JURNAL BISNIS
Bandarlampung ISSN
dan Vol. 3 No.1 Hal. 01 -127
September 2006 1411 - 9366
MANAJEMEN
Volume 3 No. 1, September 2006 ISSN 1411 - 9366
TIM REDAKSI
Dewan Editor
Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.
Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si.
: Dr. Wispandono, S.E.. S.Si.
Iban Sofyan, S.E., M.Si.
Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M.
Asep Unik, S.E., M.Si.
M. Syatibi Ch., S.E.
Redaksi Pelaksana
Ketua : Habibullah Djimat, S.E., M.Si.
Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.
Sekretaris : Muslimin, S.E.
Bendahara : Aida Sari, S.E., M.Si.
Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir
Distribusi dan Sirkulasi : Teguh
Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung
Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1
Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145
Telp. (0721)704622
Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali
setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan
ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.
Volume 3 No. 1, September 2006 ISSN 1411 - 9366
DAFTAR ISI
Oleh :
Rinaldi Bursan 1
ABSTRACT
From the analysis, we know some tourist come from Singapore, China, Canada,
United Stated and Europe. The have been stayed in Lampung 2 until 5 days.
They show some object like Way Kambas Conservation for elephant and other
object like Pasir Putih Beach. The results, satisfaction of accommodation, object
of tourism, transportation and facilities are factors that influent satisfaction of
consumers after they have been consumes some object of tourism in Lampung.
Most of them satisfy after the show the object of tourism and some of them want
to give recommendation for their friends to come to Lampung.
I. Pendahuluan
1
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung
ini berkembangan dengan baik, maka akan menggerakkan industri lainnya
seperti industri perhotelan,industri rumah makan, industri kerajinan,
transportasi dan industri-industri lainnya.
2
Data lain menunjukan, perkembangan jumlah wisatawan cenderung mengalami
kemerosotan. Pertumbuhan junlah wisatawan mancanegara yang berkunjung
ke Propinsi Lampung sebesar -16,15%. Keadaan ini sangat memprihatinkan
karena Lampung yang memiliki keuntungan geografis tidak mampu
meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara . Usaha yang dilakukan
oleh Propinsi Lampung dalam mempromosikan daerahnya baik ke
mancanegara maupun ke propinsi lain di Indonesia sudah sering dilakukan.
Usaha ini belum mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
3
1.3 Manfaat Penelitian
1. Dimesin Akademis.
Dari dimensi akademis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
model pariwisata serta pengukurannya dari segi-segi unsur yang
menentukan kepuasan dan kesetian wisatawan secara komprehensif.
4
Gambar 1.1
Model Penelitian
Kepuasan
Terhadap
Akomodasi (F1) Kesetiaan
wisatawan
Kepuasan
Terhadap
Transportasi (F2)
Kepuasan Rekomendasi
Wisatawan Wisatawan
Kepuasan
Terhadap Obyek
Wisata (F3)
Keluhan
Kepuasan Wisatawan
terhadap
Prasaranana (F3)
Keseluruhan variable tersebut akan dianlisis dengan mengunakan alat ukur dan
pengujian sebagai berikut:
5
uji keberartian secara statistic dapat dipercaya, disarankan perbandingan
sampel yang akan dibambil dengan jumlah parameter pada suatu konstruk 50:1.
Motif pendidikan terdapat 3% dengan Negara asal Australia dan China. Khusus
untuk 2 wisatawan China mereka menjadi volunteer mengajar bahasa Cina di
Universitas Lampung. Sedangkan 1 orang wisatawan yang berasal dari
Australia merupakan pertukaran pelajar antara Indonesia dan Australia.
6
domestic yang berkunjuung ke Lampung, terlihat banyaknya wisatawan yang
hanya berlibur ke Lampung. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh para pelaku
industri bisnis pariwisata di Bandar Lampung untuk membuat paket-paket
wisata yang lebihh menarik lagi sehingga para wisatawan tersebut lebih lama
lagi tinggal sehingga pendapat industri ini dapat meningkat.
7
berdasarkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.307. Hubungan yang cukup erat
tenjadi antara kedua vaniabel ini. Saat ini Propinsi Lampung rnemiliki cukup
banyak hotel kelas melati dan 3 hotel berbintang 3 dan hotel berbintang 4.
8
transportasi terhadap kepuasan wisatawan. Variabel mediator kepuasan
wisatawan kemudian diuji lagi untuk melihat hubungan dengan variabel
perilaku wisatawan yaitu kesediaan memberi rekomendasi, keluhan pelanggan
dan kesetiaan wisatawan.
9
hanya 2 kali dalam satu han. Disamping itu angkutan laut perlu diperhatikan
mengingat wisatawan yang menuju Lampung lebih banyak menggunakan jalur
laut. Waktu tempuh antara Merak dan Bakauheni sebaiknya diperpendek
menjadi 1,5 jam.
Obyek wisata yang adapun perlu dilakukan perbaikan secara terus menerus.
Perbaikan ini juga perlu dibarengi dengan perbaikan caara berpromosi dan
memperkenalkan berbagai obyek yang ada di Lampung. Pemda juga perlu
menyediakan guide yang profesional bagi wisatawan. Kebersihan obyek
wisatapun perlu diperhatikan oleb pemerintah daerah. Selain itu prasarana dan
sarana yang menunjang industri pariwisata perlu juga mendapat perhatian,
antara lain perbaikan jalan raya, mengingat letak antar obyek wisata yang ada
di Lampung relatif jauh. Hal mi perlu dilakukan agar kenyaman wisatawan
untuk berpindah-pindah dalam menikmati obyek wisata kenyamanannya tetap
terjaga. Selain itu keamanan baik keamanan di obyek wisata, dihotel, di
bandana, pelabuhan maupun di jalan raya perlu terus ditingkatkan.
4.1 Simpulan
10
3. Kepuasan menyeluruh wisatawan dipengaruhi oleh kepuasan
akomodasi,transportasi, obyek wisata dan prasarana dan sarana wisata
yang ada sebesar 97.2% dan sisanya oleh faktor lain yang tidak diukur
dalam penelitian ini.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Augustyne, Marcjanna & Samuel K, Ho, “Service Quality and Tourism,” Journal
of Travel Research, Vol. 37, page 71 — 75, 1998.
11
Biro Pusat Statistik, “Foreign Visitor Statistic 1999”, Jakarta, Penerbit Central
Bereau of Statistics, 2000.
12
Tribe, John & Snaith Tim,” From SERVQUAL to HOLSAT; Holiday Satisfaction
m Varadero, Cuba”, Tourism Management, Vol.19 No. 1, page 25 —34,
Printed in Great Britain, 1998.
13
RASIO KEUANGAN SEBAGAI PREDIKTOR
KEGAGALAN PERUSAHAAN DI INDONESIA
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
Rasio keuangan banyak dipakai oleh berbagai penelitian karena rasio keuangan
terbukti berperan penting dalam evaluasi kinerja keuangan dan dapat
digunakan untuk memprediksi kelangsungan usaha baik yang sehat maupun
2
Staf pengajar Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unila
yang tidak sehat (Chen, 1981). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk
memprediksi kegagalan suatu usaha antara lain dilakukan oleh Beaver (1966,
1968), Altman (1968, 1984), Blum (1974), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).
Tujuan pokok analisis keuangan adalah memprediksi kinerja yang akan datang.
Walaupun laporan keuangan ini historis sifatnya, namun laporan ini biasanya
memberikan indikator-indikator bagaimana sebuah perusahaan kemungkinan
berkiprah dalam periode-periode berikutnya. Indikator-indikator ini mungkin
saja tidak langsung terbukti, dan pemakai yang berkepentingan perlu
menganalisis laporan secara cermat guna memperoleh informasi tertentu yang
sesuai dengan tujuan-tujuan mereka. Pengguna informasi keuangan ini adalah
16
pihak intern dan ekstern perusahaan. Pihak intern adalah manajemen
perusahaan, pihak ekstern adalah investor dan kreditor. Pihak ekstern ini
menggunakan analisis laporan keuangan untuk meramalkan jumlah
pengembalian yang akan diterima dan mempertimbangkan resiko yang
berkaitan dengan pengembalian tersebut. Kreditor adalah pihak yang paling
berkepentingan terhadap penilaian likuiditas dan solvabilitas perusahaan,
karena kreditor akan memperkirakan menerima sejumlah pengembalian
tertentu yang jumlahnya dapat dipastikan, dan memiliki hak klaim pertama atas
aktiva. Likuiditas jangka pendek adalah kemampuan organisasi untuk
memenuhi pembayaran hutang-hutang lancar pada saat jatuh tempo.
Solvabilitas jangka panjang adalah kemampuan untuk menghasilkan kas dalam
jumlah yang cukup untuk membayar hutang-hutang jangka panjang pada saat
jatuh tempo. Sedangkan para investor lebih berkepentingan terhadap
profitabilitas, deviden, dan harga saham masa depan, karena pembayaran
deviden tergantung dari operasi yang menguntungkan, dan kenaikan harga
saham tergantung dari penilaian pasar terhadap prospek perusahaan. Para
kreditur juga menghitung profitabilitas karena operasi yang menghasilkan laba
merupakan sumber utama kas untuk membayar pinjaman.
Analisis rasio menunjukkan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data
laporan keuangan. Rasio memperlihatkan hubungan matematis di antara satu
kuantitas dengan kuantitas lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam
persentase, tingkat, maupun proporsi tunggal. Rasio merupakan pedoman yang
bermanfaat dalam mengevaluasi posisi dan operasi keuangan perusahaan dan
mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya
atau perusahaan-perusahaan lain. Tujuan pokok rasio-rasio ini adalah untuk
menyoroti bidang-bidang yang memerlukan investigasi lebih dalam. Banyak
rasio yang sudah terstandarisasi, rasio tersebut sudah diakui sebagai indikator
yang bermanfaat mengenai kinerja keuangan dan dihitung secara rutin serta
dipublikasikan berdasarkan keuangan atau industri oleh perusahaan-
perusahaan analisis keuangan.
RASIO-RASIO LIKUIDITAS
Rasio Lancar (Current Ratio)
Aktiva lancar
Rasio lancar = ----------------------------------
Kewajiban jangka pendek
17
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya dari aktiva lancarnya. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva
lancar dengan kewajiban jangka pendek. Rasio ini sering pula disebut rasio
modal kerja (working capital ratio) karena modal kerja merupakan kelebihan
aktiva lancar di atas utang lancar. Kreditor jangka pendek sangat peduli dengan
rasio lancar ini karena konversi persediaan dan piutang dagang menjadi kas
merupakan sumber pokok darinya perusahaan dapat mendulang kas untuk
membayar kreditor jangka pendek. Dari sudut pandang kreditor jangka pendek,
semakin tinggi rasio lancar perusahaan maka semakin besar pula
perlindungannya. Walaupun begitu, perusahaan gampang mempunyai rasio
lancar yang tinggi. Rasio lancar yang terlalu tinggi biasanya diakibatkan oleh
dimilikinya aktiva lancar yang tidak diperlukan, yang tidak memberikan
pendapatan, jumlah dana yng sangat banyak yang terbenam dalam bentuk
piutang dagang yang mungkin terbukti tidak tertagih, atau dalam persediaan
yang mengandung banyak jenis persediaan yang sudah usang atau lebih banyak
daripada yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan normal perusahaan.
Rasio lancar sebesar 2 sudah dianggap memuaskan, tetapi perlu
dipertimbangkan beberapa faktor antaralain: praktik yang berlaku dalam
industri, lamanya siklus operasi perusahaan, dan bauran aktiva lancar
perusahaan. Rasio lancar yang terlalu tinggi dalam perusahaan serupa dalam
industri yang sama dapat mengindikasikan pengelolaan aktiva lancar yang
tidak efiien. Bauran aktiva lancar adalah proporsi berbagai unsur yang
membentuk aktiva lancar. Bauran ini akan berdampak pada seberapa cepat
aktiva lancar dapat dikonversikan menjadi kas.
Aktiva cepat
Rasio cepat = -------------------------------------
Kewajiban jangka pendek
18
RASIO-RASIO PROFITABILITAS
Rasio marjin laba merupakan suatu ukuran persentase dari setiap rupiah
penjualan yang menghasilkan laba bersih (net income). Hubungan laba bersih
dengan penjualan bersih kerap dipakai untuk mengevaluasi efisiensi
perusahaan dalam negendalikan biaya dan beban yang berkaitan dengan
penjualan. Kelemahan rasio ini adalah bahwa rasio ini tidak
mempertimbangkan investasi (jumlah aset atau ekuitas pemegang saham) yang
diperlukan untuk menghasilkan penjualan dan laba.
laba bersih
Rasio marjin laba = --------------------------------
Penjualan bersih
Rasio ini merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi
seberapa baik perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan
besaran relatif sumber dana tersebut (kreditor jangka pendek, kreditor jangka
panjang, pemegang saham, pemegang obligasi). Rasio ini sering digunakan
majemen puncak untuk mengevaluasi unit-unit bisnis dalam suatu perusahaan
multidivisional.
19
Sales to Total Asset Ratio
RASIO-RASIO SOLVENSI
jumlah kewajiban
Debt to equity ratio = ------------------------------------
Jumlah ekuitas pemilik
20
menutupnya, meningkatkan resiko bahwa klaim kreditor kemungkinan tidak
akan tertutup secara penuh bilamana terjadi likuidasi.
kewajiban total
Rasio hutang = ----------------------------
Aktiva total
21
Kriteria Delisting
5. Perusahaan yang terdaftar di bursa akan di-delisting oleh bursa efek jika
mengalami kondisi berikut:
22
h. Tindakan perusahaan membahayakan kepentingan publik sehubungan
dengan keputusan yang dibuat.
i. Perusahaan mengalami likuidasi disebabkan merger, konsolidasi,
bangkrut, pembubaran dana investasi, atau alasan lainnya.
j. Perusahaan dinyatakan bangkrut oleh pengadilan.
k. Perusahaan menghadapi gugatan yang secara material mempengaruhi
kondisi dan ketahanan hidup perusahaan.
6. Khusus untuk dana investasi, nilai aktiva bersih mengalami penurunan
sampai 50% dari nilai pokoknya disebabkan kerugian operasi.
23
memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Sampel
terdiri atas 26 bank bangrut dan 26 bank tidak bangkrut. Alat stasistik yang
digunakan model statistik logit. Hasilnya menunjukkan bahwa (a) rata-rata
rasio CAMEL bank yang tidak gagal lebih besar dari rata-rata rasio CAMEL
bank yang gagal pada tahun-tahun sebelum mengalami kegagalan maupun
ketidakgagalan, (b) rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi
kegagalan suatu bank. Aryati (2000) melakukan penelitian yang bertujuan
menguji rasio-rasio keuangan yang diukur dengan rasio CAMEL apakah ada
perbedaan antara bank sehat dengan bank yang gagal. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa variabel yang signifikan untuk data lima tahun sebelum
kebangkrutan adalah CAR, RORA, ROA, rasio kewajiban bersih call money
terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Variabel
yang lain yaitu NPM dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional ternyata tidak signifikan. Atas dasar hasil-hasil penelitian terdahulu
dan dilandasi teori yang ada maka hipotesis ditetapkan sebagai berikut:
Hipotesis:
Ha1.1.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.1.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.1.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.2.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.2.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.2.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
24
Ha1.3.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.3.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.3.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan sales to total asset ratio antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan perusahaan.
2. Untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang dapat digunakan untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan.
2. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para pemakai informasi laporan
keuangan seperti para pengambil keputusan agar mempertimbangkan
rasio-rasio keuangan dalam berinvestasi
25
IV. METODE PENELITIAN
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang telah tersedia di BEJ.
1. Perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut yang terdaftar di BEJ pada tahun
1997 – 2005. Semua perusahaan tersebut tidak dibatasi jenis atau klasifikasi
perusahaannya.
2. Laporan keuangan tersedia lengkap untuk satu sampai tiga tahun terakhir
sebelum kebangkrutan.
Tahun
No. Nama Perusahaan Bangkrut Perusahaan tidak bangkrut
Bangkrut
1 Bank Global Internasional tbk 2005 Bank Artaniaga Kencana
2 Dankos Laboratories Darya Varia Lab
3 Komatsu Indonesia Texmaco Perkasa Engineering
4 Bank Danpac tbk 2004 Bank Bumiputra Indonesia tbk
5 Bank Pikko tbk BCA tbk
6 Aryaduta Hotels tbk Hotel sahid Jaya
7 Indosiar Visual Mandiri tbk Tempo Inti Media
8 Wahana Jaya Perkasa Asia Plust Industri
9 Bayer Indonesia 2003 Dankos Laboratoies
10 Manly Unitama Finance tbk Siwani Trimitra
11 Procter & Gamble Indonesia Mustika Ratu
12 Tri Polyta Indonesia Budi Acid Jaya
13 Itamaraya Gold Industri tbk Alumindo Light Metal Industry
14 Panca Overseas Finance tbk BBL Dharmala Finance
15 Anwar Sierad tbk 2001 Charoen Phokphan Indonesia
16 Concord Benefit Entertaintment Argo Pantes tbk
26
Tahun
No. Nama Perusahaan Bangkrut Perusahaan tidak bangkrut
Bangkrut
17 Bank Tiara Asia 2000 Bank CIC Internasional
18 Fiskaragung Perkasa tbk Aqua Golden Misissippi
19 Bank PDFCI BNI
20 Putra Surya Multidana tbk Mandiri Intifinance tbk
21 Aster Dharma Industri Astra Graphia tbk
Penelitian ini menggunakan alat analisis uji beda yaitu Independent Sampel T
test (uji T untuk dua sampel independen). Teknik pengujian sebagai berikut:
2. Jika data tidak normal maka uji beda dilakukan dengan uji beda
nonparametrik yaitu Mann- Whitney U test, namun jika data normal maka
digunakan uji T. Uji beda dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan pada rasio keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak
bangkrut pada beberapa tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.
Berikut adalah data rasio keuangan perusahaan bangkrut pada beberapa tahun
sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan:
27
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan Bangkrut Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
3 Komatsu Indonesia (18)/2587 2125/2587 27/2587
4 Bank Danpac tbk 2004 11/1302 1165/1302 160/1302
5 Bank Pikko tbk (40)/1488 1395/1488 133/1488
6 Aryaduta Hotels tbk 95/284 196/284 91/284
7 Indosiar Visual Mandiri tbk 80/1649 750/1649 152/1649
8 Wahana Jaya Perkasa (30)/1463 605/1463 91/1463
9 Bayer Indonesia 2003 26/453 240/453 430/453
10 Manly Unitama Finance tbk 0.1/97 40/97 1/97
11 Procter & Gamble Indonesia 3/141 36/141 387/141
12 Tri Polyta Indonesia 319/2160 3055/2160 810/2160
13 Itamaraya Gold Industri tbk (2)/62 45/62 15/62
14 Panca Overseas Finance tbk (47)/909 1020/909 10/909
15 Anwar Sierad tbk 2001 (269)/1658 3047/1658 461/1658
16 Concord Benefit Entertaintment (60)/91 558/91 107/91
17 Bank Tiara Asia 2000 (437)/4389 3891/4389 445/4389
18 Fiskaragung Perkasa tbk (54)/622 396/622 167/622
19 Bank PDFCI 23/1808 1438/1808 250/1808
20 Putra Surya Multidana tbk 406/2184 2606/2184 353/2184
21 Aster Dharma Industri (86645)/292564 386643/292564 46879/292564
28
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan Bangkrut Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
3 Komatsu Indonesia 4/626 82/626 292/626
4 Bank Danpac tbk 2004 11/791 674/791 94/791
5 Bank Pikko tbk (1)/1109 993/1109 49/1109
6 Aryaduta Hotels tbk (3)/293 208/293 82/293
7 Indosiar Visual Mandiri tbk 115/899 644/899 589/899
8 Wahana Jaya Perkasa (79)/1837 1598/1837 143/1837
9 Bayer Indonesia 2003 65/329 140/329 502/329
10 Manly Unitama Finance tbk 1/78 40/78 7/78
11 Procter & Gamble Indonesia 72/175 90/175 458/175
12 Tri Polyta Indonesia (408)/2133 2383/2133 1193/2133
13 Itamaraya Gold Industri tbk (2)/71 36/71 46/71
14 Panca Overseas Finance tbk 28/277 400/277 30/277
15 Anwar Sierad tbk 2001 (2092625)/1302860 371323/1302860 474239/1302860
16 Concord Benefit Entertaintment (256033)/156004 500474/156004 107253/156004
17 Bank Tiara Asia 2000 30.1/2554 2267/2554 286/2554
18 Fiskaragung Perkasa tbk 80.2/510 77/510 252/77
19 Bank PDFCI 42.3/2591 2207/2591 249/2591
20 Putra Surya Multidana tbk 105.1/2723 1478/2723 313/2723
21 Aster Dharma Industri (3.2)/148 104/148 131/148
Berikut adalah data rasio keuangan perusahaan tidak bangkrut sebagai sampel
pembanding:
29
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
21 Astra Graphia tbk 211319/1565758 1256624/1565758 741888/1565758
30
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
20 Mandiri Intifinance tbk 3.4/248 177/248 25/248
21 Astra Graphia tbk 5.8/847 686/847 521/847
5.2. Deskriptif Data Rasio Perusahaan Bangkrut dan Tidak Bangkrut pada
Beberapa Tahun Sebelum terjadi Kebangkrutan
Group Statistics
Rasio Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Bangkrut 21 2.4286E-03 .19387 4.2306E-02
NITA1
tidak bangkrut 21 2.4714E-02 5.7072E-02 1.2454E-02
bangkrut 21 1.07100 1.22483 .26728
TDTA1
tidak bangkrut 21 .74376 .33409 7.2904E-02
bangkrut 21 .37557 .61998 .13529
SLTA1
tidak bangkrut 21 .38300 .38941 8.4976E-02
bangkrut 21 -5.53333E-02 .23899 5.2152E-02
NITA2
tidak bangkrut 21 1.5667E-02 7.2680E-02 1.5860E-02
bangkrut 21 1.05133 1.15804 .25271
TDTA2
tidak bangkrut 21 .74162 .27686 6.0416E-02
bangkrut 21 .75762 1.79530 .39177
SLTA2
tidak bangkrut 21 .36838 .40003 8.7294E-02
bangkrut 21 -.11290 .51534 .11246
NITA3
tidak bangkrut 21 3.7714E-02 .16548 3.6111E-02
Bangkrut 21 .79714 .63214 .13794
TDTA3
tidak bangkrut 21 .77462 .31114 6.7896E-02
Bangkrut 21 .64438 .85589 .18677
SLTA3
tidak bangkrut 21 .36586 .33552 7.3216E-02
Keterangan:
NITA 1 : Net income to total asset ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut
TDTA1 : Total debt to total asset Ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut
SLTA 1 : Sales to total asset ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut
NITA 2 : Net income to total asset ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut
TDTA 2 : Total debt to total asset Ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut
SLTA 2 : Sales to total asset ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut
NITA 3 : Net income to total asset ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut
TDTA 3 : Total debt to total asset Ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut
SLTA 3 : Sales to total asset ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut
31
5.2.1. Deskriptif data Net income to total asset ratio
Net income to total asset ratio menunjukkan tingkat pengembalian aktiva. Rasio
ini digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menggunakan
aktivanya untuk menghasilkan laba. Pada perusahaan bangkrut nilai rata-rata
NITA tiga tahun sebelum bangkrut sebesar – 0,1, dua tahun sebelum bangkrut –
0,05, satu tahun sebelum bangkrut 0,002. Nilai ratio mines disebabkan nilai rata-
rata net income perusahaan yang bangrut nilainya mines, artinya perusahaan
bangkrut tidak menghasilkan laba bahkan merugi pada tiga tahun sebelum
bangrut. Nilai ini lebih kecil daripada nilai rata-rata NITA perusahaan yang
tidak bangkrut. Pada perusahaan tidak bangkrut nilai rata-rata NITA tidak
mines. Pada tiga tahun sebelum bangkrut nilai rata-rata NITA 0,038, dua tahun
sebelum bangkrut 0,0158, satu tahun sebelum bangkrut 0,025.
Rasio ini menjelaskan proporsi aktiva perusahaan yang telah dibiayai dengan
hutang. Pada perusahaan bangkrut, nilai rata-rata TDTA tiga tahun sebelum
bangkrut nilainya 0,644, dua tahun sebelum bangkrut 1,051, satu tahun sebelum
bangkrut 1,071. Nilai TDTA lebih dari satu artinya hutang perusahaan lebih
besar dari aktiva yang dimiliki. Hal ini sangat tidak baik karena jika perusahaan
bangkrut maka aktiva perusahaan tidak cukup untuk mengembalikan hutang
perusahaan. Nilai TDTA semakin mendekati tahun bangkrut nilainya semakin
besar, artinya hutang semakin besar. Semakin besar aktiva yang dibiayai
dengan hutang. Hal ini ini tidak baik karena semakin besar rasio ini, perusahaan
akan semakin sulit untuk membayar bunga tiap tahun dan jumlah pokoknya
saat jatuh tempo. Semakin rendah rasionya, semakin sedikit kewajiban masa
depan perusahaan tersebut. Jika perusahaan memiliki hutang yang banyak, atau
rasio TDTA yang tinggi, biasanya para kreditur mengenakan tingkat bunga
yang lebih tinggi terhadap pinjaman baru perusahaan, yang artinya perusahaan
akan semakin sulit untuk mendapatkan pinjaman.
Pada perusahaan tidak bangkrut nilai TDTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,366,
dua tahun sebelum bangkrut 0,742, satu tahun sebelum bangkrut 0,744. Semakin
mendekati tahun kebangkrutan, nilai TDTA juga semakin besar tetapi nilainya
masih dalam tahap wajar.
32
SLTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,365, dua tahun sebelum bangrut 0,368, satu
tahun sebelum bangkrut 0,383.
Hasil uji beda dengan Independent Sample t test antara perusahaan bangkrut dan
tidak bangkrut.
5.3.1. Pengujian Rasio Net income to Total Asset satu sampai tiga tahun
sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.
Ha1.1.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.053.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.1.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar
0.031. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada
net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
33
Ha1.1.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar
0.034. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada
net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
5.3.2 Pengujian Rasio Total debt to total asset satu sampai tiga tahun
sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.
Ha1.2.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.110.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada
satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.2.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.01.
Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada total
debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.2.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.323.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada
tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
34
5.3.3 Pengujian Rasio Sales to total asset satu sampai tiga tahun sebelum
kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.
Ha1.3.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.557.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.3.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.138.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada
satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Ha1.3.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan sales to total asset ratio antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan perusahaan.
Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.055.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan
Dari hasil pengolahan uji data diperoleh hasil bahwa pada beberapa tahun
sebelum terjadi kebangkrutan, rasio keuangan yang memiliki perbedaan
signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut adalah rasio net
income to total asset (yaitu dua dan tiga tahun sebelum terjadi kebangkrutan), dan
rasio total debt to total asset (yaitu pada dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan).
Artinya rasio net income to total asset dapat digunakan untuk memprediksi
terjadiya kebangkrutan perusahaan karena nilainya berbeda signifikan antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut. Pada perusahaan bangkrut, satu
sampai tiga tahun sebelum kebangkrutan, nilai rata-rata net income mines,
artinya perusahaan bangkrut tidak menghasilkan laba bahkan merugi pada tiga
35
tahun sebelum bangkrut. Hal ini menyebabkan rasio net income to total asset
mines.
Rasio total debt to total asset pada dua tahun sebelum kebangkrutan juga berbeda
signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut artinya rasio ini
dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Pada
perusahaan bangkrut, rasio TDTA pada satu sampai dua tahun sebelum
bangkrut nilainya lebih dari satu artinya hutang perusahaan lebih besar dari
aktiva yang dimiliki. Hal ini sangat tidak baik karena jika perusahaan bangkrut
maka aktiva perusahaan tidak cukup untuk mengembalikan hutang
perusahaan. Pada perusahaan tidak bakrut nilai TDTA masih dalam tahap
wajar.
Rasio SLTA tidak berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak
bangkrut, artinya rasio ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Dajan, Anto, 1996, Pengantar Metode Statistik. Edisi kesebelas. LP3ES, Jakarta.
36
Hongren, dkk., Akuntansi di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
37
INDENTIFIKASI POTENSI RETRIBUSI DAERAH
DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Moneyzar Usman3
ABSTRAK
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah
sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sumber dana
pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat
sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana
tersebut relatif terbatas.
I. PENDAHULUAN
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari pajak, retribusi daerah,
keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
dan lain-lain PAD.
2. Dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang syah
40
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah
sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sumber dana
pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat
sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana
tersebut relatif terbatas.
Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, pemerintah daerah dituntut
memiliki kejelian, inovasi dan kreatifitas dalam melihat dan menggali sumber-
sumber potensial dalam rangka meningkatkan pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam kerangka otonomi daerah memegang
peranan penting terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran publik.
41
Hasil pengamatan diperkirakan ada tiga kelompok retribusi yang akan dikaji
lebih mendalam dan menyeluruh yang terkait dengan dinas kesehatan, pasar,
dan perhubungan:
I.2. Tujuan
42
2. Mengukur potensi retribusi utama di kabupaten Lampung Selatan
3. Menentukan besaran estimasi penerimaan retribusi di Kabupaten
Lampung Selatan.
1.3 Keluaran/Output
a. Wilayah Penelitian
b. Lingkup Kajian
1. Melakukan survei atas subyek dan obyek retribusi utama dalam rangka
mengukur potensi dan penetapan target retribusi di Kabupaten
Lampung Selatan.
Pelaksanaan kegiatan ini memerlukan waktu 180 (seratus delapan puluh) hari
kerja atau setara dengan 6 (enam) bulan. Jadwal Terlampir.
43
2.3. Analisis Data
Catatan : (i = 1, 2, …n)
(2). Model kedua : Behavioral Equation ( analisis regresi) dan trend method
(analisis tren)
a) Ey = ƒ (Qi) Ey =b0 + b1Q1 + b2Q2 + …… + bnQn
Eri = b0 + b1 Qi Λ
b0 = Parameter konstanta
b1 = Koefisien pengaruh Variabel potensi utama
Qi = Kuantitas potensi utama restribusi jenisi, periode yang lalu.
Qi Λ = Kuantitas potensi utama restribusi jenis i periode mendatang
EY = Penerimaan restribusi jenis i periode yang lalu
Eri = Estimasi penerimaan restribusi jenis “i” (estimasi rendah)
Catatan : (i = 1, 2, …n)
44
2.5 Sistem Pelaporan
Output yang diharapkan dari kajian ini adalah tersusunnya dokumen kajian
identifikasi potensi restribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan
Sistim pelaporan kegiatan ini terdiri atas 4 (empat) tahap pelaporan yaitu:
III. PEMBAHASAN
a. Kalianda
b. Penengahan
c. Sidomulyo
d. Tanjung Bintang dan
e. Natar
45
Retribusi kebersihan yang cukup potensial baik dari upaya pelayanan
persampahan ataupun penyedotan tinja teridentifikasi dari 3 (tiga) objek
retribusi yaitu :
Tabel 4.1 Jumlah Bangunan Sosial, Industri, dan Bangunan Tempat Tinggal
di Wilayah Kerja Pelayanan Persampahan dan Penyedotan Tinja di
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004
a. Rumah Tangga
b. Rumah teratur dan
c. Perkantoran
46
Tabel 4.2 Realisasi Retribusi Sampah Menurut Golongan Bangunan di
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2001 – 2004
47
dibenarkan, sebab kelebihan realisasi retribusi dalam batas normal (tidak
melampaui 10 persen) dari target semula.
Hal yang menarik dalam kajian identifikasi dan estimasi potensi adalah bahwa
telah terjadi pergeseran retribusi sampah menurut golongan bangunan pada
tahun 2004. Pada tahun ini meski realisasi retribusi sebesar Rp.189.209.939 yang
melampaui target Rp.188.121.050 sesungguhnya potensi golongan industri yang
semula menjadi andalan kontribusinya turun dari 67,03 persen tahun 2003
menjadi 61,95 persen pada tahun 2004. Demikian juga retribusi dari
perkantoran, 14,04 persen tahun 2003 menjadi 10,83 persen tahun 2004.
Retribusi sampah dari golongan rumah tangga memiliki kontribusi yang cukup
besar dari 3,58 persen tahun 2003 menjadi 11,73 persen tahun 2004.
Perkembangan dan realisasi retribusi persampahan di Kabupaten Lampung
Selatan tahun 1997/1998 sampai dengan tahun 2004 sangat berfluktuatif, seperti
digambarkan pada Tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4. Perkembangan dan Realisasi Retribusi Persampahan di Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 1998 - 2004
48
2. Identifikasi Potensi Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung
Selatan
Pada Tabel 4.5 Target dan realisasi retribusi penyedotan tinja di Kabupaten
Lampung Selatan tahun 2000 sampai dengan 2004 relatif sangat kecil.
Pelayanan jasa ini hanya tahun 2001 dan tahun 2003 realisasinya mencapai
target sedangkan tahun 2000 dan 2003 jauh dibawah target, masing-masing
65,27 persen, 52 persen dan 83,33 persen yang dibawah batas toleransi 90
persen.
49
Tabel 4.6 Perkembangan Realisasi Retribusi Penyedotan Tinja di
Kabupaten Lampung Selatan tahun 2000 - 2004
50
Tabel 4.8 Estimasi Penerimaan Retribusi Persampahan di Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009
51
4.2. Identifikasi Dan Estimasi Potensi Retribusi Dinas Pasar
Berdasarkan PERDA No 9 tahun 2001 pasar adalah suatu lahan atau lokasi yang
ditentukan oleh bupati dengan atau tanpa bangunan dalam batas-batas tertentu
dan dipergunakan penjual dan pembeli untuk jual beli dan atau melakukan
pekerjaan jasa secara langsung dalam suatu pengelolaan baik oleh pemerintah,
pihak ketiga dan atau kerjasama antar keduanya.
Retribusi pasar dikenakan pada semua toko, kios dan los untuk jasa
pemeliharaan pasar. Dengan demikian besar kecilnya penerimaan retribusi
sangat tergantung pada jumlah pasar dan banyaknya kios, toko, los dan
hamparan tempat terjadi perdagangan.
Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan data yang ada terdapat 8 unit pasar
(tahun 2004). Dari 8 unit pasar tersebut terdapat 1.113 unit toko, kios, los dan
hamparan. Jika diperhatikan perkembangan dari masing-masing jenis objek
retribusi tersebut selama lima tahun terakhir cendrung mengalami peningkatan,
rata-rata naik 3,4 persen pertahun.
Jika dilihat dari masing-masing jenis bangunan yang ada dipasar, nampak jenis
bangunan yang berupa los mendominasi lokasi pasar. Secara rinci seperti yang
terlihat pada Tabel 4.11 berikut ini
Tabel 4.11. Jumlah Pasar dan Bangunan dalam pasar di Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2000 - 2004
Jumlah %
Tahun Toko Kios Los Hamparan Jumlah
Pasar Perkembangan
2000 5 110 226 287 267 890
2001 6 120 245 364 283 1012 13.71%
2002 6 120 245 364 283 1012 0.00%
2003 8 162 249 419 283 1113 9.98%
2004 8 162 249 419 283 1113 0.00%
Rat-rata 134.8 242.8 370.6 279.8 1028
52
a. Toko dikenai retribusi Rp.1.500/hari/toko
b. Kios dikenakan retribusi Rp. 750/hari/kios
c. Los dikenakan retribusi Rp. 500/hari/los
d. Hamparan dikenakan retribusi Rp. 300/hari/hamparan
53
4,13 % per tahun, dengan asumsi kondisi perekonomian 5 tahun yang akan
datang sama dengan kondisi saat ini..
Memperhatikan ketentuan dalam Perda No.09 Tahun 2001 tentang tarif retribusi
pasar, dan dengan memperhatikan jumlah bangunan yang ada, maka
diperkirakan untuk masa yang akan datang penerimaan retribusi ini masih
mungkin untuk ditingkatkan. Dengan asumsi bahwa tarif retribusi tidak
mengalami perubahan, dan dengan memperhatikan perkiraaan perkembangan
jumlah bangunan untuk masa yang akan datang, maka penerimaan retribusi
pasar dapat diestimasi dengan pendekatan matematis:
TR = P.Q
Keterangan: TR = Penerimaan Retribusi
P = Jumlah Bangunan
Q = Tarif
Dengan menggunakan formulasi tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel di atas menunjukkan bahwa penerimaan retribusi pasar untuk masa yang
akan datang masih memungkinkan untuk ditingkatkan (rata-rata 5,75% per
tahun) hingga tahun 2009. Dasar pertimbangan analisis ini adalah
perkembangan jumlah bangunan di lingkungan pasar yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Namun demikian analisis ini berlaku apabila tarif
yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan.
54
4.2.2. Identifikasi Potensi dan Estimasi Retribusi Kebersihan Pasar
Bedasarkan Perda N0.10 Tahun 2001 besarnya tarif yang dikenakan atas
pemakaian fasilitas di lingkungan pasar dalam wilayah kabupaten Lampung
Selatan adalah:
Berdasarkan data di lapangan jumlah pasar yang dikelola oleh Dinas Pasar
Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 8 unit pasar pada tahun 2003.
Sedangkan jumlah bangunan berdasarkan pengelompokannya sampai dengan
akhir tahun 2003 adalah Toko sebanyak 162 unit, kios sebanyak 249 unit, los
sebanyak 419 unit, dan hamparan sebanyak 283 unit. Secara rinci
perkembangan jumlah pasar dan bangunan yang dikelola oleh Dinas Pasar
Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1999 hingga 2003 sebagai berikut:
Tabel 4.14 Jumlah Pasar dan Bangunan di Lingkungan Pasar Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 1999 - 2003
Jumlah
Tahun Toko Kios Los Hamparan Total % kenaikan
Pasar
1999 5 110 226 287 267 890 -
2000 6 120 245 364 283 1.012 3,60
2001 6 120 245 364 283 1.012 0,00
2002 8 162 249 419 283 1.113 10,00
2003 8 162 249 419 283 1.113 0,00
Rata-rata 3,40
55
Dari tabel di atas nampak bahwa perkembangan jumlah pasar di kabupaten
Lampung Selatan relatif statis. Jumlah bangunan yang terdapat di lingkungan
pasar nampak kelompok los yang mengalami perkembangan pesat dari tahun
ke tahun. Semantara kelompok bangunan yang lain relatif statis. Secara
keseluruhan jumlah bangunan dari berbagai kelompok yang ada di lingkungan
pasar di kabupaten Lampung Selatan rata-rata mengalami kenaikan 3,4 %
pertahun selama 5 tahun terakhir.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menentukan
besar kecilnya penerimaan retribusi kebersihan pasar adalah jumlah bangunan
yang dikelola oleh Dinas Pasar. Meperhatikan perkiraan jumlah bangunan
untuk 5 tahun yang akan datang seperti pada tabel di atas, maka penerimaan
retribusi kebersihan pasar untuk 5 tahun yang akan datang dapat diestimasi
dengan menggunakan pendekatan matematis .
TR = P.Q
Keterangan : TR = Penerimaan Retribusi
P = Tarif
Q = Jumlah bangunan
Jika besarnya tarif tidak mengalami perubahan, maka perkiraan jumlah
penerimaaan dari retribusi pasar sampai dengan tahun 2009 adalah sebagai
berikut:
56
4.3.2. Estimasi Penerimaan Retribusi Dilingkungan Dinas Perhubungan
Y = C0 + C1 X + et
Y= -2,478.385.717 + 948.281,7056 X
Y= Retribusi terminal (Rp)
X = Jumlah Kendaraan (Unit)
Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat disajikan perkembangan retribusi
terminal dimasa datang pada tabel berikut :
Tabel 4. 31 Estimasi Penerimaan retribusi Terminal di Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2005 - 2009
Estimasi Retribusi Perkembangan
Tahun
(Rp) (%)
2005 2,318,104,228 0
2006 2,787,584,750 20.25
2007 3,257,065,273 16.84
2008 3,726,545,795 14.41
2009 4,196,026,317 12.60
Rata-rata 3,257,065,273 12.82
57
V. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
1.1 Simpulan
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah yang
ada di tiga dinas yaitu Dinas perhubungan, kebersihan dan dinas pasar
sangat potensial, dan dapat di gali guna mendukung pembiayaan
pembangunan Kabupaten Lampung Selatan
58
120,60 juta untuk sewa bangunan, dan Rp113,63 juta untuk retribusi
kebersihan dilingkungan pasar; dan secara rata-rata dimasa datang masih
dapat ditingkatkan sebesar 5,75 persen untuk retribusi pasar, 6,2 persen
untuk sewa bangunan, dan 3,76 persen untuk retribusi kebersihan
dilingkungan pasar.
5.2 Saran
Daftar Pustaka
59
Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis
Mobile Banking Network
(Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung)
Aida Sari4
ABSTRACT
BCA is a transactional bank, which have been founded in 1957. Since its
establishment, BCA attempted to develop its service quality with customer
satisfaction oriented. Along with the information system progress, BCA also
does the effort to create its product and service based on that need. Therefore,
BCA launched mobile banking service named m-BCA on October 21, 2001. But,
after about five years applying, the user is still in a low number even not more
than 10% of the whole BCA’s customer who use BCA’s paspor card.
PENDAHULUAN
Saat ini jenis pelayanan pada m-BCA diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan
nasabah yaitu :m-Info dimana nasabah dapat memperoleh berbagai macam
informasi seperti saldo rekening, mutasi rekening dan lain-lain. m-Transfer
dimana nasabah dapat melakukan transfer antar rekening BCA maupun ke
bank lainnya. m-Payment: dimana nasabah dapat melakukan transaksi
pembayaran berbagai macam tagihan seperti tagihan CBN, telepon, asuransi
dan lain-lain. m-Commerce dimana nasabah dapat melakukan berbagai macam
transaksi pembelian dan pembayaran seperti pulsa isi ulang, saham dan lain-
lain. m-Admin dimana nasabah dapat melakukan berbagai transaksi administrasi
seperti ganti PIN dan lain-lain.
62
Dari jumlah nasabah tahapan BCA cabang Bandarlampung, persentase
pengguna layanan m-BCA masih sangat minim. Dari sekitar lima puluh
sembilan ribu nasabah, pengguna layanan m-BCA pada BCA cabang
Bandarlampung hanya berkisar 105 nasabah (sumber : pimpinan BCA cabang
Bandarlampung). Sementara upaya untuk mempromosikan layanan m-BCA
sudah dilakukan pihak BCA dengan media iklan dan penayangan program
khusus. Hal ini tentunya mengundang pertanyaan, faktor apakah yang
menyebabkan masih rendahnya jumlah pemakai m-BCA. Karena upaya
promosi telah dilakukan, maka faktor lain yang menjadi pertanyaan adalah
tentang kepuasan nasabah pengguna m-BCA. Sejauh manakah kepuasan
nasabah yang sudah menggunakan layanan m-BCA, sehingga tidak begitu
mempengaruhi nasabah lain (yang belum menggunakan layanan m-BCA) untuk
menikmati layanan yang mengaplikasikan high-tech itu.
TINJAUAN PUSTAKA
• Tidak berwujud
• Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli
63
JASA DIHASILKAN DAN DIKONSUMSI SECARA BERSAMAAN
• Keanekaragaman
Produk
64
METODE PENELITIAN
Secara umum, objek penelitian ini adalah Bank Central Asia cabang
Bandarlampung yang terdiri dari cabang utama dan cabang pembantu.
Sementara secara spesifik, objek penelitian ini adalah nasabah Bank Central Asia
cabang Bandarlampung yang telah menggunakan layanan m-BCA.
Pelayanan Jasa yang diberikan kepada para Kejelasan menu transaksi (T1)
pelanggan sebelum, saat atau Kerapihan penampilan karyawan (T2)
sesudah transaksi Desain tampilan layanan pada ponsel (T3)
Kejelasan informasi baik transaksi finansial maupun
Kepuasan Suatu keadaan dimana pelanggan transaksi non finansial (T4)
Pelanggan mendapatkan pelayanan yang Kecepatan akses (R1)
diharapkan atau melebihi Kelengkapan jenis layanan transaksi (R2)
kebutuhan pelanggan Online 24 jam (R3)
Biaya transaksi yang terjangkau (R4)
Tangible Tampilan fisik pelayanan Kemudahan registrasi (R5)
perusahaan Kecepatan dan ketepatan pelayanan (RES1)
Kepedulian karyawan terhadap masalah yang dihadapi
Reability Kemampuan perusahaan untuk pengguna m-BCA dalam menggunakan m-BCA (RES2)
mewujudkan janji Keramahan karyawan dalam memberikan pelayanan
pada saat registrasi (RES3)
Responsiveness Ketanggapan perusahaan dalam Sistem proteksi yang maksimal (ASS1)
memberikan pelayanan Kecepatan pelayanan registrasi (ASS2)
65
ketepatan atau tingkat posisi suatu ukuran atau alat pengukur (Nasir, M. 1999 :
162). Untuk mengetahui alat ukur tersebut apakah sudah reliable digunakan
penguji alpha. Validitas alat ukur dapat dicari dengan menggunakan rumus
Product-Moment Co-efficient of Correlation (Supranto, J., 1997 : 151).
Importance
Attribute to maintain Main priority
Performance
Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi
pada kenyataannya faktor-faktor tersebut belum sesuai seperti apa yang
diharapkan. Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus
ditingkatkan, caranya adalah perusahaan melakukan perbaikan secara terus-
menerus sehingga performance variabel yang ada dalam kuadran ini akan
meningkat.
Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan
sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya realtif
lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap
dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan jasa tersebut unggul di
mata pelanggan.
66
Kuadran 3 (attribute to maintain), berada pada sebelah kiri bawah
Dari hasil perhitungan nilai indeks kinerja kualitas layanan m-BCA, baik
importance maupun performance, didapat nilai rata-rata untuk Importance yaitu y
= 47,4 dan untuk performance x = 40,1. Dengan demikian garus nilai rata-rata
tersebut akan saling memotong sumbu x dan y. Berikut gambar Importance and
Performance Matrix dari perhitungan masing-masing variabel pada kuisoner
Importance dan Performance.
67
40.1
R1 R2
High T4 ASS2
EMP 1 R5
RES2 R4
Kuadran I Kuadran II
Importance 47,4
RES1 RES3
T3 T2
Performance
TANGIBLE
Variabel ini masuk pada kuadran IV. Artinya penampilan karyawan yang rapi
pada saat nasabah melakukan registrasi m-BCA di BCA cabang Bandarlampung
perwujudannya sudah sangat baik. Namun pada dasarnya variabel ini tidak
dianggap begitu penting bagi nasabah. Jadi pada variabel ini tidak diperlukan
peningkatan kinerja secara besar-besaran.
Variabel ini berada pada kuadran III. Dapat dianalisis bahwa desain tampilan
yang menarik pada ponsel tidak begitu penting bagi nasabah pengguna layanan
m-BCA dan pada kenyataannya pihak BCA pun tidak begitu memuaskan dalam
memenuhi kebutuhan ini.
68
RELIABILITY
Menempati posisi pada kuadran II dapat dinyatakan bahwa tidak ada masalah
yang berarti untuk biaya transaksi. Biaya transaksi yang terjangkau membuat
para pengguna layanan m-BCA nyaman menggunakan layanan ini, sehingga
mereka tidak segan untuk bertransaksi karena biayanya yang tidak menguras
pulsa.
RESPONSIVENESS
Dapat dilihat pada matrix bahwa variabel ini masuk dalam kuadran III. Maka
dapat dikatakan bahwa pengguna m-BCA sudah cukup puas dengan kesigapan
karyawan dalam pelayanan admnistrasi, namun tetap saja BCA harus
69
memelihara dan mengembangkan kualitas sumber daya manusianya agar
nasabah tetap puas dan kualitas layananpun tetap terjaga.
Variabel ini cukup unik karena berada pada garis yang memotong kuadran I
dan kuadran III. Namun setelah merujuk pada jawaban mayoritas responden,
mereka menyatakan bahwa kepedulian karyawan terhadap masalah yang
dihadapi pengguna dalam menggunakan m-BCA merupakan hal yang penting,
tetapi pada kenyataannya beberapa pengguna m-BCA merasa ragu-ragu merasa
ragu-ragu dalam menilai puas atau tidak. Dengan demikian variabel ini masuk
dalam kategori kuadran I dimana tingkat performance masih di bawah rata-rata
tetapi tingkat kepentingannya cukup tinggi.
Variabel ini masuk ke wilayah kuadran IV. Walaupun variabel ini tidak
dianggap begitu penting namun BCA tetap berusaha memberikan pelayanan
yang handal untuk nasabahnya. Dengan demikian BCA sudah memuaskan para
nasabahnya dalam hal keramahan dalam pelayanan.
ASSURANCE
Variabel kecepatan layanan masuk dalam wilayah kuadran II. Maka untuk
kecepatan layanan registrasi dapat dinilai bahwa nilai kepentingan yang cukup
tinggi sudah dapat dipenuhi BCA dengan nilai kepuasan yang cukup tinggi
pula. Oleh karena itu tentu saja BCa harus tetap mempertahankan kualitas
layanannya sehingga tetap unggul dalam persaingan layanan mobile banking.
EMPATHY
70
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
71
Ellsworth, Jill. H. & Matthew V. 1997. Marketing on the Internet. Grasindo.
Jakarta
Swastha, Bashu dan Irawan. 1999. Manajemen Pemasaran Modern edidi kedua.
Liberty. Jakarta
www.klikbca.com
72
ANALISIS PERANCANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS
KARET
Erlina5
ABSTRACT
Pendahuluan
Kekuatan sumber daya luas lahan yang besar tersebut tidak diimbangi dengan
nilai ekonomi yang seharusnya diperoleh. Untuk itu perlu dilakukan
diversifikasi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah karet yaitu dengan
mengolah karet menjadi produk yang bernilai tinggi. Oleh karena itu perlu
adanya suatu perencanaan agroindustri karet yang dapat memberdayakan
petani karet. Usaha yang dikembangkan perlu mempertimbangkan
kemampuan petani dari segi financial, skala usaha dan teknologi yang
dikembangkan. Selain itu perlu juga dibentuk suatu wadah bersama bagi petani
untuk dapat meningkatkan skala usaha dan memberikan kemungkinan untuk
petani memeiliki posisi tawar yang lebih baik. Diharapkan dengan adanya
industri karet rakyat ini akan meningkatkan peran karet sebagai penghasil
devisa negara, nilai tambah produk serta meningkatkan kesejahteraan petani
karet.
Ruang Lingkup
74
TINJAUAN PUSTAKA
Karet Alam
Karet alam (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) merupakan salah satu hasil
perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di
Indonesia. Berdasarkan data FAO (2000). Luas areal perkebunan karet
Indonesia tahun 2000 mencapai 2,4 juta Ha dan merupakan negara yang
memiliki luas areal kebun karet terbear didunia. Dari luas areal tersebut lebih
dari 80% merupakan perkebunan karet milik rakyat (Ditjenbun, 2001). Karer
merupakan sumber pencaharian baik secara langsung maupun tidak langsung
bagi 15 juta jiwa penduduk Indonesia (Ditjenbun, 1998).
Pada tahun 2000 nilai ekspor karet Indonesia mencapai 881,42 juta dollar AS.
Nilai ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 1995 yang mampu
mencapai 1,92 milliar dollar AS. Harga karet alam terutama crumb rubber dan
ribbed sheet smoked akhir-akhir ini mendapat tekanan yang cukup berat
sampai mencapai titik terendah selama sejarah perdagangan karet (Gapkindo,
2001). Hal ini mengakibatkan dampak langsung terhadap produsen karet alam
yaitu penurunan pendapatan secara nyata.
75
Dampak dari penurunan harga karet dunia memunculkan adanya perjanjian
konsorsium tripartite karet alam (International Tripartite Rubber Company) dari
tiga negara pengekspor besar guna menghindari spekulasi harga karet alam.
Dalam perjanjian tersebut ditetapkan harga karet alam dunia sebesar 1 USD
$/kg serta menetapkan mekanisme pelepasan stok untuk mencegah distorsi
pasar. Berkurangnya stok dari ketiga negara diperkirakan akan meningkatkan
harga jual karet alam. Untuk itu perlu dilakukan strategi untuk
mengembangkan ekspor karet selain dari crumb rubber yaitu dengan membuat
industri karet rakyat yang bernilai ekonomi tinggi. Karet mempunyai potensi
untuk dikembangkan menjadi produk olahan primer dan olahan lanjut. Produk
olahan primer yang dihasilkan dari lateks adalah lateks pekat, crumb rubber,
sheet dan crepe. Produk olahan lanjut karet meliputi produk untuk aplikasi
industri seperti karet siklo, lateks DPNR, busa, ban dan sebagainya seperti
terlihat pada pohon industri.
Pelengkapan kendaraan
Sheet
76
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
77
4. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan
rangking alternative dari pembobot yang didapatkan
Aspek Finansial
NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari keuntungan dan biaya.
n
NPV = Σ (Bt – Ct)/ (1 + i)t
t=1
78
Nilai NPV yang positif menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut layak
untuk dilaksanakan sementara nilai NPV negative berarti proyek tidak layak
dilakukan (Horne, 1977).
IRR tingkat investasi adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang
menunjukkan nilai sekarang nettp (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan
investasi proyek. Formulasi dari IRR adalah:
n
Σ (Bt – Ct)/ (1 + IRR)t = 0
t=1
Nilai IRR yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang
berlaku menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan (Horner, 1977).
Net B/C merupakan perbandingan antara nilai total sekarang dari pendapatan
bersih pada periode saat pendapatan bernilai positif dengan total nilai sekarang
pendapatan bersih pada saat pendapatan bersih negative. Rumus
perhitungannya adalah:
n
Net B/C = Σ (Bt /(1 + i)t) / (Ct/ (I + i)t)
T=0
Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu maka proyek atau industri dinyatakan
layak (Husna dan Suwarsono, 1999).
79
4. Waktu Pengembalian Modal (Payback Period)
Penerimaan periode
1. Analisis Sensitivitas
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
4. METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Karet merupakan salah satu komoditas ekspor yang menyumbang devisa bagi
negara. Pada saat ini petani karet memperoleh penghasilan hanya dari menjual
bokar dan petani hanya sebagai price taker. Untuk itu perlu usaha untuk
menyeimbangkan pendapatan dari seluruh pelaku yang terkait dalam tata niaga
80
karet. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari factor-faktor yang
berpengaruh di dalam tata niaga karet agar dapat dicari alternative pemecahan
masalah yang dofokuskan pada kesejahteraan petani karet.
Identifikasi system
Formulasi masalah
81
memiliki produksi yang paling rendah. Perencanaan agroindustri karet
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani kebun. Hal tersebut perlu
dilakukan karena harga bokar sangat berfluktuasi antar Rp 4000-5000/kg karet
kering. Petani sebagai salah satu rantai tataniaga karet belum mendapatkan
insentif yang tinggi.
Selain itu pola kemitraan dan pembinaan terhadap petani karet belum berjalan
dengan baik, sehingga para petani memilki kesulitan terhadap akses berbagai
informasi dan pengetahuan. Keadaan ini juga menyebabkan petani tidak
memiliki posisi tawar dalam perdagangan karet.
Identifikasi system
82
Tata laksana penelitian
Pengembangan sistem
Implementasi
verifikasi
Pemodelan system
Sub model ini merupakan tahap pemodelan yang digunakan untuk memilih
alternative industri dari pohon industri dari pohon karet. Berdasarkan pohon
83
industri terlihat bahwa lateks/getah merupakan komponen dominant yang
paling banyak dimanfaatkan.
84
Memilih alternative industri yang sesuai dengan
Fokus
karakteristik petani kebun
85
Sub model DSS rubber 4
Sub ini digunakan untuk menghitung kelayakan usaha dari alternative industri
terpilih. Perhitungan yang digunakan adalah pay back period. Internal rate of
return, dan net B/C ratio. Metode ini digunakan sebagai indicator kelayakan
usaha yang dijalan apakah menguntungkan atau tidak.
Hasil analisa didasarkan pada dua nilai terbesar. Hal ini dimaksudkan agar
alternative terpilih masih dapat dibandingkan pada model selanjutnya.
Alternatif yang terpilih pada tahap ini adalah industri lateks DPNR, perekat dan
karet busa.
86
Sub model DSS Rubber 2
Sub model DSS rubber 2 adalah tahap untuk memilih agroindustri berdasarkan
kesesuaian dengan karakteristik petani kebun. Model ini dimaksudkan agar
alternative industri terpilih dapat dilakukan oleh kelompok petani kebun
(koperasi). Metode yang digunakan adalah Proses Hirarki Analitik (AHP).
Tujuan yang diinginkan adalah memilih alternative agroindustri yang sesuai
dengan koperasi petani kebun, sedangkan criteria yang digunakan adalah
kemampuan produksi, proses pengolahan, aspek teknis dan teknologis serta
peluang pasar.
Dari hasil analisis dapat terlihat bahwa lateks DPNR memiliki prioritas tertinggi
yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini disebabkan industri yang
dicari adalah industri yang dapat memberi penghasilan tambahan bagi petani
yang selama ini menjual bokar dengan harga murah.
87
Industri menjadi actor yang memberi pengaruh tertinggi dibandingkan dengan
yang lainnya. Hal ini dapat diebabkan karena hasil pengolahan ini akan dijual
kembali ke industri pengolahan lebih lanjut. Kriteria yang mendapat prioritas
tertinggi adalah aspek teknis teknologis. Aspek ini mempunyai pengaruh
menyeluruh dalam kelayakan usaha karena meliputi rencana kapasitas,
pemilihan teknologi, desain lay out pabrik dan skala produksi.
Alternative lokasi
No Criteria Sumatera Kalimantan
Riau Jambi
Selatan Barat
1 Ketersediaan bahan baku 0,2 0,15 0,2 0,15
2 Kedekatan dengan pemasaran 0,15 0,1 0,1 0,1
3 Ketersediaan sarana dan 0,075 0,075 0,05 0,05
prasarana produksi
4 Kemudahan dalam 0.075 0,075 0,05 0,075
memperoleh fasilitas produksi
5 Kebijakan pemerintah 0,05 0,05 0,05 0,05
6 Keterimaan masyarakat 0,05 0,05 0,025 0,025
7 Others 0,1 0,1 0,075 0,075
Total 0,7 0,6 0,55 0,525
Ranking 1 2 4 3
88
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 4 propinsi yang menjadi lokasi yang
sesuai untuk agroindustri lateks DPNR adalah Sumatera Selatan.
500
produksi (000 ton)
450
400
350
300 x
250
200 y
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6
x 1995 1996 1997 1998 1999 2000
y 341 334.6 309.8 330.9 303.7 300
tahun
89
Jumlah Produksi Karet Rakyat
345
340
335
330
Produksi (ribu ton)
325
320
315
310
y = -7.9029x + 16106
305
300
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Tahun
No Asumsi Nilai
1 Umur proyek agroindustri lateks DPNR 10 tahun
2 Jumlah produksi/hari 10.000 kg
3 Bunga bank saat ini 20%
4 Harga bahan baku lateks Rp 2300/kg llateks
5 Harga jual DPNR Rp 8000/kg
6 Biaya dan harga selama 10 tahun dihitung konstan
7 Persentase biaya penyusutan 10%
8 Persentase biaya pemeliharaan 2%
9 Persentase biaya asuransi 0,5%
10 Persentase produksi:
Tahun 1 50%
90
No Asumsi Nilai
Tahun ke 2 80%
Tahun ketiga dan seterusnya 100%
11 Modal investasi: 50% modal sendiri dan 50% modal
pinjaman
KESIMPULAN
91
d. Berdasarkan analisis kelayakan, agroindustri layak untuk
dikembangkan dengan nilai NPV 3,711,260,002, IRR 40%, BC ratio 1,9
dan Pay back Periode 3,2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyatno. 1996. Analisa Sistem Ahli di Bidang Pertanian dalam Ilmu Sistem.
Penerbit IPB, Bogor.
Manning, W.A. 1984. Decision Making : How a microcomputer aids the process
Portland State University.
Marimin . 2002. Teori dan aplikasi system pakar dalam teknologi manajerial.
IPB Press, Bogor.
Minch, R.P dan J.R Burn. 1983. Conceptual of Decicion Support System
Utilizing Management Science Model IEEE Transaction on System Mac
ND Gybermatic, USA.
Saaty, T.L. 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin. Proses hirarki
analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks.
Terjemahan. PT Pustakan Binaman Pressindo, Jakarta.
Sutojo, S. 2000. Strudi Kelayakan Proyek, teori dan praktek. Gramedia, Jakarta.
www.FAO.org
www.bi.go.id/sipuk/siabe
www.agroindonesia.com
92
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna
SIM Card di Fakultas Ekonomi Univesitas Lampung
Ribhan6
ABSTRAK
The data obtained through the istribution of quisioner with sampling method
done by Stratified Random Sampling, where sub popilation in this research is
consist of nine (9) sub population/ major. Sample amount in this research is
counted based on the opinion of Hair and friends in Augusty Ferdinand
(2002:47-48), 117 sample.
Based on research about the factors influence brand switching to SIM Card user
in Economics Faculty Lampung University, some suggestion served as
consideraton material for SIM card provider to face customer brand switching.
Firstly, from result test could be seen that brand switching is unsignificantly
influenced by product attributes offered, furthermore the effort should be done
by provider is limited to necessary product attributes improvement insteaf of
inovatively. Secondly, cellular operator should put more attention to determine
low price in every price variable inovation offered, because this is evidently
prooved so effective in influencing customer brand switching in every buying
times. Thirdly, cellular operator sholud be more active in setting their
promotion activity, such as increasing advertisement frecuency, choosing more
attractive and ear cacthcy words in the advertisement and other type of
promotion, etc. Fourthly, if cellular provider increase their promotion activity
actively, then it must be followed by increasement of inventories in selling rack,
and widen the distribution line because these are evidently prooved to be so
effective in influencing customer brand switching in every buying times.
Masa globalisasi seperti sekarang ini dimana perubahan teknologi dan arus
informasi yang semakin maju dan cepat mendorong timbulnya laju persaingan
dalam dunia usaha. Melihat banyaknya produk yang ditawarkan maka
konsumen akan mulai melihat merek mana yang memenuhi kebutuhannya. Jadi
kebutuhan konsumen tidak terbatas pada fungsi utama yang bisa diberikan
pada suatu produk (primary demand), tetapi berkembang menjadi kebutuhan
sekunder (secondary demand) yaitu keinginan pada suatu merek. Reicheld (1996)
mengemukakan bukti bahwa dari para pelanggan yang puas atau sangat puas,
antara 65% sampai 85% akan berpindah ke produk lain (meraih loyalitas
pelanggan, pdf article). Berdasarkan hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa
dengan hanya memuaskan pelanggan tidak cukup menjaga pelanggan agar
tetap loyal, sementara di lain pihak pelanggan tetap bebas dalam membuat
pilihan suatu merek.
Data dari hasil riset majalah SWA menunjukkan total pelanggan seluler di
Indonesia hingga Maret 2004 sebesar 21,6 juta pelanggan. Dari jumlah tersebut,
94
PT. Telkomsel menduduki market share peringkat pertama sebesar 44% untuk
kartu Simpati, disusul kartu Mentari dari PT. Indosat sebesar 24%, kemudian
berturut-turut PT. Exelcomindo dengan kartu Pro XL sebesar 15%, dan 17%
gabungan dari seluruh operator seluler yang ada di Indonesia (Majalah SWA
Seluler, 33 : November 2004).
Data penjualan beberapa merek SIM Card dari ketiga operator seluler di Bandar
Lampung pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
SIM Card
Bulan Mentari Simpati Pro XL Lainnya
Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Fisik (Satuan)
Januari 233.442 427.977 145.901 165.355
Februari 226.030 414.388 141.269 160.105
Maret 272.339 499.288 170.212 192.907
April 303.976 557.289 189.985 215.316
Mei 358.586 657.408 224.116 253.998
Juni 364.694 668.606 227.934 258.325
Juli 425.591 780.250 265.994 301.460
Agustus 403.487 739.726 252.179 285.803
TOTAL 2.588.145 4.744.932 1.617.590 1.833.269
Sumber : Database Indosat Lampung 2006
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa total penjualan SIM Card terbesar
terbesar di Bandar Lampung dipimpin oleh operator seluler dangan pangsa
pasar terbesar di Indonesia yaitu PT. Telkomsel. Pada Tabel 1 juga dapat dilihat
bahwa pada masing-masing operator seluler selain mengalami peningkatan
juga pernah mengalami penurunan volume penjualan. Indikasi ini
memperlihatkan bahwa pelanggan pada masing-masing operator seluler
kerapkali berpindah kesetiaannya, karena tertarik atau ingin mencoba
menggunakan merek SIM Card lain yang dinilai mampu memberikan nilai
tambah. Selain itu, dapat dilihat bahwa pada bulan Agustus terjadi penurunan
volume penjualan, yang artinya pada bulan ini siklus hidup produk (PLC) dari
masing-masing operator seluler berada pada tahap penurunan. Konsumen pada
tahap ini sedang mengalami kejenuhan, kondisi ini medorong masing-masing
operator seluler melakukan penurunan harga.
95
Mengingat hal ini, akan diperlihatkan juga data jumlah pelanggan pada Tabel 2
di bawah ini :
SIM Card
Bulan Mentari Simpati Pro XL Lainnya
Total Subscriber Total Subscriber Total Subscriber Total Subscriber
Januari 179.585 329.239 112.241 127.206
Februari 159.785 292.939 99.866 113.181
Maret 156.859 287.575 98.037 111.108
April 173.823 318.675 108.639 123.125
Mei 186.466 341.854 116.541 132.080
Juni 185.847 340.719 116.154 131.642
Juli 187.116 343.046 116.947 132.540
Agustus 183.724 336.827 114.827 130.138
Sumber : Database Indosat Lampung 2006
96
dan waktu offpeak (23.00-07.00). Tarif percakapan kartu prabayar XL Jempol
pada waktu peak (06.00-22.00) dan waktu offpeak (22.00-06.00). Kartu Prabayar
Mentari setelah ada layanan free talk, pembagian waktu berbicara berubah
menjadi waktu peak (07.00 s/d 23.00) dan waktu offpeak (23.00 s/d 24.00) serta
waktu free talk (24.00 s/d 05.00).
Tabel 4. Perbandingan Fitur dan Layanan kartu Simpati, Mentari, XL, Jempol
SIM Card
Fitur & Layanan
Mentari Simpati XL Jempol
SMS (Short Message Service) √ √ √
MMS, GPRS, 3G √ √ √
Bebas Roaming Nasional √ √ √
Layanan data √ √ √
Caller ID (CLI) √ √ √
97
SIM Card
Fitur & Layanan
Mentari Simpati XL Jempol
CLIR (Calling Line Identification Restriction) √ - -
Call Waiting √ √ √
Call Hold √ √ √
Voice Mail √ √ √
Who Called √ √ √
Kapasitas Phone Book √ √ √
Cek Saldo & isi ulang cepat √ √ √
Pulsa tdk hangus pd ms tenggang √ √ √
Nomor akses khusus bebas pulsa √ √ √
MPC (Multy Party Calling) - √ -
Forum untuk pelanggan - √ -
Layanan Nada Tunggu √ √ √
Zona Luas √ √ √
Voice SMS √ - √
Sumber : www.satelindo.com; www.telkomsel.com; www.xl.co.id tahun 2007
Lama Pemakaian
Operator, Sim card (2 s/d 6) (7 s/d
≤1 bln > 12 bln Total
bln 12)bln
Mentari 3.81% 4.05% 3.13% 3.81% 14.80%
Indosat IM3 2.38% 5.73% 2.63% 3.34% 14.08%
Matrix 0.24% 0.24% - 0.71% 1.19%
Star one 1.67% 0.47% - 0.24% 2.38%
Jempol 4.06% 7.40% 2.86% 5.73% 20.05%
Excelcomindo
Bebas 2.86% 3.11% 1.67% 1.67% 9.31%
X Plor 0.95% 0.48% 0.24% - 1.67%
Simpati 2.63% 4.77% 3.10% 7.88% 18.38%
Telkomsel As 1.91% 5.49% 2.86% 6.21% 16.47%
Halo - 0.48% 0.24% 0.95% 1.67%
Sumber : Data hasil penyebaran 117 kuesioner, Mei 2007.
98
Berdasarkan Tabel 5 dan kuesioner (Tabel i) yang terdapat pada Lampiran 1
dapat dijelaskan bahwa sebanyak 117 kuesioner yang telah disebar, yakni
terdapat 419 jawaban (yang diberi tanda X). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-
rata seorang responden pernah atau sedang menggunakan sebanyak 3 atau 4
merek SIM Card dalam berbagai jangka waktu pemakaian. Berdasarkan Tabel 5
dapat dilihat bahwa Kartu Jempol dari PT. Excelcomindo merupakan merek
SIM Card yang paling banyak dipilih oleh responden, namun dengan waktu
pemakaian yang relatif tidak lama yaitu antara 2 s/d 6 bulan (persentase sebesar
7.40%). Hasil survei yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa fenomena
brand switching terjadi pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung.
Definisi dari brand switching adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh
pelanggan untuk setiap waktu penggunaan (Sumarketer, Senior Business Analyst,
MarkPlus & Co). Peralihan merek (brand switching) ditandai dengan keterlibatan
yang rendah (low involvement). Konsumen merupakan penerima informasi pasif
(information catching) ketika konsumen tersebut melihat iklan di televisi, surat
kabar, majalah, dan media luar ruang seperti spanduk, umbul-umbul, billboard,
dan lain-lain. Promosi periklanan (reminder advertising) menciptakan keakraban
merek (brand familiarity) dan bukan keyakinan merek (brand conviction). Melalui
Personal selling, mengadakan promosi penjualan dengan cara program bundling
kartu perdana dengan merek handphone tertentu, serta melakukan hubungan
masyarakat (Humas) dengan cara press release dan sponshorship juga dapat
menciptakan keakraban merek pada pengguna SIM Card. Pemasar juga dapat
melakukan strategi sepeti menjaga agar jangan sampai kehabisan stok. Sekali
kehabisan stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing
sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel
yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Ini jelas harus
dicermati dengan baik oleh para pemasar agar perusahaan dapat
mempertahankan dan meningkatkan pasar guna mengungguli para pesaing
dengan produk atau merek yang ditawarkan.
1.2 Permasalahan
99
masing-masing SIM Card pada tahap itu sedang mengalami kejenuhan, dan
implikasi yang terjadi ditemukan bahwa konsumen tersebut berpindah
kesetiaannya dari satu merek produk ke merek produk lainnya (brand switching).
100
2. Pengaruh harga produk terhadap peralihan merek (brand switching)
pada pengguna SIM Card.
3. Pengaruh promosi terhadap peralihan merek (brand switching) pada
pengguna SIM Card.
4. Pengaruh persediaan produk (product distribution) terhadap peralihan
merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.
101
Atribut
Produk
(X1)
Harga
(X2)
Promosi
(X3)
Brand Switching
(Y)
Persediaan
Produk
(X4)
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat
dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan
dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari
brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh
pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga
menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal
(Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co).
There is a risk that loyal customers can be enticed away by a competitor if the
performance of the product or service is not improved.
102
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa terdapat suatu resiko
dimana pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan
produk atau layanannya tidak diperbaiki, karena mungkin saja konsumen
memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat
yang cukup besar sebagai kompensasinya.
tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau
tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen
Switcher atau price buyer (Konsumen lebih memperhatikan harga didalam
melakukan pembelian).
Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin
tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu
merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli
yang sama sekali tidak loyal.
Menurut David A Aaker (1996:22)
KETERLIBATAN
Tinggi Rendah
Variety Seeking Buying
Banyak Complex Buying Behavior
Perbedaa
n Merek
Behavior
Sedikit Dissonance Reducing Buying Behavior Habitual Buying Behavior
Gambar 2.Tipe-tipe perilaku konsumen
Sumber: Panduan Riset Perilaku Konsumen, Bilson Simamora (2004:22)
103
Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa peralihan merek (brand
Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek.
Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk
yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan
keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut.
Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang
rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap
atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi
mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information
catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek (brand conviction),
tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand
familiarity).
104
mendorong konsumen untuk membeli suatu merek, dan tujuan marketing
lainnya.
Menurut Philip Kotler (1999: 205) ada 5 jenis kegiatan promosi yang sering
disebut juga bauran promosi, yaitu Periklanan, Promosi Penjualan, Hubungan
Masyarakat dan Publisitas, Penjualan secara pribadi, dan Pemasaran Langsung.
1.5 Hipotesis
Dewasa ini, satu-satunya atribut yang sulit ditiru adalah merek yang kuat.
Produk yang memiliki merek yang kuat cenderung lebih mudah memenuhi
kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi pelanggan. Alasan penting
lainnya adalah merek lebih bermakna daripada sekedar produk. Produk hanya
menjelaskan atribut fisik, sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta
hubungan secara spesifik dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena
merek mengandung nilai-nilai yang bersifat intangible seperti emosional,
keyakinan, harapan, serta sarat dengan persepsi pelanggan.
105
merek tersebut. Batasan-batasan mengenai merek yang paling tahan lama
adalah nilai, budaya, dan kepribadian yang tercermin dari merek itu. Pemberian
nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu
simbol, karena merek menurut Rangkuti (2002:3) memiliki enam tingkat
pengertian.
1. Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan
agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja
yang terkandung dalam suatu merek.
2. Manfaat
Merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli
atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat
menerjemahkan atribut menjadi manfaat yang dapat langsung
dirasakan oleh konsumen.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Mereka
yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek
yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek
tersebut.
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian
Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi penggunanya.
Diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna
akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
6. Pemakai
Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut.
Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang
terkenal untuk penggunaan mereknya.
Menyeleksi nama merek yang baik bukan merupakan tugas yang mudah.
Sebuah merek yang baik harus memiliki karakteritik-karakteristik di bawah ini
sebanyak mungkin, meskipun dalam kenyataannya sukar sekali untuk memiliki
semuanya. Menurut Rangkuti (2002:37) sebuah merek harus:
106
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan
mendapat perlindungan hukum.
Merek bervariasi dalam hal kekuatan dan nilai yang tidak dimilikinya di pasar.
Pada suatu sisi terdapat merek yang tidak dikenal oleh sebagian besar pembeli
di pasar, terhadapnya pembeli memiliki tingkat kesadaran merek (brand
awerenes). Akhirnya ada merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek (brand
loyality) yang tinggi.
Ekuitas merek (brand equaity) adalah seperangkat alat dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama, symbol, yang mampu menambah
atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa pada
perusahaan maupun pelanggan.
Suatu nama merek perlu dikelola dengan cermat agar ekuitas merek tidak
mengalami penyusutan. Hal ini membutuhkan pemeliharaan atau peningkatan
kesadaran merek dan asosiasi merek yang positif.
107
Identitas merek dibangun dari beberapa elemen, yaitu nama, logo,
warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan desain produk itu sendiri.
Konsep yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat loyalitas merek
yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan perilaku berpindah-pindah atau
peralihan merek (brand switching).
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat
dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan
dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari
brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh
pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga
menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal
(Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co).
108
Menurut Bilson Simamora (2004:22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang
seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliannya
termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (Variety
Seeking Buying Behavior).
tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau
tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen
Switcher atau price buyer (Konsumen lebih memperhatikan harga didalam
melakukan pembelian).
Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin
tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu
merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli
yang sama sekali tidak loyal.
There is a risk that loyal customers can be enticed away by a competitor if the
performance of the product or service is not improved.
109
memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat
yang cukup besar sebagai kompensasinya.
Menurut Philip Kotler (1999: 205) ada 5 jenis kegiatan promosi yang sering
disebut juga bauran promosi, yaitu :
1) Periklanan
2) Promosi Penjualan
3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas
4) Penjualan secara pribadi
5) Pemasaran Langsung
110
Skala Likert yaitu : (1, 2, 3, 4, 5) dengan kriteria umum untuk skor yang
digunakan untuk jawaban adalah :
• Sangat setuju, skor = 5
• Setuju, skor = 4
• Netral, skor = 3
• Tidak setuju, skor = 2
• Sangat tidak setuju, skor = 1
Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung. Mengingat sangat besarnya jumlah populasi dalam
penelitian ini, maka pengambilan sampelnya menggunakan Stratified Random
Sampling. Populasi dibagi ke dalam beberapa sub populasi, kemudian pada
setiap sub populasi dilakukan pengambilan sampel secara acak. Sub populasi
dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan banyaknya jurusan yang ada
dalam Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, dapat dilihat pada Tabel 6.
No SUB POPULASI/JURUSAN
1. SI Manajemen
2. S1 Akuntansi
3. S1 IESP
4. D3 Pemasaran
5. D3 Keuangan dan Perbankan
6. D3 Akuntansi
7. D3 Perpajakan
8. D3 Koperasi
9. D3 Perencanaan Pembangunan
Jumlah sampel untuk tiap sub populasi (sub sampel) ditentukan secara rata-
rata. Alasan penentuan ini dikarenakan bahwa tiap-tiap sub populasi/jurusan
111
mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Berdasarkan perhitungan
tersebut, diperoleh dhasil sebaga berikut :
= 115 responden
9
= 12,77
≈ 13 responden
Peralihan merek (Brand switching) adalah saat dimana seorang pelanggan atau
sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk
tertentu ke merek produk lainnya (Sticky-Marketing.com monthly magazine).
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan brand
switching menurut David A. Aaker (1996) yaitu product attributes, price, dan
product distribution. Menurut Sutisna (2001) yaitu konsumen yang melakukan
brand switching merupakan konsumen yang low involvement, konsumen tersebut
dalam perilaku pembeliannya dipengaruhi oleh ingatan yang kuat akan merek
tertentu. Menurut Philip Kotler (1999), Promosi merupakan salah satu kegiatan
strategik pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh membentuk citra merek
(brand image building). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
112
bahwa promosi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi brand
switching.
113
3.6 Metode Analisis Data
Model analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis
jalur memiliki kemampuan untuk menampilkan sebuah model komprehensif
bersamaan dengan kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi atau faktor
dari sebuah konsep melalui indikator-indikator empiris (Confirmatory Factor
Analysis) serta kemampuannya untuk mengukur pengaruh antar faktor yang
secara teoritis ada (Analisis Regresi).
3. Uji Regression Weight (Loading Factor) uji ini dilakukan untuk menguji
hipotesa dengan melihat signifikansi koefisien jalur (path coefficients)
yaitu melihat nilai CR yang identik dengan t-hitung dengan
membandingkan dengan t-tabel atau dengan melihat nilai Probabilitas
(P). P < 0,05 dianggap signifikan.
4. Terakhir adalah melakukan analisis atas Direct effect dan indirrect effect.
114
IV. PEMBAHASAN
Setelah proses skoring, dilakukan uji validitas terhadap 30 kuesioner yang telah
dikoreksi (dapat dilihat pada Lampiran 2). Proses pengujian spearman dilakukan
dengan menghilangkan satu persatu item pertanyaan yang memiliki nilai sig.
(2-tailed) diatas 0.01 atau 0.05, sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig. (2-
tailed) dibawah 0.01 atau 0.05. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :
Jml item
Jml item No. Item
Pertanya Jml item
pertanyaan pertanyaan
No Variabel an yang pertanyaan
sebelum yang
tidak yang valid
Uji Validitas dihilangkan
valid
1. Brand Switching (Y) 6 1, 3 2 4
2. Product Attributes (X1) 13 9, 10, 14, 17, 18 5 8
3. Price (X2) 4 - - 4
4. Promotion (X3) 8 26, 27, 29 3 5
Product Distribution
5. 2 - - 2
(X4)
115
Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Croanbach
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa nilai Alpha Croanbach diatas 0,5 untuk semua
variabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua indikator-indikator yang
digunakan memiliki kesesuaian atau reliabilitas yang baik . Hasil uji reliabilitas
dapat dilihat pada lampiran 4.
Sebelum melakukan uji normalitas data, terlebih dahulu dilakukan evaluasi atas
outliers. Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul
dalam bentuk nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariate (Augusty
Fedinand 2002 : 97). Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z-value
yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :
Skewness
Nilai – z =
6
N
116
117 kuesioner yang disebar, dapat dilihat pada lampiran 5. Uji normalitas data
90 kuesioner yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.
Assessment of normality
Langkah awal yang dilakukan adalah Confirmatory Factor Analysis, yaitu menguji
sebuah konsep yang dibangun dengan menggunakan indikator terukur product
Attributes (X1), price (X2), promotion (X3), product Distibution (X4), dan brand
switching (Y). Pengujian model dilakukan dengan menggunakan program Amos
yang dihubungkan dengan SPSS, dapat dilihat pada Lampiran 6. Evaluasi
terhadap Path Model (i) pada lampiran 6 dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah
ini.
Cut Of Hasil
Kriteria Evaluasi Model
value Model
χ2 - Chi – square Diharapkan 77,427 Tidak Baik
kecil χ2 - tabel dengan DF 6 adalah 12,591
sehingga terlihat bahwa hasil model lebih
besar dari χ2 - tabel
Probability ≥ 0,05 0,000 Tidak Baik
117
CMIN/DF ≤ 2,00 12,905 Tidak Baik
GFI ≥ 0,90 0,729 Kurang Baik
AGFI ≥ 0,90 0,324 Tidak Baik
TLI ≥ 0,95 0,020 Tidak Baik
CFI ≥ 0,95 0,412 Tidak Baik
RMSEA ≤ 0,08 0,366 Tidak Baik
Menurut Augusty Ferdinand (2002:55-61), hasil pengukuran Path Model (i) pada
Tabel 10 menunjukkan bahwa model kurang dapat diterima, seperti dijelaskan :
• χ2 _Chi-square sebesar 77,427 lebih besar dari χ2 -tabel yaitu sebesar 12,591
yang berarti model yang diuji kurang dapat diterima, karena menandakan
tidak adanya perbedaan signifikan antara matriks kovarians yang
diobservasi dan yang diestimasi.
• Probability sebesar 0,000 lebih kecil sama dengan 0,05 yang berarti model
yang diuji tidak baik atau kurang dapat diterima.
• GFI (Goodness of Fit Index) atau Indeks kesesuaian (Fit indeks) sebesar 0,729
dimana lebih kecil sama dengan 0,90, yang berarti bahwa model ini
memiliki proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample
yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasi kurang
baik.
• AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) sebesar 0,324 dimana lebih kecil
sama dengan 0,90, sehingga model ini kurang dapat diterima.
• TLI ((Tucker Lewis Index) sebesar 0,020 dimana lebih kecil sama dengan 0,95,
sehingga model ini kurang dapat diterima.
• CFI (Comparative Fit Index) sebesar 0,412 dimana seharusnya lebih besar
sama dengan 0,95, sehungga model ini kurang dapat diterima.
• RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0,366 dimana
lebih besar sama dengan 0,08, sehingga model ini kurang dapat diterima.
Hasil pengukuran Path Model (i) menunjukkan bahwa model kurang dapat
diterima karena minimnya total sampel yang digunakan setelah melalui uji
normalitas data, yaitu hanya 90 responden. Menurut Hair dkk dalam Augusty
Ferdinand (2002:47-48) menyarankan bahwa ukuran sampel minimum yang
digunakan dalam Structural Equation Modeling (SEM) adalah sebanyak 5
observasi untuk setiap estimated parameter. Penelitian ini menggunakan 23
118
indikator, jadi besarnya sampel minimum dalam penelitian ini seharusnya
adalah 115 sampel. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengolahan lebih
lanjut, yakni dengan melakukan modifikasi indeks guna dihasilkan Path Model
yang dapat diterima atau memenuhi kriteria goodness-of-fit indeks.
Menurut Augusty Ferdinand (2002:55-61), hasil pengukuran Path Model (ii) pada
Tabel 11 menunjukkan bahwa model dapat diterima, seperti dijelaskan berikut :
• χ2 _Chi-square sebesar 1,438 lebih kecil dari χ2 -tabel yaitu sebesar 5,991
yang berarti model yang diuji dapat diterima, karena menandakan adanya
perbedaan signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang
diestimasi.
• Probability sebesar 0,487 lebih besar sama dengan 0,05 yang berarti model
yang diuji baik atau dapat diterima.
• GFI (Goodness of Fit Index) atau Indeks kesesuaian (Fit indeks) sebesar 0,994
dimana lebih besar sama dengan 0,90, yang berarti bahwa model ini
memiliki proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample
yang terestimasi baik.
119
• AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) sebesar 0.952 dimana lebih besar
sama dengan 0,90, sehingga model ini dapat diterima.
• TLI ((Tucker Lewis Index) sebesar 1,023 dimana lebih besar sama dengan 0,95,
sehingga model ini dapat diterima.
• CFI (Comparative Fit Index) sebesar 1,000 dimana lebih besar sama dengan
0,95, sehungga model ini dapat diterima.
• RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0,000 dimana
lebih kecil sama dengan 0,08, sehingga model ini dapat diterima.
120
2. Variabel Price (X2) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
Brand Switching (Y).
Keempat hasil analisis tersebut merupakan hasil uji hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini, namun dari hasil perhitungan Tabel 12 juga didapatkan
berberapa hasil analisis, yaitu sebagai berikut :
Hasil analisis atas Direct effect yang diperoleh dari uji Regression Weight dapat
dilihat pada Tabel 13 dibawah ini.
X1 X2 X3 X4
X3 .389 .282 .000 .000
X4 .176 .000 .141 .000
Y -.026 .510 .300 .295
121
terhadap variabel promotion (X3) dan variabel product distribution (X4) yaitu
masing-masing sebesar 0,389 dan 0,176, yang berarti bila variabel product
attributes (X1) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap
peningkatan variabel promotion (X3) dan variabel product distribution (X4)
masing-masing sebesar 0,389 dan 0,176.
2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand Switching (Y)
dan variabel promotion (X3) masing-masing yaitu sebesar 0,510 dan 0,282,
yang berarti bila variabel price (X2) meningkat sebesar 1 maka akan
berpengaruh terhadap peningkatan brand switching (Y) dan variabel
promotion (X3) masing-masing yaitu sebesar 0,510 dan 0,282
Hasil analisis atas Indirect effect yang diperoleh dari uji Regression Weight dapat
dilihat pada Tabel 14 berikut ini.
X1 X2 X3 X4
X3 .000 .000 .000 .000
X4 .055 .040 .000 .000
Y .185 .096 .041 .000
1. Product Attributes (X1) memiliki pengaruh positif secara tidak langsung terhadap
Brand Switching (Y) yaitu sebesar 0,185, yang berarti bila product Attributes
(X1) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand
Switching (Y) sebesar 0,185, namun variabel product attributes (X1) tidak
memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap variabel product Distribution
(X4) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,055.
122
2. Price (X2) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung baik terhadap variabel
product distribution (X4) maupun brand switching (Y) karena nilainya yang
relatif kecil yaitu masing-masing 0,040 dan 0,096.
3. Promotion (X3) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap brand
switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,041.
1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand
switching (Y) pada pengguna SIM Card karena nilai P yang tidak signifikan
yaitu sebesar 0,709 (P > 0,05), dari hasil uji dapat dilihat bahwa pengaruh
yang ada merupakan pengaruh secara tidak langsung yaitu sebesar 0,185 .
Kondisi ini menunjukkan bahwa semua merek SIM Card dinilai
menawarkan fitur dan layanan yang saat ini relatif sudah semakin sama
(dapat dlihat pada Tabel 4). Selain itu, atribut-atribut produk lainnya yang
ditawarkan masing-masing merek SIM Card, seperti warna, symbol, logo,
nama merek, desain kemasan, desain produk itu sendiri, nomor cantik, dan
lain-lain bagi konsumen brand switching dinilai bukan merupakan faktor
pendorong untuk berpindah merek SIM Card. Hasil ini bertentangan
dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat suatu resiko dimana
pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan
produk atau layanannya tidak diperbaiki (David A.Aaker, 1996).
2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand Switching (Y)
sebesar 0,510 dan nilai P yang dihasilkan yaitu sangat signifikan (0,000).
Kondisi ini menunjukan bahwa konsumen yang melakukan brand switching
sangat dipengaruhi oleh variabel harga yang ditawarkan, seperti tarif SMS
dan percakapan, harga katalog, bonus pulsa serta sampel gratis yang
ditawarkan. Semakin murah tarif pulsa dan harga yang ditawarkan akan
semakin meningkatkan jumlah permintaan akan merek SIM Card tertentu.
Banyaknya penawaran akan variabel harga oleh masing-masing merek SIM
Card akan mempercepat keputusan konsumen untuk melakukan brand
switching. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa konsumen
lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian (Freddy
Rangkuti, 2002).
123
3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap brand
Switching (Y), yaitu sebesar 0,300 dan nilai P signifikan yaitu sebesar 0,002 (P
< 0.05). Kondisi ini menunjukkan bahwa para pengguna SIM Card
dipengaruhi secara langsung melalui serangkaian kegiatan promosi, seperti
promosi periklanan (reminder advertising), personal selling, promosi penjualan
dengan cara program bundling kartu perdana dengan merek handphone
tertentu, hubungan masyarakat (Humas) dengan cara press release dan
sponshorship. Hasil ini sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa
konsumen brand switching tidak secara aktif mencari informasi mengenai
suatu merek, dan promosi merupakan salah satu kegiatan strategik
pemasaran yang secara efektif dapat membangun brand awerenesss dalam
benak konsumen.
124
switching. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tindakan
manajemen lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan
celah distribusi (out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen
memutuskan untuk brand switching (David A. Aaker, 1996).
5.1 Simpulan
1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand
switching (Y) pada pengguna SIM Card karena nilai P yang tidak signifikan
yaitu sebesar 0,709 (P > 0,05), dari hasil uji dapat dilihat bahwa pengaruh
yang ada merupakan pengaruh secara tidak langsung yaitu sebesar 0,185.
2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand switching (Y)
yaitu sebesar 0,510, yang berarti bila variabel harga meningkat sebesar 1
maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching sebesar
0,510.
125
3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap brand
switching (Y) yaitu sebesar 0,300, yang berarti bila variabel promosi
meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand
switching sebesar 0,300.
5.2 Saran
1. Melihat hasil uji bahwa konsumen brand switching tidak secara nyata
dipengaruhi oleh atribut-atribut produk yang ditawarkan, maka sebaiknya
upaya yang dilakukan perusahaan hanya sebatas pada kegiatan perbaikan
atribut produk yang dianggap perlu dan bukan bersifat inovatif.
126
seperti spanduk, umbul-umbul, billboard, dan lain-lain. Peningkatan
kegiatan promosi yang aktif dapat dilakukan, antara lain dengan
meningkatkan frekuensi penayangan iklan pada waktu off-peak, lebih
memperhatikan pemilihan bahasa yang jelas, menarik, dan terutama mudah
diingat pada berbagai media promosi yang digunakan serta meningkatkan
program-program promosi penjualan yang lebih inovatif dan efektif
sehingga dapat mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap
waktu pembelian.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A. 1996. Building Strong Brands. Penerbit Division of Simon &
Schuster Inc. New York
Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian
Manajemen. Penerbit BP UNDIP. Semarang.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan Pengendalian. Salemba Empat, Jakarta.
Mardalis, Ahmad. 2004. Meraih Loyalitas Pelanggan, pdf. Penerbit
www.google.com
----------------. Brand Switching, pdf. Penerbit http://www.Sticky
Marketing.net/glossary /consumer.htm
Peter, J.Paul dan Jerry C. Olson. 2000. Consumer Behavior. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of Brands. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Penerbit PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
127