Anda di halaman 1dari 130

Jurnal

BISNIS & MANAJEMEN


Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 3 No.1, September 2006

Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas Wisatawan


(Studi Kasus Di Propinsi Lampung)
Rinaldi Bursan

Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan


Di Indonesia
Rindu Rika Gamayuni

Indentifikasi Potensi Retribusi Daerah


Di Kabupaten Lampung Selatan
Moneyzar Usman

Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis


Mobile Banking Network
(Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung)
Aida Sari

Analisis Perancangan Agroindustri Berbasis Karet


Erlina

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching


pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi
Univesitas Lampung
Ribhan

JURNAL BISNIS
Bandarlampung ISSN
dan Vol. 3 No.1 Hal. 01 -127
September 2006 1411 - 9366
MANAJEMEN
Volume 3 No. 1, September 2006 ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc.


(Rektor Universitas Lampung)

Pembina : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc.


(Pembantu Rektor I Universitas Lampung)
: Dr. John Hendri, M.S.
(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung)
: Toto Gunarto, S.E., M.S.
(Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung)

Pemimpin Umum : Ketua Jurusan Manajemen


Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

Dewan Editor
Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.
Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si.
: Dr. Wispandono, S.E.. S.Si.
Iban Sofyan, S.E., M.Si.
Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M.
Asep Unik, S.E., M.Si.
M. Syatibi Ch., S.E.

Redaksi Pelaksana
Ketua : Habibullah Djimat, S.E., M.Si.
Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.
Sekretaris : Muslimin, S.E.
Bendahara : Aida Sari, S.E., M.Si.
Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir
Distribusi dan Sirkulasi : Teguh
Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung
Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1
Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145
Telp. (0721)704622

Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali
setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan
ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.
Volume 3 No. 1, September 2006 ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISI

Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas Wisatawan


(Studi Kasus Di Propinsi Lampung)
Rinaldi Bursan ................................................................................................... 1

Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan Perusahaan Di


Indonesia
Rindu Rika Gamayuni ...................................................................................... 15

Indentifikasi Potensi Retribusi Daerah


Di Kabupaten Lampung Selatan
Moneyzar Usman ............................................................................................... 39

Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis


Mobile Banking Network
(Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung)
Aida Sari ............................................................................................................... 61

Analisis Perancangan Agroindustri Berbasis Karet


Erlina ................................................................................................................... 73

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna


SIM Card di Fakultas Ekonomi Univesitas Lampung
Ribhan ................................................................................................................... 93
Analisis Pengaruh Dimensi Wisata Terhadap Loyalitas
Wisatawan (Studi Kasus Di Propinsi Lampung)

Oleh :

Rinaldi Bursan 1

ABSTRACT

On the basis of literature, marketing strategy is an analysis, planning,


implementation, and control process designed to satisfy customer needs and
wants by providing superior customer value. The aim of this research is to know
perception of tourist after they have been consumed the object of tourism in
Lampung Province. This research used Tourism Satisfaction Model (TOURSAT)
to know relationship between satisfactions of accommodation, object of tourism,
transportation and facilities with loyalty of tourist, recommendation and
complain of customers.

From the analysis, we know some tourist come from Singapore, China, Canada,
United Stated and Europe. The have been stayed in Lampung 2 until 5 days.
They show some object like Way Kambas Conservation for elephant and other
object like Pasir Putih Beach. The results, satisfaction of accommodation, object
of tourism, transportation and facilities are factors that influent satisfaction of
consumers after they have been consumes some object of tourism in Lampung.
Most of them satisfy after the show the object of tourism and some of them want
to give recommendation for their friends to come to Lampung.

Keys word : marketing strategy, satisfaction, recommendation, tourism


satisfaction model

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Era otonomi daerah, sektor pariwisata memegang peranan penting dalam


menunjang perekonomian suatu daerah. Sektor ini memiliki efek multiplier
pada industri yang bergerak dan menunjang sektor pariwisata. Apabila sektor

1
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung
ini berkembangan dengan baik, maka akan menggerakkan industri lainnya
seperti industri perhotelan,industri rumah makan, industri kerajinan,
transportasi dan industri-industri lainnya.

Propinsi Lampung sebagai daerah tujuan wisata ke-18 di Indonesia tentunya


harus mempersiapkan daerahnya sebagai tujuan wisata baik bagi wisatawan
asing maupun wisatawan domestic. Propinsi Lampung sebagai daerah yang
dekat dengan salah satu pintu utama masuknya wisatawan, yaitu Jakarta harus
mengambil keuntungan keberadaan daerahnya. Obyek wisata yang ada di
Lampung sebagian telah mendunia seperti Taman Nasional Way Kambas dan
Anak Gunung Krakatau. Untuk menjaring wisatawan ini Lampung perlu
mempersiapkan daerahnya baik dari segi obyek wisata, sarana dan prasasrana
pendukung, kemampuan sumber daya manusia ,transportasi sampai dengan
masalah keamanan bagi wisatawan. Tabel 1.1 berikut ini menunjukan jumlah
wisatawan yang berkunjung di Lampung sampai dengan tahun 2002.

Tabel 1.1 Kunjungan Wisatawan Ke Propinsi Lampung Tahun 1997-2002

Jumlah Wisatawan Pertumbuhan


No. Tahun
Nusantara Mancanegara Total Nusantara Mancanegara Total
1 1997 384,016 23,713 407,729 2.50 3.48 2.55
2 1998 241,508 13,508 254,540 -37,11 -45,04 -37,57
3 1999 345,877 11,767 357,644 43.22 -9,71 40.51
4 2000 373,223 9,584 382,807 7.91 -18,55 7.04
5 2001 407,239 10,418 417,657 9.11 8.70 9.10
6 2002*) 241,218 5,942 247,160 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 341,962 11,200 353,162 5.78 -16,15 4.77
Sumber: Dinas Promosi,Investasi dan Pariwisata Propinsi Lampung (2004)
*)Data sampai dengan Juni 2002.

Berdasarkan data tahun 2002,jumlah wisatawan baik nusantara maupun


mancanegara cenderung menurun. Hal ini harus segera diantisipasi agar
penurunan yang cukup signifikan ini tidak terjadi pada tahun-tahun
mendatang. Tabel 1.1 menunjukan komposisi jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Lampung didominasi olehj wisatawan nusantara. Pertumbuhan
jumlah wisatawan nusantara yang berkunjung ke Lampung rata-rata sebesar
5,78% selama periode 1997-2002.Tingkat pertumbuhan ini masih jauh jika
dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Utara yang menjadi tujuan utama
wisatawan asing ke Pulau Sumatra yaitu sebesar 12,3%.

2
Data lain menunjukan, perkembangan jumlah wisatawan cenderung mengalami
kemerosotan. Pertumbuhan junlah wisatawan mancanegara yang berkunjung
ke Propinsi Lampung sebesar -16,15%. Keadaan ini sangat memprihatinkan
karena Lampung yang memiliki keuntungan geografis tidak mampu
meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara . Usaha yang dilakukan
oleh Propinsi Lampung dalam mempromosikan daerahnya baik ke
mancanegara maupun ke propinsi lain di Indonesia sudah sering dilakukan.
Usaha ini belum mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.

Penelitian dibidang pariwisata dengan mengedepankan segmentasi psikografis


belum banyak dilakukan. Penelitian ini berjudul “Analisis Strategi Pemasaran
Pariwisata Propinsi Lampung; Penerapan Tourism Satisfication Model/
TOURSAT” diharapkan dapat mengembangkan model penelitian tentang
kepuasan dan kebutuhan Wisatawan baik mancanegara maupun nusantara
yang berkunjung ke Lampung. Output dari penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan bagi pengembangan
pariwisata Lampung, dan pada akhirnya dapat menentukan strategi
pengembangan pariwisata Propinsi Lampung.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

1. Merancang instrument penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan


wisatawan terhadap unsu akomodasi,transportasi,destinasi dan prasarana
wisata Lampung serta untuk mengetahui atribut apa yang paling signifikan
terhadap keempat unsur tersebut.
2. Untuk mengetahui sejauh mana akomodasi , transportasi , destinasi dan
prasarana wisata mempengaruhi kepuasan wisatawan.
3. Untuk mengetahui kolerasi dari kesetiaan(loyalty),kesediaan memberikan
rekomendasi (recommend) dan keluhan (complaint) wisatawan pada saat
pasca kunjungan dengan kepuasan wisatwan.
4. Untuk mengetahui kolerasi dari kesediaan memberikan rekomendasi
(recommend) dan keluhan (Complaint) wisatwan dengan kesetiaan (Loyalty)
wisatawan.
5. Untuk mengetahui kebutuhan ,keinginan dan preferensi dari wisatawan
Eropa terhadap potensi pariwisata yang ada di Lampung.

3
1.3 Manfaat Penelitian

Kontribusi penelitian ini dapat dijabarkan dari dua dimensi yakni :

1. Dimesin Akademis.
Dari dimensi akademis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
model pariwisata serta pengukurannya dari segi-segi unsur yang
menentukan kepuasan dan kesetian wisatawan secara komprehensif.

2. Dimensi Kebijakan Praktis.


Dari dimensi kebijakan praktis,penelitian ini diharapkan bermanfaat
terhadap pemerintah Propinsi Lampung dalam mengambil kebijaksanaan
terhadap pembangunan industri pariwisata Lampung dalam mengambil
kebijaksanaan terhadap pembangunan industri pariwisata Lampung,
terutama bagi pelaku bisnis pariwisata dalam mengambil kebijaksanaannya
terhadap perusahaannya.

II. Metodologi Penelitian

2.1 Variabel-Variabel Penelitian dan Alat Analisis

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable-variable laten yang


terbentuk dari pertanyaan-pertanyaan didalam kuisioner yang berjumlah 34
pertanyaan. Model Penelitian yang digunakan adalah Model Tourism
Satisfaction (TOURSAT). Berdasarkan model tersebut, Kepuasan wisatawan di
ukur dari pengalamannya melakukan perjalanan wisata selama berada di
Lampung. Ada empat kegiatan atau pengalaman wisatawan yang hendak
diukur dalam penelitian ini yakni:

1. Pengalaman terhadap akomodasi, transportasi, destinasi dan terhadap


prasarana wisata.
2. Setelah wisatawan melakukan kunjungannya ke Lampung, ada tiga
tindakan yang akan diukur yakni, pertama tindakan akan kembali
berkunjung di masa mendatang, kedua tindakan akan mempromosikan
kepad keluarga atau teman, ketiga tindakan akan menytakan keluhan
(Complaint/Negative Word Of Mouth).
3. Keempat faktor kegiatan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya
disebut variabel antecedent, dan ketiga faktor tindakan yang akan
dilakukan wisatwan setelah kunjugannya ini disebut dengan variabel
outcome (Ginting; 2002). Secara detail model pengukuran TOURSAT
tergambar pada Gambar 1.1 berikut ini:

4
Gambar 1.1
Model Penelitian

Kepuasan
Terhadap
Akomodasi (F1) Kesetiaan
wisatawan
Kepuasan
Terhadap
Transportasi (F2)
Kepuasan Rekomendasi
Wisatawan Wisatawan
Kepuasan
Terhadap Obyek
Wisata (F3)
Keluhan
Kepuasan Wisatawan
terhadap
Prasaranana (F3)

Variable laten tersebut akan dikonfirmasi dengan variable kepuasan


menyeluruh wisatawan dan selanjutnya akan diukur variable-variable kinerja
kepuasan, yaitu:
1. Kesetiaan wisatawan
2. Rekomendasi wisatawan
3. Keluhan wisatawan

Keseluruhan variable tersebut akan dianlisis dengan mengunakan alat ukur dan
pengujian sebagai berikut:

1. Cronbach Alpha digunakan untuk menguji realibilitas instrument


pertanyaan.
2. Analisis Factor digunakan untuk mereduksi variable-variable penelitian
3. Korelasi bivariat digunakan untuk mengukur tingkat korelasi antar
variable penelitian.

2.2 Metode Sampling dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan unit sampling wisatawan yang berkunjung ke


Lampung baik wisatawan domestic maupun mancanegara. Ukuran besarnya
sampel didasarkan pada Bentler (1993) dan Hair (1998) yang menyatakan bahwa
perbandingn besarnya sampel dengan jumlah parameter dalam model 5:1. Agar

5
uji keberartian secara statistic dapat dipercaya, disarankan perbandingan
sampel yang akan dibambil dengan jumlah parameter pada suatu konstruk 50:1.

Berdasarkan pandangan tersebut maka parameter terbanyak dalam penelitian


ini terdapat pada kunstruk obyek wisata berjumlah 10 parameter. Dengan
demikian sampel penelitian ini berjumlah 500, dengan menggunkan metode
kuota sampling maka responden terdiri dari 400 wisatawan domestik dan 100
wisatawan mancanegara.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Karakteristik Wisatawan Asing

Analisis terhadap karakterisitik responden dilakukan terpisah antara wiatawan


asing dan wisatawan domestik, mengingat wisatawan domestik sifatnya lebih
homogen jika dilihat dari asal negaranya. Secara umum wisatawan asing yang
berkunjung ke Lampung berasal dari berbagai negara antar lain: China,
Amerika Serikat, Singapore, Hongkong, Thailand, Malaysia dan beberapa
negara dari benua Eropha lainnya. Keadaan ini mengindikasikan cukup
dikenalnya Propinsi Lampung sebagai tujuan wisata oleh berbagai wisatawan
dunia.

Wisatawan asing yang berkunjung ke Lampung secara umum memiliki 3


tujuan, yaitu: bisnis, berlibur dan pendidikan. Tujuan untuk berlibur
mendominasi motif untuk berkunjung sebesar 83%, motif bisnis sebesar 14%
dan pendidikan sebesar 3%.

Jumlah wisatawan asing yang terbanyak mengunjungi daerah Lampung berasal


dari Singapore sebanyak 13% dengan motif bisnis. Ini sejalan dengan banyaknya
bisnis hasil bumi Propinsi Lampung seperti: kopi, lada, tapioka yang diekspor
melalui Singapore.

Motif pendidikan terdapat 3% dengan Negara asal Australia dan China. Khusus
untuk 2 wisatawan China mereka menjadi volunteer mengajar bahasa Cina di
Universitas Lampung. Sedangkan 1 orang wisatawan yang berasal dari
Australia merupakan pertukaran pelajar antara Indonesia dan Australia.

3.2 Karakteristik Wisatawan Domestik

Karakteristik wisatawan domestic yang berkunjung ke Lampung didominasi


motif hanya untuk berlibur dengan jumlah 342 orang, sedangkan yang
berkunjung dengan motif bisnis berjumlah 49 orang. Melihat sebaran wisatawan

6
domestic yang berkunjuung ke Lampung, terlihat banyaknya wisatawan yang
hanya berlibur ke Lampung. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh para pelaku
industri bisnis pariwisata di Bandar Lampung untuk membuat paket-paket
wisata yang lebihh menarik lagi sehingga para wisatawan tersebut lebih lama
lagi tinggal sehingga pendapat industri ini dapat meningkat.

3.3 Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis 1 yang menyatakan variabel Iaten kepuasan terhadap akomodasi


berkolerasi positif dengan kepuasan wisatawan. Hipotesis ini tidak signifikan
karena berdasarkan niiai koefisien korelasi -0.086. Angka ini menunjukan
hubungan yang negatif antar kedua variabel. Nilai sebesar -0.086 seeara statistik
menyatakan hubungan yang sangat leniah antara akomodasi terhadap
kepuasan wisatawan. Hal ini disebabkan sebagian besar wisatawan domestik
tidak menginap di hotel, tetapi menginap dirumah keluarga atau familinya.
Sehingga menyebabkan hubungan yang tidak signifikan antara variabel
akomodasi terhadap kepuasan wisatawan.

Hipotesis 2 yang nienyatakan variabel laten kepuasan transportasi berkorelasi


positif dengan kepnasan wisatawan dapat diterima. Hal ini terlihat dari
besamya koefisien korelasi sebesar 0.568. Angka mi rnenunjukan hubungan
yang cukup erat antar kedua variatel. Transportasi sangat memegang peranan
dalarn industri pariwisata. Secara umum fasilitas transportasi yang menuju
Lampung terbagi kedalarn 3 bagian. Wisatawan yang berasal dan pulau
Sumatra biasanya menggunakan jalur darat yaitu melalui Lintas Sumatra. Jalur
yang lain untuk wisatawan dan luar pulau Sumantra biasanya menggunakan
jalur laut dan udara. Kbusus untuk jalur laut hampir tidak ada masalah, karena
layanan ferry 24 jam. Untuk angkutan udara menuju Lampung tanya terdapat 2
penerbangan yaitu pagi dan sore setiap. Bendasarkan faktafakta tersebut
responden menyatakan cukup erat hubungan antara vaniabel transportasi
dengan kepuasan wisatawan.

Hipotesis 4 yang menyatakan variabel laten kepuasan terhadap obyek wisata


berkorelasi positif dengan kepuasan wisatawan dapat ditenima berdasarkan
nilai koefisien korelasi setesar 0.668. Angka mi menunjukan hubungan yang
cukup erat antar kedua variabel tersetut. Fakta yang tentang obyek wisata yang
dirniliki Propinsi Lampung cukup beraneka ragam, mulai dan wisata bahari
sampai wisata petualangan. Beterapa obyek wisata yang eukup terkenal di
Larnpung antana lain Anak Gunung Knakatau, Taman Nasional Way Kamtas,
Pantai Pasin Putih dan masih banyak lagi obyek wisata yang lain.

Hipotesis 4 yang menyatakan vaniabel laten kepuasan terhadap prasarana dan


sarana berkonelasi positif dengan kepuasan wisatawan dapat diterima

7
berdasarkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.307. Hubungan yang cukup erat
tenjadi antara kedua vaniabel ini. Saat ini Propinsi Lampung rnemiliki cukup
banyak hotel kelas melati dan 3 hotel berbintang 3 dan hotel berbintang 4.

Hipotesis 5 yang menyatakan variabel kepuasan menyeluruh berkorelasi positif


dengan variabel kesetiaan berdasarkan koefisien korelasi sebesar 0.599 diterima.
Secara teoritis perilaku konsumen setelah mengevaluasi sebuah produk atau
jasa yang dikonsumsi akan menghasilkan perilaku kesetiaan. Berdasarkan
angka tersebut dapat dinyatakan hnbungan antara variabel kepuasan
berkorelasi eukup kuat dengan variabel kesetiaan.

Hipotesis 6 yang menyatakan variabel kepuasan rnenyeluruh berkorelasi positif


dengan variabel rekomendasi tidak diterima. Hal ml karena hubungan yang
terjadi antar kedua variabel mi sebesar -0.06 1 dan hubungan mi merupakan
hubungan yang negatif. Artinya kepuasan yang diterima oleh wisatawan tidak
akan diteruskan kepada calon wisatawan yang lain.

Hipotesis 7 yang menyatakan variabel kepuasan menyeluruh berkorelasi negatif


dengan variabel keluhan wisatawan. Hipotesis mi juga tidak dapat diteriina.
Berdasarkan nilai koefisien korelasi justru terjadi hubnngan yang positif antara
vartabel kepuasan dengan keluhan. Besarnya koefisien korelasi unutk kedua
variabel ini relatif kecil sebesar 0.097.

Hipotesis 8 yang menyatakan variabel rekomendasi berkorelasi positif dengan


variabel kesetiaan wisatawan juga tidak dapat diterima karena nilai koefisien
korelasi sebesar -0.189. Hal ml terjadi karena hasil evaluasi wisatawan yang
berkunjung ke Larnpung terhadap obyek wisata justru tidak mau
rnerekomendasikan kepada orang lain.

Hipotesis 9 yang menyatakan variabel keluhan berkorelasi negatif dengan


variabel kesetiaan diterima berdasarkan nilai koesisien korelasi sebesar -0.464.
Angka mi menunjukan hubungan yang cukup erat antara variabel keluhan
dengan variabel kesetiaan. Iniplikasi dan diterimanya hipotesis mi adalah
banyaknya keluhan yang disampaikan oleh para wisatawan yang haruss
ditanggapi secara serius oIeh para pelaku yang bergerak di industri ini.

3.4 Implikasi Manajerial

Pengujian yang dilakukan untuk rnelihat strategi pemasaran pariwisata


Lampung dengan menggunakan pendekatan TOURSAT bertujuan untuk
mengetahui variabel-variabel yanng berhubungan dengan perilaku wisatawan
terhadap berbagai macam variabel pendukungnya. Variabel pendukung
tersebut antara lain: prasarana dan sarana, akomodasi, obyek wisata dan

8
transportasi terhadap kepuasan wisatawan. Variabel mediator kepuasan
wisatawan kemudian diuji lagi untuk melihat hubungan dengan variabel
perilaku wisatawan yaitu kesediaan memberi rekomendasi, keluhan pelanggan
dan kesetiaan wisatawan.

Karakteristik wisatawan yang diteliti terbagi menjadi wisatawan asing dengan


proporsi 20% dan wisatawan domestik dengan proporsi 80%. Berdasarkan asal
wisatawan asing yang berkunjung ke Lampung, hampir mewakili seluruh
benua. Hal mi tentu menmpakan hal yang mengernbirakan bagi perkernbangan
pariwisata Lampung. Berdasarkan data ini Pemda Lampung dapat memetakan
negara mana yang harus lebih diperhatikan dalam penekanan promosi
pariwisata yang akan diadakan. Promosi yang paling efektif guna menarik
wisatawan asing adalah dengan mengedepankan keunikan yang dimiliki oleh
Larnpung. inii dapat dilakukan dengan mengadakan misi pertukaran budaya
antar kota, misalnya dengan kota-kota di Cina. Selain itu Pemda Lampung perlu
mengikuti pameran-pameran industri pariwisata dunia dengan menampilkan
keunikan yang dimiliki oleh Propinsi Lampung.

Wisatawan domestik potensinya sangat besar dan harus dimanfaatkan dengan


membuat paket-paket wisata dengan biro perjalanan yang kredibel. Pemda
harus mampu memaksimalkan pesisirnya mulai dan Bakauheni sampai dengan
Kota Agung dan berakhir di Pantai Krui. Ini perlu dilakukan untuk menarik
wisatawan domestik yang berkunjung ke Anyer dan Banten. Mengingat sarana
transportasi penyeberangan yang sangat lancar yang menghubungkan Merak
dengan Bakauheni. Selain itu Pemda Lampung perlu meningkatkan Festival
Krakatau dengan menciptakan acara-acara yang lebih diminati oleh kalangan
muda.

Wisatawan menyatakan kepuasan akomodasi sangat ditentukan oleh fasilitas,


kebersihan, kenyamanan, kerarmahan petugas, keamanan, tarif hotel dan image
hotel. Berdasarkan data mi Pernda Lampung haruss rnemperhatikan tingkat
kebersihan dan kenyamanan hotel yang ada di Bandar Lampung. Hal ini mutlak
harus dilakukan apabila rnenginginkan wisatawan untuk lebih lama tinggal dan
menikmati obyek-obyek wisata yang ada di Lampung. Waktu yang dihabiskan
oleh para wisatawan sangat erat kaitannya dengan uang yang dibelanjakan.
Makin banyak uang yang dibelanjakan makin baik bagi perkembangan industri
pariwisata dan pada akhirnya akan membawa dampak bagi perekonomian
Lampung.

Pemda Lampung juga perlu memperhatikan sarana transportasi yang nyaman


dan aman bagi wisatawan. Sarana ini juga harus didukung dengan kecakapan
sumber daya manusia yang terlibat didalamnya. Pemda Lampung perlu
menambah frekuensi penerbangan menuju Lampnng. Saat mi penerbangan

9
hanya 2 kali dalam satu han. Disamping itu angkutan laut perlu diperhatikan
mengingat wisatawan yang menuju Lampung lebih banyak menggunakan jalur
laut. Waktu tempuh antara Merak dan Bakauheni sebaiknya diperpendek
menjadi 1,5 jam.

Obyek wisata yang adapun perlu dilakukan perbaikan secara terus menerus.
Perbaikan ini juga perlu dibarengi dengan perbaikan caara berpromosi dan
memperkenalkan berbagai obyek yang ada di Lampung. Pemda juga perlu
menyediakan guide yang profesional bagi wisatawan. Kebersihan obyek
wisatapun perlu diperhatikan oleb pemerintah daerah. Selain itu prasarana dan
sarana yang menunjang industri pariwisata perlu juga mendapat perhatian,
antara lain perbaikan jalan raya, mengingat letak antar obyek wisata yang ada
di Lampung relatif jauh. Hal mi perlu dilakukan agar kenyaman wisatawan
untuk berpindah-pindah dalam menikmati obyek wisata kenyamanannya tetap
terjaga. Selain itu keamanan baik keamanan di obyek wisata, dihotel, di
bandana, pelabuhan maupun di jalan raya perlu terus ditingkatkan.

Sektor paniwisata harus mendapat perhatian karena memiliki potensi yang


sangat besar dalam meningkatkan perekonomi daerah Lampung. Apabila
industri ini dapat berjalan dengan baik akan memberikan multiplier efek
kepada sektor lainnya, seperti industri perhotelan, industri kerajinan, industri
makanan dan menciptakan berbagai lapangan pekerjaan. Pada akhirnya akan
membawa darnpak yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah Lampung.

IV. Simpulan dan Saran

4.1 Simpulan

1. Kepuasan terhadap obyek wisata dapat diprediksi oleh variabel-variabel


kepuasan terhadap obyek wisata ditentukan oleh : keindahan alam lokasi,
kebersihan lokasi, kenyamanan lokasi, kearnanan lokasi, keunikan fisik
lokasi, keunikan budaya, keramahan masyarakat, keterampilan pemandn
wisata, tarif jasa pemandu, dan image destinasi sebesar 89.5% dan sisanya
oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini.

2. Kepuasan obyek wisata dapat diprediksi oleh variabel-variabel fasilitas


jalan raya, kenyamanan jalan raya, keamanan jalan raya, fasilitas sosial
bandara/pelabuhanlterminal, kecepatan layanan bandara/pelabuhan/
terminal, kenyamanan, keramahan, sarana komunikasi, ketepatan waktu
dan image destinasi sebesar 79.5% dan sisanya oleh faktor lain yang tidak
diukur dalam penelitian ini.

10
3. Kepuasan menyeluruh wisatawan dipengaruhi oleh kepuasan
akomodasi,transportasi, obyek wisata dan prasarana dan sarana wisata
yang ada sebesar 97.2% dan sisanya oleh faktor lain yang tidak diukur
dalam penelitian ini.

4.2 Saran

Pemerintah Daerah Lampung perlu memperhatikan hal-hal beriknt mi apabila


ingin meningkatkan pendapatan dan sektor paniwisata, hal-hal tersebut antana
lain:

1. Perlu melakukan promosi paniwisata dengan melibatkan selunmh daerah


tingkat II memperkenalkan obyek-obyek wisata yang ada dengan
melakukan berbagai misi budaya dengan satu kota tertentu, seperti kota-
kota di Cina. Selain itu Pemda Propinsi Lampung perlu memperbaiki sarana
trasportasi baik darat, maupun udara yang nyaman dan aman serta tepat
waktu.

2. Perlu membuat paket-paket wisata yang berhubungan satu dengan yang


lainnya. Apabila hal ini bisa dilakukan akan menambah lama tinggal
wisatawan di Lampung. Khusus untuk wisatawan asing, pihak pemda perlu
memikirkan keberadaan pemandu wisata yang profesional yang mampu
menerangkan obyek wisata secara lengkap.

Guna mendapatkan tambahan informasi yang lebih luas perlu dilakukan


penelitian lanjutan atas program-program kepariwisataan yang telah dilakukan
oleh setiap Daerah Tingkat II manpun pihak Propinsi Lampung sebagai bahan
evaluasi dan dasar bagi penyusunan strategi pengembangan pemasaran
pariwisata yang lebih kompehensif bagi daerah Lampung

DAFTAR PUSTAKA

Agung, IGN. “Metode Penelitian Sosial”, Jakarta, Penerbit PT. Gramcdia


Pustaka Utama, 1998.

Anderson, Eugene W & Mary W. Sullivan, “The Anticedents and Concequences


of Customer Satisfaction for Firms”, Marketing Science, Vol.12, no.2
page 125 —143, 1993.

Augustyne, Marcjanna & Samuel K, Ho, “Service Quality and Tourism,” Journal
of Travel Research, Vol. 37, page 71 — 75, 1998.

11
Biro Pusat Statistik, “Foreign Visitor Statistic 1999”, Jakarta, Penerbit Central
Bereau of Statistics, 2000.

Churchill, Gilbert A. & Carol Surprnanl,”An Investigation into the Determinants


of Customer Satisfaction”, Journal of Marketing Research, 19 (Nov),
page 491 504, 1997.

Hayes, Bob E, “Measuring Customer Satisfaction, Developing and Using


Quetionnaires” Milwaukee, ASQS Quality Prcss, 2002.

Ginting, Paham,”Pemasaran Pariwisata Sumantra Utara”, Disertasi tidak


dipubhkasikan, Universitas Indonesia, 2003.

Kasali, Rhenald’ Menbidik Pasar Indonesia, Segmentasi, Targeting dan


Positioning”, Jakarta, PT. Grarnedia Pustaka Utama, 1998.

Kotler,Philip,”Marketing Management; The Melleniuni Edition”, Upper Saddle


River, NewJersey, Ncw York, 2003.

Laws, Eric, Tourism Marketing, Service and Quality Management Perpective,


Stanley Thomson (Publisher) Ltd, 1998.

Naumann, Earl; Giel, Kathleen, Customer Satisfaction Measurement and


Management: Using the Voice of The Customer, USA; International
Thomson Publishing, 1995.

Oliver, Richard L,” A. Cognitive Model of The Antecedents and Coscequences of


Statistic on Decisions”, Journal of Marketing Research, No. 17 (Nov),
page 460— 469, 1997.

Parasurarnan A, Valarie Zeithaml & Leonard Berry, “A. Conceptual Mode~ of


Service Quality and its Implication for Future Research,” Journal of
Marketing, 49 (Fall), page 41 -50, 1997.

Patterson, Paul G. Lester W. Johnson, & Richard A. Spreng,”Modeling the


Determinants of Customer Satisfaction for Business to Business,
Professional Services”, Journal of Acadcrniy of Marketing Science, Vol.
25 No.1 page 4 — 17, 1997.

Pawitra, Teddy,”Kepuasan Pelanggan Sebagai Keunggulan Daya Saing: Konsep,


Pengukuran, dan Implikasi Strategik”, Dalam Pemasaran; Dimense
Falsafah, Disiplin dan Keahlian”, Jakarta; Penerbit Seklah Tinggi
Manajemen Prasetya Mulya, 1993.

12
Tribe, John & Snaith Tim,” From SERVQUAL to HOLSAT; Holiday Satisfaction
m Varadero, Cuba”, Tourism Management, Vol.19 No. 1, page 25 —34,
Printed in Great Britain, 1998.

13
RASIO KEUANGAN SEBAGAI PREDIKTOR
KEGAGALAN PERUSAHAAN DI INDONESIA

Rindu Rika Gamayuni 2

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk untuk mengetahui apakah


terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan antara perusahaan
bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun-tahun sebelum terjadinya
kebangkrutan, sehingga dapat diketahui rasio keuangan apa saja yang dapat
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Variabel penelitian
yang digunakan adalah Net income to total asset ratio, Total debt to total asset ratio,
Sales to total asset. Sampel yang digunakan adalah perusahaan yang terdaftar di
BEJ dari tahun 1997 – 2005. Perusahaan bangkrut diwakili oleh perusahaan yang
di-delisting di BEJ selama periode tahun 2000-2005. Perusahaan tidak bangkrut
sebagai sampel pembanding adalah perusahaan yang tidak bangkrut yang
sejenis atau dalam bidang usaha yang sama dengan perusahaan yang bangkrut.
Pengujian untuk membuktikan hipotesis dilakukan dengan uji beda
independent t test, dengan menggunakan alat SPSS (Statistical Package for Social
Science).

Hasil pengujian membuktikan bahwa rasio keuangan yang berbeda signifikan


antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut adalah rasio rasio net income to
total asset (yaitu dua dan tiga tahun sebelum terjadi kebangkrutan), dan rasio
total debt to total asset (yaitu pada dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan).
Artinya rasio net income to total asset dan total debt to total asset dapat digunakan
untuk memprediksi terjadiya kebangkrutan perusahaan. Sedangkan rasio sales
to total asset tidak dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan karena
dari hasil pengujian nilai rasio tersebut tidak berbeda signifikan antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

I. PENDAHULUAN

Rasio keuangan banyak dipakai oleh berbagai penelitian karena rasio keuangan
terbukti berperan penting dalam evaluasi kinerja keuangan dan dapat
digunakan untuk memprediksi kelangsungan usaha baik yang sehat maupun

2
Staf pengajar Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unila
yang tidak sehat (Chen, 1981). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan untuk
memprediksi kegagalan suatu usaha antara lain dilakukan oleh Beaver (1966,
1968), Altman (1968, 1984), Blum (1974), Ohlson (1980), dan Zmijewski (1983).

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1990-an telah


mengakibatkan kegagalan ekonomi dan keuangan. Banyak perusahaan yang
mengalami kegagalan usahanya. Oleh karena itu muncul riset-riset di Indonesia
untuk menguji apakah rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi
kegagalan suatu usaha. Penelitian tersebut antaralain dilakukan oleh Surifah
(1999), Aryati dan Manao (2000), Mongid (2000), dan Wilopo (2000). Penelitian-
penelitian tersebut ingin membuktikan apakah rasio keuangan dapat digunakan
untuk memprediksi kegagalan bank di Indonesia. Penelitian dilakukan
beberapa tahun sebelum terjadinya kegagalan bank. Hasilnya membuktikan
bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kegagalan bank
pada beberapa tahun sebelumnya.

Atas dasar berbagai penelitian tersebut, peneliti ingin mengidentifikasikan


rasio-rasio keuangan apa saja yang dapat digunakan untuk memprediksi
kegagalan perusahaan di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Laporan Keuangan dan Tujuannya

Analisis Laporan Keuangan (Financial statement analysis) terdiri atas aplikasi


alat-alat dan teknik-teknik analitis laporan keuangan dan data relevan lainnya
untuk menggali informasi yang berfaedah. Analisis laporan keuangan biasanya
didasarkan pada laporan keuangan terbitan perusahaan dan informasi ekonomi
lainnya tentang perusahaan dan industrinya. Sumber utama informasi ini
adalah laporan tahunan. Laporan tahunan terdiri dari laporan keuangan
(neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas), serta laporan tahunan lainnya
yang terdiri dari catatan atas laporan keuangan, ringkasan dari metode
akuntansi yang digunakan, pembahasan dan analisis manajemen terhadap
hasil-hasil keuangan, laporan akuntan, data keuangan komparatif untuk
beberapa tahun.

Tujuan pokok analisis keuangan adalah memprediksi kinerja yang akan datang.
Walaupun laporan keuangan ini historis sifatnya, namun laporan ini biasanya
memberikan indikator-indikator bagaimana sebuah perusahaan kemungkinan
berkiprah dalam periode-periode berikutnya. Indikator-indikator ini mungkin
saja tidak langsung terbukti, dan pemakai yang berkepentingan perlu
menganalisis laporan secara cermat guna memperoleh informasi tertentu yang
sesuai dengan tujuan-tujuan mereka. Pengguna informasi keuangan ini adalah

16
pihak intern dan ekstern perusahaan. Pihak intern adalah manajemen
perusahaan, pihak ekstern adalah investor dan kreditor. Pihak ekstern ini
menggunakan analisis laporan keuangan untuk meramalkan jumlah
pengembalian yang akan diterima dan mempertimbangkan resiko yang
berkaitan dengan pengembalian tersebut. Kreditor adalah pihak yang paling
berkepentingan terhadap penilaian likuiditas dan solvabilitas perusahaan,
karena kreditor akan memperkirakan menerima sejumlah pengembalian
tertentu yang jumlahnya dapat dipastikan, dan memiliki hak klaim pertama atas
aktiva. Likuiditas jangka pendek adalah kemampuan organisasi untuk
memenuhi pembayaran hutang-hutang lancar pada saat jatuh tempo.
Solvabilitas jangka panjang adalah kemampuan untuk menghasilkan kas dalam
jumlah yang cukup untuk membayar hutang-hutang jangka panjang pada saat
jatuh tempo. Sedangkan para investor lebih berkepentingan terhadap
profitabilitas, deviden, dan harga saham masa depan, karena pembayaran
deviden tergantung dari operasi yang menguntungkan, dan kenaikan harga
saham tergantung dari penilaian pasar terhadap prospek perusahaan. Para
kreditur juga menghitung profitabilitas karena operasi yang menghasilkan laba
merupakan sumber utama kas untuk membayar pinjaman.

2.2. Rasio-rasio yang dipergunakan dalam analisis laporan keuangan

Analisis rasio menunjukkan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data
laporan keuangan. Rasio memperlihatkan hubungan matematis di antara satu
kuantitas dengan kuantitas lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam
persentase, tingkat, maupun proporsi tunggal. Rasio merupakan pedoman yang
bermanfaat dalam mengevaluasi posisi dan operasi keuangan perusahaan dan
mengadakan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya
atau perusahaan-perusahaan lain. Tujuan pokok rasio-rasio ini adalah untuk
menyoroti bidang-bidang yang memerlukan investigasi lebih dalam. Banyak
rasio yang sudah terstandarisasi, rasio tersebut sudah diakui sebagai indikator
yang bermanfaat mengenai kinerja keuangan dan dihitung secara rutin serta
dipublikasikan berdasarkan keuangan atau industri oleh perusahaan-
perusahaan analisis keuangan.

RASIO-RASIO LIKUIDITAS
Rasio Lancar (Current Ratio)

Aktiva lancar
Rasio lancar = ----------------------------------
Kewajiban jangka pendek

17
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya dari aktiva lancarnya. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva
lancar dengan kewajiban jangka pendek. Rasio ini sering pula disebut rasio
modal kerja (working capital ratio) karena modal kerja merupakan kelebihan
aktiva lancar di atas utang lancar. Kreditor jangka pendek sangat peduli dengan
rasio lancar ini karena konversi persediaan dan piutang dagang menjadi kas
merupakan sumber pokok darinya perusahaan dapat mendulang kas untuk
membayar kreditor jangka pendek. Dari sudut pandang kreditor jangka pendek,
semakin tinggi rasio lancar perusahaan maka semakin besar pula
perlindungannya. Walaupun begitu, perusahaan gampang mempunyai rasio
lancar yang tinggi. Rasio lancar yang terlalu tinggi biasanya diakibatkan oleh
dimilikinya aktiva lancar yang tidak diperlukan, yang tidak memberikan
pendapatan, jumlah dana yng sangat banyak yang terbenam dalam bentuk
piutang dagang yang mungkin terbukti tidak tertagih, atau dalam persediaan
yang mengandung banyak jenis persediaan yang sudah usang atau lebih banyak
daripada yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan normal perusahaan.
Rasio lancar sebesar 2 sudah dianggap memuaskan, tetapi perlu
dipertimbangkan beberapa faktor antaralain: praktik yang berlaku dalam
industri, lamanya siklus operasi perusahaan, dan bauran aktiva lancar
perusahaan. Rasio lancar yang terlalu tinggi dalam perusahaan serupa dalam
industri yang sama dapat mengindikasikan pengelolaan aktiva lancar yang
tidak efiien. Bauran aktiva lancar adalah proporsi berbagai unsur yang
membentuk aktiva lancar. Bauran ini akan berdampak pada seberapa cepat
aktiva lancar dapat dikonversikan menjadi kas.

Rasio Cepat (Acid Test Ratio)

Aktiva cepat
Rasio cepat = -------------------------------------
Kewajiban jangka pendek

Rasio cepat menunjukkan kemampuan perusahaan melunasi kewajiban jangka


pendeknya dari aktiva cepatnya. Aktiva cepat adalah aktiva yang dapat segera
dikonversikan menjadi kas. Rasio ini dihitung dengan membagi jumlah kas,
surat berharga, dan piutang dagang bersih dengan kewajiban jangka
pendeknya. Rasio cepat merupakan pelengkap penting untuk rasio lancar.
Banyak kreditor yang lebih menyukai rasio cepat daripada rasio lancar sebagai
ukuran solvensi jangka pendek perusahaan karena rasio cepat tidak
menyertakan persediaan dan beban dibayar di muka sebagai dasar aktiva
lancarnya, karena persediaan dan beban dibayar di muka merupakan aktiva
lancar yang paling tidak likuid.

18
RASIO-RASIO PROFITABILITAS

Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan leberhasilan


perusahaan. Laba, atau kurangnya laba akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi
likuiditas perusahaan, dan kemampuan perusahaan untuk berubah.
Profitabilitas (kemampulabaan) sering dipakai sebagai tes akhir efektifitas
opasei manajemen. Profitabilitas perusahaan sangat terkait dengan likuiditasnya
karena pendapatan pada akhirnya akan menghasilkan arus kas. Rasio
profitabilitas antara lain rasio marjin laba (profit margin ratio), rasio putaran
aktiva (asset turnover), rasio imbalan aktiva (return on asset ratio), earning per share
(EPS), Price/Earning ratio, dividend yield ratio, dividend Payout ratio.

Profit Margin Ratio

Rasio marjin laba merupakan suatu ukuran persentase dari setiap rupiah
penjualan yang menghasilkan laba bersih (net income). Hubungan laba bersih
dengan penjualan bersih kerap dipakai untuk mengevaluasi efisiensi
perusahaan dalam negendalikan biaya dan beban yang berkaitan dengan
penjualan. Kelemahan rasio ini adalah bahwa rasio ini tidak
mempertimbangkan investasi (jumlah aset atau ekuitas pemegang saham) yang
diperlukan untuk menghasilkan penjualan dan laba.

laba bersih
Rasio marjin laba = --------------------------------
Penjualan bersih

Rasio Imbalan Aktiva

Rasio ini mengukur keberhasilan perusahaan dalam menggunakan aktivanya


untuk menghasilkan laba. Tingkat imbal hasil atas total aktiva dihitung dengan
rumus:
Laba bersih
---------------------------------
Jumlah rata-rata aktiva

Rasio ini merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi
seberapa baik perusahaan telah memakai dananya, tanpa memperhatikan
besaran relatif sumber dana tersebut (kreditor jangka pendek, kreditor jangka
panjang, pemegang saham, pemegang obligasi). Rasio ini sering digunakan
majemen puncak untuk mengevaluasi unit-unit bisnis dalam suatu perusahaan
multidivisional.

19
Sales to Total Asset Ratio

Rasio penjualan bersih terhadap aktiva adalah ukuran profitabilitas yang


menunjukkan seberapa efektif suatu perusahaan menggunakan aktivanya. Atau
mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.
Sebagai contoh, dua perusahaan yang bersaing memiliki aktiva yang sama. Jika
penjualan salah satu perusahaan berjumlah dua kali dari perusahaan lainnya,
maka perusahaan yang nilai penjualannya lebih besar telah menggunakan
aktivanya dengan lebih baik. Dalam menghitung rasio ini sebaiknya setiap
invetasi jangka panjang tidak dimasukkan ke dalam total aktiva, karena
investasi seperti itu tidak berhubungan dengan operasi normal yang
berhubungan dengan penjualan barang dan jasa.

RASIO-RASIO SOLVENSI

Rasio solvensi (solvency ratios) mengukur kemampuan perusahaan untuk


bertahan hidup selama jangka waktu yang panjang. Kreditor jangka panjang
dan pemegang saham yang berkepentingan dalam solvensi jangka panjang,
yaitu kesanggupannya dalam membayar bunga dan pokok pinjamannya pada
saat jatuh tempo. Tujuan analisis solvensi jangka panjang adalah mendeteksi
sinyal awal bahwa perusahaan sedang berada di ambang kebangkrutan. Krisis
moneter yang melanda Indonesia berimbas pada banyaknya perusahaan yang
mengalami kegagalan atau kebangkrutan. Kegagalan atau kerugian besar
sebenarnya bisa dicegah kalau saja tersedia informasi yang lebih baik
menyangkut solvensi perusahaan. Ada dua rasio yang memberikan informasi
mengenai kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya yaitu rasio utang
terhadap ekuitas (debt to equity ratio) dan rasio waktu perolehan bunga (times
interest earned).

Debt to Equity Ratio

jumlah kewajiban
Debt to equity ratio = ------------------------------------
Jumlah ekuitas pemilik

Debt to equity ratio melihat struktur keuangan perusahaan dengan mengaitkan


jumlah kewajiban dengan jumlah ekuitas pemilik. Rasio ini mengindikasikan
sejauhmana perusahaan dapat menanggung kerugian tanpa harus
membahayakan kepentingan kreditornya. Dari sudut pandang kreditor, jumlah
ekuitas dalam struktur permodalan perusahaan dapat dianggap sebagai
katalisator, membantu memastikan bahwa terdapat aset yang memadai untuk
menutup klaim pihak lain. Rasio yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa
klaim pihak lain relatif lebih besar ketimbang aset yang tersedia untuk

20
menutupnya, meningkatkan resiko bahwa klaim kreditor kemungkinan tidak
akan tertutup secara penuh bilamana terjadi likuidasi.

Times Interest Earned Ratio

Laba sebelum beban bunga dan pajak penghasilan


TIER = ------------------------------------------------------------------------
Beban bunga

Untuk mengevaluasi lebih lanjut besarnya utang perusahaan, analis dapat


mengamati hubungan beban bunga dengan pendapatan. DER yang tinggi dari
sebuah perusahaan mengindikasilan pinjaman yang besar, namun bila
pendapatannya memadai untuk menutupi beban bunga atas utangnya, maka
analis boleh berpendapat bahwa situasinya lumayan menguntungkan.

Mengukur kemampuan untuk membayar hutang jangka panjang

kewajiban total
Rasio hutang = ----------------------------
Aktiva total

Menunjukkan persentase aktiva yang dibiayai dengan pinjaman. Jika rasio


sebesar 1, maka hutang telah digunakan untuk membiayai semua aktiva. Rasio
kewajiban sebesar 0.5 artinya perusahaan telah menggunakan utangnya untuk
membiayai setengah aktivanya. Pemilik usaha telah membiayai setengah yang
lain. Semakin besar rasio kewajiban, semakin sulit untuk membayar bunga tiap
tahun dan jumlah pokoknya saat jatuh tempo. Semakin rendah rasionya,
semakin sedikit kewajiban masa depan perusahaan tersebut.

2.3. Perusahaan Delisting di BEJ

Peraturan Delisting di Bursa Efek Jakarta

Penelitian ini menggunakan perusahaan delisting di BEJ sebagai proksi


perusahaan yang bangkrut. Perusahaan yang di-delisting dari Bursa Efek Jakarta
artinya perusahaan tersebut dihapuskan atau dikeluarkan dari daftar
perusahaan di BEJ, dikarenakan alasan-alasan tertentu. Delisting dapat
dilakukan atas permintaan perusahaan yang menerbitkan saham atau atas
perintah BEJ. Delisting atas perintah BEJ biasanya karena perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajiban dan aturan yang telah ditetapkan.

21
Kriteria Delisting

Kriteria delisting adalah sebagai berikut sebagaimana terdapat pada website


Jakarta Stock Exchange (www.jsx.co.id):

1. Delisting dapat terjadi atas permintaan perusahaan yang menerbitkan


saham atau atas perintah bursa efek. Jika delisting atas perintah bursa efek,
maka sebelumnya telah mendapat rekomendasi dari securities listing
committee.

2. Delisting atas permintaan perusahaan yang menerbitkan saham hanya dapat


terjadi jika telah disetujui dalam general meeting yang dilakukan oleh
shareholders, dan pihak perusahaan telah menyelesaikan semua
kewajibannya terhadap bursa efek.

3. Permintaan delisting oleh perusahaan penerbit saham harus dikumpulkan 2


bulan sebelum tanggal efektif delisting, berikut alasan delisting dan
melampirkan secara detail hasil dari general meeting shareholders.

4. Bursa efek harus mengumumkan rencana delisting paling lambat 30 hari


sebelum tanggal efektif delisting.

5. Perusahaan yang terdaftar di bursa akan di-delisting oleh bursa efek jika
mengalami kondisi berikut:

a. Selama tiga tahun berturut-turut menderita kerugian keuangan, atau


kerugian 50% atau lebih dari modal disetor yang terlihat pada neraca
perusahaan pada akhir tahun terakhir.
b. Selama tiga tahun berturut-turut tidak membayar deviden saham secara
tunai dan telah 3 kali gagal memenuhi kewajiban obligasi.
c. Total ekuitas shareholders kurang dari 3 milyar rupiah.
d. Jumlah shareholders kurang dari 100 investor dalam tiga bulan berturut-
turut. Setiap satu investor atau institusi individu harus memiliki
sekurangnya satu unit pedagangan (satu unit perdagangan = 500
saham).
e. Tidak terjadi transaksi selama 6 bulan berturut-turut.
f. Laporan keuangan tidak sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima
Umum dan regulasi yang ditetapkan BAPEPAM.
g. Pelanggaran terhadap regulasi pasar modal secara umum dan regulasi
bursa efek khususnya.

22
h. Tindakan perusahaan membahayakan kepentingan publik sehubungan
dengan keputusan yang dibuat.
i. Perusahaan mengalami likuidasi disebabkan merger, konsolidasi,
bangkrut, pembubaran dana investasi, atau alasan lainnya.
j. Perusahaan dinyatakan bangkrut oleh pengadilan.
k. Perusahaan menghadapi gugatan yang secara material mempengaruhi
kondisi dan ketahanan hidup perusahaan.
6. Khusus untuk dana investasi, nilai aktiva bersih mengalami penurunan
sampai 50% dari nilai pokoknya disebabkan kerugian operasi.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beaver (1966) melaporkan sebuah studi yang membandingkan masing-masing


rasio-rasio perusahaan bangkrut dengan perusahaan yang tidak bangkrut yang
dilakukan terhadap kondisi lima tahun sebelum kebangkrutan. Ada lima rasio
yang digunakan Beaver dalam memprediksi kegagalan perusahaan, yaitu: cash
flow to total debt ratio, net income to total asset ratio, current asset to current liabilities
ratio, total debt to total asset ratio, working capital to total asset ratio. Penelitian ini
membuktikan bahwa analisa rasio keuangan dapat berguna untuk memprediksi
kebangkrutan.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Edward I Altman pada tahun 1968,


menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis dengan lima jenis rasio
keuangan yaitu working capital to total asset, retained earning to total asset, earning
before interest and taxes to total asset, market value of equity to book value of total debts,
dan seles to total asset. Penelitian ini menggunakan sampel 66 perusahaan yang
terbagi dua masing-masing 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang
tidak bangkrut. Hasil studi Altman ternyata mampu memperoleh tingkat
ketepatan prediksi sebesar 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan.
Untuk data dua tahun sebelum kebangkrutan 72%.

Penelitian prediksi kebangkrutan yang lain dilakukan oleh Ohlson (1980)


dengan menggunakan model analisa logit kondisional dengan sampel amatan
105 perusahaan bangkrut dan 2058 perushaan tidak bangkrut pada periode 1970
– 1976. Hasilnya menunjukkan bahwa model size merupakan prediktor yang
paling penting dalam memprediksi kebangkrutan, dengan ketepatan prediksi
untuk seluruh variabel laporan keuangan sebesar 96,3%.

Penelitian di Indonesia berkenaan dengan prediksi kebangkrutan perusahaan


dilakukan oleh Surifah (1996) menguji manfaat rasio keuangan dalam

23
memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL. Sampel
terdiri atas 26 bank bangrut dan 26 bank tidak bangkrut. Alat stasistik yang
digunakan model statistik logit. Hasilnya menunjukkan bahwa (a) rata-rata
rasio CAMEL bank yang tidak gagal lebih besar dari rata-rata rasio CAMEL
bank yang gagal pada tahun-tahun sebelum mengalami kegagalan maupun
ketidakgagalan, (b) rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi
kegagalan suatu bank. Aryati (2000) melakukan penelitian yang bertujuan
menguji rasio-rasio keuangan yang diukur dengan rasio CAMEL apakah ada
perbedaan antara bank sehat dengan bank yang gagal. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa variabel yang signifikan untuk data lima tahun sebelum
kebangkrutan adalah CAR, RORA, ROA, rasio kewajiban bersih call money
terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Variabel
yang lain yaitu NPM dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional ternyata tidak signifikan. Atas dasar hasil-hasil penelitian terdahulu
dan dilandasi teori yang ada maka hipotesis ditetapkan sebagai berikut:

Hipotesis:

Ha1.1.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.1.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.1.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

24
Ha1.3.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan sales to total asset ratio antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan perusahaan.

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada Rasio


keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun-
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.

2. Untuk mengetahui rasio keuangan apa saja yang dapat digunakan untuk
memprediksi kebangkrutan perusahaan.

3. Untuk membandingkan karakteristik rasio keuangan antara perusahaan


bangkrut dan tidak bangkrut pada tahun-tahun sebelum terjadinya
kebangkrutan.

3.2. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan rasio-rasio keuangan


mana saja yang dapat memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan, agar
bagi pihak intern perusahaan dapat mengambil langkah preventiv yang
tepat

2. Hasil penelitian ini juga berguna bagi para pemakai informasi laporan
keuangan seperti para pengambil keputusan agar mempertimbangkan
rasio-rasio keuangan dalam berinvestasi

3. Meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan pembaca mengenai


manfaat rasio-rasio keuangan.

25
IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis, sumber data, dan metode pengumpulan data

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang telah tersedia di BEJ.

Kriteria pemilihan sampel:

1. Perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut yang terdaftar di BEJ pada tahun
1997 – 2005. Semua perusahaan tersebut tidak dibatasi jenis atau klasifikasi
perusahaannya.

Perusahaan bangkrut diwakili oleh perusahaan yang di-delisting di BEJ


selama periode tahun 2000-2006.

Perusahaan tidak bangkrut merupakan control group sebagai sampel


pembanding. Perusahaan pembanding adalah perusahaan yang tidak
bangkrut yang sejenis atau dalam bidang usaha yang sama dengan
perusahaan yang bangkrut. Sampel pembanding diambil pada periode
yang sama dengan perusahaan bangkrut.

2. Laporan keuangan tersedia lengkap untuk satu sampai tiga tahun terakhir
sebelum kebangkrutan.

IV.2. Sampel Penelitian

Tahun
No. Nama Perusahaan Bangkrut Perusahaan tidak bangkrut
Bangkrut
1 Bank Global Internasional tbk 2005 Bank Artaniaga Kencana
2 Dankos Laboratories Darya Varia Lab
3 Komatsu Indonesia Texmaco Perkasa Engineering
4 Bank Danpac tbk 2004 Bank Bumiputra Indonesia tbk
5 Bank Pikko tbk BCA tbk
6 Aryaduta Hotels tbk Hotel sahid Jaya
7 Indosiar Visual Mandiri tbk Tempo Inti Media
8 Wahana Jaya Perkasa Asia Plust Industri
9 Bayer Indonesia 2003 Dankos Laboratoies
10 Manly Unitama Finance tbk Siwani Trimitra
11 Procter & Gamble Indonesia Mustika Ratu
12 Tri Polyta Indonesia Budi Acid Jaya
13 Itamaraya Gold Industri tbk Alumindo Light Metal Industry
14 Panca Overseas Finance tbk BBL Dharmala Finance
15 Anwar Sierad tbk 2001 Charoen Phokphan Indonesia
16 Concord Benefit Entertaintment Argo Pantes tbk

26
Tahun
No. Nama Perusahaan Bangkrut Perusahaan tidak bangkrut
Bangkrut
17 Bank Tiara Asia 2000 Bank CIC Internasional
18 Fiskaragung Perkasa tbk Aqua Golden Misissippi
19 Bank PDFCI BNI
20 Putra Surya Multidana tbk Mandiri Intifinance tbk
21 Aster Dharma Industri Astra Graphia tbk

4.3. Variabel Penelitian


1. Net income to total asset ratio
2. Total debt to total asset ratio
3. Sales to total asset
4.4. Teknik pengujian / analisis

Penelitian ini menggunakan alat analisis uji beda yaitu Independent Sampel T
test (uji T untuk dua sampel independen). Teknik pengujian sebagai berikut:

1. Sebelum melakukan uji beda, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan


data dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengujian ini untuk
menentukan jenis uji beda yang akan dipakai.

2. Jika data tidak normal maka uji beda dilakukan dengan uji beda
nonparametrik yaitu Mann- Whitney U test, namun jika data normal maka
digunakan uji T. Uji beda dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan pada rasio keuangan antara perusahaan bangkrut dan tidak
bangkrut pada beberapa tahun sebelum terjadinya kebangkrutan.

3. Ho diterima apabila probabilitas > 0.05. Ha diterima apabila probabilitas <


0.05.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Data Rasio Keuangan Perusahaan Bangkrut dan Tidak Bangkrut

Berikut adalah data rasio keuangan perusahaan bangkrut pada beberapa tahun
sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan:

Tahun 1 tahun sebelum bangkrut


No. Nama Perusahaan Bangkrut Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
1 Bank Global Internasional tbk 2005 10/1795 1295/1795 121/1795
2 Dankos Laboratories 34/436 128/436 222/436

27
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan Bangkrut Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
3 Komatsu Indonesia (18)/2587 2125/2587 27/2587
4 Bank Danpac tbk 2004 11/1302 1165/1302 160/1302
5 Bank Pikko tbk (40)/1488 1395/1488 133/1488
6 Aryaduta Hotels tbk 95/284 196/284 91/284
7 Indosiar Visual Mandiri tbk 80/1649 750/1649 152/1649
8 Wahana Jaya Perkasa (30)/1463 605/1463 91/1463
9 Bayer Indonesia 2003 26/453 240/453 430/453
10 Manly Unitama Finance tbk 0.1/97 40/97 1/97
11 Procter & Gamble Indonesia 3/141 36/141 387/141
12 Tri Polyta Indonesia 319/2160 3055/2160 810/2160
13 Itamaraya Gold Industri tbk (2)/62 45/62 15/62
14 Panca Overseas Finance tbk (47)/909 1020/909 10/909
15 Anwar Sierad tbk 2001 (269)/1658 3047/1658 461/1658
16 Concord Benefit Entertaintment (60)/91 558/91 107/91
17 Bank Tiara Asia 2000 (437)/4389 3891/4389 445/4389
18 Fiskaragung Perkasa tbk (54)/622 396/622 167/622
19 Bank PDFCI 23/1808 1438/1808 250/1808
20 Putra Surya Multidana tbk 406/2184 2606/2184 353/2184
21 Aster Dharma Industri (86645)/292564 386643/292564 46879/292564

Tahun 2 tahun sebelum bangkrut


No. Nama Perusahaan Bangkrut
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
1 Bank Global Internasional tbk 2005 10/2245 1749/2245 225/2245
2 Dankos Laboratories 97/772 404/772 875/772
3 Komatsu Indonesia 30/690 85/690 408/690
4 Bank Danpac tbk 2004 3/818 697/818 74/818
5 Bank Pikko tbk (24)/495 1394/495 88/495
6 Aryaduta Hotels tbk 19/278 193/278 57/278
7 Indosiar Visual Mandiri tbk 94/1014 442/1014 431/1014
8 Wahana Jaya Perkasa (11)/1774 1672/1774 105/1774
9 Bayer Indonesia 2003 5/408 233/408 502/408
10 Manly Unitama Finance tbk 1/97 39/97 5/97
11 Procter & Gamble Indonesia 4/203 97/203 116/203
12 Tri Polyta Indonesia 471/(2994) 3974/(2994) 964/(2994)
13 Itamaraya Gold Industri tbk (5)/68 52/68 36/68
14 Panca Overseas Finance tbk (47)/909 1020/909 10/909
15 Anwar Sierad tbk 2001 337/921 2351/921 379/921
16 Concord Benefit Entertaintment 11/95 435/95 96/95
17 Bank Tiara Asia 2000 (457805(/5998360 6263393/5998360 473344/5998360
18 Fiskaragung Perkasa tbk (316574/766479) 585343/766479 64733/66479
19 Bank PDFCI (199853)/4029745 4009246/4029745 171802/4009246
20 Putra Surya Multidana tbk (3108893)/3650029 6001428/3650029 3650029/435640
21 Aster Dharma Industri (86645)/292564 386643/292564 46879/292564

Tahun 3 tahun sebelum bangkrut


No. Nama Perusahaan Bangkrut
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
1 Bank Global Internasional tbk 2005 2/1748 1410/1748 114/1748
2 Dankos Laboratories 49/653 397/653 486/653

28
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan Bangkrut Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
3 Komatsu Indonesia 4/626 82/626 292/626
4 Bank Danpac tbk 2004 11/791 674/791 94/791
5 Bank Pikko tbk (1)/1109 993/1109 49/1109
6 Aryaduta Hotels tbk (3)/293 208/293 82/293
7 Indosiar Visual Mandiri tbk 115/899 644/899 589/899
8 Wahana Jaya Perkasa (79)/1837 1598/1837 143/1837
9 Bayer Indonesia 2003 65/329 140/329 502/329
10 Manly Unitama Finance tbk 1/78 40/78 7/78
11 Procter & Gamble Indonesia 72/175 90/175 458/175
12 Tri Polyta Indonesia (408)/2133 2383/2133 1193/2133
13 Itamaraya Gold Industri tbk (2)/71 36/71 46/71
14 Panca Overseas Finance tbk 28/277 400/277 30/277
15 Anwar Sierad tbk 2001 (2092625)/1302860 371323/1302860 474239/1302860
16 Concord Benefit Entertaintment (256033)/156004 500474/156004 107253/156004
17 Bank Tiara Asia 2000 30.1/2554 2267/2554 286/2554
18 Fiskaragung Perkasa tbk 80.2/510 77/510 252/77
19 Bank PDFCI 42.3/2591 2207/2591 249/2591
20 Putra Surya Multidana tbk 105.1/2723 1478/2723 313/2723
21 Aster Dharma Industri (3.2)/148 104/148 131/148

Berikut adalah data rasio keuangan perusahaan tidak bangkrut sebagai sampel
pembanding:

Tahun 1 tahun sebelum bangkrut


No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
1 Bank Artaniaga Kencana 2005 4/924 811/924 49/924
2 Darya Varia Lab 34/436 128/436 222/436
3 Texmaco Perkasa Engineering (18)/2587 2125/2587 27/2587
4 Bank Bumiputra Indonesia tbk 2004 16/3277 822/3277 334/3277
5 BCA tbk 1667/127609 109393/122609 10399/122609
6 Hotel sahid Jaya 27/778 600/778 66/778
7 Tempo Inti Media (11)/127 41/127 80/127
8 Asia Plust Industri 1/293 146/293 117/293
9 Dankos Laboratoies 2003 49/653 397/653 486/653
10 Siwani Trimitra 6/319 211/319 2/319
11 Mustika Ratu 15/311 76/311 125/311
12 Budi Acid Jaya 25/961 772/961 399/961
13 Alumindo Light Metal Industry 2002 46/1095 706/1095 913/1095
14 BBL Dharmala Finance 27/909 1169/909 102/909
15 Charoen Phokphan Indonesia 2001 87/1832 1176/1832 2045/1832
16 Argo Pantes tbk (337)/2674 2974/2674 791/2674
17 Bank CIC Internasional 2000 1/2218 2043/2218 360/2218
18 Aqua Golden Misissippi 13/204 134/204 294/204
19 BNI (4618)/108846 101226/108846 7919/108846
20 Mandiri Intifinance tbk (12)/126 199/126 12/126

29
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
21 Astra Graphia tbk 211319/1565758 1256624/1565758 741888/1565758

Tahun 2 tahun sebelum bangkrut


No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
1 Bank Artaniaga Kencana 2005 3/928 822/928 92/928
2 Darya Varia Lab 42/400 132/400 303/400
3 Texmaco Perkasa Engineering (18)/2587 2125/2587 27/2587
4 Bank Bumiputra Indonesia tbk 2004 *9/2055 1829/2055 175/2055
5 BCA tbk (24)/1495 1394/1495 88/1394
6 Hotel sahid Jaya 91/784 611/784 41/784
7 Tempo Inti Media (5)/112 15/112 39/112
8 Asia Plust Industri 1/301 25/53 96/301
9 Dankos Laboratoies 2003 55/541 336/541 568/541
10 Siwani Trimitra (3)/323 211/323 3/323
11 Mustika Ratu 23/279 44/279 166/279
12 Budi Acid Jaya 13/982 791/982 595/982
13 Alumindo Light Metal Industry 2002 17/1041 676/1041 895/1041
14 BBL Dharmala Finance (107)/890 1081/890 88/890
15 Charoen Phokphan Indonesia 2001 144/2300 1841/2300 1764/2300
16 Argo Pantes tbk (70)2701 2777/2701 819/2701
17 Bank CIC Internasional 2000 316/1884856 1728921/1884856 284478/1884856
18 Aqua Golden Misissippi 9634/181028 130195/181028 252269/181028
19 BNI 70677/124135188 120662910/124135188 8234309/124135188
20 Mandiri Intifinance tbk (42018)/259969 257248/259969 11520/259969
21 Astra Graphia tbk 211319/1565758 1256624/1565758 90384/1565758

Tahun 3 tahun sebelum bangkrut


No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
1 Bank Artaniaga Kencana 2005 4/779 672/779 56/779
2 Darya Varia Lab 36/403 204/403 311/403
3 Texmaco Perkasa Engineering (6)/4556 5392/4556 60/4556
4 Bank Bumiputra Indonesia tbk 2004 159/23703 21007/23703 2044/23703
5 BCA tbk 1866/99980 91046/99980 10593/99980
6 Hotel sahid Jaya (26)/806 683/806 123/806
7 Tempo Inti Media 8/117 12/117 37/117
8 Asia Plust Industri 5.65/238 79/238 120/238
9 Dankos Laboratoies 2003 37/457 297/457 397/457
10 Siwani Trimitra (1)/151 189/151 4/151
11 Mustika Ratu 28/273 50/273 145/273
12 Budi Acid Jaya (40)/879 646/879 282/879
13 Alumindo Light Metal Industry 2002 58/938 561/938 659/938
14 BBL Dharmala Finance (44)/1154 1345/1154 117/1154
15 Charoen Phokphan Indonesia 2001 (368301)/2059546 2099191/2059546 1171955/2059546
16 Argo Pantes tbk (354005)/3125849 3515739/3125849 1208744/3125849
17 Bank CIC Internasional 2000 17/809 649/809 95/809
18 Aqua Golden Misissippi 85/121 79/121 150/121
19 BNI 283.8/44426 41287/44426 3590/44426

30
Tahun 1 tahun sebelum bangkrut
No. Nama Perusahaan
Bangkrut NI/TA TD/TA Sales/TA
20 Mandiri Intifinance tbk 3.4/248 177/248 25/248
21 Astra Graphia tbk 5.8/847 686/847 521/847

5.2. Deskriptif Data Rasio Perusahaan Bangkrut dan Tidak Bangkrut pada
Beberapa Tahun Sebelum terjadi Kebangkrutan
Group Statistics
Rasio Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Bangkrut 21 2.4286E-03 .19387 4.2306E-02
NITA1
tidak bangkrut 21 2.4714E-02 5.7072E-02 1.2454E-02
bangkrut 21 1.07100 1.22483 .26728
TDTA1
tidak bangkrut 21 .74376 .33409 7.2904E-02
bangkrut 21 .37557 .61998 .13529
SLTA1
tidak bangkrut 21 .38300 .38941 8.4976E-02
bangkrut 21 -5.53333E-02 .23899 5.2152E-02
NITA2
tidak bangkrut 21 1.5667E-02 7.2680E-02 1.5860E-02
bangkrut 21 1.05133 1.15804 .25271
TDTA2
tidak bangkrut 21 .74162 .27686 6.0416E-02
bangkrut 21 .75762 1.79530 .39177
SLTA2
tidak bangkrut 21 .36838 .40003 8.7294E-02
bangkrut 21 -.11290 .51534 .11246
NITA3
tidak bangkrut 21 3.7714E-02 .16548 3.6111E-02
Bangkrut 21 .79714 .63214 .13794
TDTA3
tidak bangkrut 21 .77462 .31114 6.7896E-02
Bangkrut 21 .64438 .85589 .18677
SLTA3
tidak bangkrut 21 .36586 .33552 7.3216E-02

Keterangan:
NITA 1 : Net income to total asset ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut
TDTA1 : Total debt to total asset Ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut
SLTA 1 : Sales to total asset ratio pada 1 tahun sebelum bangkrut
NITA 2 : Net income to total asset ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut
TDTA 2 : Total debt to total asset Ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut
SLTA 2 : Sales to total asset ratio pada 2 tahun sebelum bangkrut
NITA 3 : Net income to total asset ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut
TDTA 3 : Total debt to total asset Ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut
SLTA 3 : Sales to total asset ratio pada 3 tahun sebelum bangkrut

31
5.2.1. Deskriptif data Net income to total asset ratio

Net income to total asset ratio menunjukkan tingkat pengembalian aktiva. Rasio
ini digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menggunakan
aktivanya untuk menghasilkan laba. Pada perusahaan bangkrut nilai rata-rata
NITA tiga tahun sebelum bangkrut sebesar – 0,1, dua tahun sebelum bangkrut –
0,05, satu tahun sebelum bangkrut 0,002. Nilai ratio mines disebabkan nilai rata-
rata net income perusahaan yang bangrut nilainya mines, artinya perusahaan
bangkrut tidak menghasilkan laba bahkan merugi pada tiga tahun sebelum
bangrut. Nilai ini lebih kecil daripada nilai rata-rata NITA perusahaan yang
tidak bangkrut. Pada perusahaan tidak bangkrut nilai rata-rata NITA tidak
mines. Pada tiga tahun sebelum bangkrut nilai rata-rata NITA 0,038, dua tahun
sebelum bangkrut 0,0158, satu tahun sebelum bangkrut 0,025.

5.2.2. Deskriptif data Total debt to total asset Ratio

Rasio ini menjelaskan proporsi aktiva perusahaan yang telah dibiayai dengan
hutang. Pada perusahaan bangkrut, nilai rata-rata TDTA tiga tahun sebelum
bangkrut nilainya 0,644, dua tahun sebelum bangkrut 1,051, satu tahun sebelum
bangkrut 1,071. Nilai TDTA lebih dari satu artinya hutang perusahaan lebih
besar dari aktiva yang dimiliki. Hal ini sangat tidak baik karena jika perusahaan
bangkrut maka aktiva perusahaan tidak cukup untuk mengembalikan hutang
perusahaan. Nilai TDTA semakin mendekati tahun bangkrut nilainya semakin
besar, artinya hutang semakin besar. Semakin besar aktiva yang dibiayai
dengan hutang. Hal ini ini tidak baik karena semakin besar rasio ini, perusahaan
akan semakin sulit untuk membayar bunga tiap tahun dan jumlah pokoknya
saat jatuh tempo. Semakin rendah rasionya, semakin sedikit kewajiban masa
depan perusahaan tersebut. Jika perusahaan memiliki hutang yang banyak, atau
rasio TDTA yang tinggi, biasanya para kreditur mengenakan tingkat bunga
yang lebih tinggi terhadap pinjaman baru perusahaan, yang artinya perusahaan
akan semakin sulit untuk mendapatkan pinjaman.

Pada perusahaan tidak bangkrut nilai TDTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,366,
dua tahun sebelum bangkrut 0,742, satu tahun sebelum bangkrut 0,744. Semakin
mendekati tahun kebangkrutan, nilai TDTA juga semakin besar tetapi nilainya
masih dalam tahap wajar.

5.2.3. Deskriptif data Sales to total asset ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam


menghadapi kondisi persaingan. Pada perusahaan bangkrut nilai rata-rata
SLTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,644, dua tahun sebelum bangkrut 0,758,
satu tahun sebelum bangkrut 0,376. Pada perusahaan tidak bangkrut, nilai

32
SLTA tiga tahun sebelum bangkrut 0,365, dua tahun sebelum bangrut 0,368, satu
tahun sebelum bangkrut 0,383.

5.3. Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil uji beda dengan Independent Sample t test antara perusahaan bangkrut dan
tidak bangkrut.

Variabel F Sig Kesimpulan


NITA 1 3.969 0.053 Hipotesis ditolak
TDTA 1 2.665 0.110 Hipotesis ditolak
SLTA 1 0.351 0.557 Hipotesis ditolak
NITA 2 5.027 0.031 Hipotesis diterima
TDTA 2 7.257 0.010 Hipotesis diterima
SLTA 2 2.286 0.138 Hipotesis ditolak
NITA 3 4.838 0.034 Hipotesis diterima
TDTA 3 1.002 0.323 Hipotesis ditolak
SLTA 3 3.891 0.055 Hipotesis ditolak

5.3.1. Pengujian Rasio Net income to Total Asset satu sampai tiga tahun
sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Ha1.1.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.053.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
pada satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.1.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar
0.031. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada
net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
pada dua tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

33
Ha1.1.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada net income to total asset
ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar
0.034. Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada
net income to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
pada tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

5.3.2 Pengujian Rasio Total debt to total asset satu sampai tiga tahun
sebelum kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Ha1.2.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.110.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada
satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini diterima karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.01.
Nilai probabilitas < 0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada total
debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.2.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada total debt to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.323.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada
tiga tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

34
5.3.3 Pengujian Rasio Sales to total asset satu sampai tiga tahun sebelum
kebangkrutan pada perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut.

Ha1.3.1 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.557.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada satu tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.2 : Terdapat perbedaan yang signifikan pada sales to total asset ratio
antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada dua tahun
sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.138.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
total debt to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada
satu tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Ha1.3.3 : Terdapat perbedaan yang signifikan sales to total asset ratio antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan perusahaan.

Hipotesis ini ditolak karena dari hasil pengujian, nilai signifikansi sebesar 0.055.
Nilai probabilitas > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
sales to total asset ratio antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut pada tiga
tahun sebelum terjadinya kebangkrutan perusahaan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil pengolahan uji data diperoleh hasil bahwa pada beberapa tahun
sebelum terjadi kebangkrutan, rasio keuangan yang memiliki perbedaan
signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut adalah rasio net
income to total asset (yaitu dua dan tiga tahun sebelum terjadi kebangkrutan), dan
rasio total debt to total asset (yaitu pada dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan).

Artinya rasio net income to total asset dapat digunakan untuk memprediksi
terjadiya kebangkrutan perusahaan karena nilainya berbeda signifikan antara
perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut. Pada perusahaan bangkrut, satu
sampai tiga tahun sebelum kebangkrutan, nilai rata-rata net income mines,
artinya perusahaan bangkrut tidak menghasilkan laba bahkan merugi pada tiga

35
tahun sebelum bangkrut. Hal ini menyebabkan rasio net income to total asset
mines.

Rasio total debt to total asset pada dua tahun sebelum kebangkrutan juga berbeda
signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut artinya rasio ini
dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Pada
perusahaan bangkrut, rasio TDTA pada satu sampai dua tahun sebelum
bangkrut nilainya lebih dari satu artinya hutang perusahaan lebih besar dari
aktiva yang dimiliki. Hal ini sangat tidak baik karena jika perusahaan bangkrut
maka aktiva perusahaan tidak cukup untuk mengembalikan hutang
perusahaan. Pada perusahaan tidak bakrut nilai TDTA masih dalam tahap
wajar.

Investor maupun manajemen perusahaan dapat melihat kondisi perusahaan


melalui nilai rasio ini. Bagi pihak manajemen, rasio ini digunakan sebagai early
warning atau peringatan awal untuk dapat memperbaiki kondisi perusahaan
agar jangan sampai terjadi kebangkrutan. Bagi pihak investor agar berhati-hati
jika hendak menanamkan modalnya pada perusahaan, dapat mengevaluasi
rasio keuangan perusahaan terlebih dahulu.

Rasio SLTA tidak berbeda signifikan antara perusahaan bangkrut dan tidak
bangkrut, artinya rasio ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, E., “Financial Ratio Discriminant Analysis and The Prediction of


Corporate Bankruptcy”, Journal of Finance, Vol XXIII, No.4, Sept, 1968.

Aryati dan Manao, “Rasio Keuangan sebagai Prediktor Bank Bermasalah di


Indonesia” , Seminar Nasional Akuntansi, Jakarta, 2000.

Beaver, W., “Financial Ratios as Predictors of Failure, Empirical Research in


Accounting: Selected Studies”, Supplement, Vol. 5, Journal of Accounting
Research, 1966.

Belkaoui, Ahmed, 1998, Accounting Theory, Penerjemah Marwata, dkk., Salemba


Empat, Jakarta.

Dajan, Anto, 1996, Pengantar Metode Statistik. Edisi kesebelas. LP3ES, Jakarta.

IAI, 1999, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

36
Hongren, dkk., Akuntansi di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Machfoedz, M., “Financial Ratios Analysis and the Prediction of Earning


Changes in Indonesia”. Kelola, No. 7/III, 1994.

Mongid, “Accounting Data and bank Failiure”, Seminar Nasional Akuntansi,


Jakarta, 2000.

Niswonger, Fess, Warren, 1993, Prinsip-prinsip Akuntansi, Jilid 1, Erlangga,


Jakarta.

Ohlson, J.A, “Financial Ratios and The Prediction of Corporate Bankcruptcy” ,


Journal of Accounting Research, Spring, 1980.

Wilopo,” Prediksi Kebangkrutan Bank”, Seminar Nasional Akuntansi, Jakarta,


2000.

Simamora, Henry, Akuntansi: Basis Pengambilan Keputusan Bisinis, Penerbit


Salemba Empat, Jakarta.

Sutanto, Singgih,1999, SPSS: Mengolah Data Statistik secara Profesional, PT Elex


Medis Komputindo, Jakarta.

37
INDENTIFIKASI POTENSI RETRIBUSI DAERAH
DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Moneyzar Usman3

ABSTRAK

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah
sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sumber dana
pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat
sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana
tersebut relatif terbatas.

Penerimaan daerah merupakan hal penting dalam membangun kemandirian


finansial, maka diperlukan upaya untuk menggali kemungkinan yang dapat
ditindak lanjuti dengan tidak membebani ekonomi masyarakat. Hasil
pengamatan diperkirakan ada tiga kelompok retribusi yang akan dikaji lebih
mendalam dan menyeluruh yang terkait dengan dinas kesehatan, pasar, dan
perhubungan.

Atas dasar tersebut dan dengan memperhatikan pertimbangan letak geografis


Kabupaten Lampung Selatan yang sangat strategis maka Pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Selatan memandang perlu melakukan Idetifikasi Potensi
Penerimaan Retribusi utama di kabupaten Lampung Selatan.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pola Umum Pembangunan Nasional merupakan program pembangunan yang


menyeluruh, terarah dan terpadu, berlangsung secara terus menerus untuk
mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat adil makmur
yang merata materil dan spirituil. Upaya merealisasikan tujuan tersebut pada
tingkat pusat dijabarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

3 Staf pengajar Jurusan Ekonomi Pembangunan FE Unila


Negara (RAPBN) sedangkan di propinsi dijabarkan dalam bentuk Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). APBN dan APBD menjadi
landasan operasional bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk
melaksanakan pembangunan. Dengan demikian pembangunan nasional
maupun daerah menjadi rangkaian program yang dilaksanakan terus menerus
dan berkesinambungan (continouse improvment) yang membutuhkan
pendanaan besar, sementara dana yang tersedia sangat terbatas.

Seiring dengan pelaksanaan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintah Daerah dan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah
daerah harus dapat menyesuaikan terutama dengan terjadinya perubahan
paradigma dari sentralisasi ke desentralisasi yang substansinya adalah
demokratisasi dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan
pengawasan jalannya pemerintahan.

Konsekuensi dari UU No 32 tahun 2004 adalah “Daerah yang tidak mampu


menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan
daerah lain”. Hal ini berarti eksistensi dan prospek daerah kembali pada
inisiatif, kreativitas dan inovasi daerah dalam menggalang dan
mendayagunakan berbagai potensi aset dan akses ke arah yang lebih produktif
dan ekonomis.

Otonomi daerah menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah.


Kesiapan dan keseriusan dalam melaksanakan otonomi merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan melaksanakan otonomi daerah. Ketersediaan dana
pembangunan menjadi permasalahan umum yang dihadapi dalam
melaksanakan otonomi daerah. Sesuai dengan paradigma otonomi daerah,
pemerintah daerah mempunyai wewenang yang luas dalam mengatur
penggunaan dana pembangunan, termasuk didalamnya adalah menggali
sumber-sumber penerimaan dana atau pendapatan daerah.

Sesuai dengan Undang-undang No.33 Tahun 2004, pada dasarnya pendapatan


daerah dikelompokan menjadi :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari pajak, retribusi daerah,
keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
dan lain-lain PAD.
2. Dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang syah

40
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah
sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan
ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Sumber dana
pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat
sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana
tersebut relatif terbatas.

Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, pemerintah daerah dituntut
memiliki kejelian, inovasi dan kreatifitas dalam melihat dan menggali sumber-
sumber potensial dalam rangka meningkatkan pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam kerangka otonomi daerah memegang
peranan penting terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran publik.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki letak yang cukup menguntungkan


karena kedekatannya dengan ibu kota negara dan penyangga Kota Bandar
Lampung. Dampak positif dari letak ini adalah spread effect ekonomis dan
informatif. Posisi geografis yang strategis memberi dampak ekonomis yang
cukup tinggi karena di wilayah timur sebagai pintu gerbang pulau Sumatera
dari pulau Jawa sehingga lalu lintas barang, dan orang melalui kabupaten ini
cukup tinggi. Melihat potensi ini berbagai jenis layanan dapat disediakan untuk
mendapatkan penghasilan bagi daerah. Jenis layanan apa yang patut
disediakan sangat tergantung dengan kemampuan melakukan desain dengan
harapan layanan tersebut tetap memenuhi syarat cost recovery namun tetap pula
memenuhi syarat-syarat kepatutan, tidak membangun kembali high cost
economy, selaras dengan rasa keadilan dipelihara sehingga memberi dampak
menyenangkan (feel benefit).

Dana yang diperlukan untuk membangun sistem penerimaan daerah melalui


percepatan perputaran uang cukup besar. Hasil kajian sementara terlihat
bahwa peningkatan penerimaan daerah terutama dari restribusi belum optimal.
Pada tahun 2004 PAD Lampung Selatan mencapai 93,72 persen dari target yang
ditetapkan sebanyak Rp 12,73 Milyar. Sementara pencapaian restribusi utama
mencapai 106,75 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 2,05 Milyar.
Perkembangan rencana anggaran tahun 2004 turun sebesar 16,04 persen
dibanding dengan realisasi anggaran PAD tahun sebelumnya (tahun 2004).

Rencana anggaran restribusi utama yang direncanakan pemerintah daerah


turun sebesar 6,24 persen dari tahun sebelumnya. Kontribusi restribusi utama
tahun 2004 terhadap PAD pada tahun yang sama sebesar 2,79 persen.

Karena penerimaan daerah merupakan hal penting dalam membangun


kemandirian finansial, maka diperlukan upaya untuk menggali kemungkinan
yang dapat ditindak lanjuti dengan tidak membebani ekonomi masyarakat.

41
Hasil pengamatan diperkirakan ada tiga kelompok retribusi yang akan dikaji
lebih mendalam dan menyeluruh yang terkait dengan dinas kesehatan, pasar,
dan perhubungan:

1. Retribusi yang terkait dengan Dinas Kebersihan :

(a) Retribusi pelayanan persampahan (perda no. 14 tahun 2001)


(b) Retribusi penyedotan tinja (perda nomor. 19 tahun 2000)

2. Retribusi yang terkait dengan Dinas Pasar :

(a) Retribusi Pasar (perda nomor. 9 tahun 2001)


(b) Retribusi izin peruntukan penggunaan tanah (sewa
toko/kios/los/hamparan diatur perda no. 11 tahun 2001).

(c) Retribusi Kebersihan dilingkungan pasar (perda nomor.10 tahun 2001).

3. Retribusi yang berkaitan dengan Dinas Perhubungan terdiri dari :

(a) Retribusi Terminal (perda Nomor 16 tahun 2000)


(b) Retribusi Parkir :

¾ Retribusi Parkir di pinggir jalan umum (ketetapan bupati)


¾ Retribusi Parkir ditempat khusus (perda No 15 tahun 2000)

(c) Retribusi Izin Trayek (perda Nomo. 17 tahun 2000)


(d) Retribusi Pengujian Kendaraan bermotor (perda no 20/2001)
(e) Retribusi yang terkait dengan pelabuhan penyeberangan Bakauheni
(retribusi jasa peron dan parkir dalam wilayah pelabuhan)

Berkenaan dengan hal ini Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan memandang


perlu melakukan identifikasi potensi peningkatan penerimaan retribusi utama
dikabupaten Lampung Selatan.

I.2. Tujuan

Tujuan kegiatan yang ingin dicapai ialah :

1. Teridentifikasinya retribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan

42
2. Mengukur potensi retribusi utama di kabupaten Lampung Selatan
3. Menentukan besaran estimasi penerimaan retribusi di Kabupaten
Lampung Selatan.

1.3 Keluaran/Output

Secara keseluruhan keluaran/ouput kegiatan ini ialah laporan kajian identifikasi


jenis retribusi dalam bentuk hasil kajian berupa:

1. Teridentifikasinya potensi retribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan


2. Terukurnya potensi retribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan
3. Terukurnya besaran estimasi penerimaan retribusi dari masing-masing
potensi yang dikaji disertai dengan rencana tindakan.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Lingkup Pekerjaan

a. Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan diseluruh wilayah Kabupaten Lampung Selatan

b. Lingkup Kajian

Lingkup Kajian ini adalah :

1. Melakukan survei atas subyek dan obyek retribusi utama dalam rangka
mengukur potensi dan penetapan target retribusi di Kabupaten
Lampung Selatan.

2. Menyusun rekomendasi untuk mendukung pengembangan penerimaan


retribusi daerah.

2.2 Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan ini memerlukan waktu 180 (seratus delapan puluh) hari
kerja atau setara dengan 6 (enam) bulan. Jadwal Terlampir.

43
2.3. Analisis Data

Estimasi Besaran Retribusi melalui dua perdekatan :

(1). Model pertama : Definitional Equation (persamaan identitas)

Eti = Pi x Qi (estimasi optimis)

Eti = Estimasi Penerimaan retribusi jenis i Pi = Tarif persatuan retribusi


jenis i.

Qi = Kuantitas potensi utama retribusi jenis i periode mendatang

Catatan : (i = 1, 2, …n)

(2). Model kedua : Behavioral Equation ( analisis regresi) dan trend method
(analisis tren)
a) Ey = ƒ (Qi) Ey =b0 + b1Q1 + b2Q2 + …… + bnQn
Eri = b0 + b1 Qi Λ
b0 = Parameter konstanta
b1 = Koefisien pengaruh Variabel potensi utama
Qi = Kuantitas potensi utama restribusi jenisi, periode yang lalu.
Qi Λ = Kuantitas potensi utama restribusi jenis i periode mendatang
EY = Penerimaan restribusi jenis i periode yang lalu
Eri = Estimasi penerimaan restribusi jenis “i” (estimasi rendah)
Catatan : (i = 1, 2, …n)

b) Analisis Trend Linear


Q = f (t)
Q = a0 + at
Keterangan : Q = Variabel yang di estimasi
t = Variabel waktu

44
2.5 Sistem Pelaporan

Output yang diharapkan dari kajian ini adalah tersusunnya dokumen kajian
identifikasi potensi restribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan

Sistim pelaporan kegiatan ini terdiri atas 4 (empat) tahap pelaporan yaitu:

- Laporan Pendahuluan, berisikan tentang latar belakang dilakukannya


Kajian identifikasi potensi restribusi utama di Kabupaten Lampung Selatan
serta rencana kegiatan yang akan dilakukan tahap berikutnya.. Laporan
Pendahuluan dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar.

- Laporan Kemajuan, berisikan kegiatan yang telah dilakukan pada tahap


awal, hasil kegiatan serta rencana kegiatan yang akan dilakukan pada tahap
berikutnya. Laporan Kemajuan dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar.

- Laporan Akhir, merupakan laporan final tahapan kegiatan secara


keseluruhan Laporan Akhir dibuat sebanyak 15 (lima belas) eksemplar.

- Executive Summary, merupakan summary dari laporan final, dibuat


sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.

III. PEMBAHASAN

Retribusi dari Dinas Kebersihan di Kabupaten Lampung Selatan dituangkan


dalam 2 (dua) PERDA yaitu :

a. Retribusi pelayanan persampahan (perda No 14 Tahun 2000)

b. Retribusi penyedotan Tinja (perda No 19 Tahun 2000)

Pada tahun 2004, ada 5 (lima) kecamatan diwilayah Kabupaten Lampung


Selatan yang menjadi simpul potensi retribusi dinas kebersihan yaitu :

a. Kalianda
b. Penengahan
c. Sidomulyo
d. Tanjung Bintang dan
e. Natar

45
Retribusi kebersihan yang cukup potensial baik dari upaya pelayanan
persampahan ataupun penyedotan tinja teridentifikasi dari 3 (tiga) objek
retribusi yaitu :

a. Bangunan sosial sebanyak 1.585 Unit


b. Bangunan Industri sebanyak 307 Unit
c. Bangunan Tempat Tinggal sebanyak 78.631 Unit

Secara rinci digambarkan pada Tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Jumlah Bangunan Sosial, Industri, dan Bangunan Tempat Tinggal
di Wilayah Kerja Pelayanan Persampahan dan Penyedotan Tinja di
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004

Bangunan Bangunan Bangunan


Total
No Kecamatan Sosial Industri Tempat %
(Unit)
(unit) * (unit) Tingal (unit)
1 Kalianda 211 56 14,700 14,967 19
2 Penengahan 200 16 9,648 9,864 12
3 Sidomulyo 340 108 16,008 16,456 20
4 Tanjung Bintang 365 51 10,833 11,249 14
5 Natar 469 76 27,442 27,987 35
Jumlah 1,585 307 78,631 80,523 100
Rata-rata 317 61 15,726 16,105
Sumber : Lampung Selatan dalam Angka, 2005

Dengan memperhatikan objek retribusi kebersihan, bangunan tempat tinggal


adalah potensi retribusi yang sangat penting (78.631 unit) meskipun sifat dan
karakternya sangat bervariasi. Dari ketiga identifikasi potensi retribusi ini,
Kecamatan Natar memiliki prosentase yang tertinggi dari kecamatan lainnya
yaitu 35 persen dan secara berurutan diikuti oleh Kecamatan Sidomulyo dan
Kalianda. Keadaan ini memang ditunjukkan dengan karakter populasi yang
tinggi serta daerah ini merupakan pusat aktivitas kegiatan ekonomi.

1. Identifikasi Potensi Retribusi Persampahan

Penerimaan retribusi dari persampahan di Kabupaten Lampung Selatan


diperoleh dari 3 (tiga) identifikasi golongan retribusi yaitu dari :

a. Rumah Tangga
b. Rumah teratur dan
c. Perkantoran

46
Tabel 4.2 Realisasi Retribusi Sampah Menurut Golongan Bangunan di
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2001 – 2004

Persentase Kontribusi (%)


Tahun Rumah Rumah Total (Rp)
Perkantoran dll Industri
Tangga teratur
2001 (2.07) (9.64) (15.06) (73.33) 144,997,500
2002 (2.58) (11.72) (14.64) (71.05) 174,733,028
2003 (3.58) (15.35) (14.04) (67.03) 175,858,050
2004 (11.73) (15.49) (10.83) (61.95) 189,209,939
Jumlah (19.96) (52.20) (54.57) (273.36)
Rata-rata (4.99) (13.05) (13.64) (68.34)
Sumber : 1. APBD Kabupaten Lampung Selatan tahun 2004
2. Laporan Dinas Kebersihan Lampung Selatan Tahun 2004

Selama 4 (empat) tahun (2001-2004) rata-rata kontribusi retribusi sampah yang


terbesar diperoleh dari golongan industri. Setiap tahunnya sebesar 68,34
persen, setelah itu dari perkantoran dan rumah teratur yang relatif rata-rata
hampir sama besar yakni 13 persen. Setiap tahun jenis retribusi ini realisasinya
terus meningkat dari Rp144.997.500 tahun 2001 menjadi Rp189.209.939 pada
tahun 2004. Khususnya ditahun 2004 ada peningkatan yang signifikan.
Realisasi retribusi (sampah) dari rumah tangga yang mencapai 11,73 persen jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya sebesar 3,58 persen pada tahun
2003.
Realisasi retribusi dari persampahan di Kabupaten Lampung Selatan selama 5
(lima) tahun terakhir (2000-2004) pencapaianya telah melampaui target yang
ditentukan seperti yang terlihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3. Target dan Realisasi Retribusi Persampahan di Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 1998 - 2004

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) % Pencapaian Target


1997/1998 125,000,000 83,511,000 66.81
1998/1999 78,600,000 48,386,500 61.56
2000 69,000,000 71,415,000 103.50
2001 97,004,000 114,947,500 118.50
2002 170,972,000 174,733,028 102.20
2003 174,846,000 175,858,050 100.58
2004 188,121,050 189,209,939 100.58
Sumber : APBD Kabupaten Lampung Selatan, 2004

Meskipun realisasi penerimaan retribusi persampahan telah melampaui target


namun dasar penentuan target masih dikatagorikan dalam ukuran yang

47
dibenarkan, sebab kelebihan realisasi retribusi dalam batas normal (tidak
melampaui 10 persen) dari target semula.
Hal yang menarik dalam kajian identifikasi dan estimasi potensi adalah bahwa
telah terjadi pergeseran retribusi sampah menurut golongan bangunan pada
tahun 2004. Pada tahun ini meski realisasi retribusi sebesar Rp.189.209.939 yang
melampaui target Rp.188.121.050 sesungguhnya potensi golongan industri yang
semula menjadi andalan kontribusinya turun dari 67,03 persen tahun 2003
menjadi 61,95 persen pada tahun 2004. Demikian juga retribusi dari
perkantoran, 14,04 persen tahun 2003 menjadi 10,83 persen tahun 2004.
Retribusi sampah dari golongan rumah tangga memiliki kontribusi yang cukup
besar dari 3,58 persen tahun 2003 menjadi 11,73 persen tahun 2004.
Perkembangan dan realisasi retribusi persampahan di Kabupaten Lampung
Selatan tahun 1997/1998 sampai dengan tahun 2004 sangat berfluktuatif, seperti
digambarkan pada Tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4. Perkembangan dan Realisasi Retribusi Persampahan di Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 1998 - 2004

Tahun Realisasi (Rp) % Perkembangan


1997/1998 83,511,000 -
1998/1999 48,386,500 -42.06
2000 71,415,000 47.59
2001 114,947,500 60.96
2002 174,733,028 52.01
2003 175,858,050 0.64
2004 189,209,939 7.59
Jumlah 126.74
Rata-rata 18.11

Sumber : Laporan Dinas Kebersihan, 2004


Perkembangan dan realisasi retribusi sampah (Tabel 4.4.) relatif kecil. Rata-rata
selama enam tahun hanya berkembang 18,11 persen,. Indikasi ini menunjukkan
penerimaan retribusi sampah yang terealisasi dari seluruh potensi yang ada
belum optimal bahkan pemberdayaannya cendrung menurun sejak tahun 2000
sampai dengan tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2003 penurunan retribusi
hampir setengahnya yaitu hanya 0,64 persen saja. Indikasi ini disebabkan
kontribusi retribusi sampah dari industri meski masih dominan akan tetapi
terus menurun dari 71,05 persen tahun 2002 menjadi 67,03 persen tahun 2003.
Perkembangan realisasi retribusi persampahan yang cukup berarti hanya pada
tahun 2001 sebesar 60,96 persen dan tahun 2002 sebesar 52,01 persen.

48
2. Identifikasi Potensi Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung
Selatan

Pada Tabel 4.5 Target dan realisasi retribusi penyedotan tinja di Kabupaten
Lampung Selatan tahun 2000 sampai dengan 2004 relatif sangat kecil.

Tabel 4.5 Target dan Realisasi Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten


Lampung Selatan Tahun 2000 – 2004

Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) % Pencapaian Target


2000 3,000,000 1,958,000 65.27
2001 3,000,000 3,000,000 100.00
2002 5,000,000 2,600,000 52.00
2003 6,000,000 6,000,000 100.00
2004 6,000,000 5,000,000 83.33
Sumber : APBD Kabupaten Lampung Selatan, 2004

Retribusi kebersihan dari penyedotan tinja di Kabupaten Lampung Selatan


belum tergali secara optimal. Ini terindikasi dari kecilnya nilai retribusi yang
ditargetkan dan rendahnya realisasi selama 5 (lima) tahun (2000 – 2004)

Pelayanan jasa ini hanya tahun 2001 dan tahun 2003 realisasinya mencapai
target sedangkan tahun 2000 dan 2003 jauh dibawah target, masing-masing
65,27 persen, 52 persen dan 83,33 persen yang dibawah batas toleransi 90
persen.

Dari sejumlah bangunan sosial, bangunan industri, rumah tangga, rumah


teratur serta fasilitas umum dilima kecamatan terbesar di Kabupaten Lampung
Selatan perkembangan dan pertumbuhannya sangat pesat. Potensi jasa publik
masih memiliki peluang untuk dapat ditingkatkan sebagai sumber penerimaan
daerah (retribusi) dimasa-masa mendatang.

Perkembangan realisasi penyedotan tinja di Kabupaten Lampung Selatan


selama 5 (lima) tahun 2000 – 2004 pemungutannya relatif kecil rata-rata 30,8
persen dan sangat bervariasi, seperti yang digambarkan pada Tabel 4.6 di
bawah ini :

49
Tabel 4.6 Perkembangan Realisasi Retribusi Penyedotan Tinja di
Kabupaten Lampung Selatan tahun 2000 - 2004

Tahun Realisasi (Rp) % Perkembangan


2000 1,958,000 -
2001 3,000,000 53.22
2002 2,600,000 -13.33
2003 6,000,000 130.77
2004 5,000,000 -16.67
Jumlah 153.99
Rata-rata 30.80
Sumber : APBD Kabupaten Lampung Selatan, 2004

Realisasi retribusi dari penyedotan tinja pada tahun 2001 perkembangannya


mencapai 53,22 persen, lonjakan perkembangan ini terjadi setelah ditetapkannya
PERDA No 19 tahun 2000. dan di tahun 2002 perkembangannya menurun (-
13,33 persen). Perkembangan yang cukup tinggi pada tahun 2003 mencapai
130,77 persen walupun pada tahun 2004 menurun (-16,67 persen). Fluktuasi
perkembangan jenis retribusi ini masih ada peluang peningkatannya dengan
diiringi peningkatan pelayanan jasa publik.

Tabel 4.7 Pendapatan Dinas Kebersihan dari Retribusi Sampah dan


Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2001 -
2004

Jenis Retribusi Jumlah Relaisasi


Tahun
Persampahan Penyedotan Tinja Penerimaan
2001 114,947,500 3,000,000 117,947,500
2002 174,733,028 2,600,000 177,333,028
2003 175,858,050 6,000,000 181,858,050
2004 189,209,939 5,000,000 194,209,939
Rat-rata 163,687,129 4,150,000 167,837,129

4.1.2 Estimasi Penerimaan Retribusi Persampahan dan Penyedotan Tinja


Dengan memperhatikan perkembangan jumlah bangunan sosial yang saat ini
sebanyak 1.585 Unit, bangunan Industri sebanyak 307 Unit, bangunan tempat
tinggal sebanyak 78.631 Unit, maka potensi penerimaan retribusi dari
persampahan dan penyedotan tinja masih mungkin untuk ditingkatkan .
Melalui formula trend dapat diestimasi jumlah penerimaan untuk masing-
masing komponen tersebut seperti yang digambarkan pada Tabel 4. 8 dibawah
ini

50
Tabel 4.8 Estimasi Penerimaan Retribusi Persampahan di Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009

Tahun Estimasi Retribusi (Rp) Perkembangan (%)


2005 219,059,851.71 15.78
2006 257,447,193.12 17.52
2007 283,352,679.37 10.06
2008 304,064,844.47 7.31
2009 324,992,506.86 6.88
Rata-rata 277,783,415.11 11.51
Sumber : Data diolah

Berdasarkan tabel diatas, estimasi penerimaan retribusi persampahan secara


rata-rata akan mengalami peningkatan sebesar 11,51 persen setiap tahunnya,
atau penerimaan rata-rata dari retribusi persampahan ini sebesar Rp.277.783.415
rupiah setiap tahunnya.

Tabel 4.9 Estimasi Penerimaan Retribusi Penyedotan Tinja di Kabupaten


Lampung Selatan Tahun 2005 - 2009

Tahun Estimasi Retribusi (Rp) Perkembangan (%)


2005 6,436,800 28.74%
2006 7,389,440 14.80%
2007 8,489,952 14.89%
2008 8,874,042 4.52%
2009 10,178,417 14.70%
Rata-rata 8,273,730 15.53%

Estimasi Pendapatan dari retribusi penyedotan tinja secara-rata rata sebesar


15,53 persen atau secara-rata rata sebesar Rp10.178.417 setiap tahunnya.
Tabel 4.10 Estimasi Pendapatan Dinas Kebersihan dari Retribusi Sampah
dan Penyedotan Tinja di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005
-2009

Jenis Retribusi Jumlah Relaisasi


Tahun
Persampahan Penyedotan Tinja Penerimaan
2005 219,059,851.71 6,436,800 225,496,652
2006 257,447,193.12 7,389,440 264,836,633
2007 283,352,679.37 8,489,952 291,842,631
2008 304,064,844.47 8,874,042 312,938,886
2009 324,992,506.86 10,178,417 335,170,924
Rata-rata 277,783,415.11 8,273,730.20

51
4.2. Identifikasi Dan Estimasi Potensi Retribusi Dinas Pasar

4.2.1. Identifikasi dan Estimasi Penerimaan Retribusi Pasar

1. Identifikasi dan Estimasi Potensi Retribusi Pasar

Berdasarkan PERDA No 9 tahun 2001 pasar adalah suatu lahan atau lokasi yang
ditentukan oleh bupati dengan atau tanpa bangunan dalam batas-batas tertentu
dan dipergunakan penjual dan pembeli untuk jual beli dan atau melakukan
pekerjaan jasa secara langsung dalam suatu pengelolaan baik oleh pemerintah,
pihak ketiga dan atau kerjasama antar keduanya.

Retribusi pasar dikenakan pada semua toko, kios dan los untuk jasa
pemeliharaan pasar. Dengan demikian besar kecilnya penerimaan retribusi
sangat tergantung pada jumlah pasar dan banyaknya kios, toko, los dan
hamparan tempat terjadi perdagangan.

Kabupaten Lampung Selatan berdasarkan data yang ada terdapat 8 unit pasar
(tahun 2004). Dari 8 unit pasar tersebut terdapat 1.113 unit toko, kios, los dan
hamparan. Jika diperhatikan perkembangan dari masing-masing jenis objek
retribusi tersebut selama lima tahun terakhir cendrung mengalami peningkatan,
rata-rata naik 3,4 persen pertahun.

Jika dilihat dari masing-masing jenis bangunan yang ada dipasar, nampak jenis
bangunan yang berupa los mendominasi lokasi pasar. Secara rinci seperti yang
terlihat pada Tabel 4.11 berikut ini

Tabel 4.11. Jumlah Pasar dan Bangunan dalam pasar di Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2000 - 2004

Jumlah %
Tahun Toko Kios Los Hamparan Jumlah
Pasar Perkembangan
2000 5 110 226 287 267 890
2001 6 120 245 364 283 1012 13.71%
2002 6 120 245 364 283 1012 0.00%
2003 8 162 249 419 283 1113 9.98%
2004 8 162 249 419 283 1113 0.00%
Rat-rata 134.8 242.8 370.6 279.8 1028

Berdasarkan data lapangan aktivitas perdagangan yang terjadi dipasar


berlangsung setiap hari (1 bulan = 30 hari). Untuk menentukan besarnya
retribusi yang harus dipungut telah ditetapkan dalam PERDA yakni :

52
a. Toko dikenai retribusi Rp.1.500/hari/toko
b. Kios dikenakan retribusi Rp. 750/hari/kios
c. Los dikenakan retribusi Rp. 500/hari/los
d. Hamparan dikenakan retribusi Rp. 300/hari/hamparan

Dengan memperhatikan perkembangan jumlah bangunan yang ada di pasar


selama 5 tahun terakhir, maka perkembangan jumlah bangunan berdasarkan
kelompoknya untuk masa yang akan datang dapat diestimasi dengan formulasi
matematis (Analisis Trend Linier):
Y = ao + bX
Keterangan : Y = Jumlah Bangunan(unit)
X = Periode Estimasi (tahun)

Berdasarkan formulasi tersebut diperoleh persamaan garis trend linier sebagai


berikut:
a. Toko Y’ = 105,60 + 14,60 X
b. Kios Y’ = 232,80 + 5 X
c. Los Y’ = 306,80 + 31,9 X
d. Hamparan Y’ = 273,40 + 3,20 X

Berdasarkan persamaan garis trend tersebut maka dapat diperkirakan jumlah


bangunan di pasar sampai dengan tahun 2009 sebagai berikut:

Tabel 4.12 Estimasi Jumlah Bangunan berdasarkan Kelompok Bangunan


di Lingkungan Pasar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 –
2009
Jumlah bangunan (Unit) %
Tahun Total
Toko Kios Los Hamparan kenaikan
2005 193 263 498 293 1.247 -
2006 208 268 530 296 1.302 4,41
2007 222 273 562 299 1.356 4,15
2008 237 278 594 302 1.411 4,06
2009 252 283 626 305 1.466 3,90
Rata-rata 4,13

Berdasarkan tabel di atas diperkirakan jumlah bangunan secara keseluruhan di


pasar untuk 5 tahun yang akan datang (2005 – 2009) dapat ditingkatkan rata

53
4,13 % per tahun, dengan asumsi kondisi perekonomian 5 tahun yang akan
datang sama dengan kondisi saat ini..

2. Estimasi Penerimaan Retribusi Pasar

Memperhatikan ketentuan dalam Perda No.09 Tahun 2001 tentang tarif retribusi
pasar, dan dengan memperhatikan jumlah bangunan yang ada, maka
diperkirakan untuk masa yang akan datang penerimaan retribusi ini masih
mungkin untuk ditingkatkan. Dengan asumsi bahwa tarif retribusi tidak
mengalami perubahan, dan dengan memperhatikan perkiraaan perkembangan
jumlah bangunan untuk masa yang akan datang, maka penerimaan retribusi
pasar dapat diestimasi dengan pendekatan matematis:

TR = P.Q
Keterangan: TR = Penerimaan Retribusi
P = Jumlah Bangunan
Q = Tarif
Dengan menggunakan formulasi tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.13 Estimasi Penerimaan Retribusi Pasar Kabupaten Lampung Selatan


Tahun 2005 - 2009
Estimasi Penerimaan (Rp) %
Tahun Total
Toko Kios Los Hamparan Kenaikan
2005 104.220.000 71.010.000 89.640.000 21.644.000 286.514.000 -
2006 112.320.000 72.360.000 95.400.000 31.968.000 312.048.000 8,91
2007 119.880.000 73.710.000 101.160.000 32.292.000 347.042.000 4,80
2008 127.980.000 75.060.000 106.920.000 32.616.000 342.576.000 4,75
2009 136.080.000 76.410.000 112.680.000 32.940.000 358.110.000 4,53
Rata-rata 5,75

Tabel di atas menunjukkan bahwa penerimaan retribusi pasar untuk masa yang
akan datang masih memungkinkan untuk ditingkatkan (rata-rata 5,75% per
tahun) hingga tahun 2009. Dasar pertimbangan analisis ini adalah
perkembangan jumlah bangunan di lingkungan pasar yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Namun demikian analisis ini berlaku apabila tarif
yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan.

54
4.2.2. Identifikasi Potensi dan Estimasi Retribusi Kebersihan Pasar

1. Identifikasi dan Estimasi Potensi Retribusi Kebersihan Pasar

Berdasarkan Perda No.10 Tahun 2001 tentang retribusi kebersihan di


lingkungan pasar bahwa pemungutan retribusi atas kebersihan pasar
dikenakan kepada beberapa objek yaitu: (a) Toko, (b) Kios, (c) Los, dan (d)
hamparan.

Pengenaan retribusi terhadap objek-objek tersebut dilakukan secara bulanan


dan dianggap para pedagang yang menempati masing-masing jenis lokasi
memanfaatkan fasilitas tersebut setiap hari. Dengan demikian besar kecilnya
penerimaan dari retribusi ini sangat ditentukan oleh jumlah pasar yang dikelola,
jumlah bangunan yang dikelola seperti toko, kios, los dan hamparan.

Bedasarkan Perda N0.10 Tahun 2001 besarnya tarif yang dikenakan atas
pemakaian fasilitas di lingkungan pasar dalam wilayah kabupaten Lampung
Selatan adalah:

a. Toko Rp 10.000,00 per bulan, atau Rp 120.000,00 per tahun


b. Kios Rp 7.500,00 per bulan, atau Rp 90.000,00 per tahun
c. Los Rp 5.000,00 per bulan, atau Rp 60.000,00 per tahun
d. Hamparan Rp 350,00 per hari, atau Rp 126.000,00 per tahun

Berdasarkan data di lapangan jumlah pasar yang dikelola oleh Dinas Pasar
Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 8 unit pasar pada tahun 2003.
Sedangkan jumlah bangunan berdasarkan pengelompokannya sampai dengan
akhir tahun 2003 adalah Toko sebanyak 162 unit, kios sebanyak 249 unit, los
sebanyak 419 unit, dan hamparan sebanyak 283 unit. Secara rinci
perkembangan jumlah pasar dan bangunan yang dikelola oleh Dinas Pasar
Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1999 hingga 2003 sebagai berikut:
Tabel 4.14 Jumlah Pasar dan Bangunan di Lingkungan Pasar Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 1999 - 2003
Jumlah
Tahun Toko Kios Los Hamparan Total % kenaikan
Pasar
1999 5 110 226 287 267 890 -
2000 6 120 245 364 283 1.012 3,60
2001 6 120 245 364 283 1.012 0,00
2002 8 162 249 419 283 1.113 10,00
2003 8 162 249 419 283 1.113 0,00
Rata-rata 3,40

55
Dari tabel di atas nampak bahwa perkembangan jumlah pasar di kabupaten
Lampung Selatan relatif statis. Jumlah bangunan yang terdapat di lingkungan
pasar nampak kelompok los yang mengalami perkembangan pesat dari tahun
ke tahun. Semantara kelompok bangunan yang lain relatif statis. Secara
keseluruhan jumlah bangunan dari berbagai kelompok yang ada di lingkungan
pasar di kabupaten Lampung Selatan rata-rata mengalami kenaikan 3,4 %
pertahun selama 5 tahun terakhir.

2. Estimasi Penerimaaan Retribusi Kebersihan di lingkungan Pasar

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menentukan
besar kecilnya penerimaan retribusi kebersihan pasar adalah jumlah bangunan
yang dikelola oleh Dinas Pasar. Meperhatikan perkiraan jumlah bangunan
untuk 5 tahun yang akan datang seperti pada tabel di atas, maka penerimaan
retribusi kebersihan pasar untuk 5 tahun yang akan datang dapat diestimasi
dengan menggunakan pendekatan matematis .

TR = P.Q
Keterangan : TR = Penerimaan Retribusi
P = Tarif
Q = Jumlah bangunan
Jika besarnya tarif tidak mengalami perubahan, maka perkiraan jumlah
penerimaaan dari retribusi pasar sampai dengan tahun 2009 adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.15 Estimasi Penerimaaan Retribusi Kebersihan di lingkungan Pasar


Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005 – 2009

Penerimaan Retribusi Kebersihan (Rp) %


Tahun Total
Toko Kios Los Hamparan kenaikan
2005 23.160.000 23.670.000 29.880.000 36.918.000 113.628.000 -
2006 24.960.000 24.120.000 31.800.000 37.296.000 118.176.000 4,00
2007 26.640.000 24.570.000 33.720.000 37.674.000 122.604.000 3,75
2008 28.440.000 25.020.000 35.640.000 38.052.000 157.152.000 3,71
2009 30.240.000 25.470.000 37.560.000 38.430.000 131.300.000 3,58
Rata-rata 3,76

Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa penerimaan retribusi kebersihan pasar


untuk 5 tahun yang akan datang masih memungkinkan untuk ditingkatkan
(rata-rata 3,76% per tahun). Pertimbangan yang mendasari nya adalah
berdasarkan perkembangan jumlah bangunan.

56
4.3.2. Estimasi Penerimaan Retribusi Dilingkungan Dinas Perhubungan

1. Estimasi Penerimaan Retribusi Terminal

Seperti uraian terdahulu, sebagian terminal di Kabupaten Lampung Selatan


berfungsi melayani kendaraan umum, angkutan pedesaan. Oleh karena itu
jumlah kendaraan dalam wilayah kabupaten Lampung Selatan merupakan
salah satu variabel yang turut menentukan perkembangan penerimaan retribusi
terminal disamping faktor lainnya. Dengan memperhatikan perkembangan
jumlah kendaraan dapat dirumuskan persamaan regresi sederhana sebagai
berikut :

Y = C0 + C1 X + et
Y= -2,478.385.717 + 948.281,7056 X
Y= Retribusi terminal (Rp)
X = Jumlah Kendaraan (Unit)
Berdasarkan persamaan regresi diatas dapat disajikan perkembangan retribusi
terminal dimasa datang pada tabel berikut :
Tabel 4. 31 Estimasi Penerimaan retribusi Terminal di Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2005 - 2009
Estimasi Retribusi Perkembangan
Tahun
(Rp) (%)
2005 2,318,104,228 0
2006 2,787,584,750 20.25
2007 3,257,065,273 16.84
2008 3,726,545,795 14.41
2009 4,196,026,317 12.60
Rata-rata 3,257,065,273 12.82

Berdasarkan tabel diatas, estimasi penerimaan retribusi terminal tahun 2005


mencapai Rp.2.318.104.228 dengan rata-rata mencapai 12,82 persen setiap
tahunnya.
Kabupaten Lampung Selatan memiliki wilayah yang cukup luas, dan
merupakan penghubung utama antara pulau Jawa dan pulau Sumatera. Oleh
karena kondisi geografisnya yang cukup luas dan memiliki jarak tempuh antara
satu kecamatan dengan kecamatan lain, maka mobilitas barang maupun orang
sangat terpengaruh oleh tersedianya kendaraan terutama kendaraan roda empat
atau lebih. Berdasarkan data yang ada perkembangan jumlah kendaraan
terutama kendaraan roda empat atau lebih cenderunga mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun (rata-rata 9,06% pertahun antara tahun 1998 hingga 2003).

57
V. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

1.1 Simpulan

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah yang
ada di tiga dinas yaitu Dinas perhubungan, kebersihan dan dinas pasar
sangat potensial, dan dapat di gali guna mendukung pembiayaan
pembangunan Kabupaten Lampung Selatan

b. Potensi retribusi dilingkungan Dinas Kebersihan (retribusi persampahan,


dan penyedotan tinja) seperti jumlah rumah tangga, rumah teratur dan
bangunan industri cendrung meningkat. Jika diimbangi peningkatan
penyediaan fasilitas, tenaga pengelola, dan manajemen pengelolaan yang
semakin efektif akan dapat meningkatkan penerimaan retribusi dimasa
datang.

c. Potensi Retribusi dilingkungan Dinas Pasar (retribusi pasar, sewa


bangunan, dan retribusi kebersihan dilingkungan pasar) seperti jumlah dan
luas bangunan dipasar (toko, kios, los dan hamparan) secara rata-rata
meningkat 3,4 persen setiap tahunnya. Jika diimbangi peningkatan fasilitas,
kualitas dan kuantitas tenaga pengelola, serta manajemen pengelolaan yang
semakin efektif akan dapat meningkatkan penerimaan retribusi
dilingkungan dinas pasar.

d. Potensi penerimaan retribusi dilingkungan Dinas Perhubungan (retribusi


terminal, izin trayek, pengujian kendaraan bermotor, dan retribusi parkir)
seperti junmlah kendaraan penumpang dan barang cendrung meningkat,
yaitu rata-rata sebesar 10,85 persen. Jika diimbangi dengan pembenahan
internal dan manajemen pengelolaan yang semakin baik dapat meingkatkan
penerimaan retribusi dimasa datang.

e. Penentuan estimasi retribusi daerah untuk masing-masing dinas selama


lima tahun terakhir terjadi penyimpangan antara target dan realisasi
melampaui batas toleransi 10 persen

f. Estimasi penerimaan retribusi dilingkungan dinas kebersihan pada tahun


2005 masih dapat ditingkatkan menjadi Rp277,80 juta untuk retribusi
persampahan dan Rp.6,4 juta untuk penyedotan tinja, dan secara rata-rata
dimasa datang masih dapat ditingkatkan sebesar 11,51 persen untuk
retribusi persampahan dan 15,53 persen untuk penyedotan tinja.

g. Estimasi penerimaan retribusi dilingkungan dinas pasar pada tahun 2005


masih dapat ditingkatkan menjadi Rp 286,51 juta untuk retribusi pasar, Rp

58
120,60 juta untuk sewa bangunan, dan Rp113,63 juta untuk retribusi
kebersihan dilingkungan pasar; dan secara rata-rata dimasa datang masih
dapat ditingkatkan sebesar 5,75 persen untuk retribusi pasar, 6,2 persen
untuk sewa bangunan, dan 3,76 persen untuk retribusi kebersihan
dilingkungan pasar.

h. Manajemen pengelolaan sumber keuangan daerah khususnya pengelolaan


retribusi Daerah di tiga dinas tersebut telah dilakukan, namun belum
optimal.

5.2 Saran

Upaya pencapaian penerimaan dimasa yang akan datang hendaknya diikuti


dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia dan
manajemen pengelolaan retribusi.

Daftar Pustaka

Agung, IGN. “Metode Penelitian Sosial”, Jakarta, Penerbit PT. Gramcdia


Pustaka Utama, 1998.

Kasali, Rhenald’ Menbidik Pasar Indonesia, Segmentasi, Targeting dan


Positioning”, Jakarta, PT. Grarnedia Pustaka Utama, 1998.

Kotler,Philip,”Marketing Management; The Melleniuni Edition”, Upper Saddle


River, NewJersey, Ncw York, 2003.

Machfoedz, M., “Financial Ratios Analysis and the Prediction of Earning


Changes in Indonesia”. Kelola, No. 7/III, 1994.

Sutanto, Singgih,1999, SPSS: Mengolah Data Statistik secara Profesional, PT Elex


Medis Komputindo, Jakarta.

Pawitra, Teddy,”Kepuasan Pelanggan Sebagai Keunggulan Daya Saing: Konsep,


Pengukuran, dan Implikasi Strategik”, Dalam Pemasaran; Dimense
Falsafah, Disiplin dan Keahlian”, Jakarta; Penerbit Seklah Tinggi
Manajemen Prasetya Mulya, 1993.

59
Evaluasi Kepuasan Nasabah atas Layanan Perbankan Berbasis
Mobile Banking Network
(Studi Kasus pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung)

Aida Sari4

ABSTRACT
BCA is a transactional bank, which have been founded in 1957. Since its
establishment, BCA attempted to develop its service quality with customer
satisfaction oriented. Along with the information system progress, BCA also
does the effort to create its product and service based on that need. Therefore,
BCA launched mobile banking service named m-BCA on October 21, 2001. But,
after about five years applying, the user is still in a low number even not more
than 10% of the whole BCA’s customer who use BCA’s paspor card.

Regarding, the researcher wants to measure the customer satisfaction, especially


the m-BCA user. It is expected that after the research, the researcher is able to
suggest some input to BCA related to the improvement of m-BCA user
satisfaction. Besides, the researcher does hope that this paper can inspire the
next researchers who want to put their enthusiasm in exploring more about
mobile banking product. The methods that are used to analyze the customer
satisfaction are Importance and Performance Matrix as quantitative analysis,
and also qualitative analysis that is based on the marketing theory.

Keywords : transactional, service, improvement

PENDAHULUAN

Era globalisasi memberikan gambaran perkembangan sektor kehidupan yang


sangat kompleks. Perkembangan-perkembangan tersebut terjadi di setiap lini,
baik itu ekonomi, sosial, perpolitikan sampai dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada dasarnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
justru mejadi faktor terkuat dalam mempengaruhi perubahan dan
perkembangan sektor kehidupan yang lain. Hal ini tentu saja karena memang
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diterapkan pada setiap
sektor kehidupan yang membutuhkannya.

4 Dosen Jurusan Manajemen, FE Unila


Perkembangan kemampuan sumber daya manusia yang sangat inovatif dan
kreatif memicu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan akselerasi
yang tinggi. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
paling booming pada akhir tahun 1990-an adalah media internet. Internet
merupakan jaringan besar yang dibentuk oleh interkoneksi jaringan komputer
dan komputer tunggal di seluruh dunia, lewat saluran telepon, satelit dan
sistem telekomunikasi lainnya. (Ellsworth, Jill H & Matthew V. 1997 : 3). Hampir
bersamaan dengan itu, berkembang pula teknologi telephone selular, dimana
hanya dengan sebuah pesawat telephone selular (ponsel), pengguna bisa
mengadakan komunikasi jarak jauh, baik berupa komunikasi aktif ataupun
berupa pesan singkat tertulis atau yang lebih dikenal dengan short message
service (sms).

Perkembangan teknologi inipun diantisipasi oleh perusahaan-perusahaan, baik


penyedia barang ataupun jasa. Terobosan-terobosan baru harus dirancang agar
dapat terus berkembang dan bersaing, atau paling tidak mempertahankan
eksistensi. BCA sebagai salah satu institusi perbankan sangat menyadari bahwa
pelayanan kepada nasabah harus pula dengan menyesuaikan pada kemajuan
teknologi, artinya dengan bersentuhan pada teknologi maka BCA akan tetap
dapat bersaing. Oleh karena itu, tepat pada tanggal 11 Oktober 2001, BCA
meluncurkan layanan mobile banking dengan nama m-BCA.

Saat ini jenis pelayanan pada m-BCA diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan
nasabah yaitu :m-Info dimana nasabah dapat memperoleh berbagai macam
informasi seperti saldo rekening, mutasi rekening dan lain-lain. m-Transfer
dimana nasabah dapat melakukan transfer antar rekening BCA maupun ke
bank lainnya. m-Payment: dimana nasabah dapat melakukan transaksi
pembayaran berbagai macam tagihan seperti tagihan CBN, telepon, asuransi
dan lain-lain. m-Commerce dimana nasabah dapat melakukan berbagai macam
transaksi pembelian dan pembayaran seperti pulsa isi ulang, saham dan lain-
lain. m-Admin dimana nasabah dapat melakukan berbagai transaksi administrasi
seperti ganti PIN dan lain-lain.

Peluncuran layanan m-BCA membuat nasabah BCA yang menggunakan


layanan tersebut merasa memiliki ATM BCA dalam gengaman tangan dimana
berbagai transaksi perbankan dapat dilakukan melalui ponsel, semudah
bertransaksi di ATM BCA. Apakah harapan tersebut tercapai atau tidak masih
menjadi pertanyaan. BCA tentu saja terus berusaha mengembangkan
pelayanannya dengan sebaik mungkin agar para nasabah puas dan sesuai
dengan konsep pemasaran, nasabah tersebut akan terus mempercayai BCA
untuk transaksi keuangannya.

62
Dari jumlah nasabah tahapan BCA cabang Bandarlampung, persentase
pengguna layanan m-BCA masih sangat minim. Dari sekitar lima puluh
sembilan ribu nasabah, pengguna layanan m-BCA pada BCA cabang
Bandarlampung hanya berkisar 105 nasabah (sumber : pimpinan BCA cabang
Bandarlampung). Sementara upaya untuk mempromosikan layanan m-BCA
sudah dilakukan pihak BCA dengan media iklan dan penayangan program
khusus. Hal ini tentunya mengundang pertanyaan, faktor apakah yang
menyebabkan masih rendahnya jumlah pemakai m-BCA. Karena upaya
promosi telah dilakukan, maka faktor lain yang menjadi pertanyaan adalah
tentang kepuasan nasabah pengguna m-BCA. Sejauh manakah kepuasan
nasabah yang sudah menggunakan layanan m-BCA, sehingga tidak begitu
mempengaruhi nasabah lain (yang belum menggunakan layanan m-BCA) untuk
menikmati layanan yang mengaplikasikan high-tech itu.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang menarik perhatian dan rasa


ingin tahu peneliti untuk di analisis adalah “Bagaimana tingkat kepuasan
nasabah atas layanan m-BCA pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung”.

Tujuan dan manfaat penelitian yang akan dilakukan adalah :

• Menganalisis kepuasan nasabah pengguna layanan m-BCA

• Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak manajemen BCA khususnya


manajemen m-BCA dalam upaya meningkatkan kepuasan nasabah
pengguna layanan m-BCA

• Sebagai sumber inspirasi dan referensi peneliti berikutnya yang ingin


meneliti tentang mobile banking

TINJAUAN PUSTAKA

• Konsep pemasaran pada jasa perbankan berorientasi pada kepuasan


nasabah. Sehingga kepuasan nasabah dapat menjadi salah satu tolak ukur
keberhasilan manajemen pemasaran pada suatu usaha perbankan.
Perbankan sebagai penyedia jasa harus memahami empat karakteristik
utama pemasaran jasa yaitu :

• Tidak berwujud

• Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli

• Tidak dapat dipisahkan

63
JASA DIHASILKAN DAN DIKONSUMSI SECARA BERSAMAAN

• Keanekaragaman

• Jasa sangat beraneka ragam tergantung kepada siapa yang menyediakan


dan kapan serta di mana jasa itu dilakukan

• Tidak tahan lama

• Jasa tidak dapat disimpan

(Kotler, Philip. 2000 : 550)

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1999 : 23) dalam memberikan


pelayanan yang baik terdapat lima kriteria penentu kualitas jasa pelayanan,
yaitu :

• Tangible : Tampilan fisik pelayanan perusahaan

• Empathy : kemampuan perusahaan memahami keinginan


pelanggan

• Reliability : kemampuan perusahaan untuk mewujudkan janji

• Responsiveness : ketanggapan perusahaan dalam memberikan pelayanan

• Assurance : kemampuan perusahaan memberikan jaminan


pelayanan

Tujuan perusahaan Kebutuhan dan keinginan pelanggan

Produk

Nilai produk bagi pelanggan Harapan pelanggan terhadap produk

Tingkat kepuasan pelanggan


Gambar 1. Skema Konsep Kepuasan Konsumen
Sumber : Rangkuti, Freddy. 2003

64
METODE PENELITIAN

Secara umum, objek penelitian ini adalah Bank Central Asia cabang
Bandarlampung yang terdiri dari cabang utama dan cabang pembantu.
Sementara secara spesifik, objek penelitian ini adalah nasabah Bank Central Asia
cabang Bandarlampung yang telah menggunakan layanan m-BCA.

Definisi operasional variabel merupakan definisi yang diberikan kepada suatu


variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan
kegiatan, ataupun memberikan suatu operasi yang diperlukan untuk mengukur
konstrak atau variabel tersebut. Dalam hal ini definisi operasi yang akan
digunakan adalah definisi operasi yang diukur, yaitu suatu cara yang dapat
memberikan gambaran mengenai bagaimana suatu variabel diukur.

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Variabel Indikator

Pelayanan Jasa yang diberikan kepada para Kejelasan menu transaksi (T1)
pelanggan sebelum, saat atau Kerapihan penampilan karyawan (T2)
sesudah transaksi Desain tampilan layanan pada ponsel (T3)
Kejelasan informasi baik transaksi finansial maupun
Kepuasan Suatu keadaan dimana pelanggan transaksi non finansial (T4)
Pelanggan mendapatkan pelayanan yang Kecepatan akses (R1)
diharapkan atau melebihi Kelengkapan jenis layanan transaksi (R2)
kebutuhan pelanggan Online 24 jam (R3)
Biaya transaksi yang terjangkau (R4)
Tangible Tampilan fisik pelayanan Kemudahan registrasi (R5)
perusahaan Kecepatan dan ketepatan pelayanan (RES1)
Kepedulian karyawan terhadap masalah yang dihadapi
Reability Kemampuan perusahaan untuk pengguna m-BCA dalam menggunakan m-BCA (RES2)
mewujudkan janji Keramahan karyawan dalam memberikan pelayanan
pada saat registrasi (RES3)
Responsiveness Ketanggapan perusahaan dalam Sistem proteksi yang maksimal (ASS1)
memberikan pelayanan Kecepatan pelayanan registrasi (ASS2)

Assurance Kemampuan perusahaan untuk Kepedulian karyawan terhadap kepuasan nasabah


memberikan jaminan pelayanan (EMP1)

Empathy Kemampuan perusahaan


memenuhi keinginan pelanggan
Sumber : Kotler, Phillip (1997 : 93)

Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian pustaka dan penelitian


lapangan.Penentuan sample dilakukan secara acak (random sampling) dan
penentuan besarnya sample diambil berdsasarkan estimasi proporsi, sehingga
sampel yang dihasilkan adalah 51 orang. Maka sampel minimal yang harus
diambil adalah 51 orang nasabah pengguna layanan m-BCA. Metode analisis
data dilakukan dengan metode reliabilitas dan validitas. Reliabilitas adalah

65
ketepatan atau tingkat posisi suatu ukuran atau alat pengukur (Nasir, M. 1999 :
162). Untuk mengetahui alat ukur tersebut apakah sudah reliable digunakan
penguji alpha. Validitas alat ukur dapat dicari dengan menggunakan rumus
Product-Moment Co-efficient of Correlation (Supranto, J., 1997 : 151).

Pada analisis kuantitatif digunakan Importance dan Performance Matrix


sebagai berikut

High Attribute to improve Maintain performace


Kuadran I Kuadran II

Importance
Attribute to maintain Main priority

Kuadran III Kuadran IV


Low

Performance

Gambar 2. Importance and Performance Matrix


Sumber : Rangkuti, Freddy. 2003

Kuadran I (attribute to improve), berada pada sebelah kiri atas

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan tetapi
pada kenyataannya faktor-faktor tersebut belum sesuai seperti apa yang
diharapkan. Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus
ditingkatkan, caranya adalah perusahaan melakukan perbaikan secara terus-
menerus sehingga performance variabel yang ada dalam kuadran ini akan
meningkat.

Kuadran 2 (maintain performance), berada pada sebelah kanan atas

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan
sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya realtif
lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap
dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan jasa tersebut unggul di
mata pelanggan.

66
Kuadran 3 (attribute to maintain), berada pada sebelah kiri bawah

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh


pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa.
Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat
dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang
dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.

Kuadran 4 (main priority), berada pada sebelah kanan bawah

Wilayah ini memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh


pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk
dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.

Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan-pendekatan teoritis mengenai


kepuasan konsumen atau teori pelayanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji reliabilitas dan validitas terhadap kuisioner importance, data


pertanyaan kuisioner dinyatakan reliabel dimana nilai reliabilitas itu sendiri
lebih besar dari nilai alpha pada tingkat kepercayaan 95%. Namun terdapat tiga
variabel pertanyaan yang tidak valid yang nilainya kurang dari r table. Varibel
tersebut adalah variabel T1, R3 dan ASS1. Maka diputuskan untuk tidak
memakai varibel tersebut. Sementara uji reliabiltas dan validitas terhadap
kuisioner performance menunjukkan bahwa semua variabel reliabel dan valid.
Namun untuk mensinergiskan dengan kusioner importance, maka ketiga
variabel tersebut di atas tidak dipakai.

Dari hasil perhitungan nilai indeks kinerja kualitas layanan m-BCA, baik
importance maupun performance, didapat nilai rata-rata untuk Importance yaitu y
= 47,4 dan untuk performance x = 40,1. Dengan demikian garus nilai rata-rata
tersebut akan saling memotong sumbu x dan y. Berikut gambar Importance and
Performance Matrix dari perhitungan masing-masing variabel pada kuisoner
Importance dan Performance.

67
40.1

R1 R2
High T4 ASS2
EMP 1 R5
RES2 R4
Kuadran I Kuadran II
Importance 47,4
RES1 RES3
T3 T2

Kuadran III Kuadran IV


Low

Performance

Gambar 2. Importance and Performance Matrix


Sumber : Rangkuti, Freddy. 2003

TANGIBLE

T2. Penampilan karyawan yang rapi (interaksi saat register)

Variabel ini masuk pada kuadran IV. Artinya penampilan karyawan yang rapi
pada saat nasabah melakukan registrasi m-BCA di BCA cabang Bandarlampung
perwujudannya sudah sangat baik. Namun pada dasarnya variabel ini tidak
dianggap begitu penting bagi nasabah. Jadi pada variabel ini tidak diperlukan
peningkatan kinerja secara besar-besaran.

T3. Desain tampilan layanan pada ponsel menarik.

Variabel ini berada pada kuadran III. Dapat dianalisis bahwa desain tampilan
yang menarik pada ponsel tidak begitu penting bagi nasabah pengguna layanan
m-BCA dan pada kenyataannya pihak BCA pun tidak begitu memuaskan dalam
memenuhi kebutuhan ini.

T4. Kejelasan informasi baik transaksi finansial maupun non financial

Variabel ini berada pada kuadran I. Artinya pengguna m-BCA memandang


informasi/bukti transaksi yang jelas sebagai faktor yang penting dan signifikan.
Namun pada kenyataannya mereka tidak puas atas pelayanan variabel tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dengan
demikian BCA harus memperhatikan poin ini untuk peningkatan kualitas
pelayanannya.

68
RELIABILITY

R1. Akses cepat

Variabel ini termasuk dalam kuadran I. Kenyataan ini cukup memprihatinkan,


karena para nasabah sangat berharap bahwa layanan m-BCA bisa diakses
dengan cepat, namun karena keterbatasan kemampuan jaringan akses untuk
bertransasksi dengan m-BCA ternyata masih lambat. Oleh karena itu variabel
ini amat sangat perlu ditingkatkan pelayanannya sehingga pengguna m-BCA
akan puas dan layanan inipun menjadi berdayaguna.

R2. Jenis transaksi lengkap

Variabel ini menempati kuadran II, sehingga dapat dinyatakan bahwa


pengguna layanan m-BCA sudah puas dengan kelengkapan jenis transaksi yang
tersedia. Dengan demikian BCA harus mempertahankan kondisi ini dengan
terus memelihara kepuasan pengguna m-BCA dan tentu saja meningkatkan
kualitas variabel ini.

R4. Biaya transaksi yang terjangkau

Menempati posisi pada kuadran II dapat dinyatakan bahwa tidak ada masalah
yang berarti untuk biaya transaksi. Biaya transaksi yang terjangkau membuat
para pengguna layanan m-BCA nyaman menggunakan layanan ini, sehingga
mereka tidak segan untuk bertransaksi karena biayanya yang tidak menguras
pulsa.

R5. Kemudahan registrasi

Variabel ini menempati kuadran II, dengan demikian nasabah pengguna


layanan m-BCA menganggap registrasi layanan tersebut cukup mudah dan
tidak begitu rumit. Jadi BCA tidak perlu khawatir untuk mengundang nasabah-
nasabah pemegang paspor BCA yang belum registrasi untuk segera
mengaplikasi layanan m-BCA karena syarat dan proses tidak sulit.

RESPONSIVENESS

RES1. Karyawan cepat dan tepat dalam pelayanan administrasi

Dapat dilihat pada matrix bahwa variabel ini masuk dalam kuadran III. Maka
dapat dikatakan bahwa pengguna m-BCA sudah cukup puas dengan kesigapan
karyawan dalam pelayanan admnistrasi, namun tetap saja BCA harus

69
memelihara dan mengembangkan kualitas sumber daya manusianya agar
nasabah tetap puas dan kualitas layananpun tetap terjaga.

RES2. Karyawan peduli terhadap masalah yang dihadapi pengguna dalam


menggunakan m-BCA

Variabel ini cukup unik karena berada pada garis yang memotong kuadran I
dan kuadran III. Namun setelah merujuk pada jawaban mayoritas responden,
mereka menyatakan bahwa kepedulian karyawan terhadap masalah yang
dihadapi pengguna dalam menggunakan m-BCA merupakan hal yang penting,
tetapi pada kenyataannya beberapa pengguna m-BCA merasa ragu-ragu merasa
ragu-ragu dalam menilai puas atau tidak. Dengan demikian variabel ini masuk
dalam kategori kuadran I dimana tingkat performance masih di bawah rata-rata
tetapi tingkat kepentingannya cukup tinggi.

RES3. Keramahan karyawan dalam meberikan pelayanan pada saat register

Variabel ini masuk ke wilayah kuadran IV. Walaupun variabel ini tidak
dianggap begitu penting namun BCA tetap berusaha memberikan pelayanan
yang handal untuk nasabahnya. Dengan demikian BCA sudah memuaskan para
nasabahnya dalam hal keramahan dalam pelayanan.

ASSURANCE

ASS2. Layanan registrasi cepat

Variabel kecepatan layanan masuk dalam wilayah kuadran II. Maka untuk
kecepatan layanan registrasi dapat dinilai bahwa nilai kepentingan yang cukup
tinggi sudah dapat dipenuhi BCA dengan nilai kepuasan yang cukup tinggi
pula. Oleh karena itu tentu saja BCa harus tetap mempertahankan kualitas
layanannya sehingga tetap unggul dalam persaingan layanan mobile banking.

EMPATHY

EMP1. Kepedulian terhadap kepuasan nasabah

Variabel kepedulian BCA terhadap kepuasan nasabah (pengguna m-BCA)


berada pada kuadran I. Berarti kepedulian BCA terhadap kepuasan nasabah
masih belum sesuai dengan harapan karena kesenjangan antara keduanya
cukup jauh. Sehingga variabel ini perlu ditingkatkan karena kepuasan nasabah
merupakan kunci utama loyalitas mereka.

70
SIMPULAN

a. Dari hasil analisis dan pembahasan data-data yang diperoleh selama


penelitian maka dapat disimpulkan bahwa secara umum pengguna layanan
m-BCA pada Bank Central Asia cabang Bandarlampung sudah cukup puas
dengan pelayanan yang diberikan Bank Central Asia. Kesenjangan antara
harapan yang dituangkan dalam kuisioner importance dengan kenyataan
yang dituangkan dalam kuisioner performance tidak begitu signifikan,
terbukti dengan sedikitnya variabel yang masuk dalam kuadran dimana
nasabah pengguna layanan m-BCA tidak terpuaskan.

b. Menjawab permasalahan yang diuraikan pada pendahuluan bahwasannya


ada pertanyaan besar mengapa pengguna layanan m-BCA pada Bank
Central Asia cabang Bandarlampung masih sangat kecil jumlahnya, bahkan
presentasi pengguna layanan m-BCA dari jumlah pemegang paspor BCA
belum mencapai 1%, dapat dijawab bahwa kepuasan nasabah bukanlah
permasalahan yang crusial yang menjadi faktor penyebab sedikitnya jumlah
pengguna m-BCA di BCA cabang Bandarlampung. Dengan demikian,
keadaan tersebut bisa saja disebabkan oleh faktor-faktor lain.

c. Demi peningkatan kualitas layanan m-BCA, peneliti memberikan saran


kepada pihak BCA untuk meningkatkan variabel-varibel pelayanan berupa
kecepatan akses, kejelasan informasi/bukti transaksi, kepedulian karyawan
terhadap masalah pengguna dalam menggunakan m-BCA dan kepedulian
BCA terhadap kepuasan nasabah. Untuk kecepatan akses transaksi, BCA
bisa mengupayakan peningkatan kualitas sistem jaringan kerjasama dengan
operator-operator cellular. Untuk variabel-variabel lain yang sudah
memenuhi harapan pelanggan, BCA hendaknya terus mempertahankannya,
namun seiring perkembangan kebutuhan dan harapan pengguna layanan
m-BCA, BCA tentu saja diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas
layanannya agar tetap terpercaya, eksis dan berkompetisi dalam dunia
perbankan modern.

DAFTAR PUSTAKA

Zeithhaml. Valarie., A. Parasuraman, and Leonard L. Berry. 1999. Delivering


Quality Service, Balancing Customer Perception and Expectation. The
Free Press A. Division of Macmillan Inc.

Zeithaml. Valarie and Mary Jo Bitner. 2000. Services Marketing, integrating


customer focus across the firm. Mc Graw-Hill. United States of
America

71
Ellsworth, Jill. H. & Matthew V. 1997. Marketing on the Internet. Grasindo.
Jakarta

Kasmir. 2003. Dasar-dasar Perbankan. Rajawali Pers. Jakarta

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran – Analisis, Perencanaan,


Implementasi dan Pengendalian. Jilid 1 dan 2. Edisi Milenium. PT
Salemba Empat. Jakarta

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran – Analisis, Perencanaan,


Implementasi dan Pengendalian. Jilid I dan II. Edisi VIII. PT Salemba
Empat. Jakarta

Moh. Nasir. 1999. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction – Teknik Mengukur


dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan plus Analisis Kasus
PLN – JP. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Supranto, J. 1997. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Rineka Cipta.


Jakarta

Swastha, Bashu dan Irawan. 1999. Manajemen Pemasaran Modern edidi kedua.
Liberty. Jakarta

Warta Ekonomi. No. 44/XIII/5 November 2001. “Ambisi BCA di M-Banking”

www.klikbca.com

72
ANALISIS PERANCANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS
KARET

Erlina5

ABSTRACT

Membangun system dan usaha-usaha pertanian san agroindustri yang kuat


berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan sehingga terjadi
keseimbangan antar sector dan antar wilayah

Analisis meliputi perancangan agroindustri berbasis karet yang


memberdayakan petani kebun agar dapat meningkatkan pendapatannya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan alternative pengolahan karet
yang menambah pendapatan petani. Selain itu diperlukan sebuah struktur
kelembagaan formal bagi petani untuk meningkatkan posisi tawar

Indonesia bersama dengan Malaysia dan Thailand mendominasi ekspor karet


alam dunia yang mencapai 82,56% dari total ekspor dunia dan pangsa Indonesia
mencapai 28% dari total ekspor dunia dan lebih dari 90% karet Indonesia
diekspor dalam bentuk crumb rubber (FAO, 2000). Dari total produksi karet
Indonesia, sekitar 81% dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Data ini
memperlihatkan bahwa karet rakyat telah menjadi tulang punggung
perkebunan karet nasional

Keywords : agroindustri, ekspor, keseimbangan

Pendahuluan

Strategi pembangunan Indonesia seharusnya didasarkan pada keunggulan


komparatif yang dimiliki Indonesia. Hal ini berarti pembangunan
perekonomian nasional harus dikembangkan dengan bertumpu pada sector
yang didukung oleh sumberdaya domestic dan memiliki peluang usaha, yang
merupakan sinergi antara pertanian, agroindustri, dan jasa-jasa yang
menunjang pertanian. Membangun system dan usaha-usaha pertanian san
agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan
sehingga terjadi keseimbangan antar sector dan antar wilayah.

5 Dosen pada jurusan Manajemen FE Unila


Salah satu sector yang sangat ditunjang oleh sumberdaya domestic adalah
sector agroindustri. Membangun agroindustri yang kuat berarti membangun
pertumbuhan sekaligus pemerataan dan keseimbangn antar sector dan antar
wilayah. Manfaat yang diperoleh dari pengembangan agroindustri salah
satunya adaalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani melalui
peningkatan produktivitas dan nilai tambah serta akan menumbuhkan industri
di pedesaan dan memperluas lapangan pekerjaan di desa.

Indonesia merupakan salah satu produsen karet utama dunia memiliki


keunggulan komparatif untuk mengembangkan sector agroindustri karet yang
dapat diandalkan dan ditunjang oleh sumberdaya domestic. Luas perkebunan
karet di Indonesia merupakan lahan karet terluas didunia.

Kekuatan sumber daya luas lahan yang besar tersebut tidak diimbangi dengan
nilai ekonomi yang seharusnya diperoleh. Untuk itu perlu dilakukan
diversifikasi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah karet yaitu dengan
mengolah karet menjadi produk yang bernilai tinggi. Oleh karena itu perlu
adanya suatu perencanaan agroindustri karet yang dapat memberdayakan
petani karet. Usaha yang dikembangkan perlu mempertimbangkan
kemampuan petani dari segi financial, skala usaha dan teknologi yang
dikembangkan. Selain itu perlu juga dibentuk suatu wadah bersama bagi petani
untuk dapat meningkatkan skala usaha dan memberikan kemungkinan untuk
petani memeiliki posisi tawar yang lebih baik. Diharapkan dengan adanya
industri karet rakyat ini akan meningkatkan peran karet sebagai penghasil
devisa negara, nilai tambah produk serta meningkatkan kesejahteraan petani
karet.

Agroindustri karet rakyat merupakan permasalahan yang kompleks sehingga


perlu dikaji lebih luas dan mendalam secara kesisteman yakni dengan system
pengambilan keputusan sehingga mampu menghasilkan keputusan yang baik.
Sistem ini juga dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai
peertimbangan kebijakan yang akan diambilnya. Dalam proses penunjang
keputusan perlu dikembangkan model system manajemen ahli untuk
pengembangan agroindustri karet rakyat ini.

Ruang Lingkup

Analisis meliputi perancangan agroindustri berbasis karet yang


memberdayakan petani kebun agar dapat meningkatkan pendapatannya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan memberikan alternative pengolahan karet
yang menambah pendapatan petani. Selain itu diperlukan sebuah struktur
kelembagaan formal bagi petani untuk meningkatkan posisi tawar.

74
TINJAUAN PUSTAKA

Karet Alam

Karet alam (Hevea brasiliensis Muel. Arg.) merupakan salah satu hasil
perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di
Indonesia. Berdasarkan data FAO (2000). Luas areal perkebunan karet
Indonesia tahun 2000 mencapai 2,4 juta Ha dan merupakan negara yang
memiliki luas areal kebun karet terbear didunia. Dari luas areal tersebut lebih
dari 80% merupakan perkebunan karet milik rakyat (Ditjenbun, 2001). Karer
merupakan sumber pencaharian baik secara langsung maupun tidak langsung
bagi 15 juta jiwa penduduk Indonesia (Ditjenbun, 1998).

Indonesia bersama dengan Malaysia dan Thailand mendominasi ekspor karet


alam dunia yang mencapai 82,56% dari total ekspor dunia dan pangsa Indonesia
mencapai 28% dari total ekspor dunia dan lebih dari 90% karet Indonesia
diekspor dalam bentuk crumb rubber (FAO, 2000). Dari total produksi karet
Indonesia, sekitar 81% dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Data ini
memperlihatkan bahwa karet rakyat telah menjadi tulang punggung
perkebunan karet nasional

Tabel 1. Perkembangan produksi karet alam nasional menurut status


pengusahaannya

Tahun Produksi (000 ton) Proporsi (%)


Perkebunan Perkebunan Jumlah Perkebunan Perkebunan
besar rakyat besar rakyat
1995 341,0 1.113,5 1.454,5 23,4 76,6
1996 334,6 1.192,4 1.527,0 21,9 78,1
1997 309,8 1.195,0 1.504,8 20,6 79,4
1998 330,9 1.383,1 1.714,0 19,3 80,7
1999 303,7 1.295,5 1.599,2 19,0 81,0
2000 300,0 1.256,0 1.556,0 19,3 80,7
Sumber IRSG (2001).

Pada tahun 2000 nilai ekspor karet Indonesia mencapai 881,42 juta dollar AS.
Nilai ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 1995 yang mampu
mencapai 1,92 milliar dollar AS. Harga karet alam terutama crumb rubber dan
ribbed sheet smoked akhir-akhir ini mendapat tekanan yang cukup berat
sampai mencapai titik terendah selama sejarah perdagangan karet (Gapkindo,
2001). Hal ini mengakibatkan dampak langsung terhadap produsen karet alam
yaitu penurunan pendapatan secara nyata.

75
Dampak dari penurunan harga karet dunia memunculkan adanya perjanjian
konsorsium tripartite karet alam (International Tripartite Rubber Company) dari
tiga negara pengekspor besar guna menghindari spekulasi harga karet alam.
Dalam perjanjian tersebut ditetapkan harga karet alam dunia sebesar 1 USD
$/kg serta menetapkan mekanisme pelepasan stok untuk mencegah distorsi
pasar. Berkurangnya stok dari ketiga negara diperkirakan akan meningkatkan
harga jual karet alam. Untuk itu perlu dilakukan strategi untuk
mengembangkan ekspor karet selain dari crumb rubber yaitu dengan membuat
industri karet rakyat yang bernilai ekonomi tinggi. Karet mempunyai potensi
untuk dikembangkan menjadi produk olahan primer dan olahan lanjut. Produk
olahan primer yang dihasilkan dari lateks adalah lateks pekat, crumb rubber,
sheet dan crepe. Produk olahan lanjut karet meliputi produk untuk aplikasi
industri seperti karet siklo, lateks DPNR, busa, ban dan sebagainya seperti
terlihat pada pohon industri.

Pipa karet tidak ivulkanisasi

Lateks Benang dan tali


pekat vuvulkani

lateks Tabung, pipa, slang divulka

Karet Crumb rubber Ban

Pelengkapan kendaraan
Sheet

Karet kesehatan dan farmasi

crepe Pakaian dan alas kaki

Barang lain dari karet


kayu

Gambar 1. Pohon industri karet


Sumber: www.bi.go.id/sipuk/siabe

76
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Metode Perbandingan EksponensialMetode perbandingan eksponensial (MPE)


merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitas
pendapat seseorang dalam skala tertentu. Keuntungan metode MPE adalah
nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar karena
merupakan fungsi eksponensial, sehingga urutan prioritas laternatif keputusan
lebih nyata (Manning, 1984). Langkah-langkah dalam menggunakan MPE
sebagai berikut:

1. Menyusun kriteria yang akan dikaji

2. menentukan derajat kepentingan relative setiap criteria keputusan


dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan
pengambilan keputusan

3. Menentukan derajat kepentingan relative setiap pilihan keputusan pada


setiap criteria keputusan

4. Menentukan total skor pada setiap alternative

5. Mengurutkan total skor pada setiap alternative

6. Mengurutkan total skor setiap alternative dari nilai tertinggi sampai


nilai terendah.

Metode Proses Hierarki Analisis (PHA)

Metode PHA membantu membuata keputusan untuk memecahkan masalah


yang kompleks dan banyak krteria. PHA mempunyai prinsip-prinsip
dekomposisi, nilai perbandingan (comparative judgment) dan sintesis prioritas
(syntesis of priorities). Langkah-langkah pemecahan masalah menggunakan
PHA san pemakainya (Saaty, 1993) sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,


dilanjutkan dengan sub tujuan, criteria dan alternative-alternatif pada
level hierarki paling bawah (proses dekomposisi).

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan.

77
4. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan
rangking alternative dari pembobot yang didapatkan

5. Memeriksa konsistensi matrik penilaian

6. mencari nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking


alternative dari pembobot yang didapatkan.

7. Mengkalikan nilai pembobot alternative dengan pembobot criteria

8. Memilih nilai pembobot alternative paling tinggi dari hasil perkalian


tersebut.

Kelayakan Usaha Agroindustri

Ukuran dasar dalam pengambilan keputusan mengenai kelayakan usaha yaitu


aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis dan aspek ekonomi
dan financial yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) , Payback Periode (waktu
pengembalian modal) dan analisis sensitivitas.

Aspek Finansial

Pengkajian terhadap aspek ekonomi dan financial memperhitungkan berapa


jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan proyek
(Sutojo, 2000). Dari sisi financial, proyek dinyatakan layak apabila dapat
memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban
finansialnya. Menurut Kusnadi (1998), analisis financial mencakup:

1. NPV (Net Present Value)

NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari keuntungan dan biaya.

Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :

n
NPV = Σ (Bt – Ct)/ (1 + i)t
t=1

Dengan: Bt = Penerimaan kotor tahun ke-t


N = Umur ekonomi
Ct = Biaya kotor tahun ke-t
I = tingkat suku bunga

78
Nilai NPV yang positif menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut layak
untuk dilaksanakan sementara nilai NPV negative berarti proyek tidak layak
dilakukan (Horne, 1977).

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR tingkat investasi adalah tingkat suku bunga (discount rate) yang
menunjukkan nilai sekarang nettp (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan
investasi proyek. Formulasi dari IRR adalah:

n
Σ (Bt – Ct)/ (1 + IRR)t = 0
t=1

Dengan : Bt = Keuntungan kotor tahun ke-t


N = Umur ekonomi
Ct = Biaya kotor tahun ke-t

Nilai IRR yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang
berlaku menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan (Horner, 1977).

3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara nilai total sekarang dari pendapatan
bersih pada periode saat pendapatan bernilai positif dengan total nilai sekarang
pendapatan bersih pada saat pendapatan bersih negative. Rumus
perhitungannya adalah:

n
Net B/C = Σ (Bt /(1 + i)t) / (Ct/ (I + i)t)
T=0

Dengan: Bt = Penerimaan tahun ke-t


Ct = Biaya tahun ke-t

Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu maka proyek atau industri dinyatakan
layak (Husna dan Suwarsono, 1999).

79
4. Waktu Pengembalian Modal (Payback Period)

PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi


awal (Newman. 1990). Secara sederhana PBP dapat diartikan sebagai jangka
waktu pada saat NPV sama dengan nol. Formula PBP adalah:

PBP = Investasi awal x l Tahun

Penerimaan periode

1. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai factor


ekster dan intern terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil
penjualan dan keuntungan. Faktor ekstern misalnya perkembangan harga
produks sejenis di pasar. Contoh factor intern adalah biaya pokok produk yang
dihasilkan (Sutojo, 2000). Dengan analisis ini akan diketahui sejauh mana
proyek akan tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan pada factor-faktor
tersebut.

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merancang system penunjang


keputusan yang akan membantu pemerintah sebagai pengambil kebijakan
untuk memilih alternative industri dalam perencanaan agroindustri karet yang
memberdayakan petani.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada pemerintah dan


stakeholder untuk pengambilan keputusan dalam bidang kebijakan industri
kaaret yan memberdayakan rakyat.

4. METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Karet merupakan salah satu komoditas ekspor yang menyumbang devisa bagi
negara. Pada saat ini petani karet memperoleh penghasilan hanya dari menjual
bokar dan petani hanya sebagai price taker. Untuk itu perlu usaha untuk
menyeimbangkan pendapatan dari seluruh pelaku yang terkait dalam tata niaga

80
karet. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari factor-faktor yang
berpengaruh di dalam tata niaga karet agar dapat dicari alternative pemecahan
masalah yang dofokuskan pada kesejahteraan petani karet.

Dalam penelitian ini dikembangkan sebuah system agroindustri karet secara


menyeluruh dengan melakukan diversifikasi produk lateks. Dalam
pengembangan agroindustri karet ini menggunakan pendekatan system.
Kerangka pikir tersebut tersaji pada gambar 2.

Metoda pendekatan system analisa kebutuhan


Formulasi permasalahan

Identifikasi system

Mulai pemilihan alternative industri MPE


Berdasar pohon industri

Pemilihan alternative industri AHP


Berdasar kesesuaian petani

Lokasi agroindustri SMART

Ketersediaan bahan baku regresi linier

Kelayakan agroindustri B/C ratio, NPV, IRR, PBP

Gambar 2. Tata laksana penelitian

Formulasi masalah

Perkebunan rakyat merupakan salah satu produsen lateks/bokar yang memiliki


lahan yang paling luas dibandingkan dengan perusahaan swasta tetapi

81
memiliki produksi yang paling rendah. Perencanaan agroindustri karet
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani kebun. Hal tersebut perlu
dilakukan karena harga bokar sangat berfluktuasi antar Rp 4000-5000/kg karet
kering. Petani sebagai salah satu rantai tataniaga karet belum mendapatkan
insentif yang tinggi.

Selain itu pola kemitraan dan pembinaan terhadap petani karet belum berjalan
dengan baik, sehingga para petani memilki kesulitan terhadap akses berbagai
informasi dan pengetahuan. Keadaan ini juga menyebabkan petani tidak
memiliki posisi tawar dalam perdagangan karet.

Identifikasi system

Identifikasi system merupakan rantau hubungan antara pernyataan dari


kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan.
Identifikasi system terdiri dari diagram input output.

Input tak terkendali input lingkungan output dikehendaki


1. harga karet peraturan pemerintah 1. kesejahteraan petani
2. kualtas karet 2. pendapatan meningkat
3. pangsa pasar 3. peningkatan industri
4. peningkatan posisi tawar

System penunjang keputusan


Agroindustri karet

Input terkendali output yang tdk dikehendaki


1. lahan karet 1. biaya produksi tinggi
2. teknologi yang dipakai 2. harga jual rendah
3. petani tidak sejahter

Gambar 3. Diagram input output

82
Tata laksana penelitian

Tata laksana pengumpulan data

Telaah literature observasi telaah


Pustaka lapang pakar
Jurnal

Pengembangan sistem

Basis basis basis mekanisme infer


data model Knowledge inferensi

Implementasi

verifikasi

Gambar 4. Tata laksana pengumpulan data dan penelitian

Pemodelan system

A. Sub model DSS rubber 1

Sub model ini merupakan tahap pemodelan yang digunakan untuk memilih
alternative industri dari pohon industri dari pohon karet. Berdasarkan pohon

83
industri terlihat bahwa lateks/getah merupakan komponen dominant yang
paling banyak dimanfaatkan.

Pada tahap ini digunakan metode perbandingan eksponensial. Nilai yang


diberikan berkisar 1 sampai 5. Penentuan bobot ditetapkan pada setiap
parameter untuk menunjukkan tingkat kepentingan suatu parameter. Nilai
tingkat kepentingan yang diberikan berkisar 1-5, semakin tinggi nilai tingkat
kepentingan, maka criteria semakin penting. Parameter yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter dan skor yang digunakan dalam MPE

No Parameter yang digunakan Keterangan (1-5)


1 Modal Besar-kecil
2 Kebutuhan tenaga kerja Banyak-sedikit
3 Teknologi yang digunakan Tinggi -sederhana

Sub model Dss rubber 2

Merupakan tahap untuk memilih agroindustri berdasarkan kesesuaian dengan


karakteristik petani kebun dengan jalan kerjasama membentuk koperasi petani
karet. Metode yang digunakan adalah proses hifrarki analitik. Tujuan yang
ingin dicapai adalah memilih alternative agroindustri sedangkan criteria yang
digunakan addalah kemampuan produksi, proses pengolahan, permintaan
pasar, serta aspek teknis teknologis. Hirarki masalah dapat di lihat pada
Gambar 5.

84
Memilih alternative industri yang sesuai dengan
Fokus
karakteristik petani kebun

Kemampuan Proses pengolahan Peluang Aspek


Alternative
teknis produksi pasar teknologi

Aktor Pemerintah Petani Koperasi Industri

Meningkatkan Meningkatkan Memperluas Meningkatkan


pendapatan daya saing lapangan devisa negara
Tujuan
petani ekspor kerja

Alternative Lateks DPNR Karet busa Perekat

Gambar 5. Struktur hirarki pemilihan agroindustri karet berdasarkan


kesesuaian dengan petani kebun

Kriteria yang digunakan mempertimbangkan keadaan petani kebun sehingga


diharapkan alternative industri yang dipiluh sesuai dengan kondisi
sesungguhnya. Pada umumnya petani karet memiliki tingkat produksi yang
rendah, tidak memiliki kemampuan untuk mengolah serta kualitas sumberdaya
manusia yang rendah.

Sub model DSS rubber 3

Digunakan untuk menilai kelayakan lokasi dengan melakukan wawncara


dengan metode SMART dengan criteria berdasarkan kemudahan memperoleh
bahan baku, kemudahan transportasi, kedekatan dengan pasar, kemuddahan
mendapatkan tenaga kerja dan sebagainya.

85
Sub model DSS rubber 4

Digunakan untuk memperkirakan kecukupan bahan baku dengan melihat trend


produksi dan luas lahan petani karet.

Sub model DSS rubber 5

Sub ini digunakan untuk menghitung kelayakan usaha dari alternative industri
terpilih. Perhitungan yang digunakan adalah pay back period. Internal rate of
return, dan net B/C ratio. Metode ini digunakan sebagai indicator kelayakan
usaha yang dijalan apakah menguntungkan atau tidak.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Sub Model DSS rubber 1.

Pada tahap ini dgunakan model perbandingan eksponensial. Nilai yang


diberikan berkisar 1 sampai 5. Penentuan bobot ditetapkan pada setiap
parameter untuk menunjukkan tingkat kepentingan suatu parameter. Nilai
tingkat kepentingan yang diberikan berkisar 1-5, semakin tinggi nilai tingkat
kepentingan maka criteria semakin penting. Hasil analisis secara otomatis akan
memilih dua alternative dengan nilai terbesar.

Tabel 3. Hasil analisa dengan Metode Perbandingan Ekponensial

Matriks keputusan untuk pemilihan industri berdasarkan pohon industri


Criteria nilai keputusan
Alternative
Modal tenaga kerja teknologi MPE rangking
crumb rubber 1 1 1 10 6
Sheet 1 1 1 10 5
lateks DPNR 3 3 3 30 1
Karet siklo 2 2 2 18 4
Perekat 3 2 2 25 2
karet busa 3 2 2 25 3
bobot Bayes 0.5 0.2 0.3
bobot MPE 5 2 3

Hasil analisa didasarkan pada dua nilai terbesar. Hal ini dimaksudkan agar
alternative terpilih masih dapat dibandingkan pada model selanjutnya.
Alternatif yang terpilih pada tahap ini adalah industri lateks DPNR, perekat dan
karet busa.

86
Sub model DSS Rubber 2

Sub model DSS rubber 2 adalah tahap untuk memilih agroindustri berdasarkan
kesesuaian dengan karakteristik petani kebun. Model ini dimaksudkan agar
alternative industri terpilih dapat dilakukan oleh kelompok petani kebun
(koperasi). Metode yang digunakan adalah Proses Hirarki Analitik (AHP).
Tujuan yang diinginkan adalah memilih alternative agroindustri yang sesuai
dengan koperasi petani kebun, sedangkan criteria yang digunakan adalah
kemampuan produksi, proses pengolahan, aspek teknis dan teknologis serta
peluang pasar.

Memilih alternative industri yang sesuai dengan


Fokus karakteristik petani kebun

Kemampuan Proses pengolahan Peluang Aspek


Alternative teknis produksi pasar teknologi
(0,11) (0,16) (0,29) (0,46)

Pemerintah Petani Koperasi Industri


Aktor
(0,31) (0,22) (0,12) (0,36)

Meningkatkan Meningkatkan Memperluas Meningkatkan


pendapatan daya saing lapangan devisa negara
Tujuan petani ekspor kerja (0,27)
(0,29) (0,196) (0,25)

Lateks DPNR Karet busa Perekat


Alternative
(0,61) (0,26) (0,139)

Gambar 6. Struktur hirarki pemilihan agroindustri karet berdasarkan


kesesuaian dengan petani kebun

Dari hasil analisis dapat terlihat bahwa lateks DPNR memiliki prioritas tertinggi
yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini disebabkan industri yang
dicari adalah industri yang dapat memberi penghasilan tambahan bagi petani
yang selama ini menjual bokar dengan harga murah.

87
Industri menjadi actor yang memberi pengaruh tertinggi dibandingkan dengan
yang lainnya. Hal ini dapat diebabkan karena hasil pengolahan ini akan dijual
kembali ke industri pengolahan lebih lanjut. Kriteria yang mendapat prioritas
tertinggi adalah aspek teknis teknologis. Aspek ini mempunyai pengaruh
menyeluruh dalam kelayakan usaha karena meliputi rencana kapasitas,
pemilihan teknologi, desain lay out pabrik dan skala produksi.

Sub model DSS Rubber 3

Sub model ini digunakan untuk menentukan lokasi agroindustri unggulan.


Lokasi agroindustri unggulan yang dipilih adalah lokasi yang diharapkan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kriteria yang digunakan adalah:

1. Ketersediaan dan kedekatan dengan bahan baku


2. kedekatan dengan daerah pemasaran
3. kemudahan dalam memperoleh fasilitas produksi
4. ketersediaan tenaga kerja
5. ketersediaan sarana dan prasarana penunjang
6. harga tanah
7. tingkat UMR setempat
8. keterimaan masyarakat sekitar
9. kebijakan pemerintah

Hasil analisis mengginakan SMART memperlihatkan hasil seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis SMART terhadap keputusan pemilihan lokasi

Alternative lokasi
No Criteria Sumatera Kalimantan
Riau Jambi
Selatan Barat
1 Ketersediaan bahan baku 0,2 0,15 0,2 0,15
2 Kedekatan dengan pemasaran 0,15 0,1 0,1 0,1
3 Ketersediaan sarana dan 0,075 0,075 0,05 0,05
prasarana produksi
4 Kemudahan dalam 0.075 0,075 0,05 0,075
memperoleh fasilitas produksi
5 Kebijakan pemerintah 0,05 0,05 0,05 0,05
6 Keterimaan masyarakat 0,05 0,05 0,025 0,025
7 Others 0,1 0,1 0,075 0,075
Total 0,7 0,6 0,55 0,525
Ranking 1 2 4 3

88
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 4 propinsi yang menjadi lokasi yang
sesuai untuk agroindustri lateks DPNR adalah Sumatera Selatan.

Sub model perkiraan ketersediaan bahan baku

Sub model ketersediaan bahan baku digunakn untuk menentukan perkiraan


ketersediaan bahan baku karet. Dari Grafik dapat dilihat bahwa trend produksi
karet petani relative konstan tiap tahun dan tidak mengalami penurunan yang
berarti sehingga diharapkan kontinuitas bahan baku tatap tersedia (Gambar 7
dan 8).

produksi karet petani

500
produksi (000 ton)

450
400
350
300 x
250
200 y
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6
x 1995 1996 1997 1998 1999 2000
y 341 334.6 309.8 330.9 303.7 300
tahun

Gambar 7. Produksi karet rakyat Indonesia

89
Jumlah Produksi Karet Rakyat

345

340

335

330
Produksi (ribu ton)

325

320

315

310
y = -7.9029x + 16106

305

300
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Tahun

Gambar 8. Persamaan Linier produksi karet rakyat

Sub kelayakan financial agroindustri

Sub model ini digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha


agroindustri dilihat dari aspek financial. Asumsi yang digunakan untuk
pendirian agroindustri lateks DPNR ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Asumsi yang digunakan untuk agroindustri lateks DPNR

No Asumsi Nilai
1 Umur proyek agroindustri lateks DPNR 10 tahun
2 Jumlah produksi/hari 10.000 kg
3 Bunga bank saat ini 20%
4 Harga bahan baku lateks Rp 2300/kg llateks
5 Harga jual DPNR Rp 8000/kg
6 Biaya dan harga selama 10 tahun dihitung konstan
7 Persentase biaya penyusutan 10%
8 Persentase biaya pemeliharaan 2%
9 Persentase biaya asuransi 0,5%
10 Persentase produksi:
Tahun 1 50%

90
No Asumsi Nilai
Tahun ke 2 80%
Tahun ketiga dan seterusnya 100%
11 Modal investasi: 50% modal sendiri dan 50% modal
pinjaman

Hasil analisis kelayakan

Tabel 6. Analisis kelayakan dan snsitivitas agroindustri lateks pekat DPNR

Harga jual turun Harga bahan baku


Criteria investasi Kondisi normal
10% naik 17,4%
NPV 3,711,260,002 1,665,409.275 0
IRR 40% 30 20%
B.C ratio 1,9 1,4 1
Payback periode 3,2 thn 4,3 5,06

KESIMPULAN

1. Basis model yang dikembangkan dalam DSS Rubber adalah model


pemilihan alternative industri karet berdasarkan pohon industri karet,
pemilihan agroindustri berdasarkan kesesuaian dengan karakteristik petani
kebun, pemilihan lokasi yang sesuai, penentuan kecukupan bahan baku dan
kelayakan usaha agroindustri karet.

2. Hasil verifikasi model DSS Rubber di Indonesia dan analisa menunjukkan


bahwa:

a. Alternatif industri yang terpilih berdasarkan pohon industri di


Indonesia adalah: lateks DPNR, perekat dan karet busa.

b. Agroindustri yang sesuai dengan karakteristik petani kebun


berdasarkan analisis AHP adalah DPNR (0,61), karet busa (0,26) dan
perekat (0,139).

c. Lokasi yang terpilih yang sesuai untuk pengembangan lateks DPNR


berdasarkan analisis SMART adalah Sumatera Selatan.

91
d. Berdasarkan analisis kelayakan, agroindustri layak untuk
dikembangkan dengan nilai NPV 3,711,260,002, IRR 40%, BC ratio 1,9
dan Pay back Periode 3,2 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

DitjenBun. 2000. Rubber Commodity Outlook, Jakarta.

DitjenBun. 2001. Statistik Perkebunan Indonesia : Karet, Jakarta.

Eriyatno. 1996. Analisa Sistem Ahli di Bidang Pertanian dalam Ilmu Sistem.
Penerbit IPB, Bogor.

Gapkindo. 2001. Buletin Karet. Informasi pasar, perkembangan karet


Indonesia. No. 02 Tahun 23. 20 Januari 2001. Gabungan Perusahaan
Karet Indonesia, Jakarta.

IRSG. 2001. Rubber Statistica Bulletin. International Rubber Study Group.


Wembley, UK.

Manning, W.A. 1984. Decision Making : How a microcomputer aids the process
Portland State University.

Makridakis, S. Steven C, Wheelwright dan Victor E. Mc Gee. 1995. Metode


aplikasi peramalan terjemahan Erlangga, Jakarta.

Marimin . 2002. Teori dan aplikasi system pakar dalam teknologi manajerial.
IPB Press, Bogor.

Minch, R.P dan J.R Burn. 1983. Conceptual of Decicion Support System
Utilizing Management Science Model IEEE Transaction on System Mac
ND Gybermatic, USA.

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin. Proses hirarki
analitik untuk pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks.
Terjemahan. PT Pustakan Binaman Pressindo, Jakarta.

Sutojo, S. 2000. Strudi Kelayakan Proyek, teori dan praktek. Gramedia, Jakarta.

Turban, E. 1990. Decision Support System and Expwert System. Mc Millan


Publ, New York.

www.FAO.org

www.bi.go.id/sipuk/siabe

www.agroindonesia.com

92
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Switching pada pengguna
SIM Card di Fakultas Ekonomi Univesitas Lampung

Ribhan6

ABSTRAK

Brand Switching is the time when a customer or a group of customerchange


their loyalty from one brand of product to another. The other definition of Brand
Switching is brand movement done by customer for times employment, brand
switching level.

The data obtained through the istribution of quisioner with sampling method
done by Stratified Random Sampling, where sub popilation in this research is
consist of nine (9) sub population/ major. Sample amount in this research is
counted based on the opinion of Hair and friends in Augusty Ferdinand
(2002:47-48), 117 sample.

Based on research about the factors influence brand switching to SIM Card user
in Economics Faculty Lampung University, some suggestion served as
consideraton material for SIM card provider to face customer brand switching.
Firstly, from result test could be seen that brand switching is unsignificantly
influenced by product attributes offered, furthermore the effort should be done
by provider is limited to necessary product attributes improvement insteaf of
inovatively. Secondly, cellular operator should put more attention to determine
low price in every price variable inovation offered, because this is evidently
prooved so effective in influencing customer brand switching in every buying
times. Thirdly, cellular operator sholud be more active in setting their
promotion activity, such as increasing advertisement frecuency, choosing more
attractive and ear cacthcy words in the advertisement and other type of
promotion, etc. Fourthly, if cellular provider increase their promotion activity
actively, then it must be followed by increasement of inventories in selling rack,
and widen the distribution line because these are evidently prooved to be so
effective in influencing customer brand switching in every buying times.

Keywords : Brand Switching, SIM Card, promotion

6 Dosen pada Jurusan Manajemen FE Unila


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa globalisasi seperti sekarang ini dimana perubahan teknologi dan arus
informasi yang semakin maju dan cepat mendorong timbulnya laju persaingan
dalam dunia usaha. Melihat banyaknya produk yang ditawarkan maka
konsumen akan mulai melihat merek mana yang memenuhi kebutuhannya. Jadi
kebutuhan konsumen tidak terbatas pada fungsi utama yang bisa diberikan
pada suatu produk (primary demand), tetapi berkembang menjadi kebutuhan
sekunder (secondary demand) yaitu keinginan pada suatu merek. Reicheld (1996)
mengemukakan bukti bahwa dari para pelanggan yang puas atau sangat puas,
antara 65% sampai 85% akan berpindah ke produk lain (meraih loyalitas
pelanggan, pdf article). Berdasarkan hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa
dengan hanya memuaskan pelanggan tidak cukup menjaga pelanggan agar
tetap loyal, sementara di lain pihak pelanggan tetap bebas dalam membuat
pilihan suatu merek.

Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat memberikan pengaruh


yang sangat besar bagi perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia. Awal
kelahiran Industri seluler di Indonesia didominasi oleh dua operator selular
besar yang berbasis GSM (Global System for Mobile Communication), yaitu PT.
Telkomsel (Telekomunikasi Seluler Indonesia) dan PT. Satelindo (Satelit Palapa
Indonesia). Beberapa tahun kemudian hadir operator seluler dengan nama PT.
Exelcomindo Pratama.

Adanya beberapa operator seluler menimbulkan persaingan yang semakin ketat


pada industri telekomunikasi seluler, produk telekomunikasi seluler semakin
bertambah dan beraneka ragam. Persaingan ini membawa dampak positip buat
konsumen. Ketika operator berlomba menawarkan produknya, konsumen
dapat memilih sesuai kebutuhan. Murahnya harga kartu perdana membuat
konsumen dapat berganti-ganti kartu sesering mungkin (brand switching).
Tingkat pengguna yang berguguran di tengah jalan juga tinggi, diperkirakan
mencapai 30% (Majalah Trend & Telecomunication, 15 : Juli 2005).

Menyadari fenomena tersebut, masing-masing operator seluler berusaha


menciptakan inovasi terhadap fitur-fitur baru agar pelanggan tetap loyal. Saat
ini operator seluler tidak hanya mengandalkan produk dan harga saja, tetapi
perlu menciptakan nilai tambah yang dapat dinikmati pelanggan sesuai dengan
kenginan dan kebutuhan pelanggan.

Data dari hasil riset majalah SWA menunjukkan total pelanggan seluler di
Indonesia hingga Maret 2004 sebesar 21,6 juta pelanggan. Dari jumlah tersebut,

94
PT. Telkomsel menduduki market share peringkat pertama sebesar 44% untuk
kartu Simpati, disusul kartu Mentari dari PT. Indosat sebesar 24%, kemudian
berturut-turut PT. Exelcomindo dengan kartu Pro XL sebesar 15%, dan 17%
gabungan dari seluruh operator seluler yang ada di Indonesia (Majalah SWA
Seluler, 33 : November 2004).

Data penjualan beberapa merek SIM Card dari ketiga operator seluler di Bandar
Lampung pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Rekapitulasi Penjualan Kartu Prabayar di Bandar Lampung

SIM Card
Bulan Mentari Simpati Pro XL Lainnya
Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Fisik (Satuan) Fisik (Satuan)
Januari 233.442 427.977 145.901 165.355
Februari 226.030 414.388 141.269 160.105
Maret 272.339 499.288 170.212 192.907
April 303.976 557.289 189.985 215.316
Mei 358.586 657.408 224.116 253.998
Juni 364.694 668.606 227.934 258.325
Juli 425.591 780.250 265.994 301.460
Agustus 403.487 739.726 252.179 285.803
TOTAL 2.588.145 4.744.932 1.617.590 1.833.269
Sumber : Database Indosat Lampung 2006

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa total penjualan SIM Card terbesar
terbesar di Bandar Lampung dipimpin oleh operator seluler dangan pangsa
pasar terbesar di Indonesia yaitu PT. Telkomsel. Pada Tabel 1 juga dapat dilihat
bahwa pada masing-masing operator seluler selain mengalami peningkatan
juga pernah mengalami penurunan volume penjualan. Indikasi ini
memperlihatkan bahwa pelanggan pada masing-masing operator seluler
kerapkali berpindah kesetiaannya, karena tertarik atau ingin mencoba
menggunakan merek SIM Card lain yang dinilai mampu memberikan nilai
tambah. Selain itu, dapat dilihat bahwa pada bulan Agustus terjadi penurunan
volume penjualan, yang artinya pada bulan ini siklus hidup produk (PLC) dari
masing-masing operator seluler berada pada tahap penurunan. Konsumen pada
tahap ini sedang mengalami kejenuhan, kondisi ini medorong masing-masing
operator seluler melakukan penurunan harga.

Konsumen yang telah berpindah kesetiaannya selain berganti-ganti merek SIM


Card pada tiap waktu pembeliannya juga tedapat konsumen yang setiap waktu
pembeliannya menggunakan lebih dari satu merek SIM Card yang berbeda.

95
Mengingat hal ini, akan diperlihatkan juga data jumlah pelanggan pada Tabel 2
di bawah ini :

Tabel 2. Jumlah Pelanggan Kartu Prabayar di Bandar Lampung

SIM Card
Bulan Mentari Simpati Pro XL Lainnya
Total Subscriber Total Subscriber Total Subscriber Total Subscriber
Januari 179.585 329.239 112.241 127.206
Februari 159.785 292.939 99.866 113.181
Maret 156.859 287.575 98.037 111.108
April 173.823 318.675 108.639 123.125
Mei 186.466 341.854 116.541 132.080
Juni 185.847 340.719 116.154 131.642
Juli 187.116 343.046 116.947 132.540
Agustus 183.724 336.827 114.827 130.138
Sumber : Database Indosat Lampung 2006

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah pelanggan dan jumlah


penjualan pada masing-masing operator seluler selain mengalami peningkatan
juga pernah terjadi penurunan kuantitas. Terlihat pada tabel yaitu di bulan
Februari dan Maret terjadi penurunan jumlah pelanggan Mentari, setelah
adanya layanan Free Talk yang diluncurkan pada bulan April terjadi
peningkatan jumlah pelanggan Mentari. Free Talk merupakan layanan tambahan
berupa telepon gratis selama lima jam dari Mentari ke seluruh operator Indosat.
Pelanggan bebas memilih merek SIM Card mana yang mampu menawarkan
nilai tambah yang dapat diperoleh pelanggan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan pelanggan.

Perbandingan tarif yang ditawarkan dari masing-masing kartu prabayar dapat


dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa tedapat
perbedaan penetapan tarif pada masing-masing operator seluler. Tarif
percakapan yang ada merupakan tarif yang berlaku pada waktu peak (sibuk).
Pengenaan tarif percakapan pada waktu offpeak dari masing-masing operator
seluler yaitu lebih rendah dari tarif waktu peak. Pemberlakuan itu merupakan
usaha dari tiap operator seluler dalam rangka memperluas market share dan
menawarkan nilai tambah yang dapat diperoleh pelanggan sesuai keinginan
dan kebutuhan guna menjaga pelanggan tetap loyal dalam setiap waktu
pembeliannya.

Masing-masing operator seluler dalam pengenaan tarif percakapan memiliki


pembagian waktu bicara, yaitu waktu peak (sibuk) dan waktu offpeak (tidak
sibuk). Tarif percakapan kartu prabayar Simpati pada waktu peak (07.00-23.00)

96
dan waktu offpeak (23.00-07.00). Tarif percakapan kartu prabayar XL Jempol
pada waktu peak (06.00-22.00) dan waktu offpeak (22.00-06.00). Kartu Prabayar
Mentari setelah ada layanan free talk, pembagian waktu berbicara berubah
menjadi waktu peak (07.00 s/d 23.00) dan waktu offpeak (23.00 s/d 24.00) serta
waktu free talk (24.00 s/d 05.00).

Tabel 3. Perbandingan Tarif kartu Simpati, Mentari, Xl Jempol

Tarif SMS dan Kartu Seluler


Layanan Simpati Mentari Xl Jempol
a. SMS sesama Rp.350,-/pesan Rp.350,-/pesan Rp 99,-/pesan
b. SMS lintas operator Rp.350,-/pesan Rp.350,-/pesan Rp 299,/pesan
c. SMS internasional Rp.600,-/pesan Rp.500,-/pesan Rp 499,-/pesan
d. MMS sesama Rp.500,-/kb Rp.1.375/50 Kbytes Rp 500/100 kb
e. MMS lintas operator Rp.500,-/100kb Rp.1.375/50 Kbytes Rp 1.250/100 kb
f. MMS internasional Rp.3..250,-/Kbytes Rp.1.375/50 Kbytes Rp 3.300/100 kb
g. GPRS Rp.7-/Kbytes Rp.5,-/Kbytes Rp 10/kb
h. Voice mail Tarif Lokal Rp.776,5/menit Tarif lokal ke PSTN
i. Layanan info GRATIS GRATIS GRATIS
j. Customer sevice GRATIS GRATIS Rp 399
Tarif Percakapan
a. Sesama local Rp.1.500,-/menit Rp.500/menitRp 500/30 detik
b. Sesama SLJJ Rp.4.000,-/menit Rp.500/menitRp 500/30 detik
c. PSTN local Rp.950,-/menit Rp.900/menitRp 350/30 detik
d. PSTN SLJJ Rp3.720,-/menit Rp.3.200/menit
Rp 1.000/30detik
e. Operator lain local Rp.1.600,-/menit Rp.1.500/menit
Rp 750/30 detik
f. Operator lain SLJJ Rp.4.000,-/menit Rp.3.200/menit
Rp1.000/30detik
5.000; 10.000; 15.000;
10.000; 25.000; 10.000; 20.000;
Tarif Isi Ulang pulsa 25.000; 35.000;
50.000; 100.000 50.000; 100.000
50.000; 100.000
Sumber : www.satelindo.com; www.telkomsel.com; www.xl.co.id tahun 2007

Perbandingan fitur dan layanan yang ditawarkan dari masing-masing kartu


prabayar dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Perbandingan Fitur dan Layanan kartu Simpati, Mentari, XL, Jempol

SIM Card
Fitur & Layanan
Mentari Simpati XL Jempol
SMS (Short Message Service) √ √ √
MMS, GPRS, 3G √ √ √
Bebas Roaming Nasional √ √ √
Layanan data √ √ √
Caller ID (CLI) √ √ √

97
SIM Card
Fitur & Layanan
Mentari Simpati XL Jempol
CLIR (Calling Line Identification Restriction) √ - -
Call Waiting √ √ √
Call Hold √ √ √
Voice Mail √ √ √
Who Called √ √ √
Kapasitas Phone Book √ √ √
Cek Saldo & isi ulang cepat √ √ √
Pulsa tdk hangus pd ms tenggang √ √ √
Nomor akses khusus bebas pulsa √ √ √
MPC (Multy Party Calling) - √ -
Forum untuk pelanggan - √ -
Layanan Nada Tunggu √ √ √
Zona Luas √ √ √
Voice SMS √ - √
Sumber : www.satelindo.com; www.telkomsel.com; www.xl.co.id tahun 2007

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat perbandingan fitur dan layanan yang


diberikan oleh masing-masing operator seluler. Pelanggan yang loyal pada
umumnya akan melanjutkan pembelian dengan tidak berpindah-pindah merek,
walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing.

Data mengenai fenomena brand switching yang terjadi pada Mahasiswa S1


reguler dan D3 Fakultas Ekonomi Universitas Lampung tahun 2007 dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Fenomena Brand Switching Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi


Universitas Lampung

Lama Pemakaian
Operator, Sim card (2 s/d 6) (7 s/d
≤1 bln > 12 bln Total
bln 12)bln
Mentari 3.81% 4.05% 3.13% 3.81% 14.80%
Indosat IM3 2.38% 5.73% 2.63% 3.34% 14.08%
Matrix 0.24% 0.24% - 0.71% 1.19%
Star one 1.67% 0.47% - 0.24% 2.38%
Jempol 4.06% 7.40% 2.86% 5.73% 20.05%
Excelcomindo
Bebas 2.86% 3.11% 1.67% 1.67% 9.31%
X Plor 0.95% 0.48% 0.24% - 1.67%
Simpati 2.63% 4.77% 3.10% 7.88% 18.38%
Telkomsel As 1.91% 5.49% 2.86% 6.21% 16.47%
Halo - 0.48% 0.24% 0.95% 1.67%
Sumber : Data hasil penyebaran 117 kuesioner, Mei 2007.

98
Berdasarkan Tabel 5 dan kuesioner (Tabel i) yang terdapat pada Lampiran 1
dapat dijelaskan bahwa sebanyak 117 kuesioner yang telah disebar, yakni
terdapat 419 jawaban (yang diberi tanda X). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-
rata seorang responden pernah atau sedang menggunakan sebanyak 3 atau 4
merek SIM Card dalam berbagai jangka waktu pemakaian. Berdasarkan Tabel 5
dapat dilihat bahwa Kartu Jempol dari PT. Excelcomindo merupakan merek
SIM Card yang paling banyak dipilih oleh responden, namun dengan waktu
pemakaian yang relatif tidak lama yaitu antara 2 s/d 6 bulan (persentase sebesar
7.40%). Hasil survei yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa fenomena
brand switching terjadi pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung.

Definisi dari brand switching adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh
pelanggan untuk setiap waktu penggunaan (Sumarketer, Senior Business Analyst,
MarkPlus & Co). Peralihan merek (brand switching) ditandai dengan keterlibatan
yang rendah (low involvement). Konsumen merupakan penerima informasi pasif
(information catching) ketika konsumen tersebut melihat iklan di televisi, surat
kabar, majalah, dan media luar ruang seperti spanduk, umbul-umbul, billboard,
dan lain-lain. Promosi periklanan (reminder advertising) menciptakan keakraban
merek (brand familiarity) dan bukan keyakinan merek (brand conviction). Melalui
Personal selling, mengadakan promosi penjualan dengan cara program bundling
kartu perdana dengan merek handphone tertentu, serta melakukan hubungan
masyarakat (Humas) dengan cara press release dan sponshorship juga dapat
menciptakan keakraban merek pada pengguna SIM Card. Pemasar juga dapat
melakukan strategi sepeti menjaga agar jangan sampai kehabisan stok. Sekali
kehabisan stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing
sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel
yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Ini jelas harus
dicermati dengan baik oleh para pemasar agar perusahaan dapat
mempertahankan dan meningkatkan pasar guna mengungguli para pesaing
dengan produk atau merek yang ditawarkan.

1.2 Permasalahan

Ketatnya situasi persaingan yang sedang terjadi pada Industri Telekomunikasi


sedang dirasakan oleh masing-masing operator seluler dari berbagai merek SIM
Card, khususnya di Bandar Lampung. Masing-masing operator seluler bersaing
dalam hal menawarkan fitur dan layanan produk yang inovatif, tarif pulsa dan
harga yang rendah serta strategi promosi dan distribusi yang efektif. Data
penjualan pada akhir tahun 2006 menunjukkan adanya masalah, yaitu
penurunan volume penjualan pada masing-masing operator seluler, dimana
pada saat itu Product Life Cycle (PLC) dari berbagai merek SIM Card yang ada di
Bandar Lampung sedang berada pada tahap penurunan. Konsumen dari

99
masing-masing SIM Card pada tahap itu sedang mengalami kejenuhan, dan
implikasi yang terjadi ditemukan bahwa konsumen tersebut berpindah
kesetiaannya dari satu merek produk ke merek produk lainnya (brand switching).

Perilaku konsumen brand switching lebih memperhatikan harga didalam


melakukan pembelian. Mengingat bahwa konsumen ini memiliki keterlibatan
yang rendah dalam setiap pembeliannya, masing-masing operator seluler
berlomba-lomba melakukan serangkaian kegiatan promosi untuk menjelaskan
keistimewaan produknya dan menjaga persediaan di setiap rak penjualan pada
setiap saluran distribusi yang ada untuk menghindarkan terjadinya celah
distribusi yang nantinya dapat memberikan keuntungan pada pesaing.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peralihan merek


(brand switching) dapat dilihat dari banyak indikator, antara lain atribut produk
(product attributes), harga (price), promosi (promotion), dan persediaan produk
(product distribution). Indikator-indikator tersebut dapat pula dikategorikan
sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi brand switching.

Dan timbul suatu permasalahan yaitu:

1. ”Apakah atribut produk (product attributes) memiliki pengaruh yang


positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM
Card?”
2. ”Apakah harga produk memiliki pengaruh yang positif terhadap
peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card?”
3. ”Apakah promosi (promotion) memiliki pengaruh yang positif terhadap
peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card?”
4. ”Apakah persediaan produk (product distribution) memiliki pengaruh
yang positif terhadap peralihan merek (brand switching) pada pengguna
SIM Card?”

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1.3.1 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan


penulisan ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh product attributes terhadap peralihan merek (brand switching)


pada pengguna SIM Card.

100
2. Pengaruh harga produk terhadap peralihan merek (brand switching)
pada pengguna SIM Card.
3. Pengaruh promosi terhadap peralihan merek (brand switching) pada
pengguna SIM Card.
4. Pengaruh persediaan produk (product distribution) terhadap peralihan
merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

1.3.2 Manfaat Penulisan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut:

1. Memberikan informasi atau bahan masukan yang berguna bagi


perusahaan penyedia SIM Card, dalam hal ini yakni para pemasar
didalam merumuskan strategi pemasaran yang tepat.
2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Fakultas Ekonomi Universitas
Lampung, khususnya jurusan Manajemen pemasaran dalam kaitannya
dengan studi kasus yang berkaitan dengan implementasi bauran
pemasaran dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sebagai bahan referensi bagi penulis untuk penelitian selanjutnya.

1.4 Kerangka Pemikiran

Model Pengaruh variabel product attributes, price, promotion, dan product


distribution terhadap variabel brand switching dapat dilihat pada Gambar 1
berikut ini.

101
Atribut
Produk
(X1)

Harga
(X2)

Promosi
(X3)
Brand Switching
(Y)

Persediaan
Produk
(X4)

Gambar 1. Tata hubung antar variabel yang mempengaruhi Brand


Switching

Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat


loyalitas merek yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan perilaku berpindah-
pindah atau peralihan merek (brand switching).

Brand switching is when a consumer or group of consumers switches their


allegiance from one brand of a certain type of product to another (Sticky-
Marketing.com monthly magazine).

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat
dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan
dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari
brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh
pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga
menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal
(Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co).

Menurut David A Aaker (1996: 23)

There is a risk that loyal customers can be enticed away by a competitor if the
performance of the product or service is not improved.

102
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa terdapat suatu resiko
dimana pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan
produk atau layanannya tidak diperbaiki, karena mungkin saja konsumen
memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat
yang cukup besar sebagai kompensasinya.

Menurut Rangkuti (2002:61)

tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau
tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen
Switcher atau price buyer (Konsumen lebih memperhatikan harga didalam
melakukan pembelian).

Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin
tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu
merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli
yang sama sekali tidak loyal.
Menurut David A Aaker (1996:22)

Active management requires efforts to avoid distribution gaps or out-of-stocks


that might precipitate a decision to switch brands.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tindakan manajemen


lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan celah distribusi
(out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen memutuskan untuk
berpindah-pindah merek (brand switching).

Konsumen yang seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam


pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari
keragaman (Variety Seeking Buying Behavior), hal ini dapat dilihat pada Gambar 2
berikut.

KETERLIBATAN
Tinggi Rendah
Variety Seeking Buying
Banyak Complex Buying Behavior
Perbedaa
n Merek

Behavior
Sedikit Dissonance Reducing Buying Behavior Habitual Buying Behavior
Gambar 2.Tipe-tipe perilaku konsumen
Sumber: Panduan Riset Perilaku Konsumen, Bilson Simamora (2004:22)

103
Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa peralihan merek (brand
Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek.
Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk
yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan
keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut.
Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang
rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap
atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi
mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information
catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek (brand conviction),
tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand
familiarity).

Menurut Aaker, yang dikutip oleh Rangkuti (2002:39)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk


mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya meraih kualitas


kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali,
melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha membangun identitas merek (brand
identity) dan berusaha membentuk citra merek (brand image building) dalam
benak konsumen.

Menurut Philip Kotler (2005 : 84)

Identitas merek dibangun dari beberapa elemen, yaitu nama, logo,


warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan desain produk itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai


dua unsur yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang
dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna
tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek berguna untuk
mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang dan
jasa yang hendak dibeli. Memiliki brand position dan identitas yang konsisten
(Consistency over time) juga merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek
yang kuat.

Promosi merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang diyakini


memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pemasaran, apakah itu untuk tujuan
menaikkan penjualan, membentuk citra merek (brand image building),

104
mendorong konsumen untuk membeli suatu merek, dan tujuan marketing
lainnya.
Menurut Philip Kotler (1999: 205) ada 5 jenis kegiatan promosi yang sering
disebut juga bauran promosi, yaitu Periklanan, Promosi Penjualan, Hubungan
Masyarakat dan Publisitas, Penjualan secara pribadi, dan Pemasaran Langsung.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan kerangka pemikiran yang telah


diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang digunakan adalah :
1. Product attributes berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand
switching) pada pengguna SIM Card.
2. Harga produk berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand
switching) pada pengguna SIM Card.
3. Promosi berpengaruh positif terhadap peralihan merek (brand switching)
pada pengguna SIM Card.
4. Persediaan produk (product distribution) berpengaruh positif terhadap
peralihan merek (brand switching) pada pengguna SIM Card.

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pentingnya Ekuitas Merek dan Konsep Merek

Dewasa ini, satu-satunya atribut yang sulit ditiru adalah merek yang kuat.
Produk yang memiliki merek yang kuat cenderung lebih mudah memenuhi
kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi pelanggan. Alasan penting
lainnya adalah merek lebih bermakna daripada sekedar produk. Produk hanya
menjelaskan atribut fisik, sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta
hubungan secara spesifik dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena
merek mengandung nilai-nilai yang bersifat intangible seperti emosional,
keyakinan, harapan, serta sarat dengan persepsi pelanggan.

Menurut Kotler (2002:460)

Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi


dari hal-hal tersebut dmaksudkan untuk mengidentifikasikan barang
dan jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan membedakan dari
produk pesaing.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, jika suatu perusahaan


tersebut tidak melihat tujuan merek hanya sebagai nama, perusahaan tersebut
tidak melihat tujuan merek yang sebenarnya. Tantangan dalam pemberian
merek adalah mengembangkan suatu kumpulan makna yang mendalam untuk

105
merek tersebut. Batasan-batasan mengenai merek yang paling tahan lama
adalah nilai, budaya, dan kepribadian yang tercermin dari merek itu. Pemberian
nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu
simbol, karena merek menurut Rangkuti (2002:3) memiliki enam tingkat
pengertian.

1. Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan
agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja
yang terkandung dalam suatu merek.

2. Manfaat
Merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli
atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat
menerjemahkan atribut menjadi manfaat yang dapat langsung
dirasakan oleh konsumen.

3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Mereka
yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek
yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek
tersebut.

4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu.

5. Kepribadian
Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi penggunanya.
Diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna
akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
6. Pemakai
Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut.
Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang
terkenal untuk penggunaan mereknya.

Menyeleksi nama merek yang baik bukan merupakan tugas yang mudah.
Sebuah merek yang baik harus memiliki karakteritik-karakteristik di bawah ini
sebanyak mungkin, meskipun dalam kenyataannya sukar sekali untuk memiliki
semuanya. Menurut Rangkuti (2002:37) sebuah merek harus:

1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.


2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. Nama yang
singkat sangat membantu.

106
3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
4. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
asing.
5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan
mendapat perlindungan hukum.

Perusahaan harus melakukan tambahan nilai-nilai personality pada masing-


masing merek guna membedakan produk dengan produk pesaing,. Para
pemasar harus mampu menciptakan personality untuk merek yang dimilikinya
dan terus menerus memperbaiki kesan personalitas merek agar tidak
ketinggalan jaman.

Merek bervariasi dalam hal kekuatan dan nilai yang tidak dimilikinya di pasar.
Pada suatu sisi terdapat merek yang tidak dikenal oleh sebagian besar pembeli
di pasar, terhadapnya pembeli memiliki tingkat kesadaran merek (brand
awerenes). Akhirnya ada merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek (brand
loyality) yang tinggi.

Menurut Durianto dan Sitinjak (2001:4)

Ekuitas merek (brand equaity) adalah seperangkat alat dan liabilitas merek
yang terkait dengan suatu merek, nama, symbol, yang mampu menambah
atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa pada
perusahaan maupun pelanggan.

Suatu nama merek perlu dikelola dengan cermat agar ekuitas merek tidak
mengalami penyusutan. Hal ini membutuhkan pemeliharaan atau peningkatan
kesadaran merek dan asosiasi merek yang positif.

Menurut Aaker, yang dikutip oleh Rangkuti (2002:39)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk


mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya meraih kualitas


kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali,
melibatkan dua kegiatan, yaitu berusaha membangun identitas merek (brand
identity) dan berusaha membentuk citra merek (brand image building) dalam
benak konsumen.

Menurut Philip Kotler (2005 : 84)

107
Identitas merek dibangun dari beberapa elemen, yaitu nama, logo,
warna, slogan, symbol, desain kemasan, dan desain produk itu sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai


dua unsur yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf dan kata-kata yang
dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna
tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek berguna untuk
mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang dan
jasa yang hendak dibeli. Memiliki brand position dan identitas yang konsisten
(Consistency over time) juga merupakan kekuatan untuk tetap memiliki merek
yang kuat.

Menurut Aaker yang dikutip Rangkuti (2002:43)

Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan


mengenai merek.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, keterkaitan pada


suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau
cara untuk mengkomunikasikannya, hal itu dapat membentuk citra merek atau
brand image dalam benak konsumen. Loyalitas merek (Brand Loyalty) adalah
ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek
merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam
pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang
pelanggan pada sebuah merek.

2.2 Brand Switching

Konsep yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat loyalitas merek
yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan perilaku berpindah-pindah atau
peralihan merek (brand switching).

Brand switching is when a consumer or group of consumers switches their


allegiance from one brand of a certain type of product to another (Sticky-
Marketing.com monthly magazine).

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat
dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan
dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi dari
brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh
pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga
menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal
(Sumarketer, Senior Business Analyst, MarkPlus & Co).

108
Menurut Bilson Simamora (2004:22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang
seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliannya
termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (Variety
Seeking Buying Behavior).

Peralihan merek (brand Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan


antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai
kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu
mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut.

Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang


rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap
atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi
mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information
catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek (brand conviction),
tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand
familiarity).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Brand Switching

Menurut Rangkuti (2002:61)

tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau
tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disebut konsumen
Switcher atau price buyer (Konsumen lebih memperhatikan harga didalam
melakukan pembelian).

Berdasarkan definisi tersebut, ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya murah. Semakin
tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu
merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan konsumen sebagai pembeli
yang sama sekali tidak loyal.

Menurut David A Aaker (1996: 23)

There is a risk that loyal customers can be enticed away by a competitor if the
performance of the product or service is not improved.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa terdapat suatu resiko


dimana pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan
produk atau layanannya tidak diperbaiki, karena mungkin saja konsumen

109
memindahkan pembeliannya ke merek lain yang menawarkan berbagai manfaat
yang cukup besar sebagai kompensasinya.

Menurut David A Aaker (1996:22)

Active management requires efforts to avoid distribution gaps or out-of-stocks


that might precipitate a decision to switch brands.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dijelaskan bahwa tindakan manajemen


lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan celah distribusi
(out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen memutuskan untuk
berpindah-pindah merek (brand switching).

Promosi merupakan salah satu kegiatan strategik pemasaran yang diyakini


memiliki pengaruh terhadap keberhasilan pemasaran, apakah itu untuk tujuan
menaikkan penjualan, membentuk citra merek (brand image building),
mendorong konsumen untuk membeli suatu merek, dan tujuan marketing
lainnya.

Menurut Philip Kotler (1999: 205) ada 5 jenis kegiatan promosi yang sering
disebut juga bauran promosi, yaitu :

1) Periklanan
2) Promosi Penjualan
3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas
4) Penjualan secara pribadi
5) Pemasaran Langsung

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survey/sample, yaitu


mengambil hanya sebagian unit populasi guna dijadikan unit observasi.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Penelitian pustaka, yaitu dengan membaca buku/literatur atau karya


ilmiah lainnya dan sumber data lain yang mempunyai hubungan
dengan penulisan penelitian ini.
3.2.2 Penelitian Lapangan, yaitu dengan cara memberikan daftar pertanyaan
(kuesioner) kepada responden untuk dijawab, kemudian jawaban dari
setiap pertanyaan tersebut ditentukan skornya dengan menggunakan

110
Skala Likert yaitu : (1, 2, 3, 4, 5) dengan kriteria umum untuk skor yang
digunakan untuk jawaban adalah :
• Sangat setuju, skor = 5
• Setuju, skor = 4
• Netral, skor = 3
• Tidak setuju, skor = 2
• Sangat tidak setuju, skor = 1

3.3 Metode Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung. Mengingat sangat besarnya jumlah populasi dalam
penelitian ini, maka pengambilan sampelnya menggunakan Stratified Random
Sampling. Populasi dibagi ke dalam beberapa sub populasi, kemudian pada
setiap sub populasi dilakukan pengambilan sampel secara acak. Sub populasi
dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan banyaknya jurusan yang ada
dalam Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Sub Populasi Penelitian

No SUB POPULASI/JURUSAN
1. SI Manajemen
2. S1 Akuntansi
3. S1 IESP
4. D3 Pemasaran
5. D3 Keuangan dan Perbankan
6. D3 Akuntansi
7. D3 Perpajakan
8. D3 Koperasi
9. D3 Perencanaan Pembangunan

Besarnya sampel dalam penelitian ini dapat dihitung berdasarkan pendapat


Hair dkk dalam Augusty Ferdinand (2002:47-48) bahwa ukuran sampel
minimum yang digunakan dalam Structural Equation Modeling (SEM) adalah
sebanyak 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Penelitian ini
menggunakan 23 indikator, maka berdasarkan rumus tersebut di atas besarnya
sampel dalam penelitian ini adalah :

Total sampel = 23 x 5 = 115 responden

Jumlah sampel untuk tiap sub populasi (sub sampel) ditentukan secara rata-
rata. Alasan penentuan ini dikarenakan bahwa tiap-tiap sub populasi/jurusan

111
mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Berdasarkan perhitungan
tersebut, diperoleh dhasil sebaga berikut :

Sampel untuk tiap sub populasi (sub sampel) = Besarnya sampel


n sub populasi

= 115 responden
9
= 12,77
≈ 13 responden

3.4 Definisi Operasional Variabel

3.4.1 Observed Variables

3.4.1.1 Variabel Independen (X)

• Product attributes (X1)


• Price (X2)
• Promotion (X3)
• Product distribution (X4)

3.4.1.2 Variabel Dependen (Y)

Yaitu Brand switching

3.4.2 Unobserved Variables

e1, e2, e3, e4, e5

Peralihan merek (Brand switching) adalah saat dimana seorang pelanggan atau
sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk
tertentu ke merek produk lainnya (Sticky-Marketing.com monthly magazine).
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan brand
switching menurut David A. Aaker (1996) yaitu product attributes, price, dan
product distribution. Menurut Sutisna (2001) yaitu konsumen yang melakukan
brand switching merupakan konsumen yang low involvement, konsumen tersebut
dalam perilaku pembeliannya dipengaruhi oleh ingatan yang kuat akan merek
tertentu. Menurut Philip Kotler (1999), Promosi merupakan salah satu kegiatan
strategik pemasaran yang diyakini memiliki pengaruh membentuk citra merek
(brand image building). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan

112
bahwa promosi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi brand
switching.

Atribut produk (product attributes). Meliputi aspek produk dan non-produk


dari produk SIM Card yang ditawarkan. Aspek produk meliputi variasi produk,
kualitas (daya tahan, keandalan jangkauan sinyal), nama merek, logo, warna,
slogan, symbol, desain kemasan, desain produk itu sendiri, dan nomor cantik.
Aspek non produk meliputi fitur dan layanan yang ditawarkan.

Harga (Price). Merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang


menghasilkan pendapatan penjualan. Indikator harga pada produk SIM Card
meliputi harga katalog, tarif pulsa, bonus pulsa, sampel gratis.

Promosi (Promotion). Disebut juga bauran komunikasi. Menurut Philip Kotler


(1999: 205) terdapat lima cara komunikasi utama, yaitu periklanan, promosi
penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, penjualan secara pribadi, dan
pemasaran langsung.

Persediaan produk (product distribution). Meliputi tersedianya produk SIM


Card di setiap rak-rak penjualan, counter penjualan, atau gerai pejualan dan
jumlah saluran distribusi yang ada pada berbagi daerah distribusi.

3.5 Validitas dan Realibilitas Alat Ukur

3.5.1 Uji Validitas

Pengukuran validitas menggunakan uji Spearman dengan bantuan SPSS sampai


diperoleh hasil yang valid. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukurnya secara tepat dan
benar. Proses pengujian spearman dilakukan berulang kali dengan
menghilangkan satu persatu item pertanyaan yang memiliki nilai sig. (2
tailed) diatas 0.01, sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig. (2-tailed) dibawah
0.01.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien Alpha Croanbach. Uji reliabilitas


dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan ketepatan pengukuran, bila
pengukuran dilakukan pada objek yang sama berulang kali dengan instrumen
yag sama. Hasil uji reliabilitas dengan nilai Alpha Croanbachs > 0,5 = Reliabel
(Ferdinand, Agusty , 2002:63).

113
3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Analisis Kualitatif

Menganalisis data dengan menguraikan hasil daftar pertanyaan yang diperoleh


dari para responden dengan menggunakan pendekatan konsep pemasaran,
khususnya teori-teori yang berkaitan dengan ekuitas merek dan perilaku
konsumen.

3.6.2 Analisis kuantitatif

Model analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path Analysis). Analisis
jalur memiliki kemampuan untuk menampilkan sebuah model komprehensif
bersamaan dengan kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi atau faktor
dari sebuah konsep melalui indikator-indikator empiris (Confirmatory Factor
Analysis) serta kemampuannya untuk mengukur pengaruh antar faktor yang
secara teoritis ada (Analisis Regresi).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Uji Normalitas Data baik secara univariat maupun multivariate.


Mengingat bahwa teknik estimasi model yang digunakan adalah
Maximum Likelihood Estimation (ML), teknik ini memprasyratkan
dipenuhinya asumsi normalitas.

2. Uji Goodness-of-fit , uji ini dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian


model, untuk mengetahui apakah menerima model atau menolak model.
Uji ini dilakukan melalui telaah terhadap beberapa kriteria goodness-of-fit,
yaitu Chi-square, Significance Probability, RMSEA (The Root Mean Square
Error of Approximation), GFI (Goodness of Fit Index), AGFI (Adjusted
Goodness of Fit Index), TLI ((Tucker Lewis Index) , CFI (Comparative Fit
Index), indeks CMIN/DF.

3. Uji Regression Weight (Loading Factor) uji ini dilakukan untuk menguji
hipotesa dengan melihat signifikansi koefisien jalur (path coefficients)
yaitu melihat nilai CR yang identik dengan t-hitung dengan
membandingkan dengan t-tabel atau dengan melihat nilai Probabilitas
(P). P < 0,05 dianggap signifikan.

4. Terakhir adalah melakukan analisis atas Direct effect dan indirrect effect.

114
IV. PEMBAHASAN

4.1 Validitas Daftar Pertanyaan

Setelah proses skoring, dilakukan uji validitas terhadap 30 kuesioner yang telah
dikoreksi (dapat dilihat pada Lampiran 2). Proses pengujian spearman dilakukan
dengan menghilangkan satu persatu item pertanyaan yang memiliki nilai sig.
(2-tailed) diatas 0.01 atau 0.05, sampai diperoleh nilai yang valid yaitu sig. (2-
tailed) dibawah 0.01 atau 0.05. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :

Tabel 7. Hasil Uji Validitas

Jml item
Jml item No. Item
Pertanya Jml item
pertanyaan pertanyaan
No Variabel an yang pertanyaan
sebelum yang
tidak yang valid
Uji Validitas dihilangkan
valid
1. Brand Switching (Y) 6 1, 3 2 4
2. Product Attributes (X1) 13 9, 10, 14, 17, 18 5 8
3. Price (X2) 4 - - 4
4. Promotion (X3) 8 26, 27, 29 3 5
Product Distribution
5. 2 - - 2
(X4)

Berdasarkan Tabel 7, dapat dijelaskan bahwa dari 33 item pertanyaan, hanya 23


pertanyaan yang valid. Tingkat signifikansi dari 10 item pertanyaan yang tidak
valid dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengolahan lebih lanjut yaitu
menghilangkan 10 item pertanyaan yang tidak valid dan dilakukan
pengelompokkan terhadap item-item pertanyaan yang valid guna melihat
interpretasi hasil validitas dari masing-masing kelompok variabel (Lampiran 3).
Interpretasi hasil validitas menunjukkan bahwa pada kolom total diperoleh
tingkat kevalidan yang sangat tinggi pada masing-masing variabel yang diteliti.

4.2 Realibilitas Daftar Pertanyaan

Setelah melakukan uji validitas, kemudian dilakukan uji reliabilitas terhadap


butir-butir pertanyaan dengan menggunakan koefisien Alpha Croanbach untuk
menunjukan stabilitas dan konsistensi alat ukur. Hasil uji reliabilitas dengan
nilai Alpha Croanbachs > 0,5 = Reliabel (Ferdinand, Agusty , 2002:63) dapat
dilihat pada Tabel 8 dibawah ini :

115
Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas Alpha Croanbach

Jml. Item Alpha


Variabel No. Item pertanyaan
pertanyaan Croanbachs
Y Brand Switching 2, 4, 5, 6 4 0,767
X1 Product Attributes 7,8,11,12,13,15,16,19 8 0,828
X2 Price 20,21,22,23 4 0,752
X3 Promotion 24,25,28,30,31 5 0793
X4Product Distribution 32,33 2 0,797

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa nilai Alpha Croanbach diatas 0,5 untuk semua
variabel. Hal ini menunjukkan bahwa semua indikator-indikator yang
digunakan memiliki kesesuaian atau reliabilitas yang baik . Hasil uji reliabilitas
dapat dilihat pada lampiran 4.

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Analisis Hasil Uji Normalitas Data

Sebelum melakukan uji normalitas data, terlebih dahulu dilakukan evaluasi atas
outliers. Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul
dalam bentuk nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariate (Augusty
Fedinand 2002 : 97). Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z-value
yang dihasilkan melalui rumus berikut ini :

Skewness
Nilai – z =
6
N

Dimana N adalah ukuran sampel (Ferdinand, Agusty , 2002 :95).

Observasi-observasi yang mempunyai nilai z-score ≥ 3,0 akan dikategorikan


sebagai outliers. Berdasarkan Tabel Descriptive Statistics dan Tabel Mahalanobis
Distance (pada Lampiran 5), diketahui bahwa data 117 kuesioner yang
digunakan terdapat outliers univariate dan multivariate yang harus
dihilangkan. Terdapat 27 outliers atau kuesioner yang harus dihilangkan guna
terpenuhinya asumsi normalitas data.

Uji normalitas data dilakukan setelah 27 outliers dihilangkan, sehingga jumlah


observasi atau kuesioner yang digunakan adalah sebanyak 90 kuesioner dari

116
117 kuesioner yang disebar, dapat dilihat pada lampiran 5. Uji normalitas data
90 kuesioner yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Assesment of Normality

Assessment of normality

Variable min Max Skew c.r. kurtosis c.r.


X4 4.000 10.000 -.022 -.084 -.741 -1.434
X3 9.000 22.000 -.242 -.937 -.197 -.381
X2 11.000 20.000 -.381 -1.475 -.165 -.319
X1 17.000 34.000 -.211 -.817 -.349 -.676
Y 8.000 20.000 -.436 -1.689 -.056 -.109
Multivariate -3.142 -1.781

Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa baik melalui pengujian univariat maupun


pengujian multivariate, terbukti bahwa data yang digunakan berdistribusi
normal. Hasil uji normalitas data secara univariat dapat dilihat pada kolom c.r
dimana tidak ada angka nilai yang lebih besar dari ± 1.96 pada tingkat
signifikansi 0,05 atau 5% (Ferdinand, Agusty, 2002 :95). Hasil uji normalitas
data secara multivariate dapat dilihat pada kolom C.r, dimana angka nilai C.r
adalah dibawah ±1.96 pada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%.

4.3.2 Analisis Hasil Uji Phat Model

Langkah awal yang dilakukan adalah Confirmatory Factor Analysis, yaitu menguji
sebuah konsep yang dibangun dengan menggunakan indikator terukur product
Attributes (X1), price (X2), promotion (X3), product Distibution (X4), dan brand
switching (Y). Pengujian model dilakukan dengan menggunakan program Amos
yang dihubungkan dengan SPSS, dapat dilihat pada Lampiran 6. Evaluasi
terhadap Path Model (i) pada lampiran 6 dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah
ini.

Tabel 10. Nilai Hasil Pengukuran Path Model (i)

Cut Of Hasil
Kriteria Evaluasi Model
value Model
χ2 - Chi – square Diharapkan 77,427 Tidak Baik
kecil χ2 - tabel dengan DF 6 adalah 12,591
sehingga terlihat bahwa hasil model lebih
besar dari χ2 - tabel
Probability ≥ 0,05 0,000 Tidak Baik

117
CMIN/DF ≤ 2,00 12,905 Tidak Baik
GFI ≥ 0,90 0,729 Kurang Baik
AGFI ≥ 0,90 0,324 Tidak Baik
TLI ≥ 0,95 0,020 Tidak Baik
CFI ≥ 0,95 0,412 Tidak Baik
RMSEA ≤ 0,08 0,366 Tidak Baik

Menurut Augusty Ferdinand (2002:55-61), hasil pengukuran Path Model (i) pada
Tabel 10 menunjukkan bahwa model kurang dapat diterima, seperti dijelaskan :

• χ2 _Chi-square sebesar 77,427 lebih besar dari χ2 -tabel yaitu sebesar 12,591
yang berarti model yang diuji kurang dapat diterima, karena menandakan
tidak adanya perbedaan signifikan antara matriks kovarians yang
diobservasi dan yang diestimasi.

• Probability sebesar 0,000 lebih kecil sama dengan 0,05 yang berarti model
yang diuji tidak baik atau kurang dapat diterima.

• GFI (Goodness of Fit Index) atau Indeks kesesuaian (Fit indeks) sebesar 0,729
dimana lebih kecil sama dengan 0,90, yang berarti bahwa model ini
memiliki proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample
yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasi kurang
baik.

• AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) sebesar 0,324 dimana lebih kecil
sama dengan 0,90, sehingga model ini kurang dapat diterima.

• TLI ((Tucker Lewis Index) sebesar 0,020 dimana lebih kecil sama dengan 0,95,
sehingga model ini kurang dapat diterima.

• CFI (Comparative Fit Index) sebesar 0,412 dimana seharusnya lebih besar
sama dengan 0,95, sehungga model ini kurang dapat diterima.

• RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0,366 dimana
lebih besar sama dengan 0,08, sehingga model ini kurang dapat diterima.

Hasil pengukuran Path Model (i) menunjukkan bahwa model kurang dapat
diterima karena minimnya total sampel yang digunakan setelah melalui uji
normalitas data, yaitu hanya 90 responden. Menurut Hair dkk dalam Augusty
Ferdinand (2002:47-48) menyarankan bahwa ukuran sampel minimum yang
digunakan dalam Structural Equation Modeling (SEM) adalah sebanyak 5
observasi untuk setiap estimated parameter. Penelitian ini menggunakan 23

118
indikator, jadi besarnya sampel minimum dalam penelitian ini seharusnya
adalah 115 sampel. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pengolahan lebih
lanjut, yakni dengan melakukan modifikasi indeks guna dihasilkan Path Model
yang dapat diterima atau memenuhi kriteria goodness-of-fit indeks.

Pengolahan yang dilakukan menghasilkan terbentuknya model baru, yakni Path


Model (ii), dapat dilihat pada Lampiran 7. Selanjutnya evaluasi terhadap model
pada lampiran 7 dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini :

Tabel 11. Nilai Hasil Pengukuran Path Model (ii)

Kriteria Cut Of value Hasil Evaluasi Model


Model
χ2 - Chi – square Diharapkan 1,438 Baik
kecil χ2 - tabel dengan DF 2 adalah
5,991 sehingga terlihat bahwa hasil
model lebih kecil dari χ2 - tabel
Probability ≥ 0,05 0,487 Baik
CMIN/DF ≤ 2,00 0,719 Baik
GFI ≥ 0,90 0,994 Baik
AGFI ≥ 0.90 0.952 Baik
TLI ≥ 0,95 1,023 Baik
CFI ≥ 0,95 1,000 Baik
RMSEA ≤ 0,08 0,000 Baik

Menurut Augusty Ferdinand (2002:55-61), hasil pengukuran Path Model (ii) pada
Tabel 11 menunjukkan bahwa model dapat diterima, seperti dijelaskan berikut :

• χ2 _Chi-square sebesar 1,438 lebih kecil dari χ2 -tabel yaitu sebesar 5,991
yang berarti model yang diuji dapat diterima, karena menandakan adanya
perbedaan signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang
diestimasi.

• Probability sebesar 0,487 lebih besar sama dengan 0,05 yang berarti model
yang diuji baik atau dapat diterima.

• GFI (Goodness of Fit Index) atau Indeks kesesuaian (Fit indeks) sebesar 0,994
dimana lebih besar sama dengan 0,90, yang berarti bahwa model ini
memiliki proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample
yang terestimasi baik.

119
• AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) sebesar 0.952 dimana lebih besar
sama dengan 0,90, sehingga model ini dapat diterima.

• TLI ((Tucker Lewis Index) sebesar 1,023 dimana lebih besar sama dengan 0,95,
sehingga model ini dapat diterima.

• CFI (Comparative Fit Index) sebesar 1,000 dimana lebih besar sama dengan
0,95, sehungga model ini dapat diterima.

• RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation) sebesar 0,000 dimana
lebih kecil sama dengan 0,08, sehingga model ini dapat diterima.

4.3.3 Analisis Hasil Uji Regression Weight

Uji Regression Weight (Loading Factor) dilakukan untuk menguji hipotesis


dengan melihat signifikansi nilai probabilitas (P), yakni cut off value sebesar p <
0,05 dianggap signifikan. Hasil uji regression weight dapat dilihat pada Tabel 12
berikut ini :

Tabel 12. Regression Weight

Estimate S.E. C.R. P Label


Y <--- X1 -.026 .069 -.373 .709 par_4
Y <--- X2 .510 .097 5.236 *** par_1
Y <--- X3 .300 .098 3.069 .002 par_3
Y <--- X4 .295 .138 2.134 .033 par_2
X3 <--- X1 .389 .058 6.688 *** par_7
X4 <--- X1 .176 .049 3.552 *** par_8
X3 <--- X2 .282 .103 2.727 .006 par_5
X4 <--- X3 .141 .071 1.991 .047 par_6
Keterangan :
C.R = t-hitung
Estimate = Coeficient
P = Probabilitas

Berdasarkan Tabel 12 serta Lampiran 8 dapat dijelaskan hasil perhitungan


regression weight, yaitu sebagai berikut :

1. Variabel Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata


terhadap Brand Switching (Y).

120
2. Variabel Price (X2) memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap
Brand Switching (Y).

3. Variabel Promotion (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


Brand Switching (Y).

4. Variabel Product Distribution (X4) memiliki pengaruh yang signifikan


terhadap Brand Switching (Y).

Keempat hasil analisis tersebut merupakan hasil uji hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini, namun dari hasil perhitungan Tabel 12 juga didapatkan
berberapa hasil analisis, yaitu sebagai berikut :

1. Variabel Product Attributes (X1) memiliki pengaruh yang sangat


signifikan terhadap Variabel Promotion (X3).

2. Variabel Product Attributes (X1) memiliki pengaruh yang sangat


signifikan terhadap Variabel Product Distribution (X4).

3. Variabel Price (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Variabel


Promotion (X3).

4. Variabel Promotion (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


Variabel Product Distribution (X4).

4.3.4 Analisis Atas Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Hasil analisis atas Direct effect yang diperoleh dari uji Regression Weight dapat
dilihat pada Tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13. Pengaruh Variabel secara Langsung

X1 X2 X3 X4
X3 .389 .282 .000 .000
X4 .176 .000 .141 .000
Y -.026 .510 .300 .295

Berdasakan Tabel 13 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap


Brand Switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu -0,026, namun
variabel product Attributes (X1) memiliki pengaruh positif secara langsung

121
terhadap variabel promotion (X3) dan variabel product distribution (X4) yaitu
masing-masing sebesar 0,389 dan 0,176, yang berarti bila variabel product
attributes (X1) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap
peningkatan variabel promotion (X3) dan variabel product distribution (X4)
masing-masing sebesar 0,389 dan 0,176.

2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand Switching (Y)
dan variabel promotion (X3) masing-masing yaitu sebesar 0,510 dan 0,282,
yang berarti bila variabel price (X2) meningkat sebesar 1 maka akan
berpengaruh terhadap peningkatan brand switching (Y) dan variabel
promotion (X3) masing-masing yaitu sebesar 0,510 dan 0,282

3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap Brand


Switching (Y) dan variabel product distribution (X4) yaitu masing-masing
sebesar 0,300 dan 0,141, yang berarti bila variabel promotion (X3) meningkat
sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching
(Y) dan variabel product distribution (X4) masing-masing sebesar 0,300 dan
0,141.

4. Product Distribution (X4) berpengaruh positif secara langsung terhadap


Brand Switching (Y) yaitu sebesar 0,295, yang berarti bila variabel product
distribution (X4) meningkat 1 maka akan berpengaruh terhadap
peningkatan brand switching (Y) sebesar 0,295.

Hasil analisis atas Indirect effect yang diperoleh dari uji Regression Weight dapat
dilihat pada Tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Pengaruh Variabel secara Tidak Langsung

X1 X2 X3 X4
X3 .000 .000 .000 .000
X4 .055 .040 .000 .000
Y .185 .096 .041 .000

Berdasarkan Tabel 14 dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Product Attributes (X1) memiliki pengaruh positif secara tidak langsung terhadap
Brand Switching (Y) yaitu sebesar 0,185, yang berarti bila product Attributes
(X1) meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand
Switching (Y) sebesar 0,185, namun variabel product attributes (X1) tidak
memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap variabel product Distribution
(X4) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,055.

122
2. Price (X2) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung baik terhadap variabel
product distribution (X4) maupun brand switching (Y) karena nilainya yang
relatif kecil yaitu masing-masing 0,040 dan 0,096.

3. Promotion (X3) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap brand
switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,041.

4. Product Distribution (X4) tidak memiliki pengaruh secara tidak langsung


terhadap brand switching (Y) karena nilainya yang relatif kecil yaitu 0,000.

4.4 Pengaruh Product Attributes, Price, Promotion, Product Distibution


Terhadap Brand Switching Pada Pengguna SIM Card

Berdasarkan hasil analisis Regression Weight dan pengujian hipotesis, serta


pengaruh langsung dan tidak langsung ditemukan bahwa :

1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand
switching (Y) pada pengguna SIM Card karena nilai P yang tidak signifikan
yaitu sebesar 0,709 (P > 0,05), dari hasil uji dapat dilihat bahwa pengaruh
yang ada merupakan pengaruh secara tidak langsung yaitu sebesar 0,185 .
Kondisi ini menunjukkan bahwa semua merek SIM Card dinilai
menawarkan fitur dan layanan yang saat ini relatif sudah semakin sama
(dapat dlihat pada Tabel 4). Selain itu, atribut-atribut produk lainnya yang
ditawarkan masing-masing merek SIM Card, seperti warna, symbol, logo,
nama merek, desain kemasan, desain produk itu sendiri, nomor cantik, dan
lain-lain bagi konsumen brand switching dinilai bukan merupakan faktor
pendorong untuk berpindah merek SIM Card. Hasil ini bertentangan
dengan teori yang menyatakan bahwa terdapat suatu resiko dimana
pelanggan yang loyal akan bisa dipengaruhi pesaing jika penampilan
produk atau layanannya tidak diperbaiki (David A.Aaker, 1996).

2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand Switching (Y)
sebesar 0,510 dan nilai P yang dihasilkan yaitu sangat signifikan (0,000).
Kondisi ini menunjukan bahwa konsumen yang melakukan brand switching
sangat dipengaruhi oleh variabel harga yang ditawarkan, seperti tarif SMS
dan percakapan, harga katalog, bonus pulsa serta sampel gratis yang
ditawarkan. Semakin murah tarif pulsa dan harga yang ditawarkan akan
semakin meningkatkan jumlah permintaan akan merek SIM Card tertentu.
Banyaknya penawaran akan variabel harga oleh masing-masing merek SIM
Card akan mempercepat keputusan konsumen untuk melakukan brand
switching. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa konsumen
lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian (Freddy
Rangkuti, 2002).

123
3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap brand
Switching (Y), yaitu sebesar 0,300 dan nilai P signifikan yaitu sebesar 0,002 (P
< 0.05). Kondisi ini menunjukkan bahwa para pengguna SIM Card
dipengaruhi secara langsung melalui serangkaian kegiatan promosi, seperti
promosi periklanan (reminder advertising), personal selling, promosi penjualan
dengan cara program bundling kartu perdana dengan merek handphone
tertentu, hubungan masyarakat (Humas) dengan cara press release dan
sponshorship. Hasil ini sejalan dengan teori yang menjelaskan bahwa
konsumen brand switching tidak secara aktif mencari informasi mengenai
suatu merek, dan promosi merupakan salah satu kegiatan strategik
pemasaran yang secara efektif dapat membangun brand awerenesss dalam
benak konsumen.

Sebaiknya para operator seluler menyadari bahwa terdapat pengaruh positif


antara variabel product attributes (X1) terhadap variabel promotion (X3) yaitu
sebesar 0,389 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa
apabila para operator seluler melakukan peningkatan inovasi pada variabel
product attributes (X1), maka sebaiknya harus diikuti dengan upaya
melakukan kegiatan promosi secara aktif, karena promosi terbukti mampu
menyampaikan informasi mengenai inovasi produk terbaru secara efektif.

Sebaiknya para operator seluler menyadari bahwa terdapat pengaruh positif


secara langsung antara variabel price (X2) terhadap variabel promotion (X3)
yaitu sebesar 0,282 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan
bahwa apabila para operator seluler melakukan peningkatan variabel price
(X2), seperti pemberlakuan tarif, harga catalog SIM Card, bonus pulsa, dan
lain-lain, maka sebaiknya harus diikuti dengan upaya melakukan kegiatan
promosi secara aktif, karena promosi terbukti mampu menyampaikan
informasi secara efektif mengenai inovasi variabel harga yang ditawarkan.

Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaiknya


peningkatan kegiatan promosi yang aktif dapat dilakukan, antara lain
dengan meningkatkan frekuensi penayangan iklan pada waktu off-peak,
lebih memperhatikan pemilihan bahasa yang jelas, menarik, dan terutama
mudah diingat pada berbagai media promosi yang digunakan serta
meningkatkan program-program promosi penjualan yang lebih inovatif dan
efektif sehingga dapat mempengaruhi konsumen brand switching dalam
setiap waktu pembelian.

4. Product Distribution (X4) berpengaruh positif secara langsung terhadap Brand


Switching (Y) sebesar 0,295 dan nilai P signifikan yaitu sebesar 0.033
(P<0,05). Kondisi ini menunjukkan bahwa pengguna SIM Card dipengaruhi
oleh faktor persediaan produk (product distribution) dalam melakukan brand

124
switching. Hasil ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tindakan
manajemen lebih suka menghendaki usaha-usaha untuk menghindarkan
celah distribusi (out-of-stocks) yang mungkin dapat mempercepat konsumen
memutuskan untuk brand switching (David A. Aaker, 1996).

Sebaiknya para operator seluler menyadari bahwa terdapat pengaruh positif


secara langsung antara variabel product attributes (X1) terhadap variabel
product distribution (X4) yaitu sebesar 0,176 (dapat dilihat pada Tabel 13).
Kondisi ini menunjukkan bahwa sebaiknya apabila para operator seluler
berupaya melakukan peningkatan variabel product attributes (X1), maka
sebaiknya diikuti peningkatan variabel product distribution (X4).

Berdasarkan hasil uji juga menunjukkan bahwa variabel promotion (X3)


berpengaruh positif secara langsung terhadap variabel product distribution
(X4) yaitu sebesar 0,141 (dapat dilihat pada Tabel 13). Kondisi ini
menunjukkan bahwa sebaiknya para operator seluler apabila meningkatkan
kegiatan promosi secara aktif hendaknya diikuti upaya dengan peningkatan
variabel product distribution (X4).

Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaiknya


peningkatan variabel product distribution (X4), antara lain dapat dilakukan
dengan meningkatkan jumlah persediaan di rak-rak penjualan dan
memperluas saluran disribusi karena terbukti efektif mempengaruhi
konsumen brand switching dalam setiap waktu pembelian.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian yang kemudian telah


dianalisa dengan menggunakan Path Analysis terlebih dahulu, maka
disimpulkan sebagai berikut :

1. Product Attributes (X1) tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand
switching (Y) pada pengguna SIM Card karena nilai P yang tidak signifikan
yaitu sebesar 0,709 (P > 0,05), dari hasil uji dapat dilihat bahwa pengaruh
yang ada merupakan pengaruh secara tidak langsung yaitu sebesar 0,185.

2. Price (X2) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand switching (Y)
yaitu sebesar 0,510, yang berarti bila variabel harga meningkat sebesar 1
maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching sebesar
0,510.

125
3. Promotion (X3) memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap brand
switching (Y) yaitu sebesar 0,300, yang berarti bila variabel promosi
meningkat sebesar 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand
switching sebesar 0,300.

4. Product Distribution (X4) berpengaruh positif secara langsung terhadap brand


switching (Y) yaitu sebesar 0,295 yang berarti bila variabel product distribution
meningkat 1 maka akan berpengaruh terhadap peningkatan brand switching
sebesar 0,295.

5. Berdasarkan uji analisis yang dilakukan maka secara keseluruhan dapat


disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan model analisis jalur atau
Path Model (ii) yang baik dan terpenuhinya asumsi normalitas data sehingga
hasil uji yang diperoleh mengenai adanya pengaruh variabel harga (X2),
promosi (X3), dan persediaan produk (X4) terhadap brand switching (Y) pada
pengguna SIM Card, yaitu pada Mahasiswa di Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung dapat diterima.

5.2 Saran

Sehubungan dengan diadakannya penelitian mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi brand switching pada pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut :

1. Melihat hasil uji bahwa konsumen brand switching tidak secara nyata
dipengaruhi oleh atribut-atribut produk yang ditawarkan, maka sebaiknya
upaya yang dilakukan perusahaan hanya sebatas pada kegiatan perbaikan
atribut produk yang dianggap perlu dan bukan bersifat inovatif.

2. Sebaiknya para operator seluler lebih memperhatikan pada kebijakan


penetapan harga rendah dalam setiap inovasi variabel harga yang
ditawarkan, seperti pengenaan tarif, harga produk, bonus pulsa, dan lain-
lain, karena hal ini terbukti sangat efektif mempengaruhi konsumen brand
switching dalam setiap waktu pembelian.

3. Sebaiknya para operator seluler lebih melakukan peningkatan kegiatan


promosi secara aktif, apabila dilakukan upaya peningkatan inovasi atribut
produk dan variabel harga. Mengingat bahwa pengguna SIM Card yang
melakukan brand switching merupakan konsumen yang memiliki
keterlibatan rendah (low involvement). Konsumen tidak secara aktif mencari
informasi mengenai berbagai merek SIM Card yang ditawarkan, melainkan
sebagai penerima informasi pasif (information catching) ketika konsumen
tersebut melihat iklan di televisi, surat kabar, majalah, dan media luar ruang

126
seperti spanduk, umbul-umbul, billboard, dan lain-lain. Peningkatan
kegiatan promosi yang aktif dapat dilakukan, antara lain dengan
meningkatkan frekuensi penayangan iklan pada waktu off-peak, lebih
memperhatikan pemilihan bahasa yang jelas, menarik, dan terutama mudah
diingat pada berbagai media promosi yang digunakan serta meningkatkan
program-program promosi penjualan yang lebih inovatif dan efektif
sehingga dapat mempengaruhi konsumen brand switching dalam setiap
waktu pembelian.

4. Sebaiknya para operator seluler lebih meningkatkan jumlah persediaan di


rak-rak penjualan serta memperluas saluran distribusi, apabila akan
melakukan inovasi pada variabel atribut produk dan kegiatan promosi
secara aktif , karena hal ini terbukti sangat efektif mempengaruhi konsumen
brand switching dalam setiap waktu pembelian. Tersedianya SIM Card pada
rak-rak penjualan dan mudah terjangkau di mana saja terbukti dapat
mempengaruhi konsumen brand switching dalam tiap pembelian SIM Card.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. 1996. Building Strong Brands. Penerbit Division of Simon &
Schuster Inc. New York
Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian
Manajemen. Penerbit BP UNDIP. Semarang.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan Pengendalian. Salemba Empat, Jakarta.
Mardalis, Ahmad. 2004. Meraih Loyalitas Pelanggan, pdf. Penerbit
www.google.com
----------------. Brand Switching, pdf. Penerbit http://www.Sticky
Marketing.net/glossary /consumer.htm
Peter, J.Paul dan Jerry C. Olson. 2000. Consumer Behavior. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of Brands. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Penerbit PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.

127

Anda mungkin juga menyukai