Anda di halaman 1dari 20

Alat pelindung diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya
dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.
Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja Republik
Indonesia.Adapun bentuk dari alat tersebut adalah :
Safety Helmet
Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.
Tali Keselamatan (safety belt)
Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang
serupa (mobil,pesawat, alat berat, dan lain-lain)
Sepatu Karet (sepatu boot)
Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan
di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan
kimia, dsb.
Sepatu pelindung (safety shoes)
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat.
Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau
berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
Sarung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat
mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masingmasing pekerjaan.
Tali Pengaman (Safety Harness)
Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di
ketinggian lebih dari 1,8 meter.
Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk
(misal berdebu, beracun, dsb).
Pelindung wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan
menggerinda)
Jas Hujan (Rain Coat)
Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang
mencuci alat).
Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar
sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan')

Keselamatan
Keselamatan adalah
suatu
keadaan aman,
dalam
suatu
kondisi
yang
aman
secara fisik, sosial,spiritual, finansial, politis, emosional, pekerjaan, psikologis, ataupun pendidikan
dan terhindar dari ancaman terhadap faktor-faktor tersebut. Untuk mencapai hal ini, dapat dilakukan
perlindungan terhadap suatu kejadian yang memungkinkan terjadinya kerugian ekonomi atau
kesehatan.
Daftar isi
1 Jenis Keselamatan
2 Resiko dan respons
3 Sistem keselamatan
4 Pengukuran keselamatan
5 Organisasi Standarisasi
1. Jenis Keselamatan
Perlu dilakukan pembedaan antara produk yang memenuhi standar, yang aman, dan yang dirasakan
aman. Pada umumnya, terdapat tiga jenis keadaan:
Keselamatan normatif digunakan untuk menerangkan produk atau desain yang memenuhi standar
desain.
Keselamatan substantif digunakan untuk menerangkan pentingnya keadaan aman, meskipun
mungkin tidak memenuhi standar.
Keselamatan yang dirasakan digunakan untuk menerangkan keadaan aman yang timbul dalam
persepsi orang. Sebagai contoh adalah anggapan aman terhadap keberadaan rambu lalu lintas.
Namun, rambu-rambu ini dapat menyebabkan kecelakaan karena menyebabkan pengemudi
kendaraan gugup.
2. Resiko dan respons
Keselamatan umumnya didefinisikan sebagai evaluasi dampak dari adanya risiko kematian, cedera,
atau kerusakan pada manusia atau benda. Resiko ini dapat timbul karena adanya situasi yang tidak
aman atau tindakan yang tidak aman. Contoh dari situasi yang tidak aman adalah lingkungan kerja
yang sangat bising, lingkungan kerja dengan kondisi ekstrim (bertemperatur sangat tinggi atau
rendah atau bertekanan tinggi) atau terdapat senyawa kimia yang berbahaya. Sebagai respons dari
risiko ini, berbagai tindakan diambil sebagai pencegahan. Respons yang diambil umumnya berupa
respons secara teknis dan keluarnya peraturan.
Sebagai tindakan pencegahan akhir, dilakukan asuransi, yang akan memberikan kompensasi atau
restitusi bila terjadi kecelakaan atau kerusakan.

3. Sistem keselamatan
Sistem keselamatan adalah cabang ilmu teknik. Perubahan teknologi secara kontinu, peraturan
lingkungan serta perhatian terhadap keselamatan publik menyebabkan berkembangnya sistem
keselamatan. Keselamatan umumnya dipandang sebagai gabungan dari berbagai aspek: kualitas,
kehandalan, ketersediaan, kestabilan dan keamanan. Dalam suatu pabrik, umumnya terdapat
departemen SHE (safety, health, and environment) yang merancang dan mengatur sistem
keselamatan pabrik.
4. Pengukuran keselamatan
Pengukuran keselamatan adalah aktivitas yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan,
contohnya adalah mengurangi risiko kecelakaan. Beberapa pengukuran keselamatan meliputi:

Pengamatan visual terhadap keadaan tidak aman seperti terdeteksinya pintu keluar darurat
yang tertutupi oleh barang yang disimpan.

Pemeriksaan visual terhadap cacat seperti retak, sambungan yang kendor.

Analisis Kimia.

Analisis X-ray untuk memeriksa objek yang tertutup seperti hasil pengelasan, tembok semen,
atau kulit bagian luar pesawat.
Uji destruktif dari sampel.
Uji tekan dilakukan dengan memberi tekanan pada orang atau produk, untuk menentukan
"breaking point".

Penerapan dari protokol dan prosedur standar sehingga aktivitas kerja terkontrol.

Pelatihan tenaga kerja, vendor, dan pengguna produk.

Instruksi manual yang menjelaskan cara penggunaan suatu produk atau pelaksanaan suatu
aktivitas.
Video instruksional yang mendemonstrasikan cara menggunakan produk yang benar.
Evaluasi aktivitas oleh ahlinya untuk meminimalkan kecelakaan dan meningkatkan
produktivitas.

Peraturan Pemerintah untuk menetapkan standar minimal.

Peraturan Internal Industri

Pernyataan etis oleh organisasi atau perusahaan sehingga karyawan mengerti apa yang
diharapkan dari mereka.

Pemeriksaan Fisik untuk menentukan apakah seseorang berada dalam keadaan yang mungkin
menyebabkan masalah.

Evaluasi periodik terhadap karyawan, departemen-departemen, dan sebagainya.

Survei lingkungan untuk mengamati tingkat pencemaran lingkungan.

5. Organisasi Standarisasi
Pada saat ini, terdapat berbagai organisasi yang mengatur standar kese

LINGKUNGAN SEHAT
Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang
akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Salah satu fenomena utama yang
berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan adalah perubahan lingkungan yang berpengaruh
terhadap derajat dan upaya kesehatan.
A. Pengertian
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik berupa benda hidup, benda mati,
benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya. Serta suasana yang terbentuk karena
terjadinya interaksi diantara elemen-elemen dialam tersebut.
Dalam Indonesia sehat 2010: lingkungan yang diharapkan adalah

1.
Yang kondusif bagi terwujudnya keadaan lingkungan yang bebas dari polusi.
2.
Tersedianya air bersih.
3.
Sanitasi lingkungan yang memadai.
4.
Pemukiman yang sehat.
5.
Perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan.
6.
Terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong.
Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010 adalah yang bersifat proaktif untuk :
1.
Memelihara dan meningkatkan kesehatan.
2.
Mencegah terjadinya penyakit.
3.
Melindungi diri dari ancaman penyakit.
4.
Berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat
Kemampuan masyarakat yang diharapkan pada masa depan adalah mampu menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu tanpa adanya hambatan
Prinsip-prinsip pembangunan kesehatan
1.
Dasar perikemanusiaan
2.
Dasar adil dan merata
3.
Dasar pemberdayaan dan kemandirian
4.
Dasar pengutamaan dan manfaat
Sustainable development atau pembangunan berwawasan lingkungan pada dasarnya adalah
pembangunan yang mampu membawa rakyat secara merata memperoleh kebutuhan hidupnya.
Dalam arti terpenuhi kebutuhan materiil dan spiritual termasuk kualitas lingkungan yang layak huni
tanpa terkena derita penyakit menahun dan makin subur sebagai sumber daya alam untuk
kelangsungan kehidupan generasi penerusnya.
Hygiene atau sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, social atau ekonomi
yaitu mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan
diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.
Ditinjau dari luasnya lingkup,maka masalah lingkungan dapat dibagi menjadi 3 kelompok
dasar:
1.
Lingkungan Rumah Tangga atau mikro (Mikro environtment)
2.
Lingkungan Khusus atau lingkungan kerja (Meso environtment)
3.
Lingkungan luas atau makro (makro environtment)
Dengan membagi semua masalah lingkungan dalam tiga kelompok ini diharapkan upaya
penanganan dapat dilakukan dengan lebih terarah.
LINGKUNGAN MIKRO
Masalah lingkungan yang tergolong dalam lingkup mikro atau lingkungan rumah tangga adalah :
1. Kualitas rumah
2. Penyediaan air minum
3. sanitasi makanan
4. pembuangan tinja
5. pembuangan sampah rumah tangga
6. pembuangan air kotor

Masalah kesehatan mikro:


Kualitas rumah
Keadaan perumahan adalah salah satu factor yang menentukan keadaan hygiene dan sanitasi
lingkungan.

Seperti yang dikemukakan WHO bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit
mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit dalam masyarakat.
Syarat rumah sehat (Winslow)
1.
Memenuhi kebutuhan fisiologis
2.
Memenuhi kebutuhan psikologis
3.
Harus dapat menghindarkan dari kecelakaan
4.
Harus dapat menghindarkan dari terjadinya penyakit
Masalah perumahan : adanya rumah-rumah yang tidak sehat.
Upaya penanggulangannya :
1. Pembangunan rumah-rumah sehat dengan harga terjangkau
2. Penyuluhan pentingnya rumah sehat
3. Penyuluhan modifikasi rumah sehat
4. Menurunkan tingkat suku bunga : memudahkan kepemilikan rumah sehat
5. Penyediaan Air Minum
Hidup kita tidak dapat lepas dari air. Air ini diperlukan untuk minum, memasak, mandi, mencuci,
membersihkan dan keperluan lainnya. Untuk itu diperlukan air yang memenuhi syarat kesehatan
baik kualitas maupun kuantitasnya.
Masalah penyediaan air minum :
1. Belum tersedianya cukup air bersih (kualitas) bagi keperluan rumah tangga
2. Persediaan air rumah tangga yang masih belum memenuhi syarat syarat kesehatan secara
kualitas
3. Sumber sumber air yang tercemar.
4. Upaya penanggulangannya :
5. Penyediaan tambahan air bersih bagi daerah yang kesulitan air
6. Perbaikan mutu dan kinerja pelayanan air oleh pemerintah (PAM)
7. Perbaikan sarana penyediaan air
8. Penyuluhan tentang cara pemanfaatan sumber air dengan benar
9. Penyuluhan tentang pembuatan sumur
10. Penyuluhan tentang desinfeksi air sumur
11. Purifikasi air (pengolahan air permukaan)
Sanitasi makanan
Makanan yang sehat dan bergizi merupakan modal utama tubuh dalam metabolisme. Diperlukan
sanitasi makanan yang baik agar makanan yang dikonsumsi benar-benar memenuhi persyaratan
sehat yang dapat menjadikan jasmani kuat.
Masalah :
1. Pencemaran bahan bahan makanan
2. Penggunaan bahan-bahan pengawet dan pewarna

3. Pengolahan bahan makanan yang kurang benar


Penanggulangannya
1. Upaya penyuluhan cara pemakaian pupuk dan pembasmi hama yang benar pada tanaman
2. Pencegahan penyakit pada ternak
3. Penyuluhan tentang bahan pengawet dan pewarna makanan
4. Pemeriksaan secara berkala pada jenis-jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat
(BPOM)
5. Penyuluhan cara pengolahan bahan makanan yang benar
6. Pembuangan tinja
Pembuangan kotoran (Feces dan urine) yang tidak menurut aturan, memudahkan terjadinya water
borne disease
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan Ehlers dan steel) adalah :
1. Tidak mengotori tanah permukaan
2. Tidak mengotori air permukaan
3. Tidak mengotori air dalam tanah
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya
5. Kakus harus terlindung dari penglihatan orang lain
6. Pembuatannya mudah dan murah
Masalah :
1. Tidak tersedianya jamban (kakus) keluarga
2. Adanya jamban yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan
Penanggulangan:
1. Penyediaan jamban sehat
2. Penyuluhan tentang perlunya jamban sehat
Pembuangan sampah rumah tangga
Sampah adalah semua zat / benda yang sudah tidak terpakai lagi.
Garbage : sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah membusuk
Rubbish : sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang tidak mudah membusuk
Dari sampah harus diperhatikan:
1. Penyimpanan (Storage)
2. Pengumpulan (Collection)
3. Pembuangan (disposal)

masalah :
1. Pembuangan sampah yang tidak tertib (kurang kesadaran)
2. Tempat sampah yang tidak dikelola dengan baik
Penanggulangan :
1. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah dengan benar
2. Pembuatan tempat sampah sementara pada tingkat keluarga
3. Pengelolaan tempat pembuangan akhir dengan baik
4. Pengolahan sampah daur ulang
Pembuangan air limbah (sewage disposal)
Air limbah : excreto manusia, air kotor dari dapur , kamar mandi, WC, air kotor permukaan tanah
dan air hujan
Masalah :
pembuangan limbah rumah tangga yang tidak memenuhi sarat
Penanggulangnnya:
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pengolahan limbah yang benar
LINGKUNGAN MESO (Lingkungan Kerja)
Masalah yang masuk lingkungan meso (lingkungan kerja) adalah :
1. Keselamatan kerja
2. Pencemaran di lingkungan kerja
3. Sanitasi di tempat kerja
4. Penyakit akibat kerja
5. Fatal kerja/ ergonomi
Permasalahan lingkup meso ini relatif lebih mudah diatasi karena menyangkut kondisi pekerjaan
disuatu perusahaan yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja yang merupakan perhatian utama
pemilik usaha.
Tingkat tingkat pencegahan gangguan kesehatan dan kecelakaan akibat kerja
1. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
2. Pendidikan kesehatan kepada pekerja
3. Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
4. Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat
5. Penyediaan perumahan pekerja yang sehat
6. Rekreasi bagi pekerja
7. Penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat
8. Pemeriksaan sebelum bekerja

9. Perhatian terhadap faktor faktor keturunan


10. Perlindungan khusus (Specific protection)
11. Pemberian imunisasi
12. Hygiene kerja yang baik
13. Sanitasi lingkungan kerja yang sehat
14. Perlindungan diri terhadap bahaya bahaya pekerjaan
15. Pengendalian bahaya akibat kerja agar dalam keadaan aman
16. Perlindungan terhadap faktor karsinogen
17. Menghindari sebab-sebab alergi
18. Perserasian manusia (pekerja) dengan mesin
19. Diagnosa dini dan pengobatan yang tetap
20. (Early Diagnosis & Prompt Treatment)
21. Mencari tenaga kerja baik perorangan atau kelompok terhadap gangguan gangguan penyakit
tertentu
22. General check up secar teratur dengan tujuan :
o

Mengobati dan mencegah proses penyakit

Mencegah penularan penyakit

Mencegah komplikasi

Penyaringan

Pencegahan kecacatan (Disabillity Limitation)

Proses yang adekuat untuk mencegah dan menghentikan proses penyakit

Perawatan yang baik


1.
Penyediaan fasilitas untuk membatasi kecacatan dan mencegah kematian
2.
Pemulihan (Rehabilitation)
3.
Latihan dan pendidikan untuk melatih kemampuan yang ada
4.
Pendidikan masyarakat untuk menggunakan tenaga cacat
5.
Penempatan tenaga cacat secara selektif
6.
Terapi kerja di rumah sakit
7.
Penyediaan tempat kerja yang dilindungi
Upaya - upaya pencegahan penyakit akibat kerja
1. Substitusi
Yaitu mengganti bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-bahan yang kurang berbahaya atau
tidak berbahaya sama sekali
2. Ventilasi umum

Yaitu mengalirkan sebanyak-banyaknya menurut perhitungan kedalam ruang kerja, agar bahanbahan yang berbahaya ini lebih rendah dari kadar yang membahayakan yaitu kadar pada nilai
ambang batas.
3.Ventilasi keluar setempat (local exhausters)
Alat yang dapat menghisap udara dari suatu tempat kerja tertentu agar bahan-bahan yang berbahaya
dari tempat tersebut dapat dialirkan keluar
4. Isolasi
adalah cara mengisolasi proses perusahaan yang membahayakan misal isolasi mesin yang hiruk
pikuk sehingga kegaduhan yang disebabkannya menurun dan tidak menjadi gangguan pada pekerja
5. Pakaian / alat pelindung
Alat pelindung dalam pekerjaan dapat berupa kacamata, masker, helm, sarung tangan, sepatu atau
pakaian khusus yang didesain khusus untuk pekerjaan tertentu
6. Pemeriksaan sebelum kerja
yaitu pemeriksaan kesehatan pada calon pekerja untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut
sesuai dengan pekerjaan yang akan diberikan baik fisik maupun mentalnya
7. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara berkala terhadap pekerja apakah ada gangguan
kesehatan yang timbul akibat pekerjaan yang dilakukan. Disesuaikan dengan kebutuhan bisa 6 bulan
/ tahun sekali
8. Penerangan sebelum bekerja
Bertujuan agar pekerja mengetahui dan mematuhi peraturan-peraturan sehingga dalam bekerja lebih
hati-hati dan tidak terkena penyakit-penyakit akibat perkerjaan
9. Pendidikan kesehatan
sangat penting untuk keselamatan dalam bekerja sehingga pekerja tetap waspada dalam
melaksanakan pekerjaannya.

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang
dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999
tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001
tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3
Pengertian B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung
B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.
Tujuan pengelolaan limbah B3
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan
yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil,
pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek
lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi
pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal
agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.
Identifikasi limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Berdasarkan sumber
2. Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:

Limbah B3 dari sumber spesifik;

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:

mudah meledak;

pengoksidasi;

sangat mudah sekali menyala;

sangat mudah menyala;

mudah menyala;

amat sangat beracun;

sangat beracun;

beracun;

berbahaya;

korosif;

bersifat iritasi;

berbahayabagi lingkungan;

karsinogenik;

teratogenik;

mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang
hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:

mudah meledak;

mudah terbakar;

bersifat reaktif;

beracun;

menyebabkan infeksi;

bersifat korosif.

Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya
memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu
menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini.
Pengelolaan dan pengolahan limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan
dan penimbunan.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk
aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH
juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:

Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil
limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1. daerah bebas banjir;
2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;
4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;
5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.

Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;
2. sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3. sistem penanggulangan keadaan darurat;
4. sistem pengujian peralatan;
5. dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume
kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.

Penanganan limbah B3 sebelum diolah


Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan
prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan,
barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan
karakteristik dan kandungan limbah.

Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan
limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi,
penukaran ion dan pirolisa.

2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponenkomponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan
limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah
dibuang ke tempat penimbunan akhir
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus
insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu
materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran
tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih
berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.

Hasil pengolahan limbah B3


Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan
di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat
pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus
melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).

Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3


Penyimpanan merupakan kegiatan penampungan sementara limbah B3 sampai jumlahnya
mencukupi untuk diangkut atau diolah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan
ekonomis. Penyimpanan limbah B3 untuk waktu yang lama tanpa kepastian yang jelas untuk
dipindahkan ke tempat fasilitas pengolahan, penyimpanan dan pengolahan tidak diperbolehkan.
Penyimpanan dalam jumlah yang banyak dapat dikumpulkan di lokasi pengumpulan limbah.
Limbah cair dapat dimasukkan kedalam drum dan disimpan dalam gudang yang terlindung dari
panas dan hujan, sedangkan limbah B3 berbentuk padat/lumpur dapat disimpan dalam bak
penimbun yang dasarnya dilapisi dengan lapisan kedap air. Penyimpanan harus mempertimbangkan
jenis dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan.
Jenis dan karakter limbah B3 akan menentukan bentuk bahan pewadahan yang sesuai dengan sifat
limbah B3, sedangkan jumlah limbah B3 dan periode timbulan menentukan volume yang harus
disediakan. Bahan yang digunakan untuk wadah dan sarana lainnya dipilih berdasarkan karakteristik
buangan. Contoh untuk buangan yang korosif disimpan dalam wadah yang terbuat dari fiber glass.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan
Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk
aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH
juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan
Teknis
Pengolahan
Limbah
Bahan
Berbahaya
dan
Beracun
(www.menlh.go.id/i/art/pdf_1054679307.pdf)

Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:

Lokasi pengolahan

Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah.
Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1.

daerah bebas banjir;

2.

jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;

Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:


1.

daerah bebas banjir;

2.

jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;

3.

jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;

4.

jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;

5.

dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.

Fasilitas pengolahan

Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:


1.

sistem kemanan fasilitas;

2.

sistem pencegahan terhadap kebakaran;

3.

sistem penanggulangan keadaan darurat;

5.

sistem pengujian peralatan;

6.

dan pelatihan karyawan.

Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil
pun berdampak besar terhadap lingkungan.

Penanganan limbah B3 sebelum diolah

Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur
yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah
dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan
kandungan limbah.

Pengolahan limbah B3

Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan
limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1.

proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi,


adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.

2.

proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.

3.

proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan


kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun
sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir

4.

proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat
khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya,
jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa
pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr

Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih
berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.

Hasil pengolahan limbah B3

Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di
area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan
akhir habis masa pakainya atau ditutup.

Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus
melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di
antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, danincineration.
1.

Chemical Conditioning

Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama
dari chemical conditioning ialah:

menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur

mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur

mendestruksi organisme patogen

memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih memiliki nilai


ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion

mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

-. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara
meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini
ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan
tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan dewatering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge,
beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
-. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan
patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia,
fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses
pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara
fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan
cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya

proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat
pada tahapan ini ialahlagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat
treatment,polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
-. De-watering and drying
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan
air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini
umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying
bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
-. Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting. Tempat
pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atauinjection
well.

2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan
untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses
pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi
bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan
solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan
aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang
sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6
golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus
dalam matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar
terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan
pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan
padat
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain
yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan
termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing,
dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL
berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3.Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan
limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat
mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk
panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen
limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain
menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value
juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang
paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized
bed, open pit, single chamber,multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari

semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah
limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1.

Berdasarkan sumber

2.

Berdasarkan karakteristik

Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:

Limbah B3 dari sumber spesifik;

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi.

Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:

mudah meledak;

pengoksidasi;

sangat mudah sekali menyala;

sangat mudah menyala;

mudah menyala;

amat sangat beracun;

sangat beracun;

beracun;

berbahaya;

korosif;

bersifat iritasi;

berbahayabagi lingkungan;

karsinogenik;

teratogenik;

mutagenik.

Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang
hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:

mudah meledak;

mudah terbakar;

bersifat reaktif;

beracun;

menyebabkan infeksi;

bersifat korosif.

Alur Pendistribusian Manifest atau Dokumen Limbah B3


Lembar manifest terdiri dari tujuh lembar, masing-masing lembar memiliki barcode yang sama, rincian
alur pendistribusian adalah sebagai berikut :

Untuk Lembar ke :
-1. Pertinggal Untuk Pengangkut
Lembar ini adalah sebagai arsip untuk pengangkut setelah di tandatangani dan di stample oleh
Pengolah / Pengumpul / Pemanfaat Limbah B3.
-2. Penghasil Mengirim Ke Bapedal
Lembar ini adalah sebagai salinan untuk dilaporkan ke Bapedal / BPLHD oleh penghasil limbah
sesuai dengan tempat kegiatan usaha penghasil limbah, setelah di tandatangani dan di stample oleh
Pengolah / Pengumpul / Pemanfaat Limbah B3.
-3. Pertinggal Untuk Penghasil
Lembar ini adalah sebagai arsip untuk penghasil limbah B3, lembar ini di berikan oleh pengelola
limbah B3 pada saat pengambilan limbah B3 di lokasi penghasil.
-4. Pengangkut Mengirim Ke Pengolah
Lembar ini adalah sebagai arsip untuk pengolah yang memiliki perizinan sesuai dengan jenis dan
karakter limbah B3 yang di serahkan oleh pengelola/pengangkut.
-5. Pengangkut Mengirim Ke Bapedal / BPLHD
Lembar ini adalah sebagai lampiran pelaporan oleh pengelola limbah B3 kepada Bapedal/BPLHD.
-6. Pengengkut Mengirim ke Gubernur / Daerah Tingkat 1 / Provinsi
Lembar ini adalah sebagai lampiran pelaporan oleh pengelola limbah B3 kepada Gubernur/DT
1/Provinsi.
-7. Pengangkut Mengirim Ke Penghasil
Lembar ini adalah sebagai arsip untuk penghasil setelah di tandatangani dan di stample oleh
Pengolah / Pengumpul / Pemanfaat Limbah B3

Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung
B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan
proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability,reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.

Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi


pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.

Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil,
pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek
lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi
pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar
kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.

Anda mungkin juga menyukai