Anda di halaman 1dari 32

CARA MUDAH MENGKLASIFIKASIKAN

JENIS BARANG BERDASARKAN BUKU


TARIF BEA MASUK INDONESIA
THE HARMONIZED COMMODITY
DESCRIPTION AND CODING SYSTEMS
( THE HARMONIZED SYSTEMS)
SEBAGAIMANA DIADOPSI DALAM ASEAN
HARMONIZED TARIFF NOMENCLARTURE
(AHTN)

OLEH : SYAIFUL ANWAR


WIDYAISWARA UTAMA
2010

CARA MUDAH MENGKLASIFIKASIKAN JENIS BARANG BERDASARKAN BUKU


TARIF BEA MASUK INDONESIA THE HARMONIZED COMMODITY DESCRIPTION
AND CODING SYSTEMS ( THE HARMONIZED SYSTEMS) SEBAGAIMANA
DIADOPSI DALAM ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLARTURE (AHTN)
DAFTAR ISI

Hal

PENDAHULUAN

II

SEJARAH TARIF BEA MASUK INDONESIA

2.1

Sejarah Kebutuhan Penyederhanaan dan Penyeragaman


Systems Tarif Bea Masuk

2.2

Sejarah Tarif Bea Masuk Indonesia

2.3

Ringkasan

2.4

Latihan

III

SYSTEMS
NOMENCLATURES
THE
HARMONIZED
COMMODITY DESCRIPTIONS AND CODING SYSTEMS
(HS) / SEBAGAIMANA DIADOPSI DALAM ASEAN
HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURES (AHTN) DAN
KELENGKAPAN NOMENCLATURES THE HARMONIZED
SYSTEMS.

3.1

Pendahuluan

3.2
3.2.1
3.2.1.1
3.2.1.2

The Harmonized Description and Coding Systems


Kelengkapan The Harmonized Systems (HS)
Explanatory Notes
Ringkasan Pendapat Tentang Klasifikasi (Compendium of
Classification Opinions)
Alphabetical Index
Tabel Korelasi

10

3.2.1.3
3.2.1.4
3.3
3.3.1
3.3.2

Pengelompokan Harmonized Systems


Penomeran
Penomeran The Harmonized Systems
Penomeran Systems AHTN

3.4

Ringkasan

13

3.5

Latihan

15

IV

KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRE-TASIKAN


TARIF DAN CATATAN BAGIAN, CATATAN BAB BUKU
TARIF BEA MASUK INDONESIA (BTBMI ) BERDASARKAN
ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURES

15

dan

Systems
12

4.1

Pendahuluan

15

4.2
4.2.1
4.2.2
4.2.3
4.2.4
4.2.5

Catatan Bagian, Catatan Bab HS


Catatan Eksklusif
Catatan Illustratif
Catatan Definitif
Catatan Pengertian
Catatan Gabungan

15

4.3
4.3.1
4.3.2
4.3.3
4.3.4
4.3.5
4.3.6

Ketentuan Untuk Mengenterpretasikan Tarif ( KUMT) The


Harmonized Systems
KUMT Aturan 1
KUMT Aturan 2
KUMT Aturan 3
KUMT Aturan 4
KUMT Aturan 5
KUMT Aturan 6

4.4

Ringkasan

4.5

Latihan

LANGKAH LANGKAH UNTUK


MENGKLASIFIKASI
BARANG
KE
DALAM
NOMENCLATURES
THE
HARMONIZED SYSTEMS ( HS ) SEBAGAIMANA
DIADOPSI DALAM ASEAN HARMONIZED TARIFF
NOMENCLATURES (AHTN)

28

Langkah-Langkah Melakukan Klasifikasi Barang Berdasarkan


HS/AHTN.

28

5.2

Ringkasan

30

5.3

Latihan

31

Daftar Pustaka

32

17

25
28

5.1

I.

PENDAHULUAN

Secara sederhana menghitung bea masuk adalah berdasarkan tarif bea masuk dikalikan
harga barang impor (Tarif X Harga). Tetapi untuk memahami klasifilasi tarif bea
masuk dan harga barang Impor ( Nilai Pabean ) tidak semudah menghitung bea
masuk, memahami masalah klasifikasi tariff dan nilai pabean adalah penting karena dua
variable termaksud adalah konvensi internasional yang harus ditaati oleh setiap negara
yang mengadopsi systems tersebut disamping itu cara penghitungan bea masuk akan
menjadi dasar penghitungan pajak-pajak lainnya seperti Pajak Pertambahan Nilai ( PPN
), Pajak Penghasilan ( PPh Ps.22 ).
Dalam sejarah pelayanan Pemeriksaan Dokumen Impor pada Direktorat Jenderal Bea
Cukai, masalah Tarif Bea Masuk dan Harga Pabean adalah merupakan bagian yang
sangat penting karena dari masalah klasifikasi barang dan nilai pabean sering timbul
perbedaan pendapat atau perselisihan antara pemilik barang ( importir ) sebagai
Pemberitahu (Declarance) dengan Bea Cukai (mewakili negara).
Perselisihan itu timbul karena adanya perbedaan persepsi atau mungkin perbedaan
kepentingan antara Importir dengan Aparatur Publik Fiskal / Bea Cukai.
Untuk menghindari ketidak adilan dan untuk pertanggung jawaban kepada public serta
akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan pabean khususnya Klasifikasi Tarif
Bea Masuk maka oleh Pemerintah di adopsi suatu Daftar Pengelompokan Barang yang
disusun secara Systematik (Nomenclature) berdasarkan suatu Konvensi Internasional
yang telah disepakati yang dikenal sebagai The Harmonized Commdity Description
and Coding Systems.
The Harmonized Commodity Description And Coding Systems adalah Konvensi
Internasional tentang Tarif menunjukkan bahwa masalah Tarif Bea Masuk bukan
masalah Nasional melainkan Masalah Internasional, Konvensi Internasional tersebut
diperlukan agar ada keseragaman (uniformity) dan penyederhanaan (simplification)
dalam memberi nomer kode barang secara internasional dan mudah dipahami oleh
masing-masing Negara yang mengadopsi Systems Tarif serta untuk menghindari
Perang Tarif dalam perdagangan internasional ( saling balas atau retaliation ).
Konvensi Internasional Tarif Bea Masuk juga merupakan rujukan / acuan dari masing
Negara anggota Konvensi dan acuan bagi Pejabat Bea Cukai dan Importir bila terjadi
ketidak sepahaman diantara mereka.
Dengan mengetahui dan memahami aturan cara menggunakan Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia maka akan dapat dikurangi kesalah-pahaman antara Importir dengan Bea
Cukai serta diperoleh tingkat ketelitian dan kecermatan dalam menetapkan atau
memeriksa klasifikasi tariff bea masuk.
Disamping itu perlu diperhatikan bahwa kesalahan-kesalahan dalam memberitahukan
jenis barang pada Kantor Bea Cukai akan berakibat pada kesalahan klasifikasi tarif bea
masuk, dan akan berakibat pembayaran kekurangan bea masuk dan pajak-pajak
lainnya serta dengan kemungkinan ditambah dengan denda.
Dengan demikian tujuan penulisan Buku Panduan Tatacara Klasifikasi Tarif Bea Masuk
Indonesia berdasarkan The Harmonized Commodity Description and Coding Systems

yang telah diadopsi dalam Asean Harmonized Tariff Nomenclatures (AHTN) dengan
tujuan agar pembaca :

Mengetahui Sejarah Tarif Bea Masuk Indonesia.


Memahami Alat Kelengkapan Systems Klasifikasi Tarif Bea Masuk.
Memahami struktur Catatan Hukum yang Mengikat (Legal Notes) yang tersedia
dalam Systems Klasifikasi Tarif Bea Masuk Indonesia.
Memahami Ketentuan Umum Menginterpretasikan Tarif Bea Masuk Indonesia.
Mampu dan Trampil menggunakan Buku Tarif Bea Masuk (BTBMI) Indonesia
sebagai Buku Klasifikasi Tarif Bea Masuk Indonesia.
Trampil melakukan klasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk
(BTBMI) dengan teliti dan cermat.

Agar dapat belajar dengan cepat dan cermat BTBMI (HS), kepada pebelajar disarankan
untuk membaca dan mempelajari Buku ini terlebih dahulu sebagai panduan dalam
mempelajari dan memahami systematika Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI /
HS).
Dengan demikian apa yang dibaca dalam buku panduan ini sebagai pelajaran awal
(kesiapan awal pebelajar) untuk kemudian dibuktikan dengan membuka buku BTBMI
dan kemudian lanjutkan dengan eksplorasi sendiri dengan mencari barang-barang
disekitar anda atau yang anda pikirkan dan kemudian dengan menggunakan Buku
Panduan ini kemudian mencari Tarif Pos barang bersangkutan berdasarkan prinsipprinsip Buku Pelajaran Klasifikasi Barang Berdasarkan Harmonized Systems.
II. SEJARAH SYSTEMS TARIF BEA MASUK INDONESIA
2.1 Sejarah Kebutuhan Penyederhanaan dan Penyeragaman Systems Tarif Bea
Masuk Secara Internasional
Pada awal abad XX, sejarah menunjukkan bahwa perdagangan internasional
mengalami penurunan yang sangat besar sehingga mengakibatkan depresi besar pada
perekonomian dunia dengan indikator banyaknya pengangguran, inflasi yang tinggi dan
banyak pabrik-pabrik yang tutup, dan meningkatnya kejahatan.
Hal ini terjadi karena masing-masing negara di dunia melakukan proteksi atau
perlindungan untuk kepentingan industri dalam negeri masing-masing negara dengan
memberlakukan tarif bea masuk tinggi berdasarkan kepentingan masing-masing negara
maka akibatnya terjadi tindakan saling membalas dengan memberlakukan tarif bea
masuk tinggi (retaliation) atas barang di impor maupun yang akan diekspor.
Akhir dari keadaan yang tidak menentu dari perdagangan internasional yang demikian
itu, maka terjadilah persaingan antar negara kuat dan berujung pada Perang besar antar
negara kuat (seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Rusia, Turki, Jepang dan Amerika
Serikat) yang kemudian dikenal sebagai Perang Dunia I dan kemudian disusul Perang
Dunia II.
Sehubungan dengan keadaan yang demikian maka Kamar Dagang Internasional
(International Chambers of Commerce) membuat rekomendasi ke Liga Bangsa Bangsa
(League of Nation) pada tahun 1918 dan tahun 1924 agar memprakarsai adanya
keseragaman ( uniformity ) Systems Tarif dan Nilai Pabean dan penyederhanaan

(simplification) Prosedur Pabean (Customs Procedures) dan kemudian diteruskan


dengan dibentuknya Trade Commission dan Economic Commission di Eropa Pasca
Perang Dunia II untuk membangun kembali Eropa ( 1948 ).
The Economic Comission melakukan Kajian dibidang ekonomi merekomendasikan
perlunya kerja sama ekonomi Negara Negara Eropa yang kemudian berkembang
menjadi Pasaran Bersama Eropa (Eropean Common Market) kemudian menjadi
Masyarakat Ekonomi Eropa (Eropean Economic Community) yang kemudia
berkembang menjadi Uni Eropa ( Eropean Union = Customs Union ).
The Trade Comission melakukan Kajian tentang perdagangan kemudian menghasilkan
rekomendasi tentang :
-

Rekomendasi perlunya membentuk Lembaga Organisasi Pabean


Rekomendasi membentuk keseragaman (Uniformity) Nomenclatures Systems
Tarif.
Rekomendasi membuat definisi tentang Nilai Pabean (Definition of Value).

Berdasarkan rekomendasi tersebut maka terbentuklah Organisasi Pabean Internasional


yaitu Customs Cooperation Council (CCC) pada tahun 1950 an yang kemudian
berubah menjadi World Customs Organization (WCO).
Melalui CCC maka lahirlah berbagai Kovensi Nomenclatures Systems Tarif Bea
Masuk seperti Brussels Tariff Nomenclatures Convention (BTN), Custms
Cooperation Council Nomenclatures (CCCN) dan terakhir The Harmonized
Commodity Description and Coding Systems Convention yang kemudian dikenal
sebagai Harmonized Systems atau HS.
Dari CCC lahir definisi Nilai Pabean seperti Brussels Definition of Value (BDV) yang
pernah diadopsi Indonesia sebelum 1985 (sebelum Inpres IV 1985).
Seiring dengan perkembangan waktu dan kemajuan perdagangan Internasional CCC
kemudian berubah menjadi World Customs Organization (WCO) dan Indonesia adalah
salah satu anggota WCO.
2.2 Sejarah Tarif Bea Masuk di Indonesia
Sejarah bea masuk atau pajak lalu lintas barang melalui pelabuhan sesungguhnya
sudah lama ada bahkan pada sebelum masa Pemerintahan Hindia Belanda.
Pada masa itu pemungutan pajak-pajak dilakukan oleh kerajaan-kerajaan maritim di
Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku.
Di Sumatera terutama Aceh pungutan pajak-pajak tersebut dilakukan oleh para
Ulluebalang, sementara di Jawa dilakukan oleh para Bupati atau Adipati di pantai utara
Pulau. Jawa sebagai Pajak Perdagangan atau Pajak Lalu Lintas Barang.
Kemudian dengan hadirnya Vernigne de Ost Indiesche Companie (VOC) dan
pemerintahan Hindia Belanda maka kekuatan para Raja, Sultan, Bupati, Uluebalang
untuk memungut pajak perdagangan berakhir dan diambil alih oleh VOC dan kemudian
diteruskan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Pemungutan bea masuk cukup dilakukan berdasarkan plakat-plakat / selebaran


dengan ditempelkan di Pasar (biasanya dekat dengan pelabuhan) atau Pelabuhan
yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan pungutan bea spesifik
/ satuan hitung tertentu, missal Rp 1000 per Kg atau Rp 10.000 per Ton. .
Pungutan Bea masuk memasuki era modern sejak Netherlands (Belanda) merdeka dari
penjajahan Perancis dan atas Perintah Undang-Undang Dasar Netherland pada waktu
itu maka dibentuklah Undang-Undang atau Wet yaitu sejak diberlakukan UndangUndang Tarif (Indiesche Tarief Wet Th. 1873) oleh pemerintah Kerajaan Belanda.
Sejak itu telah dimulai babak baru systems perpajakan di Hindia Belanda yang semula
berdasarkan Kekuasaan mutlak Gubernur Jenderal Belanda (dalam bentuk plakatplakat / selebaran selebaran), sejak itu semua pungutan perpajakan harus
berdasarkan Wet atau Undang-Undang
Perpajakan Modern telah dimulai di Nusantara
Pasal 1, Undang-Undang Tarif Th.1873 berbunyi :
Semua barang yang didatangkan dari laut dimasukkan untuk dipakai ke Jawa,
Madura, dalam pemerintahan Tapanuli, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung,
Palembang, Bangka dan takluknya, Belitung, Kalimantan, Singkil dan daerah Aceh dan
takluknya dan yang dengan tegas tidak dibebaskan dikenakan bea masuk
berdasarkan Lampiran A.
Dengan demikian dasar Tarif Bea Masuk adalah Lampiran A yaitu suatu daftar
barang impor terdiri kurang lebih 113 pos tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia
Belanda.
Masa berlaku Lampiran A cukup lama yaitu sejak berlakunya Undang-Undang Tarif
(Th. 1873 ) s.d +/- Tahun 1934) .
Kemudian sejak th. 1934 s.d 1973 semua penetapan tarif bea masuk menggunakan
Geneve Tariff Nomenclatures.
Baru setelah tahun 1973 dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No.2 Th. 1973
Pemerintah Indonesia menggunakan Brussells Tarif Nomenclatures (BTN) sebagai
tarif bea masuk sampai dengan tahun 1985.
Setelah tahun 1985 dan dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan
No.235/KMK.01/1985 tgl. 02 Maret 1985 memutuskan Direktorat Jenderal Bea Cukai
menggunakan Customs Coopration Council Nomenclatures (CCCN) sebagai tarif
Bea Masuk berlaku sejak 01 April 1985.
Terakhir dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
1305/KMK.00/1988 Tgl. 26 Maret 1988 memutuskan Direktorat Jenderal Bea Cukai
menggunakan The Harmonized Commodity Description and Coding System yang
kemudian disingkat HS ( Harmonized System ) sampai sekarang.
Sehubungan diberlakukannya harmonisasi system tarif Negara-Negara South East
Asian Nations atau Asia Tenggara (Asean) sebagai tertuang dalam Protocol

Governing the Implementation of the Asean Harmonized Tariff Nomenclature (


AHTN ) maka system penomeran tarif berubah dari sembilan digit ( sembilan baris
angka ) menjadi sepuluh digit (sepuluh baris angka ).
Dengan demikian tidak ada perubahan fundamental Systems HS, kecuali selain
perubahan system penomeran menjadi sepuluh digit (baris angka).
2.3 Ringkasan
Dilihat dari perpektif hubungan perdagangan antar bangsa khususnya dibidang lalu
lintas perdagangan barang dan jasa masalah Tarif Bea masuk mempunyai pengaruh
besar terhadap kelangsungan perdagangan Internasional dan kemakmuran antar
bangsa.
Dilihat dari perspektif cara pandang Merchantilistis semakin banyak negara menjual dan
semakin sedikit membeli akan menyebabkan tabungan negara tersebut akan membesar
(devisa negara meningkat) dan hal itu mencerminkan / menunjukkan kekuatan suatu
negara.
Persaingan antar negara melalui perang tarif dan prinsip saling membalas (retaliation)
menyebabkan ekonomi Internasional mengalami depressi besar dan untuk menghindari
hal ini maka perlu ada penyeragaman Systems Tarif yang diadopsi oleh banyak Negara.
Indonesia mengadopsi The Harmonized Commodity Description and Coding Systems
yang kemudian dikenal sebagai Harmonized Systems ( HS).
Sesudah berlaku Asean Harmonized Tariff Nomenclatures (AHTN) yaitu Nomenclatures
yang berlaku diantara Negara Negara Anggota Asean baris penomeran menjadi
sepuluh baris atau 10 digits.
2.4 Latihan
1.
2.
3.
4.

Uraikan secara ringkas sejarah Systems Tarif Bea Masuk Indonesia.


Mengapa Systems Tarif Bea Masuk mengacu pada Konvensi Internasional ?
Apakah The Harmonized Commodity Descreptions and Coding Systems itu ?
Apakah Asean Harmonized Tariff Nomenclatures ?

III. SISTEM NOMENKLATUR THE HARMONIZED COMMODITY DESCRIPTIONS


AND CODING SYSTEMS (HS) / SEBAGAIMANA DIADOPSI DALAM ASEAN
HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURES (AHTN) DAN KELENGKAPAN
NOMENCLATURE THE HARMONIZED SYSTEMS.
3.1 Pendahuluan
System Nomenclature Harmonized System pada dasarnya hampir sama dengan system
nomenclature yang terdahulu. Hanya dalam HS angka yang digunakan lebih banyak
yaitu menjadi sembilan (9) angka (digit) sehingga system perkodeannya menjadi selaras
dengan systems pengkodean jenis barang berdasarkan Standard International Trade
Classification (SITC).

Kemudian setelah diberlakukan Asean Harmonized Tariff Nomenclatures (AHTN)


penomeran HS menjadi sepuluh (10) baris nomer atau degits.
Systems Nomenclature
Systems.
Systems adalah rangkaian elemen yang berisi berbagai uraian jenis barang yang
disusun dengan pendekatan tertentu (dengan angka / degital) dengan cara systematic
dan systemic sehingga satu pengelompokan barang dengan pengelompokan barang
lain mempunyai keterkaitan dan secara systematic mampu menjelaskan dan
mengklasifkasi berbagai jenis barang yang diperdagangkan secara internasional.
Nomenclature
Adapun pengertian Nomenclature adalah penamaan secara sistematis dan
Nomenclature HS adalah penamaan sistematis barang-barang niaga dengan
memberikan kode angka pada setiap penamaan barang-barang niaga yang
diperdagangkan secara International.
Dengan demikian Systems Nomenclature adalah Penamaan systematic barang-barang
niaga dengan memberi kode angka pada setiap penamaan barang niaga yang
diperdagangkan secara internasional dengan mengacu pada pendekatan systems
konvensi yang mendasarinya.
3.2 The Harmonized Description Commodity And Coding Systems Convention
Buku HS atau dikenal sebagai Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI), dilengkapi
dengan beberapa publikasi pelengkap sebagai rujukan hukum untuk digunakan
sebagai rujukan apabila terjadi selisih pendapat dalam pengklasifikasian jenis
barang antara importer dengan Negara (Bea Cukai) dan antara Negara dengan
Negara lainnya dibidang Tarif Bea Masuk.
3.2.1 Kelengkapan Harmonized Systems
Kelengkapan HS tersebut adalah :
a) Catatan-catatan sebagai penjelasan lebih rinci tentang The Harmonized Systems
(dikenal sebagai Explanatory Notes )
b) Kumpulan Ringkasan Pendapat Pendapat Komisi Tariff Pada World Customs
Organization (WCO) Tentang Klasifikasi Jenis Barang yang pernah
dipersengketakan oleh anggota World Customs Organization (WCO) atau
Menjawab Berbagai Pertanyaan Negara Anggota WCO tentang Berbagai Jenis
Barang (Compendium of Classification Opinions)
c) Index Abjad ( Alphabethical Index ).
d) Tabel Korelasi
3.2.1.1 Explanatory Notes
Explanatory Notes adalah suatu kumpulan dari interpretasi-interpretasi resmi
terhadap HS yang telah disetujui oleh World Customs Organization dan ini adalah
hasil studi bertahun-tahun WCO di Brussels sejak tahun 1951.

10

Explanatory Notes ini mengikuti urutan-urutan nomenklatur dan memberi


komentar mengenai ruang lingkup dari tiap-tiap pos termasuk suatu daftar dari
induk produk-produk yang bisa masuk atau tidak bisa masuk dalam suatu pos.
Explanatory Notes ini juga memberikan uraian-uraian barang mengenai :

segi-segi teknisnya
rupa / bentuk barang
sifat-sifat barang
cara-cara pembuatan barang
penggunaan
petunjuk-petunjuk praktis untuk mengenal barang

Oleh sebab itu kelengkapan Explanatory Notes ini harus dipelajari untuk memperoleh
informasi nomenklatur yang benar dan untuk menghindari salah interpretasi.
Explanatory Notes ini secara teratur ditinjau kembali sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Peninjauan kembali dilakukan dalam sidang tengah tahunan atau tahunan oleh
salah satu komisi (Komisi Tarif WCO) yang dihadiri oleh utusan dari Negara
anggota WCO.
Hasil Peninjauan kembali tersebut disebarkan keseluruh Negara anggota WCO
3.2.1.2 Ringkasan Pendapat-pendapat tentang Klasifikasi (Compendium of
Classification Opinions)
Ringkasan-ringkasan pendapat ini terdiri atas :
Pertama, daftar klasifikasi pendapat-pendapat (Classification Opinions) yang tersusun
berdasarkan urutan pos HS.
Kedua, daftar Klasifikasi pendapat berdasarkan alphabetical index yaitu berisi katakata kunci (key words) yang menguraikan produk-produk yang dibahas dalam
pendapat-pendapat tersebut.
Compendium of Classification Opinion ini biasanya tersedia di kantor-kanor Bea
Cukai untuk keperluan internal.
3.2.1.3

Alphabetical Index.

Untuk memudahkan pemakaian HS oleh World Customs Organization (WCO) juga


dikeluarkan Index Abjad.
Index Abjad adalah nama-nama barang yang disusun berdasarkan abjad dan kemudian
menunjuk nomer HS-nya. Index Abjad berfungsi semacam kamus jenis barang dan
nomor HS nya.
Dalam menggunakan Index Abjad ini harus hati-hati dan perlu meneliti ulang catatancatatan bagian, bab, definisi dan lain-lainnya sebab Index Abjad hanya untuk
memudahkan mencari Nomer HS dan secara hukum tidak mengikat.

11

3.2.1.4 Tabel Korelasi.


Tabel Korelasi adalah Buku pelengkap untuk membantu pemakai system HS agar
mudah dalam mencari padanan suatu nomer pos tariff dari system lama ke
system yang baru. Tabel Korelasi tidak mengikat secara hukum.
3.3 Pengelompokan Harmonized Systems dan Systems Penomeran
3.3.1 Penomeran The Harmonized System
Harmonized System terdiri dari Bagian, Bab, Sub Bab, Pos
Di dalamnya terdiri dari : 21 Bagian, 99 Bab (Bab 99 sebagai cadangan bila
diperlukan penambahan Bab baru), dan Beberapa ribu Pos / Sub Pos.
Harmonized Systems (HS) menggunakan system penomeran 9 (sembilan) angka (digit).
Dari 9 (sembilan) angka (digit) itu :

2 (dua) angka pertama menunjukkan bab


4 (empat) angka kedua menunjukkan sub bab
3 (tiga) angka ketiga menunjukkan pos

Contoh :
Kelapa diparut dan dikeringkan, nomor HS 08.01.11.000

08 adalah nomor Bab yaitu Bab 08 tentang buah dan buah berbatok/
bertempurung yang dapat dimakan, kulit dari buah jeruk atau melon
08.01.11 adalah nomor Sub Bab untuk buah kelapa
08.01.11.000 adalah nomor pos untuk buah kelapa dalam keadaan
diparut dan dikeringkan.

6 angka (digit) yaitu 4 (empat) angka pertama dan 2 (dua) angka yang kedua adalah
berasal dari teks asli Konvensi HS dalam Bahasa Inggris.
9 (sembilan) digit adalah merupakan pos tarif nasional Indonesia.
Dengan demikian asli pos tarif tentang kelapa dalam versi Bahasa Inggris adalah
08.01.11.
Tetapi untuk kepentingan nasional, kelapa dikelompokkan lagi menjadi kelapa diparut
dan dikeringkan, sehingga untuk kepentingan nasional nomor HS kelapa diparut dan
dikeringkan adalah 08.01.11.000.
(Bisa diperiksa pada Buku HS / BTBMI 2006 atau sebelumnya)
(Untuk kepentingan Nasional dan Regional dimungkinkan terjadi perubahan
system penomeran dengan penambahan digit / angka).
3.3.2 Harmonized Systems dan Systems Penomeran Menurut Asean

12

Harmonized Tariff Nomenclatures (AHTN).


Sehubungan dengan diberlakukannya Asean Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)
sejak 01 Januari 2004 maka sistem penomeran berubah dari 9 (sembilan) baris angka
(digit) menjadi 10 (sepuluh) baris angka (digit).

Uraian barang pada Pos (4 baris angka / digit) dan Sub Pos (6 baris angka / digit)
merupakan terjemahan dari Teks HS dari World Customs Organization (WCO ).
Uraian pada Sub Pos Asean (8 baris angka / digit) merupakan terjemahan AHTN.
Uraian pada Pos Tarif Nasional (10 baris angka / digit) teks uraian barang dalam
Bahasa Indonesia, kecuali dalam hal :
a. Dua digit terakhir 00 (misal 8708.95.10.00 = Safety airbag dengan system
inflater atau safety airbags with inflater systems) berasal dari teks AHTN.
b. Empat digit terakhir 00.00 (misal 8709.11.00.00 = Kendaraan elektrik atau
Vehicles Electrical) berasal dari teks HS-WCO
(Silahkan Periksa dengan Buku AHTN / BTBMI Tahun 2007 yang anda Pelajari)
3.4 Ringkasan
Pengertian Nomenclature adalah penamaan secara sistematis dan Nomenclature HS
adalah penamaan sistematis barang-barang niaga dengan memberikan kode angka
pada setiap penamaan barang-barang niaga yang diperdagangkan secara International
berdasarkan Harmonized Systems.
Harmonized Namenclatures Systems atau Buku HS dalam pelaksanaannya dilengkapi
dengan beberapa Buku Pelengkap dengan maksud untuk memudahkan pengguna Buku
HS dalam upaya menemukan Klasifikasi suatu barang secara tepat.
Kelengkapan Buku HS termaksud adalah :
1. Explanory Notes yaitu buku pelengkap yang didalamnya memuat penjelasan secara
lengkap maksud dari deskripsi suatu barang dengan maksud untuk memperjelasan
maksud dan tujuan jenis barang yang disebutkan dalam Buku HS.Explanatory Notes
merupakan rujukan untuk menentukan klasifikasi barang bila terjadi sengketa antara
Importir dan Pejabat Bea Cukai dan secara hokum bersifat mengikat.
2. Compendium of Opinion Harmonized Systems adalah Kumpulan pendapat yang
dikeluarkan oleh Devisi HS pada World Customs Organization ( WCO ) yang
merupakan suatu penjelasan tentang barang-barang yang selama ini belum
tertampung dalam HS atau menjadi persengketaan antara sesama Negara anggota
WCO. Penjelasan Compendium of Opinion merupakan rujukan bagi Negara anggota
WCO dalam mengklasifikasikan barang dalam Systems HS dan secara hokum
bersifat mengikat.
3. Alphabetical Index adalah Buku semacam Kamus Jenis barang berdasarkan Jenis
barang yang disusun berdasarkan urutan abjad dan sekaligus menunjukkan Nomer

13

atau Pos HS. Namun apa yang tercantum dalam Alphabetical Index secara hokum
tidak mengikat. Alphabetical Index hanya untuk membantu dan mempermudah
pemakai HS dalam upaya menemukan Klasifikasi Barang yang tepat menurut Buku
HS.
4. Buku Tabel Korelasi adalah Buku Panduan bagi pemakai Buku HS dalam upayanya
mencari hubungan dari Systems HS lama ( 9 degits ) ke Systems AHTN ( 10 degits )
dalam upaya menemukan klasifikasi yang benar. Buku Tabel Korelasi secara hokum
tidak mengikat.
Systems penomeran HS adalah :
Harmonized System terdiri dari Bagian, Bab, Sub Bab, Pos
Di dalamnya terdiri dari : 21 Bagian, 99 Bab (Bab 99 adalah bab cadangan bila
diperlukan tambahan Bab baru), dan Beberapa ribu Pos / Sub Pos.
HS menggunakan system penomeran untuk menetapkan tarif pos.
Untuk tiap-tiap tarif pos digunakan 9 (sembilan) baris angka (digit).
Dari 9 (sembilan) angka (digit) itu :

2 (dua) angka pertama menunjukkan bab


4 (empat) angka kedua menunjukkan sub bab
3 (tiga) angka ketiga menunjukkan pos.

Systems penomeran HS setelah disepakati Negara ASEAN menjadi Asean Harmonized


Tariff Nomenclatures (AHTN) penomeran berubah dari 9 baris angka / digits menjadi 10
baris angka / digits sehingga menjadi sebagai berikut :
Sehubungan dengan diberlakukannya Asean Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)
sejak 01 Januari 2004 maka sistem penomeran berubah menjadi sepuluh digit.
Uraian barang pada Pos ( 4 baris angka / digit ) dan Sub Pos ( 6 baris angka / digit )
merupakan terjemahan dari Teks HS dari World Customs Organization (WCO ).
Uraian pada Sub Pos Asean (8 baris angka / digit) merupakan terjemahan AHTN
(Asean).
Uraian pada Pos Tarif Nasional (10 baris angka / digit ) teks uraian barang dalam
Bahasa Indonesia, kecuali dalam hal :
a. Dua digit terakhir 00 (misal 8708.95.10.00 ) berasal dari teks AHTN.
b. Empat digit terakhir 00.00 (misal 8709.11.00.00 ) berasal dari teks HS-WCO
3.5 Latihan
1. Indonesia adalah Negara yang mengadopsi Nomenclature guna penetapan Tarif bea
masuk berdasarkan The Harmonized Commodity Description and Coding System
Convention. Jelaskan apa yang dimaksud Systems dan Nomenclatures ?
2. Dalam The Harmonized Commodity Convention mempunyai beberapa kelengkapan
untuk menjamin ketelitian Klasifikasi Barang, Jelaskan Kelengkapan termaksud

14

3. Apakah yang dimaksud dengan Explanatory Notes dan jelaskan kedudukan


hukumnya ?
4. Apakah yang dimaksud dengan The Compendium of Opinion dalam Klasifikasi Tarif
dan jelaskan kedudukan hukumnya.
5. Jelaskan komposisi baris angka 9 degits berdasarkan The Harmonized Systems.
6. Jelaskan komposisi baris angka 10 degits The Asean Harmonized Tariff
Nomenclatures.
IV.

KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASIKAN TARIF (KUMT) DAN


CATATAN BAGIAN, CATATAN BAB BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA
(BTBMI) BERDASARKAN ASEAN HARMONIZED TARIFF SYSTEMS

4.1 Pendahuluan
Systems HS mempunyai mekanisme cara meklasifikaskan suatu jenis barang dengan
pendekatan yang sudah disepakati.
Disamping HS dilengkapi berbagai buku referensi pendamping yang secara hukum
mengikat seperti Explanatory Notes dan Compendion of Opinion maka pada Buku HS
memuat berbagai aturan hukum sebagai Legal Note yang mengikat sebagai petunjuk
cara mengklasifikasikan barang berdasarkan konvensi internasional Harmonized
Systems.
Legal Note termaksud Catatan Bagian, Catatan Bab dan Ketentuan Umum
Menginterpretasikan Tarif (KUMT).
4.2 Catatan - Catatan Bagian, Catatan Catatan Bab Harmonized Systems (HS).
Pada HS terdapat catatan-catatan resmi yang secara hukum mengikat dalam
mengklasifikasikan tarif dan pembebanan bea masuk dan pajak-pajak lainnya. Dalam
mengklasifikasikan tarif adalah harus melihat dan membaca catatan-catatan Bagian,
Bab.
Ada beberapa jenis catatan Bagian, Bab, yaitu :

Catatan Eksklusif
Catatan Ilustratif
Catatan Definitif
Catatan Pengertian
Catatan Gabungan / kombinasi ekslusif, ilustratif dan lain-lainnya.

4.2.1 Catatan Eksklusif


Catatan eksklusif adalah catatan pada Bagian atau Bab pada HS yang didalamnya
menyatakan bahwa barang-barang yang disebut pada catatan bagian atau bab tidak
termasuk dalam bab itu.
Contoh :
Bab 15 HS tentang minyak dan lemak hewani atau nabati dan produk desosiasinya,
lemak olahan yang dapat dimakan, malam hewani atau malam nabati.

15

Catatan Bab 15 No.1 menyatakan bab ini tidak meliputi :


a. Lemak babi atau lemak unggas yang dimaksud dalam pos no. 02.09
b. Mentega kokoes, minyak atau lemak pos no. 18.04
c. Dan seterusnya.
4.2.2 Catatan Ilustratif
Catatan Ilustratif adalah catatan bagian atau bab yang memberikan penjelasan
tentang barang-barang apa saja yang dapat diklasifikasikan dalam tarif dalam bab
itu.
Contoh :
Catatan Bab 48, No. 8
Bab 48 tentang Kertas dan Kertas Karton, barang dari pulp kertas, dari kertas atau
kertas karton .
Catatan Bab No.8 :
Pos No. 48.01 dan 48.03 sampai dengan 48.09 hanya berlaku untuk kertas, kertas
karton, gumpalan kapas selulosa dan jaringan serat selulosa.
a. Berupa strip atau gulungan yang lebarnya melebihi 36 cm atau
b. Berupa lembaran berbentuk empat persegi panjang (termasuk bujur sangkar) yang
lebar salah satu sisinya lebih 36 cm dan sisi yang lain lebih 15 cm dalam keadaan
tidak dilipat .
4.2.3 Catatan Definitif
Catatan Definitif adalah catatan bagian atau bab yang didalamnya menjelaskan
secara rinci tentang barang-barang yang diklasifikasikan pada pos-pos tarif tertentu.
Contoh : Bab 39, Catatan No.3
Bab 39 tentang Plastik dan barang yang terbuat daripadanya
Catatan No.3 :
Pos No. 39.01 sampai dengan No. 39.11 hanya berlaku untuk barang dari jenis
yang dibuat secara sintesa kimia yang termasuk dalam kategori sebagai berikut :
a. Poliolefin sintetik cair yang kurang dari 60% dan isinya tersuling pada
suhu 300 derajat C, setelah dkonversikan kedalam 1.013 milibar bila
digunakan cara penyulingan dengan pengurangan tekanan ( Pos No.
39.01 dan 39.02 )
b. Resin bukan polimer tinggi dan jenis kemasan Indina ( Pos No. 39.11 )
c. Polimer sintesis lainnya yang sekurang-kurangnya terdiri dari rata-rata
5 unit monomer
d. Silicon ( Pos No. 39.10 )
e. Resol ( Pos No. 39.09 ) dan Propolimer lain.

16

4.2.4 Catatan Pengertian


Catatan Pengertian adalah catatan untuk menjelaskan pengertian suatu jenis
barang.
Contoh : Bab 04 Catatan No 1
Bab 04 tentang Produk pabrik susu, telur unggas tidak terinci atau termasuk dalam pos
lain catatan 1.
Yang dimaksud dengan susu ialah susu murni atau susu yang telah diambil
kepalanya sebagian atau seluruhnya.
4.2.5 Catatan Gabungan / Kombinasi dari berbagai jenis Catatan Bagian / Bab
Dalam catatan bagian / bab jenis-jenis catatan termaksud adalah merupakan gabungan
dari berbagai catatan. Misalnya gabungan catatan eksklusif dan ilustratif.
Contoh : Bab 43 Catatan 5.
Bab 43 adalah bab tentang kulit berbulu dan kulit berbulu tiruan; barang terbuat
daripadanya
.
Catatan 5 : Dalam seluruh nomenklatur ini istilah kulit berbulu tiruan berarti setiap
kulit berbulu imitasi yang terdiri dari wol, bulu atau serta lainnya yang dilekatkan
atau dijahitkan pada kulit kain tenunan atau bahan lain tetapi tidak termasuk kulit
berbulu imitasi yang diperoleh dengan ditenun atau dirajut ( umumnya Pos 58.01 atau
60.01 ).
Catatan-catatan bagian dan bab pada HS mempunyai kekuatan hukum dan
mengikat oleh sebab itu disebut juga Legal Notes.
(Catatan Bab dan atau catatan Bagian tersebut silahkan dicocokkan dengan Buku
BTBMI / AHTN Tahun 2007)
4.3 Ketentuan Untuk Mengintepretasikan Tarif ( KUMT )
Perdagangan Internasional dewasa ini berkembang sangat cepat sekali dan terdiri dari
berbagai jenis barang dengan isian teknologi / content of technology canggih dan
bersifat multiguna. Misalnya Handphone dengan Kamera apakah termasuk Telephone
atau Kamera ?
Dilihat dari bentuk dan fungsinya adalah alat komunikasi, tetapi dapat berfungsi sebagai
Kamera. Dan banyak contoh-contoh lainnya.
Untuk dapat mengklasifikasikan pada pos tarif yang tepat maka diperlukan aturan
untuk mengintepretasikan tarif sebagai rujukan.
Ketentuan untuk mengintepretasikan tarif terdiri dari 10 (sepuluh) butir aturan
(BTBMI / HS) dan menjadi 6 (enam) butir aturan yang diadopsi oleh AHTN (BTBMI/
HS Tahun 2007).

17

Aturan butir 1 s.d 4 bersifat internasional, sedangkan aturan butir 5 s.d 10 versi
Harmonized Systems bersifat nasional.
Dengan telah mengadopsi AHTN maka butir 5 dan 6 versi BTBMI AHTN adalah
catatan bersifat nasional dan disusun oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dengan demikian catatan butir 7 s/d 10 versi Harmonized Systems (HS) bukan lagi
merupakan catatan nasional
Ketentuan Umum untuk Klasifikasi Barang dalam nomenklatur dilakukan menurut
ketentuan berikut :
4.3.1 KUMT Aturan 1 :
Judul bagian, bab dan sub bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan
penyebutan/referensi saja, untuk tujuan hukum, klasifikasi ditentukan menurut
uraian dari pos tarif dan catatan dari bagian atau bab yang berhubungan dengan
pos itu dan menurut ketentuan-ketentuan berikut ini, sepanjang pos catatan itu
tidak menentukan lain.
Penjelasan KUMT Aturan 1 :
Judul bagian, bab dan sub bab dimaksudkan untuk memudahkan
penyebutan dan untuk klasifikasi pos tarif belum mempunyai kekuatan
hukum.
Klasifikasi pos tarif harus ditetapkan :
Pertama,
Harus sesuai dengan uraian jenis barang yang disebut dalam Pos Tarif dan cocok
dengan catatan bagian atau bab.
Contoh : Kuda,
No. HS 0101.90.30.00.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan uraian jenis barang cukup jelas dan diuraikan
secara jelas dalam Tarif Pos barang tersebut, sehingga tidak memerlukan
intepretasi.
Kedua :
Dalam hal jenis barang memerlukan intepretasi maka klasifikasi pos tarif harus
menggunakan intepretasi tarif kecuali apabila catatan bagian atau bab tidak
menentukan lain.
4.3.2 KUMT Aturan 2 :
a. Setiap penyebutan dalam pos mengenai suatu barang harus dianggap meliputi
juga barang itu dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung asalkan
pada saat diajukan barang yang tidak lengkap / belum rampung tersebut
mempunyai / memiliki karekter / sifat utama dari barang tersebut dalam
keadaan lengkap atau rampung. Penyebutan / Referensi ini harus dianggap
juga meliputi penyebutan / referensi barang tersebut dalam keadaan lengkap
atau rampung (atau menurut ketentuan ini dapat diklasifikasikan / digolongkan

18

sebagai lengkap atau rampung) yang / dan diajukan / diimpor dalam keadaan
belum dirakit atau dalam keadaan terbongkar.
b. Setiap penyebutan / referensi dalam pos mengenai suatu bahan atau zat dalam
suatu pos harus dianggap meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi
dari bahan atau zat itu dengan bahan atau zat lain. Setiap penyebutan /
referensi tentang barang yang terbuat dari suatu bahan atau zat tertentu harus
dianggap meliputi juga referensi barang yang seluruhnya atau sebagian terdiri
dari bahan atau zat tersebut. Pengklasifikasian barang yang terdiri lebih dari
satu macam / jenis bahan atau zat ditentukan / harus diklasifikasikan sesuai
dengan prinsip dari / menurut ketentuan 3.
Penjelasan KUMT Aturan 2 a :
Aturan 2 a ini menetapkan bahan / barang-barang yang tidak lengkap atau belum
selesai harus diklasifikasikan seolah-olah barang tersebut lengkap atau telah
selesai karena memiliki karakter / sifat utama dari barang tersebut bila di impor
dalam keadaan lengkap.
Contoh :
1. Peralatan mesin tanpa dilengkapi Crank Shaft maka harus diklasifikasikan pada
pos tarif mesin itu.
2. Perkakas pertukangan yang digunakan dengan tanaga listrik, tetapi elektro
motornya belum terpasang maka dalam hal ini harus diklasifikasikan sebagai
perkakas pertukangan listrik.
Penjelasan KUMT Aturan 2 b :
Aturan 2 b ini dimaksudkan apabila suatu barang yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih
bahan sehingga dapat diklasifikasikan lebih dari satu pos tarif untuk keperluan
klasifikasi pos tarif diberlakukan aturan no.3.
Contoh :
Pelampung Renang terbuat dari gabus yang dibungkus dengan tekstil, apakah
pos tarif pelampung berenang atau gabus atau tekstil ?
Untuk memahami pengklasifikasian jenis barang yang demikian perlu memahami
KUMT aturan 3.
4.3.3 KUMT Aturan 3 :
Apabila dengan menggunakan ketentuan 2(b) atau untuk berbagai alasan / karena
sebab lain, barang yang pada pertimbangan awal (pada pandangan sepintas lalu)
dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) pos tarif atau lebih maka
pengklasifikasiannya harus diberlakukan / diatur sebagai berikut :
a) Pos yang memuat uraian yang paling terinci / spesifik harus lebih
diutamakan daripada pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya.
Tetapi / namun demikian jika / apabila dua pos atau lebih yang masing-

19

masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat yang
terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi atau hanya
merujuk kepada bagian barang dalam set yang disiapkan untuk penjualan
eceran, maka pos tariff tersebut dianggap setara sepanjang berkaitan
dengan barang tersebut , walaupun salah satu pos tariff tersebut
memberikan uraian barang lebih lengkap atau lebih utama.
b) Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari dari bahan yang
berbeda atau dibuat dari komponen yang berbeda serta barang yang
disipakan dalam set untuk penjualan eceran yang tidak dapat
diklasifikasikan berdasarkan referensi 3a harus diklasifikasikan
berdasarkan bahan atau komponen yang memberikan karakter utama
barang tersebut sepanjang kreteria ini dapat diterapkan (Barang campuran
dan kombinasi yang terdiri dari bahan yang berbeda atau tersusun dari
komponen yang berlainan dari barang yang disiapkan dalam perangkat
untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan menurut
ketentuan 3 (a), harus diklasifikan seolah-olah barang itu terdiri dari bahan
atau komponen yang memberikan sifat utama kepada barang itu sepanjang
ketentuan ini dapat digunakan Bhs Indonesia versi Hs 2005).
c) Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3a atau
3b, maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tariff terakhir
berdasarkan urutan penomerannya diantara pos tariff yang mempunyai
pertimbangan yang setara.
(Apabila barang tidak dapat diklasifikan menurut ketentuan 3 (a) atau 3 (b)
maka barang itu diklasifikasikan kedalam pos yang disebutkan terakhir
dalam nomenklatur dari pos dimana barang itu dapat diklasifikasikan atas
dasar pertimbangan yang setaraf Bhs Indonesia Hs 2005).
Penjelasan KUMT Aturan 3 (a) :
Aturan 3 (a) ini menjelaskan bahwa pos tarif yang memuat uraian yang lebih spesifik
harus dipilih dibandingkan pos tarif yang memuat uraian lebih umum.
Contoh : Corset
Seharusnya pos tarif tentang Corset tidak / bukan termasuk pakaian dalam
wanita karena Corset lebih spesifik daripada pakaian dalam wanita.
Corsetlettes / Korset apakah merupakan pakaian dalam wanita atau merupakan barang
yang mempunyai karakteristik tersendiri karena bisa dipakai oleh Wanita maupun Pria ?
Bila dinterpretasikan sebagai pakaian dalam wanita mungkin bisa dimasukkan dalam
Pos 61.08 atau Pos 62.08.
Namun Korset mempunyai klasifikasi barang yang lebih spesifik yaitu yaitu 62.12.30
yaitu Corsetlettes (dari bahan Kapas atau dari bahan tekstil lainnya)
(Silahkan periksa Buku HS anda untuk konfirmasi penjelasan KUMT 3a

20

Penjelasan Aturan 3 (b) :


Bila Aturan 3 (a) tidak dapat dipakai maka digunakan aturan 3 (b) yaitu apabila hal itu
berhubungan dengan :

Barang-barang yang bahannya campuran (mixture)


Barang-barang kombinasi terdiri dari komponen-komponen bahan yang
berbeda (different materials)
Barang-barang kombinasi yang terdiri dari komponen yang berbeda
(different component)

Dalam hal yang demikian barang-barang yang terdiri dari beberapa komponen / bahan
diklasifikasikan pada komponen / bahan yang memberikan sifat utama (essential)
dari barang yang bersangkutan.
Faktor-faktor yang dapat memberikan sifat utama dapat bervariasi antara berbagai
jenis barang, misalnya :

Sifat dari bahan / komponen


Kualitas dari bahan / komponen
Berat dan kompossi bahan / komponen
Harga

Contoh : Pelampung berenang yang dibuat dari gabus dibungkus dengan


tekstil.
Barang terdiri dari dua jenis barang yaitu : Gabus dan Tekstil.
Berdasarkan aturan 3 (a) maka harus pos tarif yang spesifik tentang pelampung
berenang ini, dalam hal tidak didapat (ditemukan) maka harus menggunakan aturan 3
(b) yaitu bahan mana yang mengandung bagian essensial dari pelampung
tersebut.
Dan Pelampung dari Gabus yang Dibungkus / Dibalut Tekstil maka bagian essensial
pelampung tersebut adalah gabus karena Gabuslah yang membuat Benda tersebut
dapat mengambang diatas air (Bab 45 tentang Gabus dan Barang Dari Gabus tapi
perhatikan Catatan Bab 45 No 1c (catatan eksklusif) Untuk Keperluan Olahraga
dikeluarkan dari Bab 45 dimasukkan dalam Bab 95) .
Penjelasan Aturan 3 c :
Aturan 3 c menjelaskan apabila aturan 3 (a) dan 3 (b) tidak dapat digunakan maka
klasifikasi tarif berdasarkan pada tarif pos yang disebut terakhir dalam klasifikai
ini.
Contoh : Pelampung berenang dari karet spons yang dibungkus dengan plastik
Jenis barang tersebut mempunyai dua bahan utama yaitu :
-

Plastik pembungkus
Karet spons

21

Spons (Sponge) adalah karet yang berongga dan ringan namun bersifat menyerap
air sehingga apabila dibungkus / dibalut dengan plastic akan dapat berfungsi
sebagai pelampung.
Namun, apabila plastik pembungkus sobek maka spons akan menyerap air dan
tidak bisa berfungsi sebagai pelampung. Tentunya dalam hal ini aturan 3 (a) dan 3
(b) tidak dapat digunakan, maka dalam hal ini pengklasifikasiannya pada pos yang
menyebutkan terakhir.
Dalam hal ini :
Bab Plastik pada Bab 39,
Bab Spons dari karet pada Bab 40,
Maka dalam hal ini tarifnya pada Bab 40.
4.3.4 Aturan 4 :
Bab yang tidak dapat diklasifikasikan menurut / berdasarkan ketentuan diatas
harus diklasifikasikan kedalam pos untuk barang yang paling sesuai sifatnya/
yang paling menyerupai.
Penjelasan Aturan 4 :
Dalam pandangan internasional, mungkin akan timbul produk baru yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam sistem nomenklatur tarif bea masuk.
Dalam hal yang demikian maka jenis barang tersebut harus diklasifikasikan dalam
pos yang paling sesuai dan mempunyai sifat hampir sama.
Cara-cara yang mungkin dapat ditempuh adalah :

Bandingkan barang tersebut dengan barang-barang yang hampir sama


sifatnya, tujuan pemakaiannya.
Tetapkanlah dalam tarif yang paling cocok.

Aturan 5 s.d 10 dari KUMT adalah aturan nasional yang dibuat oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan HS sebelum berlaku AHTN.
Setelah berlaku AHTN Catatan Nasional hanya berlaku Catatan / KUMT No 5 dan 6
4.3.5 KUMT Aturan 5 :
Sebagai tambahan aturan diatas ketentuan berikut ini berlaku / harus diberlakukan
terhadap barang tersebut dibawah ini :
a) Peti kamera, peti instrumen musik, peti / kopor senapan, peti / tas instrumen
gambar, peti / kotak kalung dan tempat simpan / kemasan yang semacam itu,
dengan bentuk atau kelengkapan khusus untuk menyimpan barang tertentu
atau seperangkat barang tertentu cocok untuk pemakaian jangka panjang
dan diajukan / diimpor lengkap dengan isinya (barangnya), harus
diklasifikasikan menurut barangnya / dengan barang tersebut jika / apabila
barang tersebut biasa dijual dengan barang itu/ tersebut. Akan tetapi /

22

namun demikian ketentuan ini tidak berlaku terhadap tempat simpan yang
memberikan seluruh sifat / karakter utamanya.
b) Berdasarkan kepada ketentuan nomer 5 (a) diatas, bahan pembungkus dan
tempat simpan / kemasan / pembungkus yang diajukan / diimpor bersama isinya
(barangnya) harus diklasifikasikan dengan barang tersebut/ menurut barangnya,
jika / apabila bahan kemasan atau pembungkus tersebut memang biasa
dipakai/digunakan membungkus barang itu/ tersebut, Namun demikian / akan
tetapi aturan ini tidak mengikat apabila bahan pembungkus atau tempat
simpan atau kemasan pembungkus tersebut nyata-nyata/secara nyata
cocok untuk dipakai berulang-ulang.
Penjelasan KUMT Aturan 5a
Barang Barang yang diimpor bersama kemasannya dan berdasarkan tradisi dan
kebiasasaan kemasan tersebut merupakan kemasan barang tersebut seperti Kotak
Musik Biola, Trompet, Gitar maka Klasifikasi Tarif berdasarkan Biola, Trompet atau
Gitar.
Namun hal itu tidak berlaku bila Kemasan tersebut tidak biasa missal kemasan tersebut
terbuat dari emas atau logam mulia lainnya.
Penjelasan KUMT Aturan 5b
Barang barang yang dikemas dengan kemasan yang digunakan berulang ulang
seperti : Tabung Gas Oxygen, Tabung Gas Nitrogen dll dalam hal demikian maka
Klasifikasi Tarif atas Gas dalam Tabung / Kemasan tersebut bukan Tabung / Kemasan
nya.
4.3.6 KUMT Aturan 6 :
Untuk tujuan hukum pengklasifikasin barang dalam sub pos dari suatu pos harus
ditentukan berdasarkan uraian dari sub pos tersebut dan Catatan sub pos yang
bersangkutan mutatis mutandis serta, mengikuti ketentuan-ketentuan di atas dengan
penyesuaian seperlunya dengan pengertian bahwa hanya sub pos yang setaraf / setara
yang dapat diperbandingkan (untuk keperluan dari ketentuan ini Catatan Bagian dan
Catatan Bab yang bersangkutan juga diberlakukan), kecuali apabila konteksnya
menentukan lain untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan juga Catatan Bagian
dan Catatan Bab yang bersangkutan.
Penjelasan KUMT Aturan 6
Dalam mengklasifikasikan harap memperhatikan berbagai rambu-rambu yang terpasang
dalam Legal Notes seperti Catatatan Bagian dan Catatan Bab karena Catatatan tersebut
secara hukum mengikat.
KUMT 1 s/d 6 diadopsi oleh AHTN, KUMT 7 s/d !0 dalam HS sudah tidak lagi
menjadi Referensi AHTN

23

4.3.7 Aturan 7 :
Dalam seluruh nomenklatur ini sebutan dikemas untuk penjualan eceran berarti
bahwa barangnya sudah dimasukkan untuk dijual dalam kemasan seberat 1200 gr
atau kurang dan sebutan bentuk tablet berarti bahwa barang itu dibuat dalam
bentuk tablet, pil, cakram, batang, bola bentuk lainnya yang beratnya ( atau jika
barang itu terdiri dari beberapa bagian yang lebih kecil, berat masing-masing
bagiannya ) tidak lebih dari 200 gram, sepanjang hal ini tidak diatur tersendiri.
4.3.8 Aturan 8 :
Dalam seluruh nomenklatur ini istilah kemasan harus diartikan segala kemasan
yang langsung bersentuhan dengan barang dan kemasan seperti itu dapat terbuat
dari kayu, logam, kaca, kertas karton, plastik atau bahan lain.
4.3.9 Aturan 9 :
Yang dimaksud dengan istilah CKD adalah dalam keadaan terbongkar sama sekali
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan setelah mendengar pendapat
Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
4.3.10 Aturan 10 :
a) Untuk keperluan menetapkan berat kena bea dari barang yang dikenakan bea
advelorum dan untuk menetapkan berat yang menentukan klasifikasi barang
menurut beberapa pos atau sub pos dari buku tarif ini, maka diartikan :
i) Berat Kotor ada;ah berat itu sendiri ditambah dengan berat dari
semua pengemasnya.
ii) Berat Bersih atau berat tanpa keterangan lebih lanjut adalah berat
barang itu sendiri sesudah semua pengemasnya dikeluarkan.
b) Berhubung dengan ketentuan dalam ayat (a) sub (i) dan sub (ii) diatas ini, maka
semua pengemas luar dan dalam, penunjang, pembungkus, bahan penunjang
dan pembungkus, dianggap sebagai pengemas, kecuali alat angkut ( misalnya
peti kemas ), derek terpal atau perlengkapan alat angkut bantuan lainnya.
Penjelasan Aturan 7 s.d 10 KUMT :
Aturan 7 s.d 10 KUMT dalam HS tidak lagi diadopsi oleh AHTN, namun demikian
sebagai tambahan wawasan pengetahuan Klasifikasi Barang tidak ada salahnya
diketahui oleh pembaca sebagai referensi manakala, dalam mengklasifikasikan suatu
barang mengalami kesulitan dalam mendefinisikan berbagai keadaan atau situasi yang
berhubungan dengan barang itu.
Butir No 7 s/d 10 cukup jelas sehingga tidak diperlukan contoh-contoh yang spesifik.
Kemudian tanda * yang tertera dalam buku Harmonized Sysem adalah merupakan
catatan tambahan pada catatan The Harmonized Commodity Description and Coding
System.

24

4.4 Ringkasan
Untuk dapat memahami Systems HS yang telah diadopsi dalam AHTN pengguna Buku
HS / Versi AHTN wajib memahami Catatan Bagian atau Catatan Bab yang tersedia
dalam HS /AHTN. Memahami Catatan Bagian dan Catatan Bab adalah Wajib karena
catatan tersebut mempunyai kekuatan hokum dan bersifat mengikat dan oleh sebab itu
disebut sebagai Legal Notes
Ada beberapa jenis Catatan Bagian dan atau Catatan Bab yaitu :

Catatan Eksklusif
Catatan Ilustratif
Catatan Definitif
Catatan Pengertian
Catatan Gabungan / kombinasi ekslusif, ilustratif dan lain-lainnya.

Disamping Catatan Bagian dan Bab diatur juga Ketentuan Umum Untuk
Mengentepretasikan Tarif sebagai petunjuk bagi pengguna HS untuk mengklasifikasi
tariff suatu barang.
Ada 10 aturan untuk mengentepretasikan tariff bea masuk berdasarkan HS, namun
AHTN hanya mengadopsi 6 Aturan Ketentuan Umum Menginterpretasikan Tarif.
KUMT Nomer 1 s/d 4 merupakan Ketentuan yang telah tersedia dalam Konvensi
Internasional tentang HS dan diadopsi dalam AHTN, KUMT HS Nomer 5 s/d 10
merupakan ketentuan nasional namun AHTN hanya mengadopsi KUMT No 5 dan 6 ( No
7 s/d 10 tidak lagi diadopsi dalam AHTN)
Prinsip Aturan 1 adalah :
1. Judul bagian, bab dan sub bab dimaksudkan untuk memudahkan penyebutan dan
untuk klasifikasi pos tarif belum mempunyai kekuatan hukum.
2. Klasifikasi pos tarif harus ditetapkan :
Pertama :
Harus sesuai dengan uraian jenis barang yang disebut dalam Pos Tarif dan tidak ada
catatan bagian atau catatan bab yang meragukan atau membantahnya
Contoh : Kuda
No. HS 0101.30.10.00.
Contoh-contoh tersebut cukup jelas sehingga tidak memerlukan intepretasi.
Kedua :
Dalam hal jenis barang memerlukan intepretasi maka klasifikai pos tarif harus
menggunakan intepretasi tarif kecuali apabila catatan bagian atau bab tidak menentukan
lain.
Prinsip Aturan 2
Prinsip Aturan 2 a :

25

Aturan 2 a ini menetapkan bahan / barang-barang yang tidak lengkap atau belum
selesai harus diklasifikasikan seolah-olah barang tersebut lengkap atau telah selesai.
Contoh :
Peralatan mesin tanpa dilengkapi Crank Shaft mesin maka harus diklasifikasikan pada
pos tarif mesin itu.
Perkakas pertukangan yang digunakan dengan tanaga listrik, tetapi elektro motornya
belum terpasang maka dalam hal ini harus diklasifikasikan sebagai perkakas
pertukangan listrik.
Prinsip Aturan 2 b :
Aturan 2 b ini dimaksudkan apabila suatu barang yang terdiri dari 2 (dua) atau lebih
bahan sehingga dapat diklasifikasikan lebih dari satu pos tarif untuk keperluan klasifikasi
pos tarif diberlakukan aturan no.3.
Contoh :
Pelampung Renang terbuat dari gabus yang dibungkus dengan tekstil, apakah pos tarif
pelampung berenang atau gabus atau tekstil ?
Prinsip Aturan 3
Prinsip Aturan 3 (a) :
Aturan 3 (a) ini menjelaskan bahwa pos tarif yang memuat uraian yang lebih spesifik
harus dipilih dibandingkan pos tarif yang memuat uraian lebih umum.
Contoh : Corset
Seharusnya pos tarif tentang Corset tidak / bukan termasuk pakaian dalam wanita
karena Corset lebih spesifik daripada pakaian dalam wanita.
Prinsip Aturan 3 (b) :
Bila Aturan 3 (a) tidak dapat dipakai maka digunakan aturan 3 (b) yaitu apabila hal itu
berhubungan dengan :

Barang-barang yang bahannya campuran (mixture)


Barang-barang kombinasi terdiri dari komponen-komponen bahan yang
berbeda (different materials)
Barang-barang kombinasi yang terdiri dari komponen yang berbeda (different
component)

Dalam hal yang demikian barang-barang yang terdiri dari beberapa komponen / bahan
diklasifikasikan pada komponen / bahan yang memberikan sifat utama (essential) dari
barang yang bersangkutan.
Faktor-faktor yang dapat memberikan sifat utama dapat bervariasi antara berbagai jenis
barang, misalnya :

Sifat dari bahan / komponen

26

Kualitas dari bahan / komponen


Berat dan kompossi bahan / komponen
Harga

Contoh : Pelampung berenang yang dibuat dari gabus dibungkus dengan tekstil.
Barang terdiri dari dua jenis barang yaitu : Gabus dan Tekstil.
Berdasarkan aturan 3 (a) maka harus pos tarif yang spesifik tentang pelampung
berenang ini, dalam hal tidak didapat (ditemukan) maka harus menggunakan aturan 3
(b) yaitu bahan mana yang mengandung bagian essensial dari pelampung
tersebut.
Dan bagian essensial pelampung tersebut adalah gabus.
Prinsip Aturan 3 c :
Aturan 3 c menjelaskan apabila aturan 3 (a) dan 3 (b) tidak dapat digunakan maka
klasifikasi tarif berdasarkan pada tarif pos yang disebut terakhir dalam klasifikai
ini.
Contoh : Pelampung berenang dari karet spons yang dibungkus dengan plastik
Jenis barang tersebut mempunyai dua bahan utama yaitu :
-

Plastik pembungkus
Karet spons

Apabila plastik pembungkus sobek maka spons akan menyerap air dan tidak bisa
berfungsi sebagai pelampung. Tentunya dalam hal ini aturan 3 (a) dan 3 (b) tidak
dapat digunakan, maka dalam hal ini pengklasifikasiannya pada pos yang
menyebutkan terakhir.
Dalam hal ini :
Bab Plastik pada Bab 39,
Bab Spons dari karet pada Bab 40,
Maka dalam hal ini tarifnya pada Bab 40.
Prinsip Aturan 4
Dalam pandangan internasional, mungkin akan timbul produk baru yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam sistem nomenklatur tarif bea masuk.
Dalam hal yang demikian maka jenis barang tersebut harus diklasifikasikan dalam
pos yang paling sesuai dan mempunyai sifat hampir sama.
Cara-cara yang mungkin dapat ditempuh adalah :
- Bandingkan barang tersebut dengan barang-barang yang hampir sama
sifatnya, tujuan pemakaiannya.
- Tetapkanlah dalam tarif yang paling cocok.

27

Prinsip Aturan 5 s/d 6


Prinsip aturan 5 s/d 6 adalah aturan nasional yang mengatur tentang berbagai
pengertian seperti petikemas, dibungkus untuk penjualan eceran dll, secara mudah bisa
dibaca oleh pebelajar sehingga dipersilahkan membaca sendiri dengan cermat pada
Buku HS / AHTN.
Bila masih kurang jelas silahkan meminta konfirmasi pada Tutor atau Nara Sumber Mata
Pelajaran Klasifikasi Barang berdasarkan BTBMI
4.5 Latihan
4.5.1 Tentang Catatan Bagian dan Catatan Bab Harmonized Systems
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengapa Catatan Bagian dan Catatan Bab HS penting ?


Ada berapa jenis Catatan Bab dan Bagian dalam HS sebutkan.
Apa yang dimaksud dengan Catatan Eksklusif ? berikan contoh.
Apa yang dimaksud dengan Catatan Definitif ? berikan contoh
Apa yang dimaksud dengan Catatan Ilustratif ? berikan contoh
Apa yang dimaksud dengan Catatan Pengertian ? berikan contoh
Apa yang dimaksud dengan Catatan Gabungan ? berikan contoh

4.5.2 Tentang Ketentuan Untuk Mengenterpretasikan Tarif ( KUMT )


8. Mengapa Ketentuan Untuk Mengintepretasikan Tarif dalam HS penting ?
9. Ada 10 Aturan KUMT jelaskan berapa aturan dasar yang berasal dari The
Harmonized Commodity Systems ?
10. Berapa Aturan Nasional yang ditetapkan Indonesia ?
11. Apa maksud dan tujuan Aturan KUMT 1 jelaskan dan berikan contoh .
12. Apa maksud dan tujuan Aturan KUMT 2, jelaskan dan berikan contoh
13. Apa maksud dan tujuan Aturan KUMT 3, jelaskan dan berikan contoh
14. Apa maksud dan tujuan Aturan KUMT 4, jelaskan dan berikan contoh
15. Apa maksud dan Tujuan Atruran KUMT 5, jelaskan dan beri contoh
V. LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENGKLASIFIKASI BARANG KE DALAM
NOMENKLATUR THE HARMONIZED SYSTEM (HS) SEBAGAIMANA TELAH
DIADOPSI DALAM ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURES (AHTN)
5.1 Langkah-Langkah Melakukan Klasifikasi Barang Berdasarkan HS /AHTN
Dari uraian untuk pengklasifikasian barang kedalam Harmonized System (HS)/Asean
Harmonized
Tariff
Nomenclatures
(AHTN)
maka
langkah-langkah
untuk
mengklasifikasikan barang agar cermat dan teliti adalah sbb. :
Kenalilah Jenis Barang Impor tersebut.
Maksudnya adalah untuk pengklasifikasian barang kedalam Harmonized System
(HS)/AHTN hendaknya tahu dengan persis jenis barang yang akan di Impor.
Hindarilah isilah-istilah umum seperti one lot of spareparts atau one lot of
Machineries atau Textil dll.

28

Setelah mengetahui jenis barang tersebut apakah jenis barang tunggal atau
campuran (mixture), maka selanjutnya lakukan langkah berikutnya.
Dalam hal barang tunggal kenali bahan, sifat-sifat dan tujuan pemakaian
barang itu.
Dalam hal barang tersebut adalah barang campuran, kenali komponenkomponen, komposisi, sifat-sifat dan tujuan pemakaian barang itu.
Apabila anda telah mengenal dan tahu jenis barang impor tersebut, anda dapat
melakukan beberapa pendekatan untuk mengklasifikasikan barang tersebut.
Pendekatan tersebut :

pendekatan jenis barang


pendekatan bahan barang
pendekatan fungsi barang

Sesuai hasil pendekatan anda carilah barang tersebut melalui Daftar Isi Buku
AHTN / HS kemudian setelah menemukan Bab yang berkaitan dengan Barang
tersebut maka perhatikan dan baca dengan hati-hati (sekali lagi dengan hatihati) tentang Catatan Bagian dan Catatan Bab yang terdapat dalam daftar judul
Bagian dan Bab HS termaksud.
Misalnya : Asesoris Bunga dari Plastik untuk Aquarium
Cara berpikir kita adalah barang dari plastic maka kita cari Bab 39 tentang Plastik.
Teliti Catatan Bab dan Bagian dari Bab 39
Dari cari ini anda bisa menyimpulkan apakah masuk dalam Bab 39 atau dikeluarkan
dari Bab 39 sehingga masuk Bab lain.
Dalam mengklasifikasikan jenis barang dalam pos tarif perhatikan prinsipprinsip :

Jenis barang harus cocok dengan uraian jenis barang yang terdapat dalam pos
tarif HS.
Contoh : Kuda HS No. 01.01.30.10.00

Dalam hal tidak ditemukan uraian jenis barang yang cocok, baca dengan hati-hati
catatan bagian dan catatan bab sesuai pendekatan yang anda lakukan
Catatan Bagian dan Catatan Bab akan membantu anda untuk mencari alternatif
bab yang relevan dan tepat dan jangan mudah memilih tarif pos lain-lain.

Apabila jenis barang yang cocok tidak ada karena beberapa alasan misalnya
o
o

barang campuran (mixtures)


barang dengan teknologi baru

Gunakan ketentuan untuk mengintepretasikan tarif (KUMT) butir 2 s.d 4.

29

Namun dalam hal ini baca dengan hati-hati Catatan Bagian dan Catatan Bab.
o

Apabila anda masih mengalami kesulitan mencari tarif pos, gunakan


Alphabetical Index HS untuk mengarahkan pada pos tarif yang tepat.

Walaupun demikian Alphabetical Index HS tidak mengikat, oleh sebab itu


perhatikan dan baca dengan teliti catatan bagian dan catatan bab agar penetapan pos
tarif mempunyai kekuatan hukum.
Bila diperlukan gunakan kelengkapan HS lainnya seperti Explanatory Notes dan
Compendium of Classification Opinions.
Untuk mengklasifikasikan jenis barang dalam buku tarif HS, bagi pemula memang agak
sulit, tetapi dengan petunjuk langkah-langkah ini dan dengan sabar mencarinya pasti
akan tepat dan benar.
Tetapi bagi mereka yang telah memahami Sistem Berpikir HS dan tahu catatancatatan bagian atau bab dan sering berlatih membuka buku HS, mencari tarif pos
tidak terlalu sulit dan mudah.
5.2 Ringkasan
Tarif bea masuk dewasa ini berdasarkan konvensi internasional di bidang sistem
nomenklatur barang-barang impor.
Untuk dapat memahami sistem suatu nomenklatur barang impor dalam hal ini
Harmonized System diperlukan memahami Sistem Berpikir dari Nomenclature HS.
Pemahaman terhadap Sistem Berpikir dari HS adalah memahami :

Susunan HS yang terdiri dari 21 Bagian dan 99 Bab yang tersusun dalam
daftar isi buku HS.
Kenalilah jenis barang yang akan dicari nomer Tarif Pos berdasarkan HS.
Perkirakan apakah jenis barang yang anda periksa termasuk jenis barang yang
mudah atau rumit karena merupakan gabungan dari berbagai bahan atau
bersifat kompleks dan multi tafsir / interpretative ?
Perhatikan aturan Ketentuan Untuk Menginterpretasikan tariff khususnya
nomer aturan yang relevan dengan jenis barang kompleks / rumit / multi tafsir
atau multi interpretative yang akan dicari.
Perhatikan catatan-catatan Bagian dan Catatan Bab yang relevan melalui
pendekatan komposisi materi barang atau sifat essential dari jenis barang itu
sebagai pembimbing dan pengarah menuju tarif pos yang tepat.
Lakukan proses pencarian secara systematis dengan systems yang telah
ditetapkan dalam KUMT dan lakukan dengan sabar (jangan terburu-buru ).
Dengan latihan ber ulang melalui prosedur systems HS akan dengan mudah
secara cermat menemukan Tarif Pos barang apa saja dalam HS.

30

5.3 Latihan Klasifikasi Pos Tarif BTBMI


Kelompok Soal I (KUMT 1)

Nomer Pos Tarif

Ayam Sabung /Aduan


Belut / eels
Tomat Segar
Kopra
Bir Hitam
Ekstrak dan essens Tembakau
Bubuk Mika
Briket, Bahan Bakar Padat Batubara
Oksigen
Aseton / Acetone
Minyak Atsiri / Essential Oils Lemon mutu
farmasi
Polimer Polystyrene dapat dikembangkan
dalam bentuk Cair atau Pasta.
Karet Alam Dalam Bentuk Rubber Smoked
Sheet ( RSS ) Grade 5
Gantungan Pakaian dari Kayu
Sumbat atau Penutup dari Gabus
Kertas Sigaret dalam Bentuk Buklet
Amplop / Envelop
TOW filament Tiruan
Sanitary Napkins ( pembalut wanita )
Celana Kolor / Dalam dari Kapas
Gombal Bekas
Kaca Spion untuk Kendaraan
Pegas Tembaga ( Copper Springs )
Pengisi Bahan Bakar yang dioperasikan secara
electric
Alat Cukur / Shavers Elektrik

Kelompok Soal II (KUMT 2 s/d 4)


Saos tomat
Bawang Goreng
Lemak Babi
Minyak Nabati dari Coklat ( Cacao )
Helm Pengendara Sepeda Motor dari Plastik
Kancing Sorong untuk baju dari Plastik
Pegas Jam Tangan dari Besi
Patung Kuda dari Besi untuk Dekorasi Rumah
Rantai Sepeda
Rantai Jam Tangan dari logam
Baut dari Plastik
Mur dari Logam
Mesin Jackpot

31

Pensil Alis Untuk Wanita


Pita dari tekstil dalam kumparan untuk Mesin
Ketik
Kelompok Soal III (KUMT 1 s/d 7 +
Professional Judgement)
Lemari Es Ukuran 20 Inchi Tanpa Compressor
Personal Data Assistance ( PDA) yang
berfungsi sebagai Kamera juga Handphone
Jam Tangan dari Emas dan bertahtakan
Berlian ( Batu Mulia )
Jamu

DAFTAR PUSTAKA
1. Casey, W /Tenaga Ahli IMF, Departemen Keuangan RI, Direktorat Jenderal Bea
Cukai, Bahan Kuliah Brussells Tariff Nomenclatures (1971) .
2. Pengantar Tarif Bea Indonesia (Berdasarkan BTN), Departemen Keuangan RI,
Direktorat Jenderal Bea Cukai (1971).
3. Kumpulan Kuliah Klasifikasi Barang oleh Ir Sumartono (1972/1973)
4. Buku Brussells Tariff Nomebcalatures (BTN).
5. Buku Customs Cooperation Council Nomenclatures (CCCN)
6. Buku The Harmonized Commodity Descriptions and Coding Systems (HS)
7. Protocol Asean Harminized Tariff Nomenclatures (AHTN)
8. BTBMI / AHTN

32

Anda mungkin juga menyukai