TEORI BIAYA
A. Konsep Biaya Relevan
Istilah biaya bisa diartikan dengan berbagai cara dan pengertiannya pun
berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Umumnya,
biaya berkaitan dengan tingkat harga barang yang harus kita bayar. Jika kita membeli
sebuah produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk tersebut,
maka tidak akan ada masalah yang timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya
produk tersebut.
Apabila suatu barang dibeli lalu kemudian disimpan untuk sementara waktu,
maka akan muncul masalah dan masalah tersebut akan rumit, jika barang tersebut
merupakan aset yang berumur panjang dan digunakan pada tingkat yang bermacammacam pada beberapa periode waktu yang tak terbatas. Berapa biaya penggunaan
aset tersebut selama periode waktu tertentu?
Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya
relevan (relevant cost). Definisi lainnya mengatakan bahwa biaya relevan ialah biaya
yang akan terjadi dimasa datang dan jumlahnya berbeda untuk setiap alternatif yang
akan dipilih.
Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk melengkapi
formulir pajak pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan perlu untuk membuat
perincian jumlah rupiah aktual yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, bahan
baku dan peralatan modal yang digunakan dalam produksi, sehingga, Pengeluaran
rupiah historis untuk tujuan-tujuan pembayaran pajak tersebut diatas, dapat kita
katakan sebagai biaya relevan. Namun, untuk keputusan-keputusan manajerial,
penggunaan konsep biaya historis tidak tepat, karena biaya sekarang (current cost)
dan biaya yang diproyeksikan untuk masa yang akan datang (projected cost) adalah
lebih relevan dari pada pengeluaran historis tersebut.
dengan setiap keputusan yang diambil dan jauh lebih sulit untuk dihitung. Biayabiaya implisit ini tidak memasukkan pengeluaran-pengeluaran tunai, sehingga
seringkali diabaikan dalam analisis pembuatan keputusan. Misalnya, sewa yang dapat
diterima seorang petani dari lading/sawahnya jika ia tidak menggunakan
ladang/sawah tersebut merupakan biaya implisit dari kegiatan pertaniannya.
tanah untuk lokasi telah tersedia, banyak konsumen menghendaki dan mampu untuk
membayar dan lain-lain. Potensi yang telah ada itulah yang kemudian berkembang
menjadi apa yang disebut sunk cost. Jadi sunk cost merupakan potensi atau kekayaan
yang melatarbelakangi usulan suatu proyek (keputusan).
Return To Scale
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pola produksi di mana awalnya
terjadi increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale sebagaimana
terlihat pada gambar 9.4. Skala produksi yang ekonomis (economies of scale), yang
menyebabkan biaya rata-rata jangka panjang atau log-run average cost (LRAC)
menurun, terjadi karena hubungan produksi dan hubungan pasar.
Spesialisasi dalam penggunaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor
penting yang menghsilkan economies of scale. Para pekerja disebuah perusahaan
kecil biasanya mempunyai beberapa pekerjaan, dan keahlian mereka untuk suatu jenis
pekerjaan biasanya lebih rendah dari para pekerja yang hanya berspesialisasi dalam
satu pekerjaan saja dan produktivitas tenaga kerja seringkali lebih tinggi dalam suatu
perusahaan yang besar, dimana individu bisa dipekerjakan untuk suatu pekerjaan
tertentu. Hal tersebut akan menurunkan biaya produksi per unit untuk skala produksi
yang lebih besar.
Faktor teknologi juga dapat menimbulkan economies of scale. Skala produksi
yang besar biasanya memungkinkan penggunaan penggunaan peralatan modern yang
canggih. Seringkali produktivitas peralatan tersebut meningkatkan jumlah produksi
lebih cepat dari pada biaya.
Gambar 9.4. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi yang Awalnya
Increasing Return To Scale Kemudian Decreasing Returns To Scale
dan bisa memperoleh dana dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Faktor-faktor
tersebut dan yang lain-lainnya bisa menghasilkan increasing returns to scale.
Pada beberapa tingkat output, economies to scale biasanya tidak berlangsung
lama, karena biaya rata-rata atau average cost (AC) mulai meningkat. Kenaikan AC
pada tingkat output yang tinggi seringkali disebabkan oleh keterbatasan menajemen
dalam mengkoordinasi sebuah organisasi pada saat manajemen tersebut mencapai
ukuran yang sangat besar daripada output (yang menyebabkan kenaikan unit biaya)
dan manajemen menjadi kurang efisien yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya
produksi suatu produk. Walaupun keberadaan diseconomies of scale seperti itu masih
diperdebatkan
oleh
para
peneliti,
namun
kenyataan
menunjukkan
bahwa
Hubungan antara elastisitas biaya dengan returns to scale terlihat pada table 10.1
dibawah:
Jika elastisitas biaya lebih kecil dari satu ( c < 1), biaya akan meningkat lebih
lambat daripada output. Jika harga-harga Input tidak berubah (konstan), maka c < I
menunjukkan rasio output-input yang lebih tinggi dan keadaan increasing returns to
scale. Jika c = 1, maka proporsi kenaikan output dan biaya besarnya sama dan ini
menunjukkan keadaan constant returns to scale. Jika c > 1, maka setiap kenaikan
output akan menyebabkan kenaikan biaya yang lebih besar, ini menunjukkan keadaan
decreasing returns to scale.
Biaya Rata-Rata Jangka Panjang
Pengetahuan tambahan mengenai skala produksi yang ekonomis dan
hubungan antara biaya jangka panjang dan jangka pendek bisa diperoleh melalui
pemahaman terhadap kurva biaya rata-rata jangka panjang atau long-run average
cost (LRAC). Karena kurva-kurva biaya jangka panjang menunjukkan skala-skala
pabrik yang optimal untuk setiap tingkat produksi, maka kurva LRAC bisa dianggap
sebagai amplop dari kurva-kurva biaya rata-rata jangka pendek atau short-run
average cost (SRAC). Konsep ini ditunjukkan pada gambar 10.5. dimana 4 kurva
SRAC menunjukkan 4 skala pabrik yang berbeda. Keempat pabrik tersebut masingmasing mempunyai kisaran output yang paling efisien. Misalnya pabrik A,
mempunyai sistem produksi dengan biaya terkecil (least cost) pada kisaran antara 0
dan Q1 unit. Pabrik B pada kisaran antara Q1 dan Q2, sedangkan pabrik C pada
kisaran antara Q2 dan Q3, dan pabrik D pada kisaran di atas Q3.
Bagian yang bergaris tebal pada setiap kurva menunjukkan LRAC minimum
untuk menghasilkan setiap tingkat output, dengan asumsi bahwa hanya ada empat
kemungkinan skala pabrik. Kita bisa menggambarkan hal tersebut dengan
menganggap bahwa pabrik-pabrik mempunyai berbagai ukuran, dimana masingmasing mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari yang sebelumnya. Seperti
ditunjukkan dalam gambar 10.6. kurva SRAC. Pada setiap titik singgung tersebut,
skala pabrik yang terjadi adalah optimal. Sistem biaya sebagaimana terlihat pada
gambar 10.5 dan 10.6 awalnya menunjukkan keadaan increasing returns to scale
kemudian menjadi decreasing returns to scale. Pada kisaran output yang dihasilkan
oleh pabrik A, B dan C dalam gambar 9.5, biaya rata-rata (AC) menurun.
Menurunnya biaya tersebut menunjukkan bahwa kenaikan biaya total lebih kecil
daripada output. Karena biaya minimum pabrik D lebih besar daripada pabrik C,
maka sistem tersebut menunjukkan decreasing returns to scale pada tingkat output
yang lebih tinggi.
Gambar 9.5. Kurva SRAC untuk 4 Skala Pabrik yang Berbeda
perusahaan-perusahaan
dengan
satu pabrik.
Kemungkinan
ketiga,
ditunjukkan oleh gambar 9.7(c) adalah biaya pada awalnya menurun (sampai Q0
merupakan output dari pabrik yang paling efisien) dan kemudian menaik. Disini
Sekarang anggap ada dua pabrik yang bisa digunakan untuk menghasilkan
tingkat output yang dibutuhkan tersebut. Pabrik A sangat terspesialisasi dan
dilengkapi dengan alat-alat tertentu untuk menghasilkan tingkat output yang
ditentukan pada tingkat biaya per unit yang rendah. Namun, jika output yang
dihasilkan tersebut lebih atau kurang dari output yang telah ditentukan itu dalam
kasus ini 5.000 unit, maka biaya produksi akan meningkat dengan cepat.
Di lain pihak, pabrik B lebih fleksibel. Output bisa diperbanyak atau
diperkecil tanpa ada kelebihan biaya, tetapi unit biaya tidak serendah pada pabrik A
pada tingkat output optimalnya. Kedua kasus ini ditunjukkan dalam gambar 10.9
berikut:
Pabrik A lebih efisien dari pabrik B untuk output antara 4.500 dan 5.500 unit,
tetapi di luar kisaran tersebut pabrik B mempunyai biaya yang lebih rendah. Manakah
pabrik yang akan dipilih? Jawabnya tergantung pada perbedaan biaya relatif pada
tingkat-tingkat output yang berbeda dan distribusi probabilitas permintaan tersebut.
Perusahaan tersebut akan memilih perusahaan A atau B berdasarkan total ratarata yang diharapkan atau expected average total cost (AC) dan variabilitas biaya
tersebut. Jika distribusi probabilitas permintaan dengan variasi yang rendah, distribusi
L adalah tepat, maka fasilitas yang semakin terspesialisasi akan optimal. Jika
distribusi probabilitas H lebih tepat melukiskan keadaan permintaan, maka biaya
minimum yang lebih rendah dari fasilitas yang semakin terspesialisasi tersebut tidak
hanya akan ditutup oleh kemungkinan biaya produksiyang lebih tinggi di luar kisaran
output 4.500-5.000 unit dan pabrik B bisa memiliki biaya yang diharapkan lebih
rendah atau suatu kombinasi biaya-biaya yang diharapkan yang lebih menarik dan
mempunyai variasi biaya yang potensial.
pulang-pokok, yang terbentuk dari kurva biaya total (TC) dan penerimaan total (TR)
suatu perusahaan. Volume output ditunjukkan oleh sumbu horisontal, sedangkan
penerimaan dan biaya ditunjukkan pada sumbu vertikal. Karena biaya tetap (FC)
selalu konstan tanpa memandang berapapun jumlah output yang dihasilkan, maka FC
tersebut ditunjukkan oleh garis yang mendatar. Biaya variabel (VC) pada setiap
output ditunjukkan oleh jarak antara kurva TC dan kurva FC. Kurva TR menunjukkan
hubungan harga/permintaan akan produk perusahaan tersebut dan laba/kerugian pada
setiap output ditunjukkan oleh jarak antara kurva TR dan kurva TC.
Gambar 9.10. Grafik Pulang-Pokok (Break Event)
tetapi tak seorang pun yang menggunakan analisis ini yang tertarik atau
memperhatikan tingkat output yang tertinggi dan terendah tersebut. Dengan kata lain,
para pengguna grafik pulang-pokok sesungguhnya hanya memperhatikan kisaran
output yang relevan dan di dalam kisaran tersebut fungsi linear mungkin cukup tepat.
Gambar 9.11 dibawah menunjukkan sebuah grafik pulang-pokok yang linear.
Biaya tetap (FQ) sebesar Rp 60 juta ditunjukkan oleh sebuah garis horizontal. Biaya
variabel (VC) dianggap sebesar Rp 1.800,- per unit, biaya total (TQ) akan meningkat
sebesar Rp 1.800,- per unit (VC per unit) untuk setiap satu unit tambahan output yang
dihasilkan. Produk tersebut dianggap dijual dengan harga Rp 3.000,- per unit, jadi
penerimaan total (TR) adalah sebuah garis lurus dari titik origin. Slope dari garis TR
tersebut lebih curam daripada slope TC. Hal tersebut terjadi karena perusahaan
tersebut akan menerima penghasilan sebanyak Rp 3.000,- untuk setiap unit produk
yang dihasilkan, tetapi hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.800,- untuk biaya
tenaga kerja, bahan-bahan dan input-input variabel lainnya.
Gambar 9.11. Grafik Pulang-pokok/Break Even Linear
= TFC + AVC * Q
(P AVC) Q = TFC
Q
= TFC/(P AVC)