Anda di halaman 1dari 10

1

PENGARUH KECEPATAN REAKTAN TERHADAP AIR FUEL RATIO


DAN KARAKTERISRIK API PADA PEMBAKARAN PREMIXED
MINYAK KELAPA PADA BURNER
Rizki Prawira Antoni, I.N.G Wardana, Handono Sasmito
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia
E-mail : antoni_rizki@yahoo.com
Kebutuhan manusia yang terus berkembang memiliki batasan yang tak terhingga akan
pemanfaatan sumber daya alam. Karena konsumsi dan kebutuhan yang semakin berkembang
dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Bahan bakar fosil yang dipakai saat ini
semakin lama semakin menipis. Sehingga kita membutuhkan sumber daya baru untuk pengganti
bahan bakar fosil. Salah satu jalan keluarnya adalah minyak nabati. Minyak kelapa termasuk
dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida dan asam lemak yang merupakan. Kandungan
asam lemak minyak kelapa di dominasi oleh sama lemak jenuh dan sangat variatif. karena
variasi asam lemak jenuh inilah akan menghasilkan karakterisktik pembakarannya yang
berbeda. Selain itu salah satu yang berpengaruh terhadap karakteristik api pembakaran minyak
kelapa adalah kecepatan reaktan. Dengan variasi kecepatan reaktan akan terlihat karakteristik
api dari pembakaran premixed minyak kelapa pada burner. Penelitian ini dilakukan dengan
memanaskan minyak kelapa sampai terbentuk uap, kemudian disalurkan ke burner yang
nantinya akan dicampur dengan udara yang dikontrol massa alirnya. Kemudian api dinyalakan
dan kecepatan reaktan dinaikkan sampai api terjadi lift off hingga blow off. Dari penelitian
didapat bahwa semakin tinggi kecepatan reaktan maka jumlah udara lebih banyak sehingga
AFR meningkat dan kecepatan pembakaran akan semakin tinggi dimulai dari 95,5957 cm/s
sampai 186,2451 cm/s. Kemudian kecepatan reaktan juga mempengaruhi tinggi api dan
temperature api. Dimana tinggi api mengalami penurunan seiring peningkatan kecepatan
reaktan sampai terjadi lift off dimana terjadi peningkatan tinggi api, kemudian blow off. Dan
temperature api juga mengalami perbedaan suhu dimana pada bagian tepi api memiliki suhu
antara 3800C 5450C. Sedangkan pada bagian center burner berkisar antara 3250C 5100C.
Selain itu juga terdapat perbedaan warna api hasil pembakaran dimana pada awal di dominasi
warna kuning yang kemudian berubah menjadi biru dan padam (blow off).
Kata kunci : Minyak Kelapa, Burner, Pembakaran premixed, Kecepatan pembakaran, AFR.
PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia yang terus
berkembang memiliki batasan yang tak
terhingga akan pemanfaatan Sumber daya
alam. Karena konsumsi dan kebutuhan yang
semakin berkembang, sumber daya alam
semakin menipis terutama yang tidak dapat
diperbaharui. Bahan bakar fosil yang dipakai
saat ini semakin lama semakin menipis.

Diperkirakan pada tahun 2025 negara kita


Indonesia akan kehabisan bahan bakar fosil.
Selain kelangkaannya, bahan bakar fosil
juga memberikan masalah yang cukup serius
pada lingkungan seperti polusi. Hal ini
sudah diantisipasi oleh para ahli dengan cara
merancang mesin yang lebih revolusioner,
efisien, tingkat polusi yang rendah, dan
pengembangan berbagai bahan bakar

2
alternatif untuk menggantikan peran bahan
bakar fosil secara berkesinambungan.
Dengan krisis energi yang di alami secara
global jalan keluar yang paling konkret
adalah bahan bakar alternatif untuk
mengatasi kelangkaan bahan bakar fossil.
Bahan bakar alternatif yang dapat
diperbaharui, terjangkau, handal, dan
tersedia dalam jumlah banyak adalah bahan
bakar masa depan yang dinantikan. Bahan
bakar ini dapat diperoleh dari alam berupa
minyak nabati.
Selama
proses
pembakaran,
kestabilan api memegang peranan yang
sangat penting. Dimana pembakaran adalah
reaksi secara kimiawi antara pengoksidasi
(oksigen) dan bahan bakar, yang disertai
dengan pelepasan energi berupa cahaya dan
kalor [1]. Ada dua macam keadaan yang
disebabkan oleh ketidakstabilan api
diantaranya adalah lift off dan blow off.
Dalam pembakaran pada burner kecepatan
reaktan dalam burner sangat mempengaruhi
karakteristik api dalam pembakaran. ketika
kecepatan reaktan terlalu tinggi maka akan
terlihat api yang terangkat (lift off) yang
disebabkan oleh kecepatan rambat api yang
lebih rendah dari kecepatan reaktan. Hal ini
akan memicu pada keadaan dimana api akan
padam (blow off). Sehingga dalam
pembakaran yang baik pada burner, kita
harus mencari pada kecepatan reaktan mana
yang diperoleh karakteristik api yang paling
optimal. Begitu pula dengan Air Fuel Ratio
(AFR). Dimana Air Fuel Ratio (AFR) sangat
menentukan apakah pembakaran yang
terjadi berlangsung secara optimal. Maka
dibutuhkan Air Fuel Ratio (AFR) yang tepat
sehingga campuran bahan bakar dan udara

berada pada tingkat optimal atau


stoikiometri.
Penelitian yang membahas masalah
pembakaran premixed ini salah satunya
adalah Arief Kurniawan (2006). dengan
memvariasikan kecepatan aliran bahan bakar
dan udara. Diperoleh kesimpulan semakin
besar kecepatan aliran udara maka proses
terjadinya lift off juga semakin lambat
karena semakin cepat aliran udara maka
massa alir udara juga semakin besar
sehingga makin banyak udara yang bereaksi
dengan bahan bakar yang menyebabkan
pembakaran semakin baik. Didapatkan juga
bahwa semakin besar kecepatan aliran udara
maka luasan daerah api laminar juga
semakin besar. Saat kecepatan aliran bahan
bakar dan udara dinaikkan maka lift off juga
semakin meningkat, aliran yang terjadi
semakin turbulen sehingga pencampuran
bahan bakar dan udara semakin baik
akibatnya api didominasi warna biru [2].
Minyak kelapa cenderung terurai
menjadi lemak dan gliserol karena reaksi
hidrolisis. Asam lemak membakar sebelum
gliserol. Selain itu Pembakaran asam lemak
cenderung menghasilkan api terpisah yang
muncul sebagai lebih dari satu zona reaksi
yang terlihat. Api yang terpisah jelas terlihat
pada campuran miskin. Penyalaan gliserol
membutuhkan pemanasan yang cukup besar
yang cenderung memperlambat penyebaran
api. [3]
Maka dari itu diperlukan pemahaman
lebih lanjut mengenai hubungan kecepatan
reaktan terhadap air fuel ratio (AFR) dan
karakteristik pembakaran minyak kelapa.
Dan juga penelitian ini dapat digunakan
sebagai
referensi
untuk
penelitian
selanjutnya dan juga sebagai informasi bagi

3
dunia industri untuk dapat dikembangkan
secara komersial.
Minyak kelapa memiliki kandungan
asam lemak sebagai berikut.
Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak
kelapa
No Asam lemak
Percentase
(%)
1

Asam kaproat

0,240

Asam Kaprilat

4,852

Asam Kaprat

5,031

Asam Laurat

46,256

Asam Myristat

20,508

Asam Palmitat

10,706

Asam Oleat

8,413

Asam Stearat

3,711

Asam Linoleat

0,060

10

Asam Linolenat

0,107

11

Asam Palmitoleat

0,018

12

Asam Arachidat

0,051

13

Asam Behenat

0,028

14

Asam Eicosatrinoat

0,020

Sumber : LPPT UGM, 2013


Dari komposisi asam lemak tersebut
didapatkan reaksi stoikiometri dari
pembakaran minyak kelapa, yaitu:
0,0886 C8H16O2+ 0,0617 C10H20O2+
0,4883
C12H24O2+
0,1997
C14H28O2+0,0784
C16H32O2+0,0306
C18H36O2+ 0,0444 C18H34O2+ 0,076
C18H32O2+19,7201(O2+3,76N2)
13,9536 CO2 + 13,7572H2O +
74,1851381N2

Dari reaksi diatas didapat AFR


stoikiometri berada pada 12,5299.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan
metode penelitian eksperimental nyata
(true experimental research) yaitu
dengan melakukan pengujian secara
langsung pada objek yang diteliti untuk
memperoleh data sebab akibat melalui
proses eksperimen.
Dalam penelitian ini ada 3 variabel
yang digunakan, yaitu:
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah variasi kecepatan reaktan : 22,25
cm/s; 95,6 cm/s; 125,97 cm/s; 149,28
cm/s; 168,93 cm/s; 186,24 cm/s; 201,89
cm/s; dan 216,28 cm/s. Variabel
terkontrol pada penelitian ini adalah
volume minyak kelapa yang digunakan
adalah 60 ml. variable terikat dalam
penelitian ini adalah AFR aktual,
kecepatan pembakaran, temperatur api,
dan tinggi api.
Pengambilan Data
Sebelum
pengembilan
data
dipersiapkan terlebih dahulu instalasi
alat- alat penelitian. Pastikan alat
terpasang dengan baik antara satu
dengan lainnya agar tidak terjadi
kebocoran. Kemudian masukkan minyak
kelapa sebanyak 60 ml. ke dalam ketel
lalu nyalakan kompor listrik pada daya
600 watt. Tunggu beberapa saat hingga
terbentuk uap minyak kelapa.
Jika sudah terbentuk uap maka pada
ujung burner di bakar dengen pemantik
api hingga terbentuk api. Buka katup
udara hingga manometer menunjukkan

4
beda tekanan sebesar 2 cm. setelah itu
ambil foto nyala api yang terbentuk pada
ujung nozzle. Catat suhu api dan beda
ketinggian manometer bahan bakar.
Lakukan langkah tersebut hingga terjadi
blow off.
Instalasi alat penelitian dapat di lihat
pada gambar berikut:

Gambar 1. Skema Instalasi Penelitian


Keterangan gambar :
Keterangan:
1. Kompressor
2. katup
3. Orrifice
4. Manometer
5. Burner
6. Ketel bahan bakar

Pengolahan Data
Hasil rekaman nyala api pembakaran
campuran uap minyak kelapa dan udara
yang berupa foto, dipotong (crop) dengan
menggunakan software Adobe Photoshop
CS5 dengan ukuran 2cm x 6 cm, dimana
2cm merupakan ukuran lebar sebenarnya
dari diameter nozzle sehingga hasil potongan
gambar yang didapat nantinya telah sesuai
dengan ukuran yang sebenarnya. Gambar
hasil dari Adobe Photoshop CS5 tersebut,
kemudian disusun berjajar sehingga akan
nampak pergerakan api dimana saat mulai
terbentuk hingga padam.
Untuk perhitungan kecepatan api,
susunan gambar api yang telah dihasilkan
kemudian dimasukkan kedalam ImageJ
sehingga dapat dicari sudut kerucut api. Dari
sudut kerucut api tersebut dapat dihitung
kecepatan apinya. Begitu pula untuk tinggi
api, susunan gambar rambatan api
dimasukkan kedalam ImageJ kemudian
diukur tinggi api tiap variasi kecepatan
reaktan tertentu dengan terlebih dahulu
menetapkan skala panjang gambar, dan
selanjutnya dianalisa geometri apinya.

7. Kompor Listrik
8. Thermostat Digital
9. CPU
10. Thermometer
11. Kamera

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembahasan ini dilakukan untuk
mendapatkan pola kecenderungan dari data
hasil penelitian karakteristik pembakaran
campuran uap minyak kelapa dan udara
dengan berbagai variasi kecepatan reaktan.

5
HUBUNGAN KECEPATAN REAKTAN ( ) TERHADAP KECEPATAN PEMBAKARAN

Grafik hubungan kecepatan reaktan ( ) terhadap kecepatan pembakaran dapat dilihat


pada gambar 2 berikut:

Kecepatan pembakaran (cm/s)

Hubungan Kecepatan Reaktan Terhadap


Kecepatan Pembakaran
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Lift Off

Kecepatan
Pembakaran

95.60 125.97 149.28 168.93 186.25 201.90 216.29


Kecepatan reaktan (cm/s)

Gambar 2 : Grafik hubungan kecepatan reaktan terhadap kecepatan pembakaran


Dari gambar 2 terlihat semakin tinggi
kecepatan
reaktan
maka
kecepatan
pembakaran juga akan semakin meningkat.
Berdasarkan Rumus dari SL , yaitu
= sin
SL di pengaruhi oleh kecepatan reaktan
dan sin dari kerucut api. Semakin tinggi
Kecepatan reaktan maka semakin tinggi
kecepatan pembakaran yang terjadi. Pada
= 201,9 cm/s api dalam kondisi lift off,

sehingga dengan metode pengukuran


kecepatan yang sama pada sebelumnya
tidak dapat diketahui secara pasti nilai
kecepatannya. di karenakan Sin yang tidak
dapat di ukur. Penyebab api terangkat atau
lift off tersebut adalah karena difusivitas
massa punya nilai yang jauh lebih besar
daripada nilai difusivitas panasnya.

HUBUNGAN KECEPATAN REAKTAN ( ) TERHADAP TEMPERATUR API

Grafik hubungan kecepatan reaktan ( ) terhadap temperatur api dapat dilihat pada
gambar 3 berikut:

Hubungan kecepatan Reaktan


terhadap Temperatur Api
Temperatur Api (C)

600
500
400
300
200

tengah

100

tepi

0
95.60

125.97

149.28

168.93

186.25

201.90

Kecepatan reaktan (cm/s)

Gambar 3 : Grafik hubungan kecepatan reaktan terhadap temperatur api


Pada grafik di atas terlihat bahwa
temperatur api bagian tepi lebih tinggi dari
bagian tengah, hal ini di karenakan zona
reaksi terjadi pada tepi api merambat
kedalam atau ketengah burner. Semakin
tinggi kecepatan reaktan maka kecepatan
pembakarannya akan semakin cepat. Ketika
kecepatan pembakaran semakin cepat maka
rambatan api dari tengah ke tepi akan
semakin cepat sehingga perbedaan suhu
antara tengah dengan tepi semakin kecil.

pada kecepatan reaktan (Vu) = 168,93 cm/s


terlihat bahwa suhu menurun hal ini bisa di
akibatkan oleh uap minyak kelapa yang
mudah mengembun sehingga
pasokan
bahan bakar pada saat itu kurang yang
mengakibatkan suhu sedikit menurun.

HUBUNGAN KECEPATAN REAKTAN ( ) TERHADAP TINGGI API

Grafik hubungan kecepatan reaktan ( ) terhadap tinggi api dapat dilihat pada gambar 4
berikut:

Tinggi Api (cm)

Hubungan Kecepatan Reaktan


terhadap Tinggi Api
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Tinggi Api

95.6

126.0

149.3

168.9

186.2

201.9

Kecepatan reaktan (cm/s)

Gambar 4 : Grafik hubungan kecepatan reaktan terhadap tinggi api

Pada gambar 4.7 menunjukkan urutan


tinggi api dari berbagai variasi kecepatan
reaktan (Vu). Dimana semakin cepat
kecepatan reaktan maka pembakaran yang
terjadi semakin cepat sehingga tidak banyak
bahan bakar yg lolos dari zona reaksi dan
terbakar secara difusi dengan udara sekitar,
dimana pembakaran difusi ini ditandai
dengan nyala api yang berwarna kuning.
Tinggi api tertinggi berada pada kecepatan
reaktan (Vu) = 95,6 cm/s. Dimana kecepatan
reaktan pembakaran premixed terendah.
Pada kecepatan reaktan = 149,3 cm/s terjadi
peningkatan tinggi api. Hal ini disebabkan
oleh udara di sekitar api yang ikut terbakar
dengan reaktan yang melewati zona reaksi
sehingga api meningkat ketinggiannya. Pada
kecepatan reaktan 126 cm/s udara masih
belum cukup untuk membakar reaktan
sehingga api menjadi lebih pendek. Pada
kecepatan reaktan = 201,9 cm/s juga terjadi
peningkatan yang disebabkan api dalam

keadaan lift off, dimana api terdorong ke


atas dan tidak dalam bentuk kerucut.
Sedangkan pada kecepatan reaktan = 186,2
cm/s terlihat ketinggian yang sangat rendah
dikarenakan api dalam kondisi flat sehingga
ketinggian api sulit untuk di ukur karena
ketinggian yang sangat rendah.

Gambar 5: Api pada kecepatan reaktan =


149,3 cm/s

HUBUNGAN KECEPATAN REAKTAN ( ) TERHADAP AIR FUEL RATIO (AFR)

Grafik hubungan kecepatan reaktan ( ) terhadap Air Fuel Ratio dapat dilihat pada
gambar 5 berikut:

Hubungan Kecepatan Reaktan terhadap


AIR FUEL RATIO (AFR)
14

Stoikiometri

12

AFR

10
8
6
4

AIR FUEL
RATIO
(AFR)

2
0
95.60

125.97

149.28

168.93

186.25

201.90

216.29

Kecepatan reaktan (cm/s)


Gambar 6 : Grafik hubungan kecepatan reaktan terhadap Air Fuel Ratio
Dari gambar terlihat bahwa semakin
tinggi kecepatan reaktan maka semakin
tinggi. Dikarenakan jumlah udara yang
semakin tinggi sehingga ketika debit udara
ditambah maka AFR juga akan bergeser

menjadi lebih miskin seiring dengan


peningkatan kecepatan reaktannya. Dari data
terlihat bahwa pembakaran yang terjadi
telah melewati stoikiometri.

POLA NYALA API

Gambar 7 : Pola nyala api pembakaran premixed minyak kelapa

Pada gambar di atas terlihat urutan


pola nyala api pada berbagai variasi
kecepatan reaktan, yaitu : 17,9 cm/s; 95,6

cm/s; 126 cm/s; 149,3 cm/s; 168,9 cm/s;


186,2 cm/s; 201,9 cm/s; dan 216,29 cm/s.
pertama terlihat nyala api cenderung

9
berwarna kuning dimana hal ini disebabkan
oleh kecepatan reaktan yang kurang tinggi
sehingga kecepatan pembakaran masih
rendah yang mengakibatkan banyak reaktan
yang lolos dari zona reaksi dan terbakar
secara difusi dengan udara sekitar. Ketika
api sudah berwarna biru sepenuhnya maka
pembakaran premixed terjadi secara
menyeluruh. Pada kecepatan reaktan 201,9
cm/s terlihat api yang cenderung flat
sehingga sulit untuk di ukur kecepatan
pembakarannya. Pada kecepatan reaktan
216,29 cm/s terlihat terjadi gejala lift off.
Hal ini di sebabkan oleh kecepatan reaktan
yang terlalu tinggi sehingga api terdorong ke
atas mengikuti arah reaktan. Dimana
pembakaran seharusnya menuju ke tengah.
Pada kecepatan reaktan = 168,9 cm/s terlihat
api sekunder kecil yang terdapat pada
nozzle. Hal ini disebabkan oleh kandungan

asam lemak yang ikut terbakar. Dimana


asam lemak dari minyak kelapa terdiri dari
beberapa asam lemak yang memiliki sifat
yang berbeda - beda sehingga menghasilkan
nyala api tersendiri.

KESIMPULAN
Dari hasil dan analisa pembahasan
pengaruh kecepatan reaktan terhadap Air
Fuel Ratio (AFR) dan karakteristik api
pembakaran premixed minyak kelapa pada
burner, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
Variasi
kecepatan
reaktan
mempengaruhi pola api pembakaran
premixed minyak kelapa dan udara.
Dengan massa alir bahan bakar yang
tetap, penambahan massa alir udara
mempengaruhi kecepatan reaktan
yang juga berpengaruh pada
stabilitas api. Penambahan massa alir
udara yang lebih besar menyebabkan
difusivitas massa lebih besar dari
difusivitas panas yang menimbulkan
lift off hingga akhirnya api akan
padam (blow off).
Semakin tinggi kecepatan reaktan
menyebabkan
kenaikan
AFR.
Terlihat pada grafik hubungan

kecepatan reaktan dan AFR dimana


AFR terus meningkat seiring
peningkatan kecepatan reaktan.
Peningkatan
kecepatan
reaktan
berpengaruh pada tinggi api.
Peningkatan
kecepatan
reaktan
menunjukkan tinggi api yang
semakin menurun ketinggian api
tertinggi pada kecepatan 95,6 cm/s
sebesar 3,7949 cm, kemudian
mengalami penurunan dan kembali
meningkat pada 149,28 cm/s , yaitu
sebesar 3,1 cm dan kembali turun
sampai api lift off kemudian padam.
Kecepatan reaktan berpengaruh pada
temperatur api. Dimana api pada tepi
burner memiliki temperatur yang
lebih tinggi dari tengah burner yang
dikarenakan zona reaksi berada pada
tepi nozzle menuju ke tengah nozzle.
Kondisi ini terus berlangsung seiring
peningkatan kecepatan reaktan.

Gambar 8 : Api sekunder pada kecepatan


reaktan = 181,12 cm/s

10

Pola
warna
api
memberikan
informasi pembakaran mendekati
sempurna atau tidak. Warna biru
mengindikasikan
bahwa
pembakarannya
mendekati
sempurna, sedangkan warna kuning
mengindikasikan banyak terdapat
bahan bakar yang belum terbakar
dan terbakar secara difusi dengan
udara. Kondisi ini terus berlangsung
seiring
peningkatan
kecepatan
reaktan.
Pola
warna
api
memberikan
informasi pembakaran mendekati
sempurna atau tidak. Warna biru
mengindikasikan
bahwa
pembakarannya
mendekati
sempurna, sedangkan warna kuning
mengindikasikan banyak terdapat
bahan bakar yang belum terbakar
dan terbakar secara difusi dengan
udara.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Wardana, ING. 2008. Bahan Bakar

dan Teknologi Pembakaran. PT. Danar


Wijaya Brawijaya University Press,
Malang.
[2] Kurniawan, Arief. 2006. Pengaruh
Variasi Kecepatan Aliran Bahan Bakar
dan Udara Terhadap Ketidakstabilan
Api Difusi (Lift Off) Pada Burner
Concentric Annulus Tube; Brawijaya
University, Malang.
[3] Wardana,
ING.
PREMIXED
COMBUSTION OF COCONUT OIL IN
A HELE-SHAW CELL. Department of
Mechanical Engineering, Brawijaya
University.

Anda mungkin juga menyukai