Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN TINGKAT KESADARAN NILAINILAI PANCASILA DI ERA GLOBALISASI

SEKARANG INI
Diajukan kepada STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah
PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun oleh :
NAMA

: ERTANTO YOHAN KHRYSDIANTO

NIM / JURUSAN : 11.11.4976 / S1 TI


KELOMPOK

:D

DOSEN

: DRS. TAHAJUDIN SUDIBYO

STMIK AMIKOM
YOGYAKARTA
2011

ABSTRAK MAKALAH
HUBUNGAN TINGKAT KESADARAN NILAI-NILAI PANCASILA DI
ERA GLOBALISASI
SEKARANG INI
Disusun Oleh :
NAMA

NIM / JURUSAN

Penelitian ini menggambarkan bahwa peran pancasila kepada masyarakat di


era globalilasi, memiliki tingkat kesadaran nilai-nilai pancasila yang beragam.
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mengetahui tingkat kesadaran nilai-nilai pancasila pada masyarakat di era
globalilaasi seperti sekarang ini.
2) Mengetahui berapa besar pengaruh globalisasi pada masyarakat terhadap
kesadaran nilai-nilai pancasila.

1.

Latar Belakang Masalah


Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan

politik

ketika negara

Indonesia

didirikan,dan

hingga

sekarang

di

era

globalisasi,Negara Indonesia tetap berpegang teguh kepada pancasila sebagai


dasar negara.Sebagai dasar negara tentulah pancasila harus menjadi acuan Negara
dalam

menghadapi

tantangan

global

dunia

yang

terus

berkembang.

Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga
eksistensi kepribadian bangsa indonesia,karena dengan adanya globalisasi batasan
batasan diantara negara seakan tak terlihat,sehingga berbagai kebudayaan asing
dapat masuk dengan mudah ke masyarakat.
Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa
indonesia,jika kita dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari
dampak globalisasi tentunya globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena
dapat menambah wawasan dan mempererat hubungan antar bangsa dan negara di
dunia.Tapi jika kita tidak dapat memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif
dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan
indonesia.
Dari faktor-faktor tersebutlah di butuhkan peranan pancasila sebagai dasar
dan pedoman negara dalam menghadapi tantangan global yang terus meningkat
diera globalisasi.

2.

Rumusan Masalah
Pada saat ini kita berada pada era globalisasi yang ditandai dengan

terbukanya arus informasi, barang, jasa, tenaga kerja, baik antar negara maupun
antar bangsa.

Dampak

langsung arus globalisasi antara lain

semakin

meningkatnya interaksi hubungan antar bangsa, meningkatnya ketergantungan


antar negara serta meningkatnya skala persaingan global yang tidak lagi mengenal
batas-batas suatu negara. Dalam menelaah perkembangan global, Pancasila
sebagai dasar Negara berfungsi sebagai pengontrol arus masuknya informasi agar
tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan.
a. Apakah pancasila menjadi batasan globalisasi ?
b. Apakah pancasila masih menjadi pedoman dalam menghadapi globalisasi ?

3.

Pendekatan Historis
Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu

dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang
di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikian halnya dengan
Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali
dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan
bangsa Indonesia sendiri sejak kelahirannya dan berkembangnya menjadi bangsa
yang besar.
Pembahasan

historis

Pancasila

dibatasi

pada

tinjauan

terhadap

perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan


keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan
pada dua pengandaian, yakni:

1) Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29
Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);
2) Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat
tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.
Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang
penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum terselesaikan
oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal ini, pencabutan
Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa) tampaknya juga
belum diikuti upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih
alamiah. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya pelestarian dan pewarisan
Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum Mendel.
Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup
untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika
Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat
bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang
otentik dan pola hubungan sila-silanya yang selalu merupakan satu kebulatan
yang utuh.
Sidang BPUPKI 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945
Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin
menyampaikan telaah pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai
berikut:
1) Peri Kebangsaan;
2) Peri Kemanusiaan;
3) Peri Ketuhanan;
4) Peri Kerakyatan;
5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap
lima
(5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara.
4

Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang sama, Ir. Soekarno juga
mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut:
1) Kebangsaan Indonesia;
2) Internasionalisme;
3) Mufakat atau Demokrasi;
4) Kesejahteraan Sosial;
5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Piagam Jakarta 22 Juni 1945
Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut kemudian dikembangkan
oleh Panitia 9 yang lazim disebut demikian karena beranggotakan sembilan
orang tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan Islam dan Nasionalisme.
Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis,
Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Mr. Achmad
Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin. Rumusan sistematis
dasar negara oleh Panitia 9 itu tercantum dalam suatu naskah Mukadimah yang
kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta, yaitu: 1) Ke-Tuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukknya; 2) Menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5)
Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, Piagam Jakarta diterima
sebagai rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi) Negara Republik
Indonesia. Rancangan tersebut khususnya sistematika dasar negara (Pancasila)
pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; 5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercantum dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950)


Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut,
Pancasila dirumuskan secara lebih singkat menjadi:
1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa;
2) Perikemanusiaan;
3) Kebangsaan;
4) Kerakyatan;
5) Keadilan sosial.
Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi kecenderungan
menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau untuk lebih
mengingatnya dengan variasi sebagai berikut:
1) Ketuhanan; 2
2) Kemanusiaan;
3) Kebangsaan;
4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat;
5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika
Pancasila itu bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli
1959 yang secara implisit tentu mengandung pula pengertian bahwa
rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.
Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968
Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa
Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia,

juga

memungkinkan

terjadinya

penafsiran

individual

yang

membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang


nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya
tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden
RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
6

Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai


kepada tahap pematangannya oleh para pendiri Negara pada saat akan mendirikan
Negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar Negara yang justru
bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup, dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan
disistematisasikan dalam rancangan dasar Negara yang diberi nama Pancasila.
Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya
yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 dalam persidangan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran
dan

petunjuk

seorang

temannya

yang

ahli

bahasa.

Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah
melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran
dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan Negara Republik
Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai
dengan saat ini dan insya Allah untuk selamanya.

4.

Pembahasan
a. Fenomen Globalisasi
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara
seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek
kehidupan,khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang
iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan
lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang
terjadi di dunia.
Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak
positif,berbagai perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah
sangat

terasa,baik

itu

di

bidang

politik,ekonomi,sosial,budaya,dan
7

teknologi informasi.
Berbagai dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa
memfilter dampak dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil halhal negatif dari pada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita
dapatkan dari fenomena globalisasi ini.
b. Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Menghadapi Globalisasi
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan
oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,berbagai tantangan
dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk
menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila
terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar
negara,itu membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati
untuk

b angsa

Indonesia.

Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam


eksistensi kepribadian bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa
Indonesia berada di pusaran arus globalisasi dunia.Tetapi harus diingat
bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jatidiri,kendati
hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas
kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi
kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan
dirinya sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas
tergambar

dari

nilai-nilai

luhur

pancasila.

Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang
jelas antar setiap bangsa Indonesia,rakyat dan bangsa Indonesia harus
membuka diri.
Dahulu,sesuai

dengan

tangan

terbuka

menerima

masuknya

pengaruh budaya hindu,islam,serta masuknya kaum barat yang akhirnya


melahirkan kolonialisme.pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu
sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa
pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme
tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan
politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik
8

dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti
penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.
Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapatrapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman
dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni
Sovietyang terkenal anti dunia luartidak bisa bertahan dan terpaksa
membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat
bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan
dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap
masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi
juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan
bangsa lain.
Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia
mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai
dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai
budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti
ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan
bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka nilainilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan
sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti
saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya
sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun
tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar sertamerta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam
sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem
demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah
kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesiaseperti ditegaskan
dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBBmenganut faham

demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta


musyawarah dan mufakat.
Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan
faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan
Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa
Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan
tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan
dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau
mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham
liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat
Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa
bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya,
seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para
elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan
kelompoknya semata.
Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila
akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan
dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang
berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia.
Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar
mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang
hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai
pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari
solusi dari persoalan tersebut.
Dalam pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar
kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung pikiranpikiran terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan
yang dicita-citakan. Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan
sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang
diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang

1
0

bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan


kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu
saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa
menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia
sendiri.

5.

Kesimpulan dan Saran


Jadi kesimpulan dari makalah ini adalah bangsa dan negara Indonesia

tidak bisa menghindari akan adanya tantangan globalisasi,dengan menjadikan


pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi globalisasi bangsa Indonesia akan
tetap

bisa

menjaga

eksistensi

dan

jatidiri

bangsa

Indonesia.

Saran saya sebagai penulis kepada para pembaca diharapkan bisa tetap menjaga
kepribadian bangsa dalam menghadapi tantangan globalisasi,serta bisa mengambil
hal-hal positif dari efek globalisasi dengan tetap berpegang teguh kepada
pancasila sebagai dasar negara sehingga bisa membantu pembangunan dan
perkembangan negara.

1
1

REFERENSI
1. Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi Pokok
Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
2. Kaelan, M.S. 2003.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta : Paradigma.
3. http://jangkrik-muda.blog.friendster.com/
4. http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
5. http:// www.google.com
6. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm
7. http:// www.teoma.com
8. http:// www.kumpulblogger.com

1
2

Anda mungkin juga menyukai