang perpajakan.Lebih lanjut, dikatakan oleh R. Santoso
Brotodihardjo (1995; 113) bahwa timbulnya utang pajak tidaklah selalu
dinyatakan dengan jelas di dalam undang-undangnya, pada saatmanakah terjadi
suatu utang pajak, melainkan dicurahkannyalah semua perhatian kepada

timbulnya keharusan untuk membayarnya. Demikian itu adalah karena dalam


praktik sehari-hari, saat yang disebut ini jauh lebih penting.
Begitu pula yang dikatakan oleh RochmatSoemitro (1988;1-2) bahwa utang pajak
adalah utang yang timbulnya secara khusus, karena negara (kreditor) terikat dan
tidak dapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya. Hal ini
terjadikarena utang pajak timbul karena undang-undang. Kapan timbulnya utang
pajak merupakankajian dari hukum pajak untuk menentukannya, tetapi dalam hal
ini terdapat dua teori yangmembicarakannya, yakni teori materil dan teori
formil.Kedua teori ini sangat memperoleh perhatian di kalangan ahli hukum pajak
untuk dikaji berdasarkan hukum pajak sehingga boleh menunjang pengembangan
hukum pajak di masakini dan mendatang. Teori materil dan teori formil
mempersoalkan bagaimana caratimbulnya utang pajak, apakah karena bunyi
Undang-undang Pajak atau karena tindakan pejabat pajak.Ada dua ajaran yang
mengatur timbulnya utang pajak:
Ajaran Formal hutang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System.
biasanya muncul pada stelsel pungutan anggapan.
Contoh : utang pajak si A baru akan timbul sesudah fiskus menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP). Jadi, si A tidak mempunyai kewajiban membayar pajak
penghasilan/ pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP nya.
Ajaran Materiil, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya undang undang.
Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini
diterapkan pada Self Assessment System. biasanya muncul pada stelsel pungutan
riil.
Contoh perbuatan, keadaan dan peristiwa yangmenyebabkan utang pajak
adalah

:Perbuatan

mendirikan

bangunan,

melakukan

kegiatanimpor/ekspor,bepergian keluar negeri. Keadaan : memiliki tanah/bumi


dan

bangunan,memperoleh

penghasilan,

memiliki

kendaraan

bermotor.Peristiwa/kejadian : mendapat hadiah undian. Contoh riilnya : si A telah


bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu

dua belas bulan, dan si A telah mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP,
maka sudah timbul utang pajak bagi si A.
Bisa dikatakan ajaran hukum formal adalah tatacara untuk mewujudkan hukum
materiil menjadi kenyataan.
Pajak menurut golongannya dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : pajak
langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain, . Contoh dari pajak langsung
adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak
penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Pajak tidak
langsung adalah pajak yang pembayarannya dikenakan kepada wajib pajak pada
saat tertentu / terjadi suatu peristiwa kena pajak dan dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang / pihak lain. seperti misalnya pajak pertambahan nilai
(PPN), pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan lain-lain.
Secara umum Pajak Negara terdiri dari empat macam, yaitu Pajak penghasilan
(PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPNBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Disini saya hanya akan membahas
tentang dua macam pajak yaitu mengenai Pajak Penghasilan dan Pajak
Penambahan Nilai
KONSEP PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Pajak penghasilan seperti halnya semakin anda membuat, semakin banyak anda
membayar pajak. Secara umum pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan
kepada wajib pajak atas besarnya penghasilan yang diperoleh atas kegiatan yang
dilakukan di indonesia dalam satu tahun pajak. konsep penghasilan yang sangat
terkenal dalam literatur perpajakan yang dikenalkan oleh ahli hukum Jerman
Georg von Schanz mengemukakan bahwa pengertian penghasilan untuk keperluan
perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan
pemakaiannya, melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang

dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa (dalam Mansury dalam Rosdiana
dan Irianto, 2012).
Konsep-Nya dikembangkan lebih lanjut oleh ekonom Amerika Robert M. Haig
pada tahun 1920-an, Haig merumuskan penghasilan sebagai the money value of
the net accretion to ones economic power between two points of time., lalu
dilanjutkan oleh Henry Calvert Simons pada tahun 1930-an dengan The S-H-S
income concept. Menurutnya penghasilan hendaknya jangan dipandang dari
mana sumbernya dan faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Konsep
ini juga disebut sebagai the accretion concept karena konsep ini menganjurkan
pengenaan pajak terhadap kemampuan ekonomis neto. Jika konsep ini diterapkan
akan timbul implikasi normatif yaitu fringe benefit bisa disebut sebagai fasilitas
tambahan, program pelayanan karyawan (yaitu kompensasi selain upah langsung
atau gaji, seperti mobil perusahaan, tunjangan rumah, asuransi kesehatan) harus
dikenakan pajak sesuai dengan harga pasar dari barang atau jasa yang diterima
wajib pajak. Sebelumnya membahas lebih lanjut apakah itu penghasilan?
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan baik
dari dalam ataupun luar negeri dalam bentuk nama dan bentuk apapun. Jadi
menurut dua sifat diatas adalah bertambah dan melebihi kebutuhan dasar
seseorang. Bisa dikatakan untuk perseorangan kebutuhan dasar minimum tersebut
bisa diukur dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP), tapi untuk perusahaan tidak
ada kebutuhan dasar minimumnya. Pemberlakuan Pajak Penghasilan (PPh) dapat
berupa pajak progresif, regresif atau proporsional. Lalu siapakah yang menjadi
subjek pajak dan objek pajak?

Orang pribadi Adalah mereka yang tinggal atau (berdomisili) atau berada
di Indonesia ataupun diluar indonesia tanpa melihat batas umur, jenjang
sosial ekonomi dan kebangsaan dan kewarganegaraannya.

Warisan, Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan


yang berhak warisan merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka
yang berhak yaitu ahli waris.

Badan, Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.

Bentuk usaha tetap (BUT) Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam
kegiatan ekonomi suatu negara, dalam hal ini negara Indonesia. Subjek
pajak dapat pula dibedakan yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa subjek pajak dalam
negeri adalah wajib pajak membuat SPT sementara subjek pajak luar
negeri tidak wajib membuat SPT.

Sedangkan objek pajak adalah penghasilan itu sendiri, Menurut klasifikasinya


penghasilan dibagi menjadi tiga yaitu :

Penghasilan yang merupakan objek pajak

Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

Penghasilan yang kena pajak final

Penghasilan yang merupakan objek pajak tercermin didalam pasal 4 ayat 1 adalah:
1.

Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang


diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2.

Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3.

Laba usaha;

4.

Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

5.

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya


dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6.

Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan


pengembalian utang;

7.

Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;

8.

Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9.

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah


tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan yang dikenakan pajak Final
Penghasilan dalam UU PPH 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU PPH
No.36 tahun 2008 sebagai berikut :
1.

Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi;
Jenis penghasilan pertama yang memperoleh perlakuan khusus ini adalah
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan, bunga tabungan lainnya,
dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan objek PPh yang
bersifat final. Besarnya PPh bersifat final yang dipotong adalah 20% dari
jumlah bruto, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:
Objek Pajak
Bunga Deposito/Bunga
Tabungan/Diskonto SBI

Subjek Pajak
Wajib Pajak Dalam

Tarif
20%

Negeri dan BUT


Wajib Pajak Luar

20% atau sesuai

Negeri

dengan Tarif P3B

2.

Penghasilan berupa hadiah undian;


Meliputi
a) Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan melalui undian.
b) Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan
yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan.
c) Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya adalah
hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah.
d) Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi
dalam kegiatan tertentu.
Pemotong PPh
Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) adalah:
1. Penyelenggara Undian;
2. Pemberi Hadiah.
Tarif
1. Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen)
dari jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah berupa natura dan bersifat
final.
2. Atas hadiah atau penghargaan, perlombaan, penghargaan dan hadiah
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lainnya, dikenakan PPh
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. dikenakan PPh pasal 21 sebesar tarif PPh pasal 17 Undang-undang
PPh, bila penerima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
b. dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% (duapuluh persen) dan
bersifat final dari jumlah bruto dengan memperhatikan ketentuan
dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,
bila penerima Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT.
c. dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari
jumlah penghasilan bruto, bila penerima Wajib Pajak badan.

3.

Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif


yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;,
Penghasilan dari penjualan saham di bursa merupakan objek PPh yang
bersifat final. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari
jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham.

4.

Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,


No
Tarif
Besaran Transaksi Saham
0,1% (nol koma
1
Nilai transaksi penjualan saham
satu persen)
Tambahan 0,5%
Nilai saham perusahaan pada saat penutupan
2 (nol koma lima
bursa efek di akhir tahun 1996
persen)
Nilai saham pada saat Penawaran Umum Perdana
Tambahan 0,5%
(IPO) dalam hal saham perusahaan
3 (nol koma lima
diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari
persen)
1997
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan

5.

Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan


pemerintah.

Penghasilan Bukan Objek Pajak


Menurut UU PPH 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU PPH No.36 tahun
2008 dalam pasal 4 ayat (3) Penghasilan buakn Objek pajak mengatur tentang
penerimaan atau tambahan kemampuan ekonomis yang memenuhi syarat sebagai
penghasilan tetapi tidak dimasukkan kedalam objek pajak meliputi :
1. Bantuan atau sumbangan Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
2. Warisan;

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
6. Dividen
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
10. Dihapus;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:

Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang


menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur


lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Lalu apakah pengurang penghasilan itu? Pengurang penghasilan adalah biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Termasuk
1.

Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
a.

Biaya pembelian bahan;

b.

Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,


gaji,honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;

c.

Bunga, sewa, dan royalti;

d.

Biaya perjalanan;

e.

Biaya pengolahan limbah;

f.

Premi asuransi;

g.

Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan


peraturan menteri keuangan;

h.

Biaya administrasi; dan

i.

Pajak kecuali pajak penghasilan;

2.

Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan


amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
dalam pasal 11 dan pasal 11a;

3.

Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan;

4.

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan


digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;

5.

Kerugian selisih kurs mata uang asing;

6.

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di


indonesia;

7.

Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

8.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:


a.

Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

b.

Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat


ditagih kepada direktorat jenderal pajak; dan

c.

Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri


atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari
debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

d.

Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk


penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) huruf k uu pajak penghasilan;

yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan


menteri keuangan;
9.

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang


ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

10.

Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan


di indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

11.

Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan


peraturan pemerintah;

12.

Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan


peraturan pemerintah; dan

13.

Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur


dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam kenyataanya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (pengurang


penghasilan) dalam perpajakan ini dikompensasikan kedalam biaya jabatan,
atau istilah lainnya Biaya yang telah ditetapkan biaya ini melekat pada gaji
orang dan biaya ini melekat pada aturan negara.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sangat tidak asing bagi kita, tapi apakah
PPN itu? PPN Secara singkat bisa artikan bahwa PPN adalah kewajiban yang
harus dibayar kepada pemerintah atas pembelian barang / jasa untuk kebutuhan
konsumsi kita sehari hari. Secara sadar atau tidak sadar masyarakat umum adalah
menjadi subjek yang tertib membayar pajak kepada negara. Mungkin istilah PPN
bagi masyarakat umum terlalu luas, persamaan dari PPN adalah pajak atas
konsumsi, atau pajak atas barang dan jasa.
Secara konsep pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah prinsip dasarnya adalah
suatu pajak yang harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi akan
tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang
memakai produk tersebut. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax
(VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang
bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen
akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak
pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang

disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal
istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang
dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN
yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Ada dua istilah yang harus dipahami untuk memahami PPN. Pertama adalah
istilah pajak masukan (biasa disingkat PM). Istilah ini diperuntukan PPN yang
kita bayar saat kita beli suatu barang atau jasa. Walaupun PPN tersebut dibayar
kepada penjual barang atau jasa tetapi kita dapat menganggap jika PPN tersebut
telah dibayar kepada kas negara. Jadi, pajak masukan merupakan kredit pajak
kecuali jika UU PPN 1984 mengecualikan (biasa disebut PM yang tidak dapat
dikreditkan). Kedua adalah pajak keluaran (biasa disingkat PK). Istilah ini
diperuntukkan bagi PPN yang kita pungut dari pembeli barang atau pengguna
jasa. Pada saat beli barang kita bayar PPN tetapi PPN tersebut akan diganti oleh
pembeli barang saat barang tersebut kita jual kembali. Begitu seterusnya sampai
barang itu ke konsumen akhir.
Lalu siapakah subjek PPN, objek dan tarifnya? Subjek PPN adalah Orang Pribadi
atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan ditentukan untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang PPN sedangkan Objek PPN
adalah penyerahan barang / jasa kena pajak, Impor Barang Kena Pajak,
Pemanfaatan Barang / jasa Kena Pajak, dan ekspor barang dan jasa. Tarif PPN diIndonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen.
Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 8/1983 dengan revisi terakhir nomor 42 tahun 2009. Kenapa
tarifnya singgle karena jika dikenakan progresif akan ada kemungkinan doble
bayar atau harga barang akan menjadi tinggi dan tidak akan bersaing di pasar.
Jika kita menyimpulkan dimana letak perbedaan antara PPh dan PPN adalah
terletak di konsep awal yaitu tambahan kemampuan ekonomis dan tambahan nilai,
maksud dari tambahan kemampuan ekonomis jika subjek pajak bertambah
kekayaannya dan bisa dikonsumsi atau dua hal tadi bertambah dan melebihi
kebutuhan dasar seseorang lebih besar dari tidak kena pajak (PTKP). (Bisa

dikatakan untuk perseorangan kebutuhan dasar minimum tersebut bisa diukur dari
PTKP) maka wajib pajak harus melakukan pembayaran, dan maksud dari
tambahan nilai atau disini penulis lebih senang menggunakan istilah pajak atas
konsumsi, atau pajak atas barang dan jasa adalah jumlah tertentu yang dibebankan
oleh pemerintah karena barang/jasa melewati proses produksi, distribusi dan
konsumsi kepada konsumen yang memakai atau menggunakan tanpa melihat
siapa konsumen tersebut atau besarnya penghasilan konsumen itu
KESIMPULAN
Negara dalam mengelola dan mengatur kebijakan pemerintah memerlukan
pungutan yang adil, oleh karena itu self assesment siystem diterapkan di
indonesia. norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, besarnya pajak
dll., dalam ajaran hukum materiil dibuat tatacara untuk mewujudkannya diatur
dalam hukum formal. Dalam hal keadilan akan penghasilan (kemampuan
ekonomis) negara telah menetapkan standar minimum penghasilan yang tidak
dikenai pajak dan memperhatikan berbagai aspek pengurang penghasilan yang
sifanya langsung dibayarkan ke pemerintah. Karena penghasilan berbeda-beda
dan majemuk untuk itulah pajak penghasilan tarifnya progresif, akan tetapi negara
memberlakukan tarif tunggal yang wajar untuk pajak konsumsi barang/jasa atau
disebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan pembayaran tidak langsung dan
tanpa melihat siapa konsumen tersebut atau besarnya penghasilan konsumen itu.
Pajak adalah semakin anda membuat, semakin banyak anda membayarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Sony Devano, Siti Kurnia Rahayu. 2006,Perpajakan : Konsep, Teori dan Isu, Edisi
Pertama, Jakarta : Kencana
http://inkrispena.org/fakta-singkat-pajak-indonesia/
http://financecontroller.blogspot.com/2010/06/sejarah-pajak-di-indonesia.html

http://lyharisih.blogspot.com/2013/12/konsep-dasar-karakteristik-dan-sejarah.html
http://supranacoinside.blogspot.com/2012/07/konsep-dasar-ppn-dan-ppnbm.html
http://e-learningpajak.blogspot.com/2009/11/pengertian-dasar-pajakpertambahan.html
http://aanwakhidansori.blogspot.com/2013/06/pemungutan-pajak.html
https://bala2bomba.wordpress.com/2009/09/07/pph-21-ppn-10/
http://ziajaljayo.blogspot.com/2012/02/timbul-dan-berakhirnya-utang-pajak.html
http://www.academia.edu/9050512/Makalah_Pajak_Timbul_dan_Hapusnya_Utang_Pajak
http://diploma1pajak.blogspot.com/2012/02/pengertian-dan-macam-macampenghasilan.html
http://www.pajak.go.id/content/seri-koperasi-perpajakan-bagi-koperasi
http://keuanganlsm.com/dasar-hukum-pajak-pertambahan-nilai/
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-pertambahan-nilai-ppn

Anda mungkin juga menyukai