dengan Sinar X
Oleh:
Kharisma Amalia lukman
0606029031
29 Desember 2009
DEPARTEMEN KIMIA
Material nitrogen-doped TiO2 sukses dipreparsi melalui tiga rute preparasi yang berbeda (sol-
gel, mechanochemistry dan oksidasi TiN) dan dikarakterisasi dengan difrasi sinar-x, electron
microscopy dan varisai tehnik spektrosokopi. Semua sampel mengabsorpsi sinar tampak dan
salah satu diperoleh melalui sol-gel, memperlihatan stuktur anatase, yang merupakan paling
aktif dalam mendekomposisi senyawa organik dibawah sinar tampak. Variasi nitrogen yang
terkandung dalam spesies diteliti dalam material, dimana kehadiran dan kelimpahannya
bergantung pada rute preparasi. Ion Ammonium NH4+ adalah sisa dari sintesis menggunakan
garam ammonium (sol-gel, mechanochemistry) dan cukup mudah dieliminasi, seperti
diperlihatkan melalui perilaku pararel spektra NMR dan XPS. Ion Cyanide CN- terbentuk
pada temperatur dalam pararel dengan fasa transisi dari padatan hingga rutile. Molekul nitrit
oksida terbentuk dalam suatu keadaan material yang memperlihatan porositas tertutup. Baru-
baru ini dilaporkan spesies bulk radikal, Nb•, yang merupakan pusat paramagnetik yang
diteliti dalam semua tipe sampel, dan bertanggung jawab untuk sensitifitas sinar tampak dari
TiO2. Suatu mekanisme untuk pembentukan seperti suatu spesies dalam preparasi N-doped
TiO2 secara kimia adalah pertama kali ditujuan berdasarkan reduksi nitrit oksida pada
peluang oksigen.
Berdasarkan jurnal diatas buatlah essay yang berisi uraian anda mengenai:
a. Karakterisasi dengan metoda apa dan bagaimana prinsip kerjanya untuk menggali
informasi atau menjelaskan
i. Terdapat kandungan elemen apa saja dalam material tersebut
ii. Mode interaksi kimiawi masing-masing elemen
iii. Bentuk dan ukuran kristalitnya
b. Argumen lebih detail atas a (ii) khusus mengenai nitrogen dalam fasa tersebut
terikatnya ke atom yang mana dan dengan cara bagaimana? Bagaimana anda
menjustifikasi hal-hal tersebut.
1
Dalam jurnal yang berjudul “Nitrogen-Doped Titanium Dioxide Active in
Photocatalytic Reactions with Visible Light: A Multi-Technique Characterization of
Differently Prepared Materials” karakterisasi dilakukan menggunakan beberapa metode
diantaranya adalah
1) X-Ray Diffraction (XRD) yaitu dengan Philips 1830 diffractometer menggunakan
suatu sumber Kα (Co) dan X’Pert High-Score software untuk menangani data dan
evalulation ukuran kristal.
2) Scanning Electron Microscopy (SEM) yaitu dengan instrumen Leica Stereoscan 420.
3) Diffuse Reflectance UV-visible spectra (DR UV-vis) yang dicatat oleh Varian Cary 5
spectrometer menggunakan Cary win- UV/scan software.
4) Electron Paramagnetic Resonance (EPR) spectra yaitu dengan menggunakan X-band
CW-EPR Bruker EMX spectrometer dengan suatu lubang silinder yang beroperasi
pada 100 KHz field modulation serta suatu unit kontrol temperatur.
15
5) N-CP-MAS NMR (Cross Polarization-Magic Angle Spinning-Nuclear Magnetic
Resonance) spectra yaitu dengan menggunakan JEOL GSE 270 spectrometer dan
suatu Doty probe yang beroperasi pada 27.25 MHz untuk 15N.
6) X-Ray Photoelectron Spectroscopy (XPS) dengan menggunakan M-Probe Instrument
(SSI) dengan monokromatik Al sumber Kα (1486.6 eV) dengan ukuran titik 200 ×
750 μm dan pass energy 25 eV, menyediakan resolusi untuk 0.74 eV.
7) FT-IR (Fourier Transform Infra-Red) spectra diperoleh pada resolusi 4 cm-1 melalui
Bruker IFS 88 spectrophotometer dengan MCT cryodetector.
2
XRD SEM B.E.T DR UV-vis
(kualitatif) (kuantitatif)
Untuk mengetahui terdapat kandungan elemen apa saja dalam material tersebut dapat
digunakan metode dan karakterisasi menggunakan XPS. Dalam jurnal ini, digunakan X-Ray
Photoelectron Spectroscopy (XPS) dengan M-Probe Instrument (SSI) dan monokromatik
sumber Al Kα (1486.6 eV) dengan ukuran titik 200 × 750 μm dan pass energy 25 eV, yang
menyediakan resolusi untuk 0.74 eV. Dengan sumber monokromatik, percepatan suatu
elektron yang mengalir digunakan untuk mengganti muatan positif pada insulator sampel
selama analisis.
Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa XPS
digunakan untuk mengkarakterisasi
karakteristik/sifat spektroskopik dari spesies
Nitrogen yang terkandung dalam material
N/TiO2. X-ray photoelectron spectroscopy
secara luas digunakan, meskipun berlawanan
dengan kesimpulan, untuk mengkarakterisasi
pusat-pusat Nitrogen dalam N/TiO2. Dalam
gambar 4 (pada jurnal), terdapat puncak XPS
untuk semua sampel yang disintesis. Spektrum
XPS tercatat setelah in situ outgassing pada
temperatur ruang hingga 1 × 10-7Pa dan tanpa
adanya pengetsaan permukaan. Dalam gambar
diperlihatkan bahwa semuanya (a, b dan c)
memiliki puncak sekitar 400 eV. Untuk lebih
detail, BM-AR pada 399.3 eV (spektrum c) dan SG-R (spektrum b), sedangkan untuk sampel
SG-A (spektrum a), memperlihatkan dua puncak pada 399.3 dan 400.7 eV. Untuk sampel
yang dipreparasi melalui oksidasi TiN, tidak terdapat puncak untuk daerah N(1s). Hal ini
3
memiliki arti yang penting, bagaimanapun, itu setelah pencucian secara hati-hati dari semua
sampel yang memperlihatkan puncak XPS yang ada dalam air rendaman ultrasonik, intensitas
dari puncak XPS diamati sekitar 399-400 eV menurun dan dalam beberapa kasus hilang.
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa ketiga sampel meiliki binding energy yang
sama yaitu pada ~ 400 eV. Kemudian dibandingkan dengan binding energy referensi.
Bagaimana prinsip dari karakterisasi menggunakan XPS ini??
X-ray Photoelectron Spectroscopy (XPS), dikenal juga sebagai Electron Spectroscopy
for Chemical Analysis (ESCA) yang secara luas digunakan sebagai teknik mengidentifikasi
komposisi kimia pada permukaan. XPS berbasis pada efek fotoelektrik, yang dikembangkan
pada pertengahan 1960-an oleh Kai Siegbahn dkk di Universitas Uppsala, Swedia. Berikut
adalah skema umum dari XPS:
X-ray penetration
depth ~1 m.
Electrons can be 10 nm
excited in this
entire volume. 1 mm2
Proses fotoelektrik terjadi ketika suatu sinar-x menembak elektron dalam atom
sehingga menyebabkan eksitasi dan membentuk hole dalam atom. Kemudian elektron yang
di-eject menghasilkan foton dengan energi E = h.ν yang disusun menjadi
4
Fungsi dari XPS salah satunya dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan
elemen dalam suatu material, yaitu dengan mengetahui Spin orbital splitting dan peak area
ratios. Spin orbital splitting adalah jarak pemisahan dua puncak, nilai Spin orbital splitting
pada tingkat inti di suatu elemen dalam senyawa berbeda hampir sama. Begitu juga dengan
peak area ratios-nya. Berikut ini gambaran penentuan Spin orbital splitting dan peak area
ratios:
Spin-Orbit Coupling
Cu 2p 2p3/2
2p1/2
Orbital=p
l=1
s=+/-1/2
ls=1/2,3/2
19.8
Peak Area 1 : 2
Kemudian hasil penentuan ini dibandingkan dengan standar dari XPS. Selain itu
dilihat dari binding energy nya yang kemudian dibandingkan dengan BE referensi. Hal ini
diperlihatkan seperti gambar berikut:
5
Sehingga dari penentuan hasil BE sampel dibandingkan BE referensi, Spin orbital
splitting dan peak area ratios dapat diidentifikasi elemen yang terkandung didalam material.
Dalam jurnal ini memperlihatkan BE ketiga sampel sekitar ~ 400 eV. Dan BE tersebut dapat
dikatakan sebagai BE N/TiO2.
Electron-nucleus
attraction Electron-
Nucleus
Separation
Nucleus
6
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
Penarikan muatan elektron valensi (oksidasi) peningkatan BE
Penambahan muatan elektron valensi (reduksi) penurunan BE
Dalam jurnal ini, dapat dilihat spektrum XPS-nya untuk N/TiO2 apakah terjadi
chemical shift yang dibandingkan dengan spektrum XPS elemen Ti dan TiO2.
Berdasarkan chemical shift spektrum diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan BE
dari TiO2 ke N-doped TiO2 sehingga dapat dikatakan adanya interaksi antara atom N dengan
TiO2. Interaksi disini dimungkinkan merupakan interaksi elektrostatik antara atom N yang
cenderung bermuatan (-) dengan Ti4+ yang bermuatan (+). Berikut adalah model N-doped
TiO2:
7
Untuk mendukung penjelasan mode interaksi ini dapat diperjelas dengan
menggunakan instrumen EPR. Namun dalam essay ini tidak terlalu dibahas.
Dan yang terakhir untuk karakterisasi bentuk dan ukuran kristalitnya digunakan XRD
(X-Ray Diffraction (XRD) yaitu dengan Philips 1830 diffractometer menggunakan suatu
sumber Kα (Co) dan X’Pert High-Score software untuk menangani data dan evalulation
ukuran kristal. XRD disini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material
dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.
Hal ini dilakukan karena Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton
sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa
tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X
untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :
8
Elektron dengan energi yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan
kelebihan energinya sebagai foton sinar-X.
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang
terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar
X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga diperoleh hasil difraksi berupa
difraktogram yang menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X
yang dipantulkan. Untuk difraktometer sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar
X didifraksikan dari sampel yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan
respon ke fokus sinar X. Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi
sinyal listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai
analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal,
regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama.
Untuk karakterisasi XRD dalam jurnal ini diperlihatkan dalam spektrum XRD
berikut:
Dalam jurnal ini dikatakan bahwa dalam gambar 1, pola XRD dari variasi sampel
N/TiO2 dibandingkan dengan pola referensi bare TiO2 (anatase-spektrum a) dari JCPDS
(Join Commitee on Powder Diffraction Standar). Untuk sintesis Sol-gel melalui kalsinasi
menghasiklan material N/TiO2 berwarna kuning. Kalsinasi memberikan pengaruh pada sifat
akhir dari material yaitu bergantung pada laju pemanasan (r). Pada laju pemanasan yang
rendah (T = 773 K, r = 5 K/min), produk menghasilkan warna kuning pucat dan berdasarkan
2θ dari spektrum menunjukan bahwa struktrurnya merupakan anastase (SG-A, spektrum b
dalam gambar 1) yang dibandingkan dengan spektrum a. Sedangkan untuk sintesis Sol-gel
dengan laju pemanasan yang tinggi (T = 773 K, r = 200 K/min), produk memiliki stuktur
9
rutile dan material memperlihatkan warna kuning yang lebih pekat dibandingkan dengan SG-
A (SG-R, spektrum d dalam gambar 1).
Untuk preparasi menggunakan ball-milling menghasilkan material berwarna kuning
pucat. Prosedur mechanochemical menyebabkan konversi parsial dari anastase ke rutile
karena penggunaan energi yang tinggi pada proses grinding (spektrum d dalam gambar 1).
Sedangkan untuk preparasi sampel menggunakan oksidasi TiN, produk padatan yang
diperoleh berwarna coklat gelap, namun hal ini pun masih bergantung pada treatment
temperatur. Dalam jurnal dikatakan bahwa selama proses oksidasi material berwarna
kekuning-kuningan dan strukturnya rutile polymorph.
Ukuran kristal dari material N/TiO2 digunakan karakterisasi menggunakan XRD juga.
Dari spektrum XRD digunakan 2θ yang kemudian dimasukan dalam hukum Bragg = n.λ =
2.d.sin θ. Dan analisisnya digunakan metode Debye-Scherer, yaitu hubungan antara ukuran
ksirtallites dengan lebar puncal difraksi sinar-X dapat diproksimasi dengan persamaan
Schrerer :
dengan D adalah ukuran (diameter) kristallites, λ adalah panjang gelombang sinar-X yang
digunakan, θB adalah sudut Bragg, B adalah FWHM satu puncak yang dipilih.
Bagaimana menentukan ukuran kristallin??
Yang pertama yang dilakukan adalah menentukan FWHM. Kemudian menggunakan
B dari persamaan Warren, yaitu
dengan FWHMsp adalah lebar puncak pada setengah maksimum dan FWHMst adalah lebar
puncak difraksi kristal yang sangat besar yang lokasi puncaknya berada di sekitar lokasi
puncak sample yang akan kita hitung. Tetapi, umumnya FWHMst sangat kecil sehingga
persamaan Schrerer dapat diangap sebagai aproksimasi yang cukup baik.
Sebagai contoh perhitungan digunakan contoh pola difraksi sinar-X sample yttrium
oksida (Y2O3) yang dibuat dengan pemanasan dalam larutan polimer. Kemudian untuk
maksud ini kita pilih satu puncak yang paling jelas. Disini kita menggunakan puncak yang
lokasinya sekitar sudut 300. Kita gambar ulang pola difraksi hanya dengan melibatkan data
sekitar sudut 30o. Umumnya bentuk puncak difraksi dianggap memenuhi fungsi Lorentzian.
Dengan fiiiting Lorentzian menggunakan software Origin Microcal, kita dapatkan hasil
seperti pada Gbr 17. Data yang diperoleh dari fitting tersebut adalah luas kurva = 616,83,
pusat kurva = 29,205o, FWHM = 0,72371o, offset = 391,91, dan tinggi = 542,60.
10
Yang terpenting bagi kita adalah data lokasi puncak dan lebar puncak difraksi karena
dapat tersebut yang akan digunakan untuk memprediksi ukuran kristalling dengan
menggunakan persamaan Schreerer. Karena sumbu datar adalah sudut dinyatakan dalam 2θ
maka yang digunakan sebagai B adalah setengahnya yaitu B = 0,72371o/2 = 0,361855o =
0,361855×π/180 rad = 0,006312 rad. Panjang gelombang sinar-X yang digunakan dalam
eksperimen adalah 0,1540598 nm. Dengan demikian, perkiraan ukuran kristallin adalah D ≈
0,1540598/(0,006312 × cos(29,205º) ≈ 26 nm.
Perhitungan diatas juga dapat digunakan untuk menentukan ukuran kristalin N/TiO2
dalam jurnal. Namun, karena kurva 2θ tidak dapat diperbesar sehingga tidak dapat ditentukan
nilai FWHM dan B secara spesifik. Hasil akhir ukuran Kristal dapat dilihat dalam tabel 1.
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa kalsinasi pada laju pemanasan yang rendah
menghasilkan puncak yang lebar untuk doped dan undoped TiO2 (pola a and b dalam gambar
1). Sejumlah TiO2 nampak setelah kalsinasi pada suhu 773 K, sedangkan pada suhu 873 K,
oksidasi TiN baru terlihat. Data difraksi XRD (spektrum e dalam gambar 1) mengindikasikan
rutile polymorph terbentuk selama proses treatment dan puncak XRD yang lebar
mengindikasikan bahwa sampel memiliki kristalinitas yang tinggi. Ukuran kristal dari semua
material diperlihatkan dalam tabel 1 melalui persamaan Debye-Scherrer.
Berdasarkan metode ini, makin kecil ukuran kristallites maka makin lebar puncak
difraksi yang dihasilkan. Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan
puncak difraksi yang mendekati sebuah garis vertikal. Kristallites yang sangat kecil
menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan
informasi tentang ukuran kristallites, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 1 dari jurnal
untuk kurva XRD.
11