ODS MIOPIA
Tugas Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Dr. Soedjono Magelang
Periode 25 Mei 26 Juni 2015
Pembimbing:
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
Disusun oleh :
Niken Faradila Kartika Utami
1410221038
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA 2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
ODS MIOPIA
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang
Oleh :
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga laporan kasus ini telah berhasil diselesaikan. Tiada gading yang tak
retak dan tiada hasil yang indah tanpa dukungan pihak-pihak yang telah
memberikan pertolongan, demikianlah laporan kasus ini tersusun dan
terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk
mengucapkan terimahasih kepada :
1. dr. Hari Trilunggono, Sp.M dan dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M selaku
pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan
pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi
kesempurnaan laporan kasus ini
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus
untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah
membantu proses pembuatan laporan kasus ini terimakasih untuk
semangat dan kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Niken F. K. Utami
BAB I
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Kewarganegaraan
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Nomor RM
: An.G
: 13 tahun
: Perempuan
: Jawa
: Indonesia
: Islam
: Pelajar
: Mertoyudan
: 30 Juni 2015
: 12-36-33
ANAMNESIS
A Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada kedua mata
B Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang pada
tanggal 30 Juni 2015 dengan keluhan penglihatan kabur saat melihat
jauh pada mata kanan dan kiri. Baik mata kanan maupun mata kiri
diraskan sama-sama kabur dan tidak ada yang lebih dominan. Pasien
merasakan keluhan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien
memiliki kebiasaan sering membaca buku dengan jarak dekat dan
terkadang membaca di tempat yang pencahayaannya kurang, pasien
juga sering menggunakan komputer dalam jarak dekat dan waktu yang
lama.
Penglihatan kabur pada kedua mata timbul secara perlahan,
awalnya kedua mata kabur dirasakan tidak terlalu mengganggu,
namun lama-kelamaan dirasakan mengganggu kegiatan sehari-harinya
terutama saat di sekolah ketika membaca di papan tulis dengan jarak
yang agak jauh. Pasien merasa lebih jelas saat membaca atau melihat
dengan jarak yang dekat atau dengan memicingkan/menyipitkan mata
kanan dan kiri. Selain itu pasien mengeluh pusing pada kepala bagian
depan jika terlalu lama membaca. Bahkan terkadang pasien mengeluh
mata terasa berair dan pegal. Pasien mengaku baru menggunakan
kacamata minus saat 2 tahun lalu dan baru berganti kacamata sekitar 1
4
tahun lalu dan kini kacamata yang digunakan pasien dengan kacamata
minus 2,25 sudah terasa tidak nyaman dan kabur ketika melihat jauh.
Pasien menyangkal adanya kesulitan apabila melihat garis lurus
atau melihat garisnya seperti bengkok dan terlihat bayangan yang bisa
menyebabkan pasien pusing. Pasien tidak memiliki keluhan bila
membaca atau melihat benda dekat. Pasien juga tidak mengeluh
penglihatan ganda.
C Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat infeksi mata hingga membuat pasien pergi ke dokter
disangkal. Riwayat operasi yang berhubungan dengan mata disangkal.
Riwayat trauma terbentur benda tumpul disangkal.
D Riwayat Pengobatan
Pasien baru memeriksakan mata dan menggunakan kacamata
minus sejak 2 tahun lalu
E Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien anak ke-2 dari 2 bersaudara. Kaka pasien diakui tidak
menggunakan kacamata dan tidak memiliki keluhan yang sama seperti
pasien. Orang tua pasien yaitu ayah pasien diketahui memakai kaca
mata minus dan kacamata baca. Saudara sepupu pasien diketahui ada
F
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A Kesan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Kooperatif
: Kooperatif
Status Gizi
: Cukup
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/mnt
Respirasi
: 20 x/mnt
Suhu
: 36,70C
B Status Ophtamicus
6/60
NO
1
2
3
4
5
OD
OS
6/60
PEMERIKSAAN
Visus
Koreksi Visus
Gerakan Bola Mata
OD
6/60
S - 3,00 C 6/6
Baik ke segala arah
OS
6/60
S 3,00 6/6
Baik ke segala arah
Bulbi
- Eksoftalmus
- Endoftalmus
Normal
Normal
Suprasilia
Palpebra Superior
- Edema
- Hematom
- Xantelasma
- Sikatrik
- Entropion
- Ekstropion
- Triksiasis
- Lagoftalmus
- Ptosis
- Blefarospasme
- Hordeolum
- Kalazion
- Laserasi
Palpebra Inferior
- Edema
- Hematom
- Sikatrik
- Entropion
- Ekstropion
- Trikiasis
- Hordeolum
- Kalazion
10
11
12
13
- Laserasi
Konjungtiva
- Hiperemi
Injeki Konjungtiva
Injeksi Siliar
- Sekret
- Bangunan Patologis
Kornea
- Kejernihan
- Edema
- Infiltrat
- Keratik Presipitat
- Ulkus
- Sikatrik
- Pannus
- Aberasi
COA
- Kedalaman
- Hifema
- Hipopion
Iris
- Kripte
- Edema
- Iridodialisa
- Rubeosis
- Sinekia
Pupil
- Bentuk
- Diameter
- Reflek Pupil
Langsung
Tidak Langsung
- Soklusio
- Oklusio
- Isokor
Lensa
- Kejernihan
- Dislokasi Lensa
Subluksasi
Luksasi
- Vossious Ring
- Roset
- Kapsul
Lensa
Keriput
- Iris Shadow
Corpus Vitreum
- Kejernihan
Jernih
-
Jernih
-
Dalam
-
Dalam
-
+
-
+
-
Bulat
3 mm
Bulat
3 mm
+ Normal
+ Normal
+
+ Normal
+ Normal
+
Jernih
Jernih
Tidak
floaters
ditemukan Tidak
floaters
ditemukan
14
15
- Perdarahan
Fundus Refleks
Funduskopi
- Papil
- Macula lutea
- Retina
IV.
(+) cemerlang
Fokus - 5
Papil bulat, batas tegas,
warna
jingga,
ditemukan
gambaran
miopic cressent,
AVR 2/3
AVR 2/3
Tidak tampak terangkat Tidak tampak terangkat
dan berkelok-kelok
dan berkelok-kelok
- Vasa
16
(+) cemerlang
Fokus - 5
Papil bulat, batas tegas,
warna jingga, CDR 0,3,
ditemukan
gambaran
miopic cressent
TIO
DIAGNOSIS BANDING
1.
ODS Miopia
Dipertahankan karena pasien mengeluh pandangan kabur saat
melihat jarak jauh dan jelas ketika melihat dekat. Keluhan pasien tersebut
dapat dikoreksi dengan kacamata seferis negatif OD -3.00, OS -3.00
dengan hasil koreksi visus 6/6
2.
Pseudomyopia
Disingkirkan karena pada pasien ini sudah memiliki riwayat
menggunakan kacamata sejak 2 tahun lalu, dan semakin lama minus nya
semakin
bertambah.
Pseudomiopia
diakibatkan
oleh
rangsangan
pasien.
ODS Astigmatisme Miopia Simplex
Disingkirkan karena pada pasien tidak ada kesulitan apabila
melihat garis lurus atau melihat garisnya seperti bengkok serta dari hasil
pemeriksaan visus, pasien hanya bisa dikoreksi dengan lensa sferis
negatif
5.
ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada pasien terdapat keluhan pandangan
kabur saat melihat jarak jauh namun pasien dapat melihat jelas pada jarak
dekat. Dari hasil pemeriksaan koreksi visus ODS dengan lensa sferis
negatif memberikan kemajuan visus yang bermakna. Pada hipermetropia
pandangan kabur saat melihat jarak jauh dan jarak dekat dan hasil koreksi
visus dengan lensa sferis positif.
V.
VI.
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
ODS Myopi
TERAPI
1. Medikamentosa
a. Oral : tidak ada
b. Topikal : tidak ada
c. Parenteral : tidak ada
d. Operatif : tidak dilakukan
2. Non Medikamentosa
a. Resep kacamata sesuai koreksi:
OD : S - 3,00
OS : S 3,00
VIII.
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa kelainan gangguan penglihatan ini
tidak bisa disembuhkan dengan obat-obatan, tetapi bisa dibantu dengan
menggunakan kacamataatau lensa kontak
2. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa bila membaca jangan
terus menerus dan usahakan dalam posisi tegak, hindari membaca buku
sambil tiduran dan dengan pencahayaan yang kurang.
3. Memberikan penjelasan untuk membatasi waktu menonton televisi dan
apabila menonton televisi jagan terlalu dekat, menonton televisi bisa
dilakukan dengan jarak menonton sekitar 3 meter dari televisi.
10
25 tahun, maka dari itu pada pasien ini belum bisa dilakukan operasi
LASIK.
13. Apabila kacamata sudah dirasakan tidak nyaman dan terasa kabur,
harus kontrl kembali ke dokter mata
IX.
PROGNOSIS
Ad Visam
Ad Sanam
Ad Functionam
Ad Cosmeticam
Ad Vitam
X.
XI.
OD
Dubia Ad Bonam
DubiaAd Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
OS
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
Ad Bonam
KOMPLIKASI
Strabismus
Ablasio retina
RUJUKAN
Tidak dilakukan rujukan pada pasien ini.
BAB II
11
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANATOMI MATA
II.1.2 Media Refrakta1,2
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, humor aquos, lensa dan
vitreum. Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun baik mendadak
ataupun perlahan.
a. Kornea
Kornea adalah selaput bening pada mata yang tembus oleh cahaya.
Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata bagian depan dan
terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1)
Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng,
sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal
di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
2)
Membran bowman
12
Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4)
Membran Descemet
Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat
sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40m.
5)
Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk hexagonal, besar 20-40m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan
di daerah limbus.
b. Aqueous Humor (Kamera Okuli Anterior)
Kamera okuli anterior berisi aqueous humor yang mengandung zat-zat
gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya
pembuluh darah dikedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor. aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di
sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan
13
akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya
dengan pembentukannya, kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior
dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Kelebihan aqueous humor
akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreum, yang kemudian
terdorong menekan lapisan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan
jika tidak diatasi.
c. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak
dibelakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram
yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak didalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa
terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau sentral lensa yang
tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal dan dewasa. Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa
yang lebih muda disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak disebelah
depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya
korteks posterior. Nukelusa lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Dibagian perifer kapsul lensa terdapat zonula
zinn yang menggantungkan lensa diseluruh ekuatornya pada badan siliar.
d. Vitreum
Vitreum menempati daerah mata dibelakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (99%), sedikit kolagen, dan
molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Peranannya mengisi ruang
untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan vitreum disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan vitreum akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Vitreum penting untuk mempertahankan bentuk bola mata.
II.2 FISIOLOGI PENGLIHATAN PADA MANUSIA 3
14
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor, lensa, corpus vitreum. Mata yang normal
disebut sebagai mata emetropia akan menempatkan bayangan benda tepat
diretinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.
Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri atas
paket-paket individual seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut
cara-cara gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang
gelombang. Fotoreseptor di mata peka hanya pada panjang gelombang antara 400
dan 700 nanometer. Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari
spektrum elektromagnetik total. Cahaya dari berbagai panjang gelombang pada
pita tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang
gelombang yang pendek dipersepsikan sebagai ungu dan biru, panjang gelombang
yang panjang dipersepsikan sebagai jingga dan merah.
Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas
cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium
dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui
udara dari pada melalui media transparan lainnya seperti kaca dan air. Ketika
suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang lebih tinggi densitasnya,
cahaya tersebut melambat, begitu pula selanjutnya. Berkas cahaya mengubah arah
perjalanannya ketika melalui permukaan medium baru pada setiap sudut kecuali
sudut tegak lurus.
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (berada ditempat gelap), dan
pupil mengecil jika intesitas cahaya besar (berada di tempat terang). Yang
mengatur perubahan pupil adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen
tampak di dalam aqueous humor dan juga berperan dalam menentukan warna
mata.
Setelah melalui pupil dan iris, cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada
diantara aqueous humor dan vitreum, melekat ke otot siliar melalui ligamentum
suspensorium. fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang
bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke
retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot siliaris akan
15
berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata
memfokuskan objek yang jauh, maka otot siliar akan mengendur dan lensa
menjadi tipis dan lebih lemah. Kemampuan menyesuaikan lensa sehingga baik
sumber cahaya dekat maupun jauh dapat di fokuskan di retina dikenal dengan
akomodasi
Bila cahaya sampai ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang
merupakan sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal cahaya ke
otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkapo oleh retina
adalah terbalik, nyata , diperkecil tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap
tegak. Karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal.
II.3 MIOPIA
II.3.1 Definisi
Miopia atau sering disebut juga rabun jauh merupakan kelainan refraksi
mata dimana berkas sinar sejajar yang datang memasuki mata tanpa akomodasi,
jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh
tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada
badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,
membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. 4,5
Pada penderita miopia tidak dapat melihat objek atau benda jarak jauh,
namun akan terlihat jelas apabila objek atau benda itu berada dalam jarak dekat.
Sering kali para penderita miopia merasakan pusing pada kepala jika terlalu
memaksa melihat benda yang jauh dari kemampuan jarak pandangnya.4
II.3.2 Klasifiksi Miopia4,5,6
1.
Berdasarkan penyebabnya:
a.
Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.
Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 3 dioptri.
b.
Miopia kurfatura
16
d.
b.
c.
d.
e.
3.
Secara klinik
a.
b.
Miopia progresif
Ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir. Kelainan mencapai
puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai usia 25 tahun
atau lebih. Besarnya dioptri melebihi 6 dioptri.
c.
Miopia maligna
Miopia yang berjalan progresif, karena disertai kelainan degenerasi koroid
dan bagian lain dari mata.
17
genetik. Bukti lain juga menunjukkan bahwa faktor prenatal dan perinatal turut
berperan serta dalam pembentukan miopi. Penyakit ibu yang dikaitkan dengan
penderita miopia kongenital adalah hipertensi sistemik, toksemia dan penyakit
retina. Berbagai macam faktor lingkungan dan kebiasaan juga dapat
mempengaruhi terjadinya miopia, dalam hal ini seseorang yang lebih banyak
menghabiskan waktu di depan komputer atau seseorang yang menghabiskan
banyak waktu dengan membaca tanpa istirahat dengan pencahayaan yang kurang
akan lebih besar kemungkinan untuk menderita miopi. 4,7,8
II.3.4 Gejala Klinis 4,9
1.
Gejala subjektif:
a.
b.
c.
2.
a.
d.
e.
Gejala objektif:
Miopia simpleks :
i.
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
ii.
b.
Miopia patologik :
i.
ii.
18
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur
Myopic cresent
-
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.
Fundus Tigroid
II.3.5 Penatalaksanaan
1. Penggunaan Kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia masih sangat penting.
Kacamata yang diberikan adalah kaca mata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan lensa -3,0 dan -3,25 memberikan tajam penglihatan 6/6,
19
maka sebaiknya dipilih lensa koreksi -3,0 agar memberikan istirahat pada
mata 4
2. Penggunaan Lensa Kontak
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta
lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan
penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh
hydrogels, HEMA
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore,K.L.dkk. 2000. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC
2. Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira edisi 12. Jakarta:
EGC
3. Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia. Jakarta: EGC
21
4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2003:5.
5. Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan
Hipermetropia di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital
Library, 2003:2-3.
6. Gondhowiardjo TJ, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis
Perdami. Jakarta: PP Perdami, 2006:9
7. Jain IS, Jain S, Mohan K. The Epidemiology of High Miopia-Chanding
Trends. http://www.ijo.in/jain.
8. Widodo, Agung., Prillia T . MIOPIA PATOLOGI. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlngga/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmologi
Indonesia Vol. 5, No. 1, April 2007 : Hal. 19 26.
9. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Handbooks of Ocular Disease
Management. New York: Johson Publishing LLC, 2001
10. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu
Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7.
22