Anda di halaman 1dari 27

KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 20151


Oleh:
Muhammad Sri Wahyudi Suliswanto
(Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang)
E-mail: al.ayudie@gmail.com
Abstract
The purpose of this research is to determine the readiness of Indonesia in the
ASEAN Economic Community by 2015. The analysis tool used is panel data regression
and descriptive . The results of this study indicate that the role of exports and FDI in the
State of Indonesia is still small when compared to other ASEAN - 5 . Competitiveness and
human resources in Indonesia is still low compared to Singapore , Malaysia and
Thailand . Therefore , especially the Indonesian State must optimize the role of exports
and FDI as the effects of globalization and also to tackle the MEA in 2015. In addition ,
Indonesia also have to fix the infrastructure , the quality of human resources and
readiness of SMEs in the face of AEC 2015 .
Keywords: International Trade, FDI, GDP and MEA 2015
Abstrak
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kesiapan Indonesia dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Alat analisis yang digunakan yaitu
regresi data panel dan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran ekspor
dan FDI di Negara Indonesia masih sedikit jika dibandingkan Negara ASEAN-5 lainnya.
Peringkat daya saing dan sumber daya manusia Indonesia juga masih rendah
dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand. Oleh karena itu, khususnya Negara
Indonesia harus mengoptimalkan peran ekspor dan FDI sebagai efek dari adanya
globalisasi dan juga akan dilaksanakannya MEA pada tahun 2015. Selain itu, Indonesia
juga harus membenahi infrastuktur, kualitas SDM dan kesiapan UMKM dalam
menghadapi MEA 2015.

Kata Kunci: Perdagangan internasional, FDI, PDB, MEA

PENDAHULUAN
Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Karena itu, kebijakan makro ekonomi suatu negara
pasti akan diarahkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi. Sukirno (2006: 10)

Makalah ini disampaikan pada acara Diskusi Akhir Tahun 2013 Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Muhammadiyah Malang

menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi menggambarkan mengenai perkembangan


kegiatan ekonomi yang berlaku dalam suatu tahun tertentu.
Hal-hal yang mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam
konteks perekonomian yang terbuka yaitu perdagangan internasional, dalam hal ini
adalah ekspor dan impor, serta aliran modal masuk dari asing. Basri (2010: 8)
menjelaskan bahwa keterbukaan akan memungkinkan perekonomian untuk perdagangan
luar negeri, ekspor dan impor barang dan jasa. Dengan demikian pendapatan nasional dari
suatu perekonomian terbuka, peranan ekspor dan impor menjadi hal yang penting untuk
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, dalam proses globalisasi sebenarnya tidak hanya sebatas pada
perdagangan internasional, melainkan juga merambah pada sektor produksi yang
ditunjang oleh kebebasan lalu lintas modal, upaya memperluas pasar dan mencari lokasi
produksi yang murah, relokasi industri bagaikan arus yang tidak dapat dihalangi.
Perpindahan lokasi produksi ini akan berkaitan dengan foreign direct investment yang
terjadi di negara importir.
Pada saat ini sebagai efek dari berkembangnya era globalisasi maka perekonomian
suatu negara akan semakin terintegrasi dengan negara lain, baik dalam satu kawasan
maupun dunia pada umumnya. Integrasi negara tersebut dimaksudkan agar dapat
meningkatkan kerjasama antar negara, salah satu integrasi ekonomi yang ada yaitu
ASEAN. Lloyd dan Smith (2004) berpendapat bahwa Proses globalisasi ini dan
regionalisasi merupakan tantangan umum untuk Ekonomi ASEAN dan untuk Area
ASEAN secara bersama.
Berdasarkan pertemuan ASEAN bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina (Bank
Indonesia, 2008), para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat suatu inisiatif
ambisius untuk mengintegrasikan perekonomian mereka dan membangun Masyarakat
Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) menjadi pada tahun 2015.

Implemetasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan diberlakukan dua tahun


lagi, yaitu pada akhir tahun 2015. MEA terwujud dari keinginan negara-negara
ASEAN untuk mewujudkan ASEAN menjadi kawasan perekonomian yang solid
dan diperhitungkan dalam percaturan perekonomian Internasional. Integrasi
ekonomi yang diterapkan dalam MEA bukan merupakan integrasi perekonomian
seperti yang diterapkan oleh Uni Eropa (European Union) yang memberlakukan
mata uang tunggal (euro). Dalam MEA tujuan yang ingin dicapai adalah adanya
1

aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih (skilled labor), serta aliran
investasi yang lebih bebas. Berdasarkan laporan perekonomian Bank Indonesia
(2012), Dalam penerapannya MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas, yaitu
perikanan, e-travel, e-ASEAN, automotif, logistik, industri berbasis kayu, industri
berbasis karet, furnitur, makanan dan minuman, alas kaki, tekstil dan produk
tekstil, serta kesehatan.
Bentuk integrasi ekonomi yang semakin kuat tentu diharapkan akan mengakibatkan
arus perdagangan internasional dan foreign direct investment (FDI) semakin bebas dan
meningkat. Dengan demikian diharapkan peningkatan perdagangan internasional dan FDI
akan mampu meningkatan pendapatan nasional atau gross domestic product (GDP)
sebagaimana perhitungan pendapatan nasional pada umumnya. Adapun sejumlah
penelitian untuk mengkaji kemungkinan hubungan antara perdagangan internasional, FDI
dan pertumbuhan ekonomi sudah banyak dilakukan.
Makki dan Somwaru (2001) melakukan penelitian mengenai dampak FDI dan
perdagangan pada pertumbuhan ekonomi dengan sampel 66 negara pada tahun 1960
2000 dan menggunakan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) menghasilkan
bahwa FDI dan perdagangan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Negara Sedang Berkembang.
Hasil empiris dari Krisharianto dan Hartono (2007) mengenai hubungan antara
pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional, dan foreign direct investment di
Indonesia dengan pendekatan granger causality dan VAR menghasilkan bahwa hubungan
yang terjadi antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi adalah bi-directional causation
yaitu growth driven export dan export led growth; antara FDI dan perdagangan
internasional dan pertumbuhan ekonomi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi,
perdagangan internasional menyebabkan atau mempengaruhi FDI.
Ahmed, dkk (2008) meneliti mengenai peran Ekspor, FDI dan Impor terhadap
pembangunan pada dari Sub-Saharan Negara-Negara Afrika dengan pendekatan
autoregressive distributed lag (ARDL), Estimasi Pedroni dan granger causality diperoleh
hasil bahwa ekspor dan FDI memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Jawas (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh penanaman modal asing
dan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim dengan
menggunakan model panel data menghasilkan variabel penanaman modal asing (PMA)

berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranegara


muslim. Kemudian hasil estimasi variabel ekspor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranegara muslim pada tahun 2004 2005.
Carceres (2009) menganalisis mengenai peranan investasi asing langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia Timur dengan menggunakan pendekatan
model regresi linier berganda dan model koreksi kesalahan (ECM) diiperoleh bahwa
modal asing langsung yang masuk ke negara-negara Asia Timur, secara umum
mempunyai hubungan yang positif, dan kuat terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB)
negara tujuan FDI.
Iqbal (2010) menganalisis mengenai hubungan kausalitas antara FDI, perdagangan
dan pertumbuhan ekonomi di Pakistan dengan pendekatan kausalitas dan VECM
diperoleh hasil FDI dan ekspor merupakan dua faktor penting yang menambahkan
pengaruh dari pertumbuhan ekonomi.
Sebagai satu kesatuan wilayah, ASEAN menjanjikan potensi ekonomi yang sangat
besar. Berdasarkan Informasi dari Bank Indonesia (2008), total jumlah penduduk
mencapai 567,6 juta orang (bandingkan dengan Uni Eropa yang mendekati 500 juta
orang), dan total GDP mencapai sekitar US$1,1 triliun, ASEAN menjanjikan potensi
pasar yang sangat besar. Misalkan saja pertumbuhan ekonomi dari negara-negara
ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina). Berdasarkan data
world development indicator, Secara umum, fluktuatif pertumbuhan ekonomi yang terjadi
di ASEAN-5 pada tahun 1990 s/d 2009 relatif sama.
Pada tahun 1998 seluruh negara ASEAN-5 mengalami penurunan pertumbuhan
ekonomi dikarenakan pada tahun tersebut merupakan krisis yang melanda negara-negara
Asia yang berawal dari kejatuhan nilai Baht Thailand, lalu menerjang Peso Filipina,
Ringgit Malaysia, Rupiah Indonesia, bahkan Dolar Singapura. Sehingga hal ini juga
berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut, dari negara-negara
tersebut Indonesia merupakan negara yang mengalami penurunan terbesar yaitu turun
sebesar 13,13%, Thailand sebesar 10,51%, Malaysia sebesar 7,36%, dan Singapura hanya
1,38%.
Pada tahun 2008 dan 2009, negara-negara ASEAN juga mengalami penurunan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini merupakan imbas dari krisis keuangan di Amerika Serikat
yang berawal dari kasus gagal bayar atas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) atau yang
dikenal dengan istilah Subprime mortgage. Namun, dampak terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia tidak begitu parah sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998.
Beberapa gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada era globalisasi ini, kondisi di
negara lain akan menimbulkan imbas pada negara lainnya sebagai akibat adanya
hubungan ekonomi antar negara.
Selain itu, pangsa total perdagangan terhadap GDP dari masing-masing negara
ASEAN juga cukup tinggi, yang menunjukkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan
internasional. Seberapa jauh peran perdagangan luar negeri terlihat dari rasio antara
ekspor ditambah impor terhadap GDP. Pangsa Ekspor ditambah Impor dalam GDP
negara-negara ASEAN khususnya ASEAN-5 berdasarkan data Swindi, 2009 (Basri,
2010) dapat diketahui bahwa pangsa ekspor dan impor terbesar diantara negara ASEAN-5
yaitu Singapura sebesar 330%, kemudian diikuti Malaysia sebesar 179%, Thailand
sebesar 122%, Filipina sebesar 84%, dan Indonesia sebesar 51%.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak di ASEAN merupakan pasar
potensial untuk aliran masuk barang, jasa, dan tenaga kerja bagi negara lainnya di
ASEAN. Indonesia sebagai pasar konsumen terbesar di ASEAN sangat berpotensi untuk
dibanjiri barang-barang konsumsi. Membanjirnya barang-barang tersebut memang
memiliki nilai posistif bagi konsumen akibat semakin banyaknya alternatif pilihan.
Namun demikian, nilai tambah akan lebih dirasakan bagi perekonomian, jika produkproduk Indonesia yang justru dapat menginvasi negara-negara di ASEAN. Jika hal
tersebut terjadi, produksi domestik akan bertambah, yang berimplikasi positif terhadap
penyerapan tenaga kerja, peningkatan realisasi investasi dan berdampak akhir terhadap
pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan penduduk.
Implementasi ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) 2010 dapat menjadi
pelajaran berharga bagi Indonesia, dimana ketika penerapan ACFTA banyak pihak yang
belum siap akibat lemahnya koordinasi dan upaya perencanaan sebelum diberlakukannya
ACFTA. Dengan implemetasi MEA yang semakin dekat, sudah saatnya Indonesia
berbenah dan mengambil tindakan sedini mungkin untuk menghadapi persaingan yang
akan semakin sengit. Kerjasama dan prioritas kepentingan nasional harus dikedepankan
oleh berbagai pihak untuk mendukung terciptanya Indonesia menjadi negara yang
mendapatkan keuntungan terbesar dengan diterapkannya MEA 2015. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mengkaji mengenai kesiapan dan strategi Indonesia dalam
menghadapi MEA 2015 meliputi posisi kinerja ekonomi, keterbukaan ekonomi, daya

saing, dan kualitas SDM Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Selain
itu juga akan dikaji kesiapan UMKM di Indonesia dalam menghadapi MEA 2015.
METODE PENELITIAN

Data yang digunakan adalah data sekunder, dimana data diperoleh dari
dokumentasi yang diambil dari berbagai situs instansi tekait, buku, maupun artikel
yang dipublikasikan yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji. Adapun
penulisan artikel ini diawali dengan mengumpulkan data-data dan informasi yang
terkait dengan masalah yang akan dikaji. Data-data dan informasi yang telah
terkumpul kemudian dievaluasi guna memberikan keakuratan informasi dan
analisis yang akan ditulis. Tahapan selanjutnya adalah menganalisis data-data dan
informasi yang telah terkumpul.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel dan
deskriptif. Analisis data panel digunakan untuk mengetahui pengaruh keterbukaan
ekonomi yang direpresentasikan perdagangan internasional dan foreign direct
investment (FDI) terhadap Gross Domestic Product (GDP) di negara ASEAN-5.
Pemilihan ASEAN-5 dikarenakan lima negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia,
Thailand dan Filipina merupakan pelopor terbentuknya ASEAN. Adapun analisis
deskriptif digunakan untuk menunjang hasil regresi yang dilakukan serta mengenai
kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015 dalam aspek daya saing, ketenagakerjaan dan
UMKM.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Perbandingan Kinerja Ekonomi Indonesia dengan Negara ASEAN lainnya
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi
geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di
Bangkok, 8 Agustus 1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara
anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta
meningkatkan kesempatan untuk memmbahas perbedaan diantara anggotanya dengan
damai.

ASEAN meliputi wilayah daratan seluas 4.46 juta km atau setara dengan 3% total
luas daratan di Bumi, dan memiliki populasi yang mendekati angka 600 juta orang atau
setara dengan 8.8% total populasi dunia. Luas wilayah laut ASEAN tiga kali lipat dari
luas wilayah daratan. Pada tahun 2010, kombinasi nominal GDP ASEAN telah tumbuh
hingga 1.8 Triliun Dolar AS. Jika ASEAN adalah sebuah entitas tunggal, maka ASEAN
akan duduk sebagai ekonomi terbesar kesembilan setelah Amerika Serikat, Cina, Jepang,
Jerman, Perancis, Brazil, Inggris, dan Italia.
Berikut ini akan dibahas mengenai perbandingan kondisi ekonomi negara
Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina yang merupakan negara-negara
pemrakarsa terbentuknya ASEAN.
Pertama, Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam yang
besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas.
Indonesia pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah
mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk
yaitu beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.
Kedua, Malaysia merupakan negara diberkati dengan sumber daya alam semisal
sektor pertanian, kehutanan, dan pertambangan. Di sektor pertanian, Malaysia adalah
salah satu pengekspor terbesar karet alam dan minyak sawit, yang bersama-sama dengan
damar dan kayu gelondongan, kakao, lada, nenas, dan tembakau mendominasi
pertumbuhan sektor itu. Minyak sawit juga merupakan pembangkit utama perdagangan
internasional Malaysia.
Timah dan minyak bumi adalah dua sumber daya mineral utama yang menjadi
penyokong ekonomi utama Malaysia. Malaysia pernah menjadi penghasil timah terbesar
di dunia hingga runtuhnya pasar timah di permulaan tahun 1980-an. Pada abad ke-19 dan
ke-20, timah memainkan peran dominan di dalam ekonomi Malaysia. Pada 1972 minyak
bumi dan gas alam mengambil alih timah sebagai komoditas utama sektor pemurnian
mineral. Sementara itu, kontribusi timah semakin menurun. Penemuan minyak bumi dan
gas alam di ladang minyak lepas pantai Sabah, Sarawak, dan Terengganu memiliki
sumbangan penting bagi ekonomi Malaysia. Mineral lain menurut tingkat kepentingan
dan keberartiannya adalah tembaga, bauksit, besi, dan batu bara bersama-sama dengan
mineral industri seperti tanah liat, kaolin, silika, batu gamping, barit, fosfat, dan bebatuan
dimensi seperti granit juga blok dan lempengan marmer. Sejumlah emas dengan kadar
minimalis juga diproduksi.

Ketiga, Singapura memiliki ekonomi pasar yang sangat maju, yang secara historis
berputar di sekitar perdagangan entrept. Bersama Hong Kong, Korea Selatan dan
Taiwan, Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia. Ekonomi Singapura termasuk di
antara sepuluh negara paling terbuka, kompetitif dan inovatif di dunia. Dianggap sebagai
negara paling ramah bisnis di dunia, Ratusan ribu ekspatriat asing bekerja di Singapura di
berbagai perusahaan multinasional. Terdapat juga ratusan ribu pekerja manual asing.
Keempat, Thailand. Setelah menikmati rata-rata pertumbuhan tertinggi di dunia
dari tahun 1985 hingga 1995 - rata-rata 9% per tahun - tekanan spekulatif yang meningkat
terhadap mata uang Thailand, Baht, pada tahun 1997 menyebabkan terjadinya krisis yang
membuka kelemahan sektor keuangan dan memaksa pemerintah untuk mengambangkan
Baht. Setelah sekian lama dipatok pada nilai 25 Baht untuk satu dolar AS, Baht mencapai
titik terendahnya pada kisaran 56 Baht pada Januari 1998 dan ekonominya melemah
sebesar 10,2% pada tahun yang sama. Krisis ini kemudian meluas ke krisis finansial Asia.
Thailand memasuki babak pemulihan pada tahun 1999; ekonominya menguat 4,2%
dan tumbuh 4,4% pada tahun 2000, kebanyakan merupakan hasil dari ekspor yang kuat yang meningkat sekitar 20% pada tahun 2000. Pertumbuhan sempat diperlambat ekonomi
dunia yang melunak pada tahun 2001, namun kembali menguat pada tahun-tahun
berikutnya akibat dari pertumbuhan yang kuat di RRC dan beberapa program stimulan
dalam negeri serta kebijakan yang ditempuh pemerintah.
Kelima, Filipina terkenal dengan pertanian padi bukitnya, yang diperkenalkan kirakira 2.000 tahun lalu oleh suku Batad. Padi-padi bukit tersebut terletak di lereng-lereng
Gunung Ifugao dan berada di ketinggian 5.000 kaki dpl. Luasnya mencakup 4.000 mil
serta diusahakan secara tradisional tanpa penggunaan pupuk. Ia dinyatakan sebagai
Warisan Dunia oleh UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan
Kebudayaan) pada tahun 1995.
Perkembangan perekonomian negara merupakan salah satu indikator keberhasilan
pemerintah. Untuk mengetahui kondisi perekonomian Indonesia dengan negara lainnya
dapat dilihat dari seberapa besar jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Indikator hasil ekonomi pemerintah selain dilihat dari besarnya jumlah PDB, perlu juga
dilihat dari distribusi sektoralnya. kondisi perekonomian Indonesia juga bisa dilihat dari
kontribusi masing-masing sektor dan kelompok sektor ekonomi terhadap total PDB.
Berikut ini gambaran kontribusi masing-masing sektor ekonomi yang ada di Indonesia
dan negara ASEAN lainnya dalam dua tahun terakhir.

Gambar 1. Kontribusi Masing-Masing Sektor Terhadap PDB di Negara ASEAN-5

Sumber: Asia Development Bank, 2012 (diolah)

Kontribusi sektoral tersebut, secara tidak langsung menunjukkan bagaimana


struktur perekonomian Indonesia. Berdasarkan kontribusi sektoral, menunjukkan bahwa
sektor industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling besar. Sektor
tersebut memberikan kontribusi sebesar 24,79% terhadap total PDB Indonesia pada tahun
2010 dan mengalami sedikit penurunan menjadi 24,28% pada tahun 2011. Dengan
demikian seperempat dari PDB Indonesia di sumbang oleh sektor industri pengolahan.
Secara keseluruhan sampai tahun 2011 peran rata-rata sektor primer sebesar 26,56%,
sektor sekunder 35,52% dan sektor tertier 37,92%. Hal ini menunjukkan bahwa struktur
perekonomian Indonesia didominasi oleh Sektor Tersier, akan tetapi kontibusi sektor
tersier Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand
dan Philipina. Indonesia unggul dibandingkan negara ASEAN-5 lainnya dalam hal
kontribusi sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan. Hal ini berarti Indonesia
dalam hal pertanian dan pertambangan mampu mengungguli negara ASEAN lainnya.
Jika melihat posisi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN selama 10 tahun
terakhir, maka sebenarnya posisi Indonesia masih unggul dibanding lainnya. Selama 10
tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 5,33% dan

berada di peringkat kedua setelah Singapura. Akan tetapi untuk tahun terakhir,
pertumbuhan ekonomi Indonesia menempati posisi pertama jika dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Hal ini berarti dalam kondisi krisis keuangan global, Kinerja
ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara ASEAN-5 lainnya.
Gambar 2. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN-5
Selama 10 Tahun Terakhir
Indonesia
6,00

5,33

4,00
Philipina

2,00

Malaysia

4,69

0,00

4,61

Thailand
4,46

Singapura
5,98

Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (10 Tahun terakhir)

Sumber: World Bank, 2012 (diolah)

Perbandingan Keterbukaan Ekonomi Indonesia dengan Negara ASEAN lainnya


Pembahasan kali ini yaitu membandingkan tingkat keterbukaan ekonomi Indonesia
dengan negara ASEAN-5 lainnya. Variabel keterbukaan ekonomi suatu negara dapat
dilihat dari nilai net ekspor maupun foreign direct investment (FDI). Jika diamati posisi
ekspor Indonesia masih kalah dengan negara ASEAN-5 lainnya, bahkan Indonesia
menempati posisi terendah. Hal ini berarti produk Indonesia masih belum mampu
memanfaatkan era globalisasi dan tentu dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia harus
memantapkan strategi bersaing dengan negara-negara lainnya.

Gambar 3. Rata-rata Nilai Ekspor Negara ASEAN-5 Selama 10 tahun terakhir

317.882.210.505,17

174.289.450.837,40
153.322.831.230,52
110.715.421.634,65
51.253.926.036,38

Indonesia

Malaysia

Singapura

Thailand

Philipina

Rata-rata Nilai Ekspor (10 Tahun Terakhir)


Sumber: World Bank, 2012 (diolah)

Sedangkan posisi FDI Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan


Singapura, Malaysia, Thailand. Hal ini tentu ada sisi positif dan negatifnya, nilai FDI
yang rendah harus menjadi bahan instropeksi pemerintah Indonesia dalam kebijakan
investasi. Nilai FDI yang rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia dan Thailand
mengindikasikan bahwa investor asing lebih menyukai menyalurkan dananya di tiga
negara tersebut daripada ke Indonesia. Akan tetapi, rendahnya nilai FDI juga memberikan
keuntungan Indonesia apabila negara lain bergejolak. Ketika negara asal investor
bergejolak maka dapat menimbulkan fly capital, yang tentu akan menyebabkan
ketidakstabilan perekonomian dalam negeri. Hal ini terbukti, dampak krisis keuangan
global lebih signifikan terjadi di Singapura daripada Indonesia.
Secara teori, variabel keterbukaan ekonomi yang direpresentasikan nilai
perdagangan internasional dan FDI berpengaruh terhadap GDP suatu negara. Oleh kerana
itu, untuk menguji Pengaruh Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment
(representasi keterbukaan ekonomi) terhadap Gross Domestic Product maka dilakukan

10

analisis regresi data panel dengan pendekatan Fixed effect. Adapun model hasil analisis
masing-masing negara dapat diinterpretasinya sebagai berikut :

Tabel 2. Model Pengaruh Ekspor, FDI terhadap GDP


di Negara ASEAN-5
Negara

Model

Indonesia

1,874 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

Malaysia

1,665 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

Singapura

1,537 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

Thailand

1,800 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

Filipina

1,779 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui nilai 0 untuk Indonesia = 1,874 berarti GDP
(Ln Y) sebesar 1,874% pada saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2) sama dengan atau
dianggap nol (konstan). Nilai 0 untuk Malaysia = 1,665 berarti GDP (Ln Y) sebesar
1,665% pada saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2) sama dengan atau dianggap nol
(konstan). Nilai 0 untuk Singapura = 1,537 berarti GDP (Ln Y) sebesar 1,537% pada
saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2) sama dengan atau dianggap nol (konstan). Nilai 0
untuk Thailand = 1,800 berarti GDP (Ln Y) sebesar 1,800% pada saat ekspor (Ln X1)
dan FDI (Ln X2) sama dengan atau dianggap nol (konstan). Nilai 0 untuk Filipina =
1,779 berarti GDP (Ln Y) sebesar 1,779% pada saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2)
sama dengan atau dianggap nol (konstan).
Nilai 1 merupakan koefisien regresi variabel ekspor (Ln X1) untuk semua negara
ASEAN-5 sebesar 0,311 berarti ada pengaruh positif antara ekspor terhadap GDP sebesar
0,331%. Apabila ekspor (Ln X1) naik sebesar 1% maka GDP (Ln Y) juga akan
mengalami kenaikan sebesar 0,331%. Sebaliknya apabila ekspor (Ln X1) turun sebesar
1% maka GDP (Ln Y) juga akan turun sebesar 0,331%. Sedangkan nilai 2 merupakan
koefisien regresi variabel FDI (Ln X2) untuk semua negara ASEAN-5 sebesar 0,010
berarti ada pengaruh positif antara FDI terhadap GDP sebesar 0,010%. Apabila FDI (Ln
X2) naik sebesar 1% maka GDP (Ln Y) juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,010%.
Sebaliknya apabila FDI (Ln X2) turun sebesar 1% maka GDP (Ln Y) juga akan turun
sebesar 0,010%. Berdasarkan hasil regresi data panel tersebut dapat disimpulkan bahwa

11

ekspor (X1) dan FDI (X2) berpengaruh positif terhadap variabel terkait (GDP). Hal ini
juga terbukti signifikan melalui uji t dan f.

R 2 / k 1
Berdasarkan Rumus uji F adalah sebagai berikut:F test =
,
1 R 2 / n k 1

nilai F hitung sebesar 465,89 Sedangkan F tabel ( = 0.05 ; db regresi = 3 : db residual =


18) adalah sebesar 3,16. Karena F hitung > F tabel yaitu 465,89 > 3,16 maka analisis
regresi adalah signifikan. Pengaruh ekspor (X1) dan FDI (X2) terhadap GDP (Y) adalah
besar. Hal ini berarti H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa GDP dapat
dipengaruhi secara signifikan oleh ekspor dan FDI.
Sedangkan Uji t test digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
Dapat juga dikatakan jika t hitung > t tabel atau -t hitung < -t tabel maka hasilnya
signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika t hitung < t tabel atau -t
hitung > -t tabel maka hasilnya tidak signifikan dan berarti H 0 diterima dan H1.
t test antara ekspor (Ln X1) dengan GDP (Ln Y) menunjukkan t hitung = 6,549
Sedangkan t tabel ( = 0,05 ; db residual = 18) adalah sebesar 2,101. Karena t hitung > t
tabel yaitu 6,549 > 2,101 maka pengaruh ekspor (Ln X1) adalah signifikan pada tingkat
kesalahan = 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa GDP dapat dipengaruhi secara signifikan oleh ekspor.
t test antara FDI (Ln X2) dengan GDP (Ln Y) menunjukkan t hitung = 3,387
Sedangkan t tabel ( = 0,05 ; db residual = 18) adalah sebesar 2,101. Karena t hitung > t
tabel yaitu 3,387 > 2,101 maka pengaruh FDI (Ln X1) adalah signifikan pada tingkat
kesalahan = 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa GDP dapat dipengaruhi secara signifikan oleh FDI.
Berdasarkan hasil regresi didapatkan koefisien determinasi R2 sebesar 0,971
Artinya bahwa 97,1 % variabel GDP akan dijelaskan oleh variabel bebasnya, yaitu ekspor
dan FDI. Sedangkan sisanya sebesar 2,9% variabel GDP akan dijelaskan oleh variabelvariabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Uji berikutnya yaitu untuk menguji apakah Fixed Effect atau Random Effect yang
lebih tepat digunakan dalam model digunakan uji Hausman. Adapun ketentuan uji
Hausman yaitu apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka model
yang lebih tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik
Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah Random Effect.

12

Dengan menggunakan alat bant program Eviews dapat diperoleh nilai Hausman
sebesar -14,1251 sedangkan nilai kritis chi-squared dengan df sebesar 2 pada = 5%
sebesar 5,9915. Dengan demikian berdasarkan uji Hausman model yang tepat untuk
analisis adalah model Fixed Effect daripada model Random Effect.
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya dapat diketahui Besarnya
pengaruh ekspor (X1), FDI (X2), terhadap GDP (Y) di negara ASEAN-5. Jika diamati,
nilai constant masing-masing Negara yang berbeda menunjukkan karakteristik masingmasing Negara memiliki perbedaan. Nilai constant Negara Indonesia sebesar 1,874,
Thailand sebesar 1,800, Filipina sebesar 1,779, Malaysia sebesar 1,665, dan Singapura
sebesar 1,537. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi variabel ekspor dan FDI
terbesar terdapat di Negara Singapura, sedangkan yang terkecil di Negara Indonesia.
Sebagai data penunjang mengenai hal tersebut, maka berikut disajikan data pangsa
Ekspor dalam GDP di Negara ASEAN-5.
Tabel 3. Perbandingan Nilai Constant dengan Pangsa Ekspor dalam
GDP
Negara

Constant

Pangsa Ekspor dalam


GDP

Indonesia

1,874

26,51%

Malaysia

1,665

91,56%

Singapura

1,537

208,95%

Thailand

1,800

76,94%

Filipina

1,779

31,02%

Seberapa jauh peran perdagangan luar negeri terlihat dari rasio antara ekspor
impor terhadap GDP. Berdasarkan tabel 4.13, dapat diketahui bahwa pangsa ekspor
terbesar diantara negara ASEAN-5 yaitu Singapura sebesar 208,95%, kemudian diikuti
Malaysia sebesar 91,56%, Thailand sebesar 76,94%,

Filipina sebesar 31,94%, dan

Indonesia sebesar 31,02%. Pangsa ekspor terhadap GDP dari masing-masing negara
ASEAN-5 ini cukup tinggi, yang menunjukkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan
internasional.
Apabila dilakukan pemeringkatan keterbukaan ekonomi diantara negara ASEAN5, maka yang paling terbuka yaitu negara Singapura disusul Malaysia, Thailand,
Indonesia dan Filipina. Meskipun demikian, peringkat keterbukaan ekonomi jika

13

dibandingkan dengan keberhasilan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) selama 10 tahun


terakhir sedikit terjadi perbedaan. Khususnya di Indonesia, meskipun secara peringkat
keterbukaan ekonomi Indonesia menduduki peringkat 4 tetapi rata-rata pertumbuhan
ekonomi selama 10 tahun terakhir pada peringkat 2 setelah Singapura. Hal ini disebabkan
faktor domestik yang mampu menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dalam arti
lain tingkat ketergantungan di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara
ASEAN-5 lainnya. Secara lengkap mengenai peringkat negara ASEAN-5 dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Peringkat Keterbukaan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN-5
Peringkat
Negara/Tahun

Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand

Ekspor

FDI

4
2
5
1
3

4
3
5
1
2

Rasio
Perdagangan Keterbukaan Pertumbuhan
Internasional
Ekonomi
Ekonomi
dalam GDP
5
2
4
1
3

4
2
5
1
3

2
4
3
1
5

Berdasarkan pada tabel 3 dan 4, Peran ekspor dan FDI di Negara Indonesia masih
sedikit jika dibandingkan Negara ASEAN-5 lainnya. Oleh karena itu, khususnya Negara
Indonesia harus mengoptimalkan peran dua variabel tersebut sebagai efek dari adanya
globalisasi dan juga akan dilaksanakannya MEA pada tahun 2015. Hal ini tidak bisa lagi
dihindari, tetapi harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia dikarenakan ekspor dan FDI terbukti secara signifikan mampu mempengaruhi
GDP (PDB).
Hasil penelitian ini mendukung temuan Nurkse dalam Salvatore (1997) yang
menyatakan bahwa perdagangan internasional memang terbukti mampu berfungsi sebagai
suatu mesin pertumbuhan (engine of growth) bagi negara-negara berkembang. Hasil ini
juga mendukung pendapat Sukirno (2006) bahwa penanaman modal asing dapat
memberikan sumbangan yang berharga bagi pembangunan ekonomi. Bagaimana
variabel-variabel berpengaruh terhadap GDP di negara ASEAN-5 dapat terlihat pada
gambar 4.

14

Gambar 4. Pengaruh Net Ekspor dan FDI terhadap GDP di ASEAN-5

X1
0,311 *

0,010 *
X2

Keterangan:
Y = Gross Domestic Bruto
X1 = Net Ekspor
X2 = Foreign Direct Investment
* = signifikan pada 5%
R2 = 0,7421 atau 74,21%
F-stat
= 52,09

Sumber: Hasil analisis ekonometrika diolah

Daya Saing Ekonomi Indonesia di Pentas ASEAN


Berdasarkan laporan Global Competitiveness Report 2013-2014 yang dirilis oleh
Forum Ekonomi Dunia (WEF), Daya saing Indonesia pada tahun 2013 naik ke posisi 38
dari peringkat 50 tahun 2012. Laporan ini mengkaji daya saing dari 148 negara di dunia,
berdasarkan tingkat produktivitas dan tingkat kesejahteraan di masing-masing negara.
Hal ini tentu menjadi prestasi positif dari Indonesia setelah tiga tahun mengalami
penurunan, Indonesia mampu melompat dan tercatat sebagai satu negara dengan kenaikan
peringkat tertinggi untuk daya saingnya.
Menurut WEF, kenaikan daya saing Indonesia dikarenakan mampu menyelesaikan
masalah infrastruktur yang mencatat kenaikan 17 tingkat ke posisi 61 dunia. Indonesia
mampu membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, fasilitas air bersih sampai
pembangkit listrik.
Meskipun demikian, posisi Indonesia masih ada di bawah beberapa negara
ASEAN, seperti Thailand di posisi 37, Brunai Darussalam posisi 26 dan Malaysia ke-24.
Bahkan Singapura bertahan di posisi dua. Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang
berada di urutan 59 dan Vietnam ke-70.

15

Tabel 5. Peringkat Daya Saing Negara ASEAN-5 Tahun 2013


Indikator

Indonesia

Malaysia

Singapura Thailand

Filipina

Peringkat Keseluruhan

38

24

37

59

Kinerja Makroekonomi

26

38

18

31

40

Efisiensi Pemerintah

67

29

78

79

Efisiensi Bisnis

37

20

17

40

49

Kondisi Infrastruktur

61

29

47

96

Sumber: World Economic Forum, 2013

Berdasarkan laporan WEF dapat diketahui bahwa indikator makroekonomi,


Indonesia berhasil mengungguli Malaysia, Thailand dan Filipina yaitu dengan peringkat
26. Sedangkan indikator efisiensi pemerintah dan efisiensi bisnis, Indonesia mengungguli
Thailand dan Filipina dengan peringkat 67 dan 37. Bahkan kondisi infrastuktur, Indonesia
hanya mengungguli Filipina yaitu dengan peringkat 61.
Kondisi infrastuktur Indonesia memang masih belum baik jika dibandingkan
dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Kualitas
infrastuktur jalan raya maupun fasilitas penyebarangan selat/laut masih banyak yang
harus diperbaiki. Kemacetan lalu lintas masih sering terjadi, bukan hanya di Jakarta
melainkan di semua kota besar dan menengah Indonesia akibat minimnya pembangunan
dan pengembangan infrastuktur jaringan jalan raya. Kondisi infrastuktur seperti ini dinilai
belum memadai untuk menopang perkembangan ekonomi secara optimal.

Kesiapan Ketenenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA

Selama dua tahun ke depan, harapan pekerja Indonesia yang berkualitas


seperti masih sebuah mimpi. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang cukup pesat
dari tahun ke tahun ternyata masih didominasi tenaga kerja yang berpendidikan
sekolah dasar (SD) ke bawah.
Pada 2012 terdata jumlah angkatan kerja tercatat 118,05 juta orang. Tahun
2014 angkatan kerja diprediksi melejit menjadi 124,42 juta orang dan sekitar
33,98 juta orang hanya berpendidikan SD ke bawah. Pada tahun 2013, Badan
Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah angkatan kerja hingga Februari 2013
16

tercatat sebanyak 121,2 juta orang atau meningkat sekitar 780.000 orang
dibandingkan Februari 2012 yang mencapai sebanyak 120,41 juta orang. Adapun
jumlah pekerja dengan usia 15 tahun ke atas dilaporkan sebanyak 114,02 juta
orang dan penganggur sekitar 7,17 juta orang.
Berdasarkan data yang dipublikasikan BPS, terdapat empat sektor utama
yang menjadi motor pembuka lapangan pekerjaan atau sektor yang paling
dominan menyerap tenaga kerja, yakni sektor pertanian menyumbang sekitar
39,96%, perdagangan tercatat 24,81%, jasa kemasyarakatan 17,53%, dan industri
berkontribusi 14,78%. Sektor lainnya yang juga memberi kontribusi signifikan di
antaranya sektor konstruksi 6,89%, diikuti sektor transportasi, pergudangan, dan
komunikasi 5,23%, serta sektor keuangan sekitar 2,78%.
Sektor pertanian yang mengakomodasi tenaga kerja paling banyak,
berkorelasi langsung dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Lebih detail
terungkap bahwa sepanjang periode Februari 2012 hingga Februari 2013, tenaga
kerja yang terserap dengan status pendidikan SD ke bawah sebanyak 54,6 juta
orang atau 47,90%, diikuti tingkat SMP sekitar 20,3 juta orang atau 17,8%.
Sementara itu, angka pengangguran mengalami penurunan sebanyak
440.000 orang atau sekitar 5,7% dari sebanyak 7,61 juta orang pada Februari 2012
menjadi sebanyak 7,17 juta orang pada Februari 2013. Kualitas pekerja yang
masih rendah tersebut sangat memprihatinkan bila dikaitkan dengan terealisasinya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang, bahkan kualitas
SDM Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya
seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.
Tabel 5. Peringkat Sumber Daya Manusia Negara ASEAN-5 Tahun 2013
Versi
World Economic Forum

Indonesia

Malaysia

Singapura Thailand

Filipina

53

22

44

66

121

64

18

103

114

(Human Capital)

UNDP
(Indeks Pembangunan Manusia)

Sumber: World Economic Forum, 2013

17

Pada era MEA 2015, maka keluar-masuknya tenaga kerja antar negara
ASEAN tidak terbendung lagi dan akan saling berkompetisi merebut lapangan
kerja di tiap negara. Bagi tenaga kerja dari negara anggota yang memiliki
kompetensi kerja yang lebih tinggi dari anggota lainnya tentunya akan memiliki
kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA.
Hal inilah yang harus diwaspadai SDM Indonesia setahun ke depan. Pemerintah
harus menyiapkan kebijakan peningkatan kualitas SDM agar mampu bersaing
dengan negara ASEAN lainnya.
Pembenahan kurikulum dunia pendidikan dengan dunia kerja harus juga
dilakukan, hal ini dikarenakan seringkali link and match antara dunia pendidikan
dan dunia kerja di Indonesia masih kurang. Bila hal ini terus dibiarkan, maka
pengangguran intelektual akan menambah daftar kesulitan pemerintah mengatasi
persoalan tenaga kerja yang semakin rumit.

Kesiapan UMKM Indonesia Menghadapi MEA: Kasus Jawa Timur dan Bali

Salah satu kebijakan MEA 2015 adalah bentuk pasar tunggal dan basis
produksi regional, hal ini tentu menjadi peluang dan tantangan UMKM di
Indonesia. Cakupan wilayah pemasaran memang terbukti mempengaruhi laba
suatu perusahaan tidak terkecuali UMKM, akan tetapi jumlah UMKM yang
mampu menembus pasar internasional masih dalam kategori rendah. Seperti
halnya yang terjadi pada UMKM bidang pengolahan ikan di Provinsi Bali.
Sebagian besar pasar UMKM bidang ini hanya untuk memenuhi pasar lokal atau
wilayah kabupaten dan regional.
Gambar 5. Cakupan Wilayah Pemasaran UMKM Bidang Pengolahan Ikan
di Provinsi Bali

18

Seperti halnya provinsi Bali, provinsi Jawa Timur juga mengalami hal yang
serupa. Berdasarkan peta tipologi jumlah UMKM Agroindustri yang melakukan

ekspor, menunjukkan bahwa ada 23 daerah kabupaten/kota yang mempunyai


tipologi Rendah. Daerah-daerah tersebut antara lain: Pacitan, Ponorogo,
Trenggalek, Blitar, Kediri, Malang, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo,
Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Sampang, Sumenep, Kota Blitar, Kota
Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, dan
Kota Batu.
Sedangkan daerah-daerah yang jumlah UMKM Agroindustri yang
melakukan ekspor mempunyai tipologi Cukup Rendah ada 11 daerah, daerahdaerah tersebut antara lain: Tulungagung, Lumajang, Jember, Banyuwangi,
Mojokerto, Jombang, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, dan Bangkalan.
Sementara daerah-daerah jumlah UMKM Agroindustri yang melakukan
ekspor mempunyai tipologi Tinggi yaitu Bondowoso, Kota Kediri, dan Kota
Malang. Sedangkan sisanya atau daerah yang tergolong tipologi Sangat Tinggi,
yaitu Pamekasan. Jumlah Perusahaan terbanyak terdapat pada Kabupaten
Pamekasan yaitu sebanyak 81 Usaha dan yang terendah yaitu ada 5 (lima)
Kabupaten tidak memiliki usaha Agroindustri yang melakukan Ekspor yaitu
Kabupaten Magetan, Nganjuk, Trenggalek, Ponorogo dan Pacitan.

19

Gambar 6. Jumlah UMKM Agroindustri yang Melakukan Ekspor


di Masing-Masing Kabupaten/Kota Jawa Timur

Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup Rendah
Rendah
Keterangan:
1. Pacitan
2. Ponorogo
3. Trenggalek
4. Tulungagung
5. Blitar
6. Kediri
7. Malang
8. Lumajang
9. Jember
10. Banyuwangi

11. Bondowoso
12. Situbondo
13. Probolinggo
14. Pasuruan
15. Sidoarjo
16. Mojokerto
17. Jombang
18. Nganjuk
19. Madiun
20. Magetan

21. Ngawi
22. Bojonegoro
23. Tuban
24. Lamongan
25. Gresik
26. Bangkalan
27. Sampang
28. Pamekasan
29. Sumenep

71. Kota Kediri


72. Kota Blitar
73. Kota Malang
74. Kota Probolinggo
75. Kota Pasuruan
76. Kota Mojokerto
77. Kota Madiun
78. kota Surabaya
79. Kota Batu

Berdasarkan pengamatan di lapang, selama ini kebanyakan UMKM


terdapat kesalahan sistem manajemen sebagai berikut: Pertama, Laporan
keuangan kurang sistematis. Banyak UMKM yang tidak menggunakan laporan
20

keuangan yang sistematis. Padahal laporan keuangan yang sistematis sangat


membantu untuk mengevaluasi kinerja dan juga dibutuhkan untuk syarat dalam
peminjaman bank. Kedua, Pemberdayaan tenaga kerja UMKM yang kurang.
Masih banyak owner usaha kreatif tidak mau meluangkan waktunya untuk lebih
memperhatikan serta melatih skill karyawannya. mereka hanya memperhatikan
gaji pegawai tanpa ada pengembangan skill karyawan. Karena uang bukanlah
sebagai pemicu utama pemberdayaan SDM.
Ketiga, Penggunaan teknologi yang minim. Jika teknologi dikembangkan
pada UMKM, tentu sangat membantu dalam pengoperasian produksi secara
efisien dan meminimalkan jumlah human error. Selain itu, pemasaran juga dapat
dilakukan melalui media internet. Keempat, Forward dan Backward lingkage yang
lemah. Kebanyakan UMKM masih minim dalam Forward dan Backward
lingkage. Hal ini membuat UMKM kurang berkembang karena kurang adanya
keterikatan kedepan dan kebelakang terhadap bidang-bidang yang terkait.
Kelima, Tidak berani improvisasi dalam marketing. Keberanian dalam
improvisasi sangat dibutuhkan agar usaha tidak berada dalam posisi stagnan.
Kebanyakan pengusaha UMKM berdalih begini saja cukup, hal ini yang akan
mematikan kreativitas dan inovasi. Keenam, Kelemahan pengetahuan dalam
menciptakan merek. Merek merupakan hal yang sangat penting untuk membuat
persepsi yang baik terhadap produknya. Namun, hal ini masih kurang diperhatikan
oleh pengusaha UMKM. Oleh karena itu, strategi pengembangan UMKM
menghadapi MEA 2015 harus mengatasi permasalahan-permasalah tersebut. \
Selain itu, di era globalisasi, UMKM juga harus mampu memanfaatkan
kecanggihan teknologi, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan internet.
Internet akan memudahkan mereka melakukan promosi tanpa batas ruang, area,
dan waktu. Dengan demikian UMKM dapat membuat website mengenai produkproduknya, agar memudahkan konsumen dalam mengenal produknya karena
tersedianya katalog produk dan jasa yang ditawarkan, layanan terkait, kemudahan
dalam transaksi.
Pembuatan Website tentunya tidak semua usaha kreatif masyarakat desa
mampu melakukan hal itu dikarenakan membebani cashflow dari UMKM sendiri.
21

Disinilah diperlukan peran dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk


menyediakan fasilitas website yang khusus dibuat untuk produk dan jasa UMKM.
Tentunya dengan fasilitas ketersediaan katalog produk atau jasa yang bisa diupdate untuk waktu tertentu, tersedianya informasi mengenai tren pasar, dan
transaksi bisnis serta pembayarannya.
Dengan demikian diharapkan fasilitas ini bisa menjadi terobosan bagi
UMKM di Indonesia. Paling tidak, usaha yang selama ini terbentur masalah
pemasaran pada pasar lokal bisa memanfaatkan internet dalam meraih pasar yang
lebih luas, bahkan pasar dunia sekalipun.
SIMPULAN DAN SARAN
Sebagai kesimpulan dalam penelitian ini bahwa secara parsial maupun simultan
net ekspor dan foreign direct investment berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pembentukan gross domestic bruto di Negara ASEAN-5. Oleh karena itu, adanya bentuk
integrasi ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN, merupakan salah
satu kebijakan yang dapat meningkatkan GDP antar negara anggota. Hal ini dikarenakan
integrasi ekonomi tentu akan terjadi liberalisasi dalam perdagangan barang dan jasa,
investasi, dan mobilitas faktor produksi tenaga kerja yang berdampak pada kondisi
ketenagakerjaan dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peran ekspor dan FDI di Negara Indonesia masih sedikit jika dibandingkan
Negara ASEAN-5 lainnya. Oleh karena itu, khususnya Negara Indonesia harus
mengoptimalkan peran dua variabel tersebut sebagai efek dari adanya globalisasi dan juga
akan dilaksanakannya MEA pada tahun 2015. Selain itu, Indonesia juga harus
membenahi infrastuktur, kualitas SDM dan kesiapan UMKM dalam menghadapi MEA
2015.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Abdullahi. D, E. Cheng dan G. Messinis. 2008. The Role of Exports, FDI and
Imports in Development: New Evidence from Sub-Saharan African Countries.
CSES Working Paper No. 39.

22

Apridar, 2007. Ekonomi Internasional, Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan


dalam Aplikasinya. Jakarta: Unimal Press

Aminian, Nathalie, K.C. Fung, H. Iizaka dan A.Siu. 2008. Foreign Direct Investment,
Intraregional Trade and Production Sharing in East Asia. Macao Regional
Knowledge Hub. Working Papers, No. 11, December 2008

Athukorala, P.P.A. Wasantha. 2003. The Impact of Foreign Direct Investment for
Economic Growth: A Case Study in Sri Lanka. Makalah disampaikan pada 9th
International conference on Sri Lanka Studies, Matara, Sri Lanka tanggal 28
30 November 2003.
Bank Indonesia. 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008 2012, Integrasi Ekonomi
ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional.

Basri, Faisal dan Haris M. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional. Jakarta: Kencana.

Carceres, Antonio. 2009. Peranan Investasi Asing Langsung terhadap Pertumbuhan


Ekonomi di Negara-Negara Asia Timur. http://www.laclolospalos.com. Diakses
tanggal 20 November 2010.

Faini, Ricardo. 2004. Trade Liberalization in a Globalizing World. Roma: Centro Studi
Luca Dagliano

Flexner, Nikolai. 2000. Foreign Direct Investment and Economic Growth in Bolivia,
1990-1998. Bank Sentral Bolivia.

Goldar, Bishwanath dan R. Banga. 2006. Impact of Trade Liberalization on Foreign


Direct Investment in Indian Industries. Makalah disampaikan pada CESS Silver
Jubilee Seminar on, Perspectives on Equitable Development: International
Experience and What can India Learn? at CESS, Hyderabad, 7-9 Januari 2006.

23

Iqbal, M. Shahzad. 2010. Causality Relationship between Foreign Direct Investment,


Trade and Economic Growth in Pakistan, dalam jurnal Asian Social Science
Vol. 6, No. 9; September 2010: 82-89.

Jawas, Musleh. 2008. Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Ekspor Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Negara Negara Muslim: 2004-2005. Skripsi.
Sarjana Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Kadin Indonesia. 2009. Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia 2009 2014.

Karimi, M.Sharif dan Z. Yusop. 2009. FDI and Economic Growth in Malaysia. Online
at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/14999/MPRA Paper No. 14999, posted 03.
May 2009 / 17:54

Krisharianto, Josef dan D. Hartono. 2007. Kajian Hubungan antara Pertumbuhan


Ekonomi, Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment. Fakultas
Ekonomi-Universitas Indonesia.

Kuncoro, M. (2003). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. (2nd ed.).
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Lloyd, Peter dan P. Smith. 2004. Global Economic Challenges to ASEAN Integration
and Competitiveness: A Prospective Look. REPSF Project 03/006a: Final
Report.

Makki, S.Shiva dan A. Somwaru. 2001. Impact of Foreign Direct Investment and Trade
on Economic Growth. World Bank

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi, Edisi Keenam (diterjemahkan oleh Fitria


Liza). Jakarta: Erlangga.

Salvatore, 1997. Ekonomi Internasional, Edisi Kelima (diterjemahkan oleh Haris


Munandar). Jakarta: Erlangga.

24

Sarwedi.

2002.

Investasi Asing

Langsung

di Indonesia

dan

Faktor yang

Mempengaruhinya, dalam jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei


2002: 17 35.

Schwab, Klaus (Editor). 2013. The Global Competitiveness Report 20132014. World
Economic Forum.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan (Edisi Kedua). Jakarta: Kencana.

Tambunan, Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor Selatan:


Ghalia Indonesia.

Tambunan, Tulus. 2007.

Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing.

Makalah yang disampaikan dalam seminar Bank Indonesia tanggal

19

Desember 2007.

Thomsen, Stephen. 1999. Southeast Asia : the Role of Foreign Direct Investment
Policies in Development. Directorate for Financial, Fiscal and Enterprise
Affairs. OCDE OECD.

Urata, Shujiro. 2002. Globalization and the Growth in Free Trade Agreements, dalam
Asia-Pacific Review, Vol. 9, No. 1, 2002: 20-32.

Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta: Ekonisia.

Worth, Thomas. 1997. Regional Trade Agreements and Foreign Direct Investment.
Economic Research Service/USDA-Regional Trade Agreements and U.S.
Agriculture/AER-771: 77-83.

www.worldbank.org

25

26

Anda mungkin juga menyukai