Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ODS MIOPIA
Tugas Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Dr. Soedjono Magelang
Periode 25 Mei 26 Juni 2015

Pembimbing:
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M

Disusun oleh :
Niken Faradila Kartika Utami
1410221038

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA 2015
1

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ODS MIOPIA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang

Oleh :

NIKEN FARADILA KARTIKA UTAMI


1410221038

Magelang, Juli 2015


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

dr. Hari Trilunggono, Sp.M

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga laporan kasus ini telah berhasil diselesaikan. Tiada gading yang tak
retak dan tiada hasil yang indah tanpa dukungan pihak-pihak yang telah
memberikan pertolongan, demikianlah laporan kasus ini tersusun dan
terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk
mengucapkan terimahasih kepada :
1. dr. Hari Trilunggono, Sp.M dan dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M selaku
pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan
pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi
kesempurnaan laporan kasus ini
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus
untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah
membantu proses pembuatan laporan kasus ini terimakasih untuk
semangat dan kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Magelang, Juli 2015


Penulis

Niken F. K. Utami

BAB I
STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Kewarganegaraan
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Nomor RM

: An.G
: 13 tahun
: Perempuan
: Jawa
: Indonesia
: Islam
: Pelajar
: Mertoyudan
: 30 Juni 2015
: 12-36-33

ANAMNESIS
A Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada kedua mata
B Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang pada
tanggal 30 Juni 2015 dengan keluhan penglihatan kabur saat melihat
jauh pada mata kanan dan kiri. Baik mata kanan maupun mata kiri
diraskan sama-sama kabur dan tidak ada yang lebih dominan. Pasien
merasakan keluhan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien
memiliki kebiasaan sering membaca buku dengan jarak dekat dan
terkadang membaca di tempat yang pencahayaannya kurang, pasien
juga sering menggunakan komputer dalam jarak dekat dan waktu yang
lama.
Penglihatan kabur pada kedua mata timbul secara perlahan,
awalnya kedua mata kabur dirasakan tidak terlalu mengganggu,
namun lama-kelamaan dirasakan mengganggu kegiatan sehari-harinya
terutama saat di sekolah ketika membaca di papan tulis dengan jarak
yang agak jauh. Pasien merasa lebih jelas saat membaca atau melihat
dengan jarak yang dekat atau dengan memicingkan/menyipitkan mata
kanan dan kiri. Selain itu pasien mengeluh pusing pada kepala bagian
depan jika terlalu lama membaca. Bahkan terkadang pasien mengeluh
mata terasa berair dan pegal. Pasien mengaku baru menggunakan
kacamata minus saat 2 tahun lalu dan baru berganti kacamata sekitar 1
4

tahun lalu dan kini kacamata yang digunakan pasien dengan kacamata
minus 2,25 sudah terasa tidak nyaman dan kabur ketika melihat jauh.
Pasien menyangkal adanya kesulitan apabila melihat garis lurus
atau melihat garisnya seperti bengkok dan terlihat bayangan yang bisa
menyebabkan pasien pusing. Pasien tidak memiliki keluhan bila
membaca atau melihat benda dekat. Pasien juga tidak mengeluh
penglihatan ganda.
C Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat infeksi mata hingga membuat pasien pergi ke dokter
disangkal. Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata disangkal.
Riwayat trauma terbentur benda tumpul disangkal.
D Riwayat Pengobatan
Pasien baru memeriksakan mata dan menggunakan kacamata
minus sejak 2 tahun lalu
E Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kaka pasien diakui tidak
menggunakan kacamata dan tidak memiliki keluhan yang sama seperti
pasien. Orang tua pasien yaitu ayah pasien diketahui memakai kaca
mata minus dan kacamata baca. Saudara sepupu pasien diketahui ada
F

yang menggunakan kacamata minus


Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pelajar kelas 1 SMP. Biayan pengobatan
ditanggung BPJS. Ayah pasien seorang PNS dan ibu pasien seorang
ibu rumah tangga. Kesan ekonomi cukup.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A Kesan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Kooperatif
: Kooperatif
Status Gizi
: Cukup
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/mnt
Respirasi
: 20 x/mnt
Suhu
: 36,70C
B Status Ophtamicus

6/60

NO
1
2
3

4
5

OD

OS

6/60

PEMERIKSAAN
Visus
Koreksi Visus
Gerakan Bola Mata

OD
6/60
S - 3,00 C 6/6
Baik ke segala arah

OS
6/60
S 3,00 6/6
Baik ke segala arah

Bulbi
- Eksoftalmus
- Endoftalmus

Normal

Normal

Suprasilia
Palpebra Superior
- Edema
- Hematom
- Xantelasma
- Sikatrik
- Entropion
- Ekstropion
- Triksiasis
- Lagoftalmus
- Ptosis
- Blefarospasme
- Hordeolum
- Kalazion
- Laserasi
Palpebra Inferior
- Edema
- Hematom
- Sikatrik
- Entropion
- Ekstropion
- Trikiasis
- Hordeolum
- Kalazion

10

11

12

13

- Laserasi
Konjungtiva
- Hiperemi
Injeki Konjungtiva
Injeksi Siliar
- Sekret
- Bangunan Patologis
Kornea
- Kejernihan
- Edema
- Infiltrat
- Keratik Presipitat
- Ulkus
- Sikatrik
- Pannus
- Aberasi
COA
- Kedalaman
- Hifema
- Hipopion
Iris
- Kripte
- Edema
- Iridodialisa
- Rubeosis
- Sinekia
Pupil
- Bentuk
- Diameter
- Reflek Pupil
Langsung
Tidak Langsung
- Soklusio
- Oklusio
- Isokor
Lensa
- Kejernihan
- Dislokasi Lensa
Subluksasi
Luksasi
- Vossious Ring
- Roset
- Kapsul
Lensa
Keriput
- Iris Shadow
Corpus Vitreum
- Kejernihan

Jernih
-

Jernih
-

Dalam
-

Dalam
-

+
-

+
-

Bulat
3 mm

Bulat
3 mm

+ Normal
+ Normal
+

+ Normal
+ Normal
+

Jernih

Jernih

Tidak
floaters

ditemukan Tidak
floaters

ditemukan

14
15

- Perdarahan
Fundus Refleks
Funduskopi
- Papil

- Macula lutea
- Retina

IV.

(+) cemerlang
Fokus - 5
Papil bulat, batas tegas,
warna
jingga,
ditemukan
gambaran
miopic cressent,

AVR 2/3
AVR 2/3
Tidak tampak terangkat Tidak tampak terangkat
dan berkelok-kelok
dan berkelok-kelok

- Vasa

16

(+) cemerlang
Fokus - 5
Papil bulat, batas tegas,
warna jingga, CDR 0,3,
ditemukan
gambaran
miopic cressent

TIO

Fovea refleks (+)

Fovea refleks (+)

Tidak ditemukan fundus


tigroid, tidak ditemukan
ablasio retina, tidak
ditemukan perdarahan
dan edem
Normal

Tidak ditemukan fundus


tigroid, tidak ditemukan
ablasio retina, tidak
ditemukan perdarahan
dan edem
Normal

DIAGNOSIS BANDING
1.
ODS Miopia
Dipertahankan karena pasien mengeluh pandangan kabur saat
melihat jarak jauh dan jelas ketika melihat dekat. Keluhan pasien tersebut
dapat dikoreksi dengan kacamata seferis negatif OD -3.00, OS -3.00
dengan hasil koreksi visus 6/6
2.
Pseudomyopia
Disingkirkan karena pada pasien ini sudah memiliki riwayat
menggunakan kacamata sejak 2 tahun lalu, dan semakin lama minus nya
semakin

bertambah.

Pseudomiopia

diakibatkan

oleh

rangsangan

berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan


pada otot-otot siliar, sehingga sifat miopia ini hanya sementara sampai
3.

kekejangan ototnya relaksasi.


ODS Astigmatisme Myopi Compositus
Disingkirkan karena pada pasien tidak ada kesulitan apabila
melihat garis lurus atau melihat garisnya seperti bengkok serta dari hasil
pemeriksaan visus, pasien hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis

negatif. Koreksi lensa silinder tidak memberikan pengaruh terhadap


4.

pasien.
ODS Astigmatisme Miopia Simplex
Disingkirkan karena pada pasien tidak ada kesulitan apabila
melihat garis lurus atau melihat garisnya seperti bengkok serta dari hasil
pemeriksaan visus, pasien hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis

negatif
5.
ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada pasien terdapat keluhan pandangan
kabur saat melihat jarak jauh namun pasien dapat melihat jelas pada jarak
dekat. Dari hasil pemeriksaan koreksi visus ODS dengan lensa sferis
negatif memberikan kemajuan visus yang bermakna. Pada hipermetropia
pandangan kabur saat melihat jarak jauh dan jarak dekat dan hasil koreksi
visus dengan lensa sferis positif.
V.
VI.
VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
ODS Myopi
TERAPI
1. Medikamentosa
a. Oral : tidak ada
b. Topikal : tidak ada
c. Parenteral : tidak ada
d. Operatif : tidak dilakukan
2. Non Medikamentosa
a. Resep kacamata sesuai koreksi:
OD : S - 3,00
OS : S 3,00

VIII.

EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa kelainan gangguan penglihatan ini
tidak bisa disembuhkan dengan obat-obatan, tetapi bisa dibantu dengan
menggunakan kacamataatau lensa kontak
2. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa bila membaca jangan
terus menerus dan usahakan dalam posisi tegak, hindari membaca buku
sambil tiduran dan dengan pencahayaan yang kurang.
3. Memberikan penjelasan untuk membatasi waktu menonton televisi dan
apabila menonton televisi jagan terlalu dekat, menonton televisi bisa
dilakukan dengan jarak menonton sekitar 3 meter dari televisi.

4. Jika menggunakan komputer pastikan pencahayaan cukup. Arah cahaya


terbaik jika menggunakan komputer adalah dari lampu meja bercahaya
lembut dari arah samping. Kurangi tingkat terang (Brightness) monitor.
Hindari penggunaan komputer dalamjarak dekat dan waktu yang lama
5. Batasi penggunaan handphone sebagai media permainan (game) dalam
waktu yang lama dan terus-menerus, hal tersebut guna memberikan
waktu istirahat pada mata.
6. Menjelaskan kepada pasien bahwa kelainan gangguan penglihatan ini
tidak bisa disembuhkan dengan obat-obatan, tetapi bisa dibantu dengan
menggunakan kacamataatau lensa kontak
7. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa bila membaca jangan
terus menerus dan usahakan dalam posisi tegak, hindari membaca buku
sambil tiduran dan dengan pencahayaan yang kurang.
8. Memberikan penjelasan untuk membatasi waktu menonton televisi dan
apabila menonton televisi jagan terlalu dekat, menonton televisi bisa
dilakukan dengan jarak menonton sekitar 3 meter dari televisi.
9. Jika menggunakan komputer pastikan pencahayaan cukup. Arah cahaya
terbaik jika menggunakan komputer adalah dari lampu meja bercahaya
lembut dari arah samping. Kurangi tingkat terang (Brightness) monitor.
Hindari penggunaan komputer dalamjarak dekat dan waktu yang lama
10. Batasi penggunaan handphone sebagai media permainan (game) dalam
waktu yang lama dan terus-menerus, hal tersebut guna memberikan
waktu istirahat pada mata.
11. Mata minus tidak bisa berkurang atau sembuh. Penggunaan
kacamatapun ataupun kontak lensa tidak akan membuat mata minus
menjadi sembuh atau berkurang. Penggunaan kacamata hanya
membantu memperjelas penglihatan, dan mengurangi cepatnya
bertambahnya minus pada mata, tentunya hal tersebut juga diimbangi
dengan kebiasaan sehari-hari. Memberikan penjelasan bahwa kacamata
harus selalu dipakai
12. Operasi LASIK adalah operasi yang bisa mengurangi minus pada mata,
namun banyak persyaratannya dalam menjalani operasi ini, termasuk
usia pasien saat dilakukan operasi harus lebih dari 20 tahun untuk kasus
miopi yang ringan, untuk miopi tinggi bisa dilakukan pada usia sekitar

10

25 tahun, maka dari itu pada pasien ini belum bisa dilakukan operasi
LASIK.
13. Apabila kacamata sudah dirasakan tidak nyaman dan terasa kabur,
harus kontrl kembali ke dokter mata
IX.

PROGNOSIS
Ad Visam
Ad Sanam
Ad Functionam
Ad Cosmeticam
Ad Vitam

X.
XI.

OD
Dubia Ad Bonam
DubiaAd Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam

OS
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam

KOMPLIKASI
Strabismus
Ablasio retina
RUJUKAN
Tidak dilakukan rujukan pada pasien ini.

BAB II
11

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANATOMI MATA
II.1.2 Media Refrakta1,2
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, humor aquos, lensa dan
vitreum. Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun baik mendadak
ataupun perlahan.

a. Kornea
Kornea adalah selaput bening pada mata yang tembus oleh cahaya.
Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata bagian depan dan
terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1)

Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal
di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

2)

Membran bowman

12

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen


yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3)

Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4)

Membran Descemet
Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat
sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40m.

5)

Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk hexagonal, besar 20-40m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan
di daerah limbus.
b. Aqueous Humor (Kamera Okuli Anterior)
Kamera okuli anterior berisi aqueous humor yang mengandung zat-zat
gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya
pembuluh darah dikedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor. aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di
sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan
13

akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya
dengan pembentukannya, kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior
dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Kelebihan aqueous humor
akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreum, yang kemudian
terdorong menekan lapisan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan
jika tidak diatasi.
c. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak
dibelakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak didalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau sentral lensa yang
tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa
yang lebih muda disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak disebelah
depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya
korteks posterior. Nukelusa lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Dibagian perifer kapsul lensa terdapat zonula
zinn yang menggantungkan lensa diseluruh ekuatornya pada badan siliar.
d. Vitreum
Vitreum menempati daerah mata dibelakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (99%), sedikit kolagen, dan
molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Peranannya mengisi ruang
untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan vitreum disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan vitreum akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Vitreum penting untuk mempertahankan bentuk bola mata.
II.2 FISIOLOGI PENGLIHATAN PADA MANUSIA 3

14

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor, lensa, corpus vitreum. Mata yang normal
disebut sebagai mata emetropia akan menempatkan bayangan benda tepat
diretinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.
Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri atas
paket-paket individual seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut
cara-cara gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang
gelombang. Fotoreseptor di mata peka hanya pada panjang gelombang antara 400
dan 700 nanometer. Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari
spektrum elektromagnetik total. Cahaya dari berbagai panjang gelombang pada
pita tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang
gelombang yang pendek dipersepsikan sebagai ungu dan biru, panjang gelombang
yang panjang dipersepsikan sebagai jingga dan merah.
Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas
cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium
dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui
udara dari pada melalui media transparan lainnya seperti kaca dan air. Ketika
suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang lebih tinggi densitasnya,
cahaya tersebut melambat, begitu pula selanjutnya. Berkas cahaya mengubah arah
perjalanannya ketika melalui permukaan medium baru pada setiap sudut kecuali
sudut tegak lurus.
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (berada ditempat gelap), dan
pupil mengecil jika intesitas cahaya besar (berada di tempat terang). Yang
mengatur perubahan pupil adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen
tampak di dalam aqueous humor dan juga berperan dalam menentukan warna
mata.
Setelah melalui pupil dan iris, cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada
diantara aqueous humor dan vitreum, melekat ke otot siliar melalui ligamentum
suspensorium. fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang
bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke
retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot siliaris akan
15

berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata
memfokuskan objek yang jauh, maka otot siliar akan mengendur dan lensa
menjadi tipis dan lebih lemah. Kemampuan menyesuaikan lensa sehingga baik
sumber cahaya dekat maupun jauh dapat di fokuskan di retina dikenal dengan
akomodasi
Bila cahaya sampai ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang
merupakan sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal cahaya ke
otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkapo oleh retina
adalah terbalik, nyata , diperkecil tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap
tegak. Karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal.
II.3 MIOPIA
II.3.1 Definisi
Miopia atau sering disebut juga rabun jauh merupakan kelainan refraksi
mata dimana berkas sinar sejajar yang datang memasuki mata tanpa akomodasi,
jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh
tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada
badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,
membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. 4,5
Pada penderita miopia tidak dapat melihat objek atau benda jarak jauh,
namun akan terlihat jelas apabila objek atau benda itu berada dalam jarak dekat.
Sering kali para penderita miopia merasakan pusing pada kepala jika terlalu
memaksa melihat benda yang jauh dari kemampuan jarak pandangnya.4
II.3.2 Klasifiksi Miopia4,5,6
1.

Berdasarkan penyebabnya:
a.

Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.
Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 3 dioptri.

b.

Miopia kurfatura
16

Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada


keratokonus dan kelainan kongenital. Perubahan kelengkungan kornea
sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.
c.

Miopia indeks refraksi


Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita
diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol.

d.

Perubahan posisi lensa


Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama
glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia.

2. Berdasarkan tingginya dioptri:


a.

Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri

b.

Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri

c.

Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri

d.

Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri

e.

Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

3.

Secara klinik
a.

Miopia stasioner, miopia simpleks, miopia fisiologik


Timbul pada usia muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit pada
waktu atau segera setelah pubertas atau didapat kenaikan sedikit sampai
usia 20 tahun. Besarnya dioptri kurang dari -5D atau 6D

b.

Miopia progresif
Ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir. Kelainan mencapai
puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai usia 25 tahun
atau lebih. Besarnya dioptri melebihi 6 dioptri.

c.

Miopia maligna
Miopia yang berjalan progresif, karena disertai kelainan degenerasi koroid
dan bagian lain dari mata.

II.3.3 Etiologi dan Patogenesis


Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan
banyak faktor memegang peranan penting dari waktu kewaktu. Teori miopia
menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara

17

genetik. Bukti lain juga menunjukkan bahwa faktor prenatal dan perinatal turut
berperan serta dalam pembentukan miopi. Penyakit ibu yang dikaitkan dengan
penderita miopia kongenital adalah hipertensi sistemik, toksemia dan penyakit
retina. Berbagai macam faktor lingkungan dan kebiasaan juga dapat
mempengaruhi terjadinya miopia, dalam hal ini seseorang yang lebih banyak
menghabiskan waktu di depan komputer atau seseorang yang menghabiskan
banyak waktu dengan membaca tanpa istirahat dengan pencahayaan yang kurang
akan lebih besar kemungkinan untuk menderita miopi. 4,7,8
II.3.4 Gejala Klinis 4,9
1.

Gejala subjektif:
a.

Kabur bila melihat jauh dan jelas bila melihat dekat

b.

Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c.

Mempunyai kebiasaan mengernyitkan dahi atau memicingkan mata saat


melihat objek yang jauh

2.
a.

d.

Lekas lelah bila membaca

e.

Sering sakit kepala

Gejala objektif:

Miopia simpleks :
i.

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol

ii.

Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau


dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil
saraf optik.

b.

Miopia patologik :
i.

Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks

ii.

Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainankelainan pada :


-

Korpus Vitreum : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau


degenerasi yang terlihat sebagai floaters

Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, myopic cresent, papil


terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Myopic
cresent dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil

18

dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur

Myopic cresent
-

Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang


ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.

Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.

Fundus Tigroid
II.3.5 Penatalaksanaan
1. Penggunaan Kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia masih sangat penting.
Kacamata yang diberikan adalah kaca mata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan lensa -3,0 dan -3,25 memberikan tajam penglihatan 6/6,

19

maka sebaiknya dipilih lensa koreksi -3,0 agar memberikan istirahat pada
mata 4
2. Penggunaan Lensa Kontak
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta
lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan
penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh

hydrogels, HEMA

(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak


keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).10
Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, mudah memakainya,
dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian
lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak
maksimal, risiko terjadinya komplikasi seperti keratitis, tidak mampu
mengoreksi astigmatisme, serta perawatannya sulit.10
Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi
visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta
mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah
memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman.
3. LASIK10
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang
menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara
merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan
LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa
kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun
dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa
hal, yaitu:10
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
-

Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.

Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri

Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri


c. Usia minimal 18 tahun

20

d. Tidak sedang hamil atau menyusui


e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama
paling tidak 6 (enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata,
katarak, glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2
(dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard
contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:10
a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.
b. Sedang hamil atau menyusui.
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak
II.3.6 Komplikasi
Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa
ablasio retina, perdarahan vitreum, katarak, perdarahan koroid dan strabismus
esotropia biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Moore,K.L.dkk. 2000. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC
2. Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta:
EGC
3. Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia. Jakarta: EGC

21

4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2003:5.
5. Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan
Hipermetropia di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital
Library, 2003:2-3.
6. Gondhowiardjo TJ, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis
Perdami. Jakarta: PP Perdami, 2006:9
7. Jain IS, Jain S, Mohan K. The Epidemiology of High Miopia-Chanding
Trends. http://www.ijo.in/jain.
8. Widodo, Agung., Prillia T . MIOPIA PATOLOGI. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlngga/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmologi
Indonesia Vol. 5, No. 1, April 2007 : Hal. 19 26.
9. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Handbooks of Ocular Disease
Management. New York: Johson Publishing LLC, 2001
10. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu
Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7.

22

Anda mungkin juga menyukai