Anda di halaman 1dari 2

Prolog Sepasang Boots, Kupu-Kupu Dalam Ruang, dan Segelas Teh Lemon Dingin

Cuma 7 cm kok, iya, hak ankle boots ini memang cuma 7cm. :P.
Sebuah monolog singkat antara saya, sepasang boots hitam dan segelas penuh teh
lemon dingin. Berbicara tentang boots, ini adalah boots pertama sekaligus jadi
salah satu alas kaki favorit saya untuk menyapa dunia luar, dimana sementara ini
dunia luar saya adalah 70% kampus, 20% kafe ber-teh dan wifi, dan 10% lain-lain.
Usut punya usut, boots ini berjasa besar dalam fase metamorfosa diri saya. Tentu
belum seutuhnya menjadi kupu-kupu dewasa, tapi setidaknya, fase kepompong
terlewati sudah. Fase yang membuka indera saya terhadap warna, aroma, irama,
rasa, dan makna segala peristiwa. Boots ini juga yang menggantikan sepersekian
rasa dari sebuah hal baik yang tiba-tiba hilang dari hari-hari saya. Hidup nyatanya
memang tidak hanya perkara belajar menghilangkan hal-hal yang buruk,
tapi sekaligus kehilangan hal-hal baik, bahkan mungkin sangat baik. .
So, here I am,,ber-alas kaki boots kebanggaan tadi, duduk manis dan autis di sofa
pojokan dengan meja bundar lengkap dengan laptop, hardisk external, headphone,
notebook hitam kesayangan, segelas teh lemon dingin, tahu krispi panas, dan
sebuah ponsel yang katanya pintar. Setelah saya perhatikan dengan seksama,
meja bundar ini ajaib juga, menampung seluruh benda-benda ajaib ini dimana
setiap benda tidak saling mengintervensi satu sama lain. Good Job, Kafe Kupu-Kupu,
Well done, My black boots! (Tidak semua sebab akibat itu secara eksplisit
berhubungan, saudara-saudara, termasuk diantaranya meja bundar dan sepasang
ankle boots!)
Baiklah, sebelum saya melanjutkan meracau tentang boots di postingan blog
selanjutnya, izinkan saya mendeskripsikan sedikit saja tentang tempat favorit saya
untuk menyendiri ini. Saya lupa kapan pertama kalinya saya memutuskan untuk
mampir di kafe ini. Yang saya ingat, saya memutuskan mampir akibat tidak tahan
untuk tidak mengomentari replika beberapa kupu-kupu warna warni sebesar ban
mobil yang bertengger di dinding eksterior kafe ber cat merah salem ini. Sungguh
eyecatcher yang terlalu harfiah, menurut saya. Mungkin replika kupu-kupu masih
tetap menarik kalau monokrom baik itu dengan material kayu,atau kawat besi.
Mungkin jumlahnya diperbanyak dengan varian ukuran replika yang lebih beragam
atau satu saja, tapi powerful. Kalau masih kurang eyecatchy, penambahan lampu
LED besar yang dililit di replikanya juga bisa menarik. Dengan catatan, biarkan
dinding tanpa pencahayaan tambahan sehingga kupu-kupu menjelma jadi kunangkunang malam yang cantik. Sekian komentar dan usul subjektif saya. Tapi diluar
itu, saya memang penasaran dengan desain keseluruhannya, karena diintip dari
luar ada bambu dan kayu yang sukses jadi pemanis untuk massa bangunan yang
memang seadanya. Setelah berkali-kali hanya lewat saja, tiba juga harinya dimana,
Oke, anda menang, saya mampir.

Kesan pertama, menyenangkan. Kesan kedua, menyenangkan. Kesan ketiga, masih


menyenangkan. Tidak ada tukang parkir yang minta seribu lagi ketika saya sudah
bayar. Tidak ada pelayan yang menawarkan untuk membersihkan meja atau
dengan bahasa halus menyuruh saya pergi kalau tidak berniat memesan lagi. Tidak
ada alat pengkondisian udara karena memang sudah sejuk dari sananya. Tidak ada
service tax yang dibebankan kemudian. Ada mushalla. Ada buku-buku yang gratis
dibaca dimana-mana. Ada air, angin, dan ada view. Ada satpam (bukan tukang
parkir illegal). Ada senyum. Ada musik yang mengalun pelan (mengingatkan saya
pada berlebihannya volume speaker ngopi doeloe yang seringkali membuat saya
harus agak berteriak ketika menumpang berdiskusi disana). Ada wifii. Ada menumenu enak yang terjangkau kantong mahasiswa seperti saya. Dan terakhir , ada
diskon 15% untuk yang mention @kafekupu2 di twitter. Tidak heran kalau saya
sering lupa bahwa saya sedang tidak dirumah sendiri ketika sadar bahwa saya
sudah bertengger disana 9 jam penuh dari 12 siang bolong hingga jam 9 malam
ketika si kafe siap-siap tutup. Almost Perfect Atmosphere ever! Sungguh saya sama
sekali tidak dibayar untuk ini (mengacungkan ibu jari dan jari tengah dan
memasang muka sungguh-sungguh).
Saya menyeruput sedikit teh lemon yang sudah nyaris hilang dinginnya. Kali ini
gulanya pas, setelah sebelumnya agak terlalu manis. Mengingat lemon baik untuk
kesehatan tulang dan gigi, irisan lemon diatasnya saya cicipi juga sedikit. Semoga
ia bekerja dengan baik. Selain gula di the lemon, tahu krispi pedasnya juga pas, pas
untuk sore yang cerah tapi dingin. Saya lirik sudut layar, 16:05, saatnya break
sejenak untuk turun dan solat ashar. Sambil beranjak, saya memesan bandrek
sebagai pengganti kopi sore. Menuruni tangga kayu, hak sepatu boots saya beradu
membelah sunyi, dan saya selalu suka sensasinya,
Sexy.

*catatan penting : jangan pernah mencari kafe ini di Kota Bandung, karena ia masuk
dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat. (Loh, kan saya yang
memutuskan hal apa yang mewakili Bandung di mata saya,,,boleh dong walaupun
bukan kota? :P)

Anda mungkin juga menyukai