PENDAHULUAN
napas bagian atas akut lainnya memiliki jumlah kasus terbanyak sebesar
291.356 kasus (Kemenkes RI, 2011).
Efusi pleura adalah penimbunan cairan dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Pada
keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak
10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua
pleura pada waktu pernafasan. Penyakit- penyakit yang dapat menimbulkan
efusi pleura adalah tuberculosis, infeksi paru nontuberkulosis, keganasan,
sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah dada, infark pare, serta
gagal jantung kongestif. Normalnya, dalam rongga pleura terdapat sedikit
cairan yang berguna untuk melumasi pleura (visceral dan parietal) sehingga
dapat bergerak. Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam
ruang pleural pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara
klinis, dan hampir selalu merupakan signifikan patologi. Efusi pleura yang
luas akan menyebabkan sesak napas yang berdampak pada pemenuhan
kebutuhan oksigen, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang
terpenuhi. Hal tersebut dapat menyebabkan metabolisme sel dalam tubuh
tidak seimbang. Oleh karena itu, diperlukan untuk pemberian terapi oksigen
(Smeltzer, 2005).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia dan merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
(kimia atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berawarna dan tidak
berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
spatium interkostal. Selain itu pada penyakit efusi pleura ditemukan tanda
gejala : dispnea bervariasi, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika
penyakit pleura, trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi, ruang
intercosta menonjol pada efusi yang berat, pergerakan dada berkurang dan
terhambat pada bagian yang terkena, egofoni diatas paru yang tertekan dekat
efusi, suara nafas berkurang di atas efusi pleura, vocal fremitus dan raba
berkurang (Price, 2005).
Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah
diperlukan terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti
pneumonia, pneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan
kematian. Peran perawat secara promotif misalnya memberikan penjelasan
dan informasi tentang penyakit efusi pleura, preventif misalnya mengurangi
merokok dan mengurangi minum minuman beralkohol, kuratif misalnya
dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila
diperlukan, rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi
klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan.
Berdasarkan informasi di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan studi kasus tentang efusi pleura dan penatalaksanaannya,
termasuk menangani efusi pleura berdasarkan manifestasi klinis yang dilihat
dari masalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Dengan adanya berbagai data
dan pertimbangan maka penulis melakukan Studi Kasus Asuhan
Keperawatan asuhan keperawatan
bersihan jalan nafas tidak efektif.